Posts

Allah di Sini

Senin, 26 November 2018

Allah di Sini

Baca: Hosea 6:1-6

6:1 “Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.

6:2 Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.

6:3 Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.”

6:4 Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar.

6:5 Sebab itu Aku telah meremukkan mereka dengan perantaraan nabi-nabi, Aku telah membunuh mereka dengan perkataan mulut-Ku, dan hukum-Ku keluar seperti terang.

6:6 Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.

Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan. —Hosea 6:3

Allah di Sini

Sebuah plakat di rumah kami mencantumkan tulisan “Diundang atau tidak, Allah hadir di sini.” Versi modern dari pernyataan tersebut kira-kira seperti ini, “Disadari atau tidak, Allah hadir.”

Hosea, seorang nabi dalam Perjanjian Lama yang hidup pada akhir abad ke-8 sm (755-715), menuliskan kata-kata yang serupa pada bangsa Israel. Hosea mendorong orang Israel untuk “berusaha sungguh-sungguh” (hos. 6:3)mengenal Allah karena mereka telah melupakan-Nya (4:1). Ketika bangsa Israel melupakan kehadiran Allah, mereka mulai meninggalkan-Nya (4:12) dan tidak lama kemudian Allah tak akan ada lagi dalam pikiran mereka (lihat Mzm. 10:4)

Perkataan Hosea yang sederhana, tetapi mendalam, tentang perlunya mengenal Allah itu mengingatkan kita bahwa Allah selalu menyertai kita dan berkarya dalam hidup kita, baik dalam masa sukacita maupun masa pergumulan.

Mengenal atau menyadari Allah bisa berarti ketika kita memperoleh promosi di tempat kerja, kita menyadari bahwa Allah sajalah yang memberi kita hikmat untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan sesuai dengan dana yang ada. Jika pengajuan kredit kepemilikan rumah kita ditolak, pengenalan akan Allah dapat menguatkan kita karena kita percaya Allah bekerja dalam situasi tersebut untuk kebaikan kita.

Jika kita tidak diterima di universitas pilihan kita, kita menyadari bahwa Allah terus menyertai dan, meski kecewa, kita terhibur oleh penyertaan-Nya itu. Saat menikmati makan malam, kesadaran akan Allah mungkin mengingatkan kita bahwa Allah saja yang telah menyediakan bahan makanan dan dapur untuk memasak makanan itu.

Ketika kita mengenal dan menyadari Allah, kita mengingat kehadiran-Nya dalam setiap suka dan duka, baik kecil atau besar, dalam kehidupan kita. —Lisa Samra

Tuhan Yesus, ampunilah aku untuk saat-saat aku cenderung melupakan-Mu. Tolong aku untuk menyadari kehadiran-Mu dalam hidupku.

Allah selalu hadir dan berkarya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 27-29; 1 Petrus 3

Mensyukuri Diri Allah

Jumat, 16 November 2018

Mensyukuri Diri Allah

Baca: Mazmur 95:1-7

95:1 Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita.

95:2 Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur.

95:3 Sebab TUHAN adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah.

95:4 Bagian-bagian bumi yang paling dalam ada di tangan-Nya, puncak gunung-gunungpun kepunyaan-Nya.

95:5 Kepunyaan-Nya laut, Dialah yang menjadikannya, dan darat, tangan-Nyalah yang membentuknya.

95:6 Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.

95:7 Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!

Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur . . . sebab Tuhan adalah Allah yang besar. —Mazmur 95:2-3

Mensyukuri Diri Allah

Dari ribuan pesan yang tercetak dalam kartu ucapan, salah satu pernyataan yang mungkin paling menyentuh adalah kalimat sederhana ini: “Terima kasih untuk dirimu.” Jika kamu menerima kartu dengan ucapan itu, kamu tahu bahwa orang tersebut mempedulikanmu bukan karena kamu telah melakukan sesuatu yang luar biasa baginya, tetapi karena kamu hadir sebagai dirimu sendiri.

Saya berpikir, apakah ucapan seperti itu menjadi salah satu cara terbaik bagi kita untuk mengungkapkan terima kasih kepada Allah. Tentu, di saat-saat Allah berkarya dengan nyata dalam hidup kita, kita dapat berkata seperti ini, “Terima kasih, Tuhan, karena aku boleh mendapat pekerjaan itu.” Namun, yang lebih perlu kita lakukan adalah cukup dengan berkata, “Terima kasih, ya Allah, untuk diri-Mu.”

Ketika kita membaca ayat seperti 1 Tawarikh 16:34, “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya,” kita dapat berkata: Terima kasih, ya Allah, untuk diri-Mu—Engkau baik dan penuh kasih. Atau Mazmur 7:18, “Aku hendak bersyukur kepada Tuhan karena keadilan-Nya,” kita dapat berkata: Terima kasih, ya Allah, untuk diri-Mu—Engkau kudus. Atau Mazmur 95:2-3, “Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur, . . . Sebab Tuhan adalah Allah yang besar,” kita dapat berkata: Terima kasih, ya Allah, untuk diri-Mu—Penguasa alam semesta yang Mahakuasa.

Diri Allah. Itu cukup untuk membuat kita berhenti sejenak dan memuji serta menaikkan syukur kita kepada-Nya. Terima kasih, ya Allah, untuk diri-Mu! —Dave Branon

Ya Allah, kami bersyukur untuk diri-Mu—Allah Mahakuasa yang mengasihi kami dan menerima ungkapan kasih kami. Terima kasih untuk segala sesuatu yang membuat Engkau layak dimuliakan. Kami dibuat takjub oleh diri-Mu saat kami memuji-Mu dengan perkataan dan nyanyian kami.

Ada begitu banyak alasan untuk bersyukur kepada Allah, dan salah satunya adalah karena diri-Nya sendiri!

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 3-4; Ibrani 11:20-40

Sumber Hikmat

Senin, 5 November 2018

Sumber Hikmat

Baca: 1 Raja-Raja 3:16-28

3:16 Pada waktu itu masuklah dua orang perempuan sundal menghadap raja, lalu mereka berdiri di depannya.

3:17 Kata perempuan yang satu: “Ya tuanku! aku dan perempuan ini diam dalam satu rumah, dan aku melahirkan anak, pada waktu dia ada di rumah itu.

3:18 Kemudian pada hari ketiga sesudah aku, perempuan inipun melahirkan anak; kami sendirian, tidak ada orang luar bersama-sama kami dalam rumah, hanya kami berdua saja dalam rumah.

3:19 Pada waktu malam anak perempuan ini mati, karena ia menidurinya.

3:20 Pada waktu tengah malam ia bangun, lalu mengambil anakku dari sampingku; sementara hambamu ini tidur, dibaringkannya anakku itu di pangkuannya, sedang anaknya yang mati itu dibaringkannya di pangkuanku.

3:21 Ketika aku bangun pada waktu pagi untuk menyusui anakku, tampaklah anak itu sudah mati, tetapi ketika aku mengamat-amati dia pada waktu pagi itu, tampaklah bukan dia anak yang kulahirkan.”

3:22 Kata perempuan yang lain itu: “Bukan! anakkulah yang hidup dan anakmulah yang mati.” Tetapi perempuan yang pertama berkata pula: “Bukan! anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.” Begitulah mereka bertengkar di depan raja.

3:23 Lalu berkatalah raja: “Yang seorang berkata: Anakkulah yang hidup ini dan anakmulah yang mati. Yang lain berkata: Bukan! Anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.”

3:24 Sesudah itu raja berkata: “Ambilkan aku pedang,” lalu dibawalah pedang ke depan raja.

3:25 Kata raja: “Penggallah anak yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah setengah kepada yang satu dan yang setengah lagi kepada yang lain.”

3:26 Maka kata perempuan yang empunya anak yang hidup itu kepada raja, sebab timbullah belas kasihannya terhadap anaknya itu, katanya: “Ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia.” Tetapi yang lain itu berkata: “Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!”

3:27 Tetapi raja menjawab, katanya: “Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia; dia itulah ibunya.”

3:28 Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan.

Tuhan, berikanlah kiranya kepadaku kebijaksanaan yang kuperlukan. —1 Raja-Raja 3:9 BIS

Sumber Hikmat

Seorang pria mengajukan tuntutan hukum terhadap seorang wanita dengan tuduhan bahwa wanita itu telah mengambil anjingnya. Di pengadilan, wanita itu mengatakan bahwa anjing itu tidak mungkin dimiliki si pria sambil menunjukkan kepada hakim di mana ia membeli anjing itu. Namun, pemilik yang sebenarnya terungkap saat hakim melepaskan anjing itu di ruang sidang. Sambil menggoyangkan ekor tanda gembira, anjing itu langsung berlari ke arah si pria!

Raja Salomo dari Israel perlu menjadi hakim untuk menyelesaikan masalah serupa. Dua wanita sama-sama mengaku sebagai ibu dari seorang bayi. Setelah mempertimbangkan argumen mereka masing-masing, ia meminta pedang untuk membelah bayi itu. Sang ibu yang asli memohon kepada Salomo untuk memberikan saja bayi itu kepada wanita yang satu lagi. Ia memilih untuk menyelamatkan nyawa anaknya meski ia tidak dapat memilikinya (1Raj. 3:26). Salomo pun memberikan bayi itu kepadanya.

Hikmat diperlukan saat kita harus memutuskan apa yang adil dan bermoral, mana yang benar dan yang salah. Jika kita benar-benar menjunjung hikmat, kita dapat meminta kebijaksanaan yang kita perlukan kepada Allah, seperti yang dilakukan Salomo (ay.9). Allah mungkin menjawab permohonan itu dengan cara menolong kita menyeimbangkan kebutuhan dan keinginan kita dengan kepentingan orang lain. Dia bisa menolong kita melihat manfaat jangka pendek dan membandingkannya dengan berkat jangka panjang (atau bahkan yang kekal) supaya kita bisa menghormati Dia dengan pilihan hidup kita.

Allah kita bukan hanya hakim yang kebijaksanaanya sempurna, tetapi juga penasihat ajaib yang bersedia memberi kita hikmat ilahi dengan berlimpah-limpah (Yak. 1:5). —Jennifer Benson Schuldt

Allah, aku menyembah-Mu, sumber hikmat yang sejati. Tunjukkan kepadaku bagaimana membuat pilihan-pilihan yang memuliakan nama-Mu.

Butuh hikmat? Mintalah kepada satu-satunya Pribadi yang dapat memberikannya, yaitu Allah sendiri.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 34-36; Ibrani 2

Bertanyalah kepada Binatang

Minggu, 14 Oktober 2018

Bertanyalah kepada Binatang

Baca: Ayub 12:7-10

12:7 Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan.

12:8 Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu.

12:9 Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu;

12:10 bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?

Bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. —Ayub 12:7

Bertanyalah kepada Binatang

Dengan takjub, cucu-cucu kami melihat dari dekat seekor burung elang botak yang berhasil diselamatkan. Mereka bahkan diizinkan untuk membelainya. Ketika seorang pemandu kebun binatang menceritakan kehebatan burung yang bertengger pada lengannya itu, saya tercengang saat mengetahui bahwa lebar rentang sayap burung itu sekitar 2 m, tetapi karena tulang-tulangnya berongga, beratnya hanya sekitar 3,6 KG.

Makhluk itu mengingatkan saya pada seekor elang anggun yang pernah saya lihat melayang di atas danau, siap menukik dan mencengkeram mangsa dengan cakarnya. Saya juga membayangkan burung besar lainnya, yaitu bangau biru berkaki kurus yang diam berdiri di tepi danau dan sedang bersiap untuk menghunjamkan paruh panjangnya ke dalam air. Burung-burung itu hanyalah dua dari hampir 10.000 spesies burung yang dapat membawa kita merenungkan tentang Allah, Pencipta kita.

Di kitab Ayub, teman-teman Ayub sedang memperdebatkan alasan dari kesengsaraan yang dialami Ayub. Mereka bertanya, “Dapatkah engkau memahami hakekat Allah?” (lihat 11:5-9). Ayub menanggapi dengan menyatakan, “Bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan” (Ayb.12:7). Binatang menyatakan kebenaran bahwa Allah memang merancang, mempedulikan, dan mengendalikan ciptaan-Nya: “Di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia” (ay.10).

