Posts

Kelulusan yang Tertunda: Momen untuk Memahami Kehendak Tuhan

Oleh Yosheph Yang, Korea Selatan

Bagaimana kalau kelulusan kamu ditunda satu semester?

Begitulah pertanyaan dari dosen pembimbingku di bulan Oktober tahun lalu. Beliau memberiku waktu 3 minggu untuk memutuskannya. Aku terdiam dan hanya bisa berpikir dalam hati. Rencanaku, aku akan lulus di Februari 2020, lalu mencari lowongan pekerjaan. Jika rencana ini lancar dan aku diterima kerja, maka itu akan jadi pekerjaan pertamaku setelah hampir 10 tahun aku duduk di bangku perkuliahan. Tapi, pertanyaan dosen pembimbingku itu mengejutkanku. Aku jadi berpikir, apakah Tuhan ingin aku menunda kelulusanku?

Dosen pembimbingku menilai bahwa aku perlu sedikit waktu untuk memikirkan apa tujuan hidupku: apakah aku mau lanjut berkarya di dunia akademik atau bekerja sebagai peneliti di institut penelitian? Beliau juga berpikir bahwa jika kelulusanku ditunda sedikit, aku bisa mengerjakan beberapa penelitian yang dapat menambah kualitas disertasiku.

Beliau lantas memberiku dua pilihan: menunda kelulusan atau tetap lulus di bulan Februari 2020 dan menetap di lab sebagai postdoctoral fellow sampai nanti aku mendapatkan pekerjaan tetap, seperti yang kebanyakan dilakukan para senior di labku.

Dalam masa-masa pergumulanku menentukan keputusan ini, kelompok kecil gerejaku membahas tentang memahami kehendak Tuhan. Melalui pembelajaran tersebut serta diskusi bersama mentor rohani dan keluargaku, aku memutuskan untuk menunda kelulusanku hingga Agustus 2020.

Prinsip mengambil keputusan

Kita bisa memahami dengan jelas kehendak Tuhan yang sangat jelas tertera di Alkitab. Contoh-contoh kehendak Tuhan yang terlihat jelas adalah: hidup kudus (1 Petrus 1:16), bersukacita senantiasa, berdoa, mengucap syukur dalam segala hal (1 Tesalonika 5:16-18), berbuat baik kepada orang lain (1 Petrus 2:15), dan masih banyak lagi jika kita mau mencarