Posts

Aku Ditipu dan Kehilangan Uang, Tapi Tuhan Pelihara

Oleh Sheena
Artikel asli dalam bahasa Inggris: I Lost A Huge Sum Of Money, But God Looked After Me

Di awal 2021, aku harus keluar kerja di tengah pandemi karena papaku memintaku pulang untuk menolongnya mengurus masalah keluarga. Padahal saat itu aku sudah bekerja selama lima tahun dan baru saja naik jabatan dan mendapat kenaikan gaji.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana aku bisa mendapatkan pekerjaan baru dan kapan bisa kembali ke kota perantauanku, belum lagi ditambah bagaimana aku harus membayar semua tagihan. Namun, di titik itu aku harus memilih antara karier atau papaku. Meskipun berat, aku memutuskan untuk menaati papaku dan pulang ke kampung halaman.

Bulan-bulan setelahnya, masalah keluarga mulai terurai dan aku punya waktu untukku sendiri. Barulah aku mulai mencari-cari kerja secara online. Aku ingin pekerjaan yang menjanjikan dari segi gaji, tapi juga bisa dilakukan dari rumah supaya aku bisa menemani papaku. Jadi, ketika ada satu lowongan yang tugasnya adalah meningkatkan penjualan untuk sebuah lapak digital, aku pun berniat melamar ke situ. Tapi, sebelum mengirim semua berkasku, aku mencari tahu dulu tentang perusahaan ini. Semuanya tampak meyakinkan.

Namun… rupanya itu perusahaan bodong yang tujuan utamanya adalah menipu. Bukannya mendapat kerja, aku malah kehilangan uang dalam jumlah besar yang akhirnya membuatku berutang kepada teman-teman dekatku. Aku pun perlu menjelaskan kondisiku ini kepada mereka satu per satu.

Kesialan ini turut mengguncang relasiku dengan pacarku. Dialah yang pertama kali menolongku meminjamkan uang. Dia percaya aku bisa meraih kembali uangku yang hilang. Kami memang berusaha apa yang kami bisa–melapor ke polisi dan menceritakan semua detail kejadiannya. Bersyukurnya, meskipun aku merasa bersalah pada pacarku, kami mampu mendiskusikannya dengan kepala dingin dan menyerahkan prosesnya kepada Tuhan karena segala yang kami bisa telah kami lakukan.

Sembari proses penyelidikan berjalan, aku terjebak dalam depresi. Aku rasa aku bisa mengampuni semua orang yang terlibat dalam kejadian penipuan ini—para penipu, teman-teman yang menghilang saat aku susah, pembimbing rohaniku yang lebih peduli akan pacarku—tapi aku tak bisa mengampuni diriku sendiri.

Pikiran-pikiran negatif mulai memenuhi otakku—”Gak bakal ada orang yang mengasihiku lagi”; “Aku lebih baik mati bunuh diri supaya orang-orang di sekitarku bahagia”; “Aku gak berharga”. Aku tahu semua pikiran negatif ini tidak menolong, tapi aku tak tahu bagaimana menyingkirkannya.

Beberapa minggu sebelum retret gereja, aku meminta bantuan kepada gerejaku untuk menolongku mengatasi rasa depresiku. Sepuluh tahun lalu aku pernah mengikuti konseling untuk masalah lain, dan sekarang pun kutahu aku tak bisa menuntaskan masalahku sendirian. Semua kejadian getir ini mempengaruhi tak cuma diriku sendiri, tapi juga relasiku dan juga kinerjaku sebagai panitia dalam acara retret.

Dengan pertolongan konselor, aku mengenali pikiran-pikiran negatif ini datangnya dari Iblis, bapa segala dusta (Yohanes 8:44). Semua pikiran negatif membentuk “benteng” dalam pikiranku yang menghalangiku dari meraih pengampunan Allah. Aku harus merobohkan benteng itu dengan “menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus (2 Korintus 10:5). Artinya, aku belajar untuk menjadikan firman dan janji-Nya untuk melawan semua pikiran negatif. Ketika aku merasa khawatir atau tidak layak, Dia mengingatkanku bahwa Dia memegang tanganku, serta menolongku (Yesaya 41:13). Allah mengasihiku dan dengan setia berada di dekatku (Mazmur 117:2). Dia melihat pergumulanku, merasakannya, dan tetap menopangku (Mazmur 55:22).

Di akhir sesi konseling, aku mengikuti doa yang diucapkan konselorku untuk mengampuni diriku sendiri.

Perjalanan pemulihan ini berlanjut. Di sesi retret, aku diingatkan lagi bahwa aku tak dilupakan dan Allah besertaku apa pun situasiku. Saat aku membuka telingaku untuk mendengar-Nya, Dia membuka tangannya untuk memelukku kembali.

Suatu ketika, aku melewati toko bunga dan dalam pikiranku muncul gambar akan sebuah bunga yang ditutupi oleh semacam kubah. Gambaran itu mengingatkanku akan bagaimana Tuhan melindungiku melalui kasus penipuan ini. Tuhan mengirim teman-temanku untuk mengingatkanku, dan ketika yang terburuk terjadi, Dia memastikan aku tetap bisa keluar dari jeratan dosa itu.

Tuhan mengizinkanku untuk melihat bahwa uang bukanlah segalanya, bahkan ketika Dia menyediakanku uang yang cukup untuk membayar semua utangku dalam dua tahun.

Tuhan memberiku pemahaman baru akan ayat yang sudah sering kita baca, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11).

Dulu aku berpikir bahwa rencana yang Tuhan sudah siapkan buatku itu pasti termasuk karier dan arahan hidup, tapi sekarang Tuhan menunjukkanku bahwa “rancangan damai sejahtera” tidak berarti hidup berkelebihan dalam uang, tapi Dia akan memenuhi kita secara rohani dengan menarik kita mendekat pada-Nya supaya kita dapat sepenuhnya bergantung pada-Nya.

Meskipun aku berada dalam terowongan gelap, Dia ada di sana. Dia menggunakan momen-momen kegelapan untuk menenangkan dan menunjukkanku akan kesetiaan-Nya setiap waktu, meskipun hidupku terasa sangat kacau.

Hari ini aku dapat bersaksi akan kebaikan dan kasih-Nya buatku. Dia telah membuka pintu untukku kembali pada kota perantauanku dan memberiku pekerjaan yang memberiku lebih daripada apa yang kubutuhkan. Sekarang aku bisa menabung uang yang cukup supaya aku bisa melunasi semua utangku dalam dua tahun ke depan.

Kasih dan rezeki dari Tuhan datang padaku dalam berbagai cara:

  • Seorang temanku menolongku dari waktu ke waktu dengan memberiku pinjaman. Aku dapat melunasinya dalam lima tahun. Teman yang lain membelikanku makanan dan memberiku barang-barang yang menolongku untuk melewati masa-masa sulit.
  • Orang tuaku ikut menolong dengan cara-cara sederhana. Mereka memberiku hal-hal kecil meskipun aku tidak memintanya.
  • Pacarku tetap bersamaku meskipun kesalahan besar telah kubuat. Dia telah melamarku dan kami sedang mempersiapkan pernikahan kami.

Seiring aku menjumpai Tuhan dan meluangkan waktuku bersama-Nya, mengizinkan Dia untuk menunjukkan kebenaran kasih dan anugerah-Nya, aku telah belajar untuk lebih mendengar suara-Nya daripada suaraku sendiri atau bahkan suara Iblis.

Jika kamu saat ini sedang berada di dalam lembah kekelaman dan merasa tak ada seorang pun di sisimu, ketahuilah kamu tidak sendirian. Tuhan ada bersamamu, memedulikanmu. Kamu mungkin merasa tak berharga, tapi Dia mengatakan kamu berharga. Kamu merasa tak seorang pun mengertimu, tapi Dia mengerti.

Tuhan selalu menantimu untuk kembali pada-Nya tak peduli seberapa jauh kamu berlari. Raihlah kelegaan sejati dengan kembali berpaling pada-Nya.