Karena Allah mempedulikan burung-burung (Mat. 6:26; 10:29), kita dapat yakin bahwa Dia mengasihi dan mempedulikanmu dan saya, bahkan di saat kita tidak memahami keadaan yang menimpa kita. Lihatlah sekelilingmu dan belajarlah tentang diri-Nya. —Alyson Kieda

Dunia milik Allah ini mengajarkan banyak hal tentang diri-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 43-44; 1 Tesalonika 2

Tuhan Berbicara

Rabu, 15 Agustus 2018

Tuhan Berbicara

Baca: Ayub 38:1-11

38:1 Maka dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub:

38:2 “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?

38:3 Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.

38:4 Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!

38:5 Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? Bukankah engkau mengetahuinya? —Atau siapakah yang telah merentangkan tali pengukur padanya?

38:6 Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya

38:7 pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai?

38:8 Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim? —

38:9 ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya;

38:10 ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu;

38:11 ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!

Apakah si pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa? —Ayub 39:35

Tuhan Berbicara

Dalam kitab Ayub, kita dapat menemukan hampir setiap pendapat yang mencoba untuk menjelaskan alasan adanya penderitaan di dunia ini. Namun, perdebatan itu tidak akan pernah dapat menghibur Ayub. Permasalahan Ayub bukan cuma soal keraguan, tetapi terutama soal hubungan, yakni: Bisakah ia mempercayai Allah? Ayub menginginkan satu hal lebih daripada yang lain: kemunculan satu Pribadi yang bisa menjelaskan tentang pengalamannya yang mengenaskan. Ia ingin bertemu dan bertatap muka dengan Allah sendiri.

Akhirnya Ayub mendapatkan apa yang diinginkannya. Allah muncul secara pribadi kepadanya (lihat Ayb. 38:1). Sungguh suatu ironi yang sempurna ketika Allah hadir di saat Elihu, teman Ayub, baru saja menjelaskan mengapa Ayub tidak berhak mengharapkan pertemuan dengan Allah.

Tidak seorang pun—Ayub atau teman-temannya pun tidak—dapat menduga apa yang akan Allah katakan. Ayub telah memiliki daftar pertanyaan yang panjang, tetapi justru Allah yang mengajukan pertanyaan demi pertanyaan. “Bersiaplah engkau sebagai laki-laki!” kata Allah, “Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku” (ay.3). Seakan mengesampingkan 35 pasal sebelumnya yang penuh dengan perdebatan soal penderitaan, Allah mengucapkan puisi yang megah tentang keajaiban alam ciptaan-Nya.

Perkataan Allah menegaskan perbedaan yang amat besar antara Allah Sang Pencipta dan satu orang fana seperti Ayub. Kehadiran-Nya secara spektakuler menjawab pertanyaan terbesar Ayub: Adakah yang peduli? Akhirnya, Ayub hanya bisa menanggapi, “Tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui” (42:3). —Philip Yancey

Tuhan, kami memiliki begitu banyak pertanyaan tentang hidup dan ketidakadilan di dalamnya. Namun, Engkau telah menunjukkan kepada kami bahwa Engkau baik. Tolong kami untuk mempercayai-Mu untuk segala sesuatu yang tak kami mengerti.

Tidak ada bencana yang terjadi di luar kedaulatan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 91-93; Roma 15:1-13

Rahasia Agung

Minggu, 5 Agustus 2018

Rahasia Agung

Baca: Nahum 1:1-7

1:1 Ucapan ilahi tentang Niniwe. Kitab penglihatan Nahum, orang Elkosh.

1:2 TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas, TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya.

1:3 TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya.

1:4 Ia menghardik laut dan mengeringkannya, dan segala sungai dijadikan-Nya kering. Basan dan Karmel menjadi merana dan kembang Libanon menjadi layu.

1:5 Gunung-gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit-bukit mencair. Bumi menjadi sunyi sepi di hadapan-Nya, dunia serta seluruh penduduknya.

1:6 Siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya? Dan siapakah yang tahan tegak terhadap murka-Nya yang bernyala-nyala? Kehangatan amarah-Nya tercurah seperti api, dan gunung-gunung batu menjadi roboh di hadapan-Nya.

1:7 TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya

Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa. —Nahum 1:3

Rahasia Agung

Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan bersama seorang kawan, kami berbincang-bincang tentang kecintaan kami pada Alkitab. Saya terkejut ketika ia mengatakan, “Aku tak terlalu suka dengan Perjanjian Lama. Isinya penuh dengan kekerasan dan balas dendam. Aku lebih suka membaca tentang Yesus!”

Kita mungkin akan sepaham dengannya bila kita membaca seperti kitab Nahum dan dikejutkan oleh pernyataan seperti ini, “Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah” (Nah. 1:2). Namun, ayat berikutnya memberi kita pengharapan, “Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa” (ay.3).

Ketika menyelidiki lebih jauh tentang amarah Allah, kita pun memahami bahwa ketika Allah menunjukkan kemarahan-Nya, itu lebih sering karena Dia membela umat-Nya atau kekudusan nama-Nya. Karena kasih-Nya yang melimpah, Allah menuntut keadilan atas pelanggaran yang terjadi sekaligus menghendaki penebusan orang-orang yang telah berpaling dari-Nya. Kita melihat hal itu bukan hanya dalam Perjanjian Lama, ketika Dia memanggil umat-Nya untuk kembali kepada-Nya, tetapi juga dalam Perjanjian Baru, saat Dia mengutus Anak-Nya yang tunggal menjadi penebus dosa-dosa kita.

Kita mungkin tidak dapat memahami sepenuhnya rahasia agung tentang karakter-karakter Allah. Namun, kita dapat percaya bahwa Allah tidak hanya berlaku adil, tetapi juga menjadi sumber dari segala kasih. Kita tidak perlu takut kepada-Nya, karena Tuhan itu “baik, Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya” (ay.7). —Amy Boucher Pye

Allah Bapa, Engkau sungguh baik. Engkau penuh kasih dan murah hati. Tolong aku untuk lebih memahami sebagian rahasia tentang kasih-Mu yang telah menebus kami.

Keadilan dan belas kasihan Allah berpadu di kayu salib.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 68-69; Roma 8:1-21

Tidak Perlu Penjamin

Senin, 16 Juli 2018

Tidak Perlu Penjamin

Baca: Ibrani 6:13-20

6:13 Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya,

6:14 kata-Nya: “Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.”

6:15 Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.

6:16 Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.

6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,

6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.

6:19 Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,

6:20 di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.

Manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. —Ibrani 6:16

Tidak Perlu Penjamin

Seseorang yang mempunyai catatan jangka panjang yang buruk dalam hal membayar tagihan biasanya ditolak ketika ia mengajukan pinjaman untuk membeli rumah atau mobil. Pihak pemberi pinjaman enggan untuk mengambil risiko. Sekalipun seseorang berjanji untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya, tetapi dengan rekam jejak yang buruk, ia tidak cukup meyakinkan bagi bank untuk menerima permohonannya. Biasanya, orang yang hendak meminjam itu akan mencari seseorang dengan catatan yang baik dalam pelunasan utang dan meminta agar namanya dicantumkan sebagai penjamin pada perjanjian peminjaman. Janji penjamin yang ikut bertanda tangan itu meyakinkan pemberi pinjaman bahwa uang yang diberikan pasti akan dibayar kembali.

Ketika seseorang berjanji kepada kita—baik dalam hal finansial, pernikahan, atau hal-hal lain—kita mengharapkannya untuk menepati janji itu. Kita ingin tahu apakah Allah juga akan menepati janji-janji-Nya. Ketika Allah berjanji kepada Abraham untuk memberkatinya dan memberinya keturunan yang “sangat banyak” (Ibr. 6:14; lihat Kej. 22:17), Abraham percaya bahwa Allah memegang janji-Nya. Sebagai Pencipta dari segala sesuatu, tidak ada yang lebih besar daripada Allah; hanya Allah yang dapat menjamin penggenapan janji-Nya sendiri.

Abraham harus sabar menanti kelahiran anaknya (Ibr. 6:15) (dan ia tidak pernah melihat keturunannya berkembang hingga tak terhitung jumlahnya), tetapi Allah terbukti setia pada janji-Nya. Ketika Allah berjanji untuk selalu menyertai kita (Ibr. 13:5), menjaga kita dengan aman (Yoh. 10:29), dan menghibur kita (2Kor. 1:3-4), kita juga bisa meyakini bahwa Dia pasti akan memenuhi janji-Nya. —Kirsten Holmberg

Tuhan, terima kasih karena Engkau layak dipercaya. Aku hanya perlu meyakini firman-Mu. Tolonglah aku agar makin percaya kepada-Mu dari hari ke hari.

Janji Allah sungguh pasti.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 16-17; Kisah Para Rasul 20:1-16

Tuhan Penguasa Kedalaman Laut

Selasa, 10 Juli 2018

Tuhan Penguasa Kedalaman Laut

Baca: Ayub 41:3-25

41:3 Aku tidak akan berdiam diri tentang anggota-anggota badannya, tentang keperkasaannya dan perawakannya yang tampan.

41:4 Siapakah dapat menyingkapkan pakaian luarnya? Baju zirahnya yang berlapis dua, siapakah dapat menembusnya?

41:5 Siapa dapat membuka pintu moncongnya? Di sekeliling giginya ada kengerian.

41:6 Punggungnya adalah perisai-perisai yang bersusun, terlekat rapat seperti meterai.

41:7 Rapat hubungannya yang satu dengan yang lain, sehingga angin tidak dapat masuk;

41:8 yang satu melekat pada yang lain, bertautan tak terceraikan lagi.

41:9 Bersinnya menyinarkan cahaya, matanya laksana merekahnya fajar.

41:10 Dari dalam mulutnya keluar suluh, dan berpancaran bunga api.

41:11 Dari dalam lubang hidungnya mengepul uap bagaikan dari dalam belanga yang mendidih dan menggelegak isinya.

41:12 Nafasnya menyalakan bara, dan nyala api keluar dari dalam mulutnya.

41:13 Di dalam tengkuknya ada kekuatan; ketakutan berlompatan di hadapannya.

41:14 Daging gelambirnya berlekatan, melekat padanya, tidak tergerak.

41:15 Hatinya keras seperti batu, keras seperti batu kilangan bawah.

41:16 Bila ia bangkit, maka semua yang berkuasa menjadi gentar, menjadi bingung karena ketakutan.

41:17 Bila ia diserang dengan pedang, ia tidak mempan, demikian juga dengan tombak, seligi atau lembing.

41:18 Besi dirasanya seperti jerami, tembaga seperti kayu lapuk.

41:19 Anak panah tidak dapat menghalau dia, batu umban seolah-olah berubah padanya menjadi jerami.

41:20 Gada dianggapnya jerami dan ia menertawakan desingan lembing.

41:21 Pada bagian bawahnya ada tembikar yang runcing; ia membujur di atas lumpur seperti pengeretan pengirik.

41:22 Lubuk dibuatnya berbual-bual seperti periuk, laut dijadikannya tempat memasak campuran rempah-rempah.

41:23 Ia meninggalkan jejak yang bercahaya, sehingga samudera raya disangka orang rambut putih.

41:24 Tidak ada taranya di atas bumi; itulah makhluk yang tidak mengenal takut.

41:25 Segala yang tinggi takut kepadanya; ia adalah raja atas segala binatang yang ganas.”

Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, . . . dan Lewiatan yang telah Kaubentuk untuk bermain dengannya. —Mazmur 104:25-26

Tuhan Penguasa Kedalaman Laut

“Ketika kita menyelam hingga ke lautan yang dalam dan mengambil sampel, kita pasti akan menemukan spesies yang baru,” ujar seorang ahli biologi laut, Ward Appeltans. Dalam satu tahun terakhir, para ilmuwan telah mengidentifikasi 1.451 jenis kehidupan baru di bawah laut. Sejauh ini kita bahkan belum mengenali setengah dari seluruh kehidupan yang ada di dalam sana.

Dalam Ayub 38-40, Allah memberikan tinjauan terhadap karya ciptaan-Nya demi kebaikan Ayub. Di tiga pasal yang sangat puitis, Allah menyoroti keajaiban cuaca, kebesaran alam semesta, dan beragamnya makhluk yang hidup dalam habitat mereka masing-masing. Itu semua adalah hal-hal yang dapat manusia lihat. Namun, Allah kemudian menyebut tentang makhluk misterius bernama Lewiatan dalam satu bagian yang panjang. Lewiatan adalah makhluk yang sama sekali berbeda dari makhluk-makhluk lain, dengan kulit yang sangat tebal (Ayb. 40:26; 41:4), kuat (41:3), dan gigi-gigi yang dahsyat (41:5). “Dari dalam mulutnya . . . berpancaran bunga api. Dari dalam lubang hidungnya mengepul uap” (41:10-11). “Tidak ada taranya di atas bumi” (41:24).

Allah membahas tentang makhluk raksasa yang tak pernah kita lihat. Namun, apakah itu maksud dari Ayub 41?

Bukan! Ayub 41 memperluas pengertian kita akan sifat Allah yang mengejutkan. Pemazmur mengembangkan pemikiran tersebut dengan menulis, “Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, . . . dan Lewiatan yang telah Kaubentuk untuk bermain dengannya” (Mzm. 104:25-26). Setelah membaca deskripsi yang mengerikan dalam kitab Ayub, kita mengetahui bahwa Allah menciptakan tempat bermain untuk makhluk paling mengerikan yang pernah ada. Lewiatan bermain-main di dalam laut!

Kita memiliki masa sekarang untuk menyelidiki isi lautan. Kelak, kita memiliki waktu selama-lamanya untuk menyelidiki keajaiban Allah kita yang agung, misterius, dan menyenangkan. —Tim GustafSon

Menyelidiki alam ciptaan membuat kita belajar tentang Sang Pencipta.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 41-42; Kisah Para Rasul 16:22-40

Artikel Terkait:

Apakah Kamu Orang Percaya?

Berpegang pada Janji Allah

Minggu, 6 Mei 2018

Berpegang pada Janji Allah

Baca: Yohanes 15:5-8

15:5 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.

15:6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.

15:7 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.

15:8 Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. —Yohanes 15:7

Berpegang pada Janji Allah

Saat masih anak-anak, teman saya diyakinkan kakaknya bahwa sebuah payung cukup kuat untuk membuatnya terbang jika ia “percaya saja”. Jadi “dengan iman”, teman saya meloncat dari atap sebuah lumbung hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri dan menderita gegar otak ringan.

Apa yang sudah dijanjikan Allah pasti akan digenapi-Nya. Namun, kita harus yakin bahwa kita berpegang pada firman Allah yang sesungguhnya saat kita mengklaim janji-Nya. Dengan demikian, kita memperoleh jaminan bahwa Allah akan melakukan atau memberikan apa yang dijanjikan-Nya. Iman itu sendiri tidak memiliki kekuatan apa-apa. Iman hanya berdampak apabila dilandaskan pada janji yang gamblang dan jelas dari Allah. Di luar itu, yang ada hanyalah angan-angan belaka.

Contohnya sebagai berikut: Tuhan Yesus berjanji, “Mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak” (Yoh. 15:7-8). Ayat-ayat itu tidak menjanjikan bahwa Allah akan menjawab setiap doa yang kita ucapkan. Namun, itu adalah janji bahwa Allah akan menanggapi setiap kerinduan kita untuk memperoleh kebajikan yang disebut Rasul Paulus sebagai “buah Roh” (Gal. 5:22-23) dalam diri kita. Apabila kita sungguh-sungguh merindukan kekudusan dan memintanya kepada Allah, Dia akan memuaskan kerinduan itu. Memang dibutuhkan waktu, karena pertumbuhan rohani terjadi secara bertahap, sama seperti pertumbuhan jasmani. Jangan menyerah. Teruslah meminta kepada Allah untuk menguduskanmu. Pada waktu yang ditentukan-Nya, Kamu “akan menerimanya.” Allah tidak menjanjikan apa yang tidak akan digenapi-Nya. —David H. Roper

Tuhan, terima kasih untuk banyaknya janji-Mu bagi kami dalam firman-Mu. Terima kasih Engkau telah mengutus Roh Kudus-Mu yang memberi kami hikmat.

Kita memiliki Allah yang selalu menepati janji.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 21-22; Lukas 23:26-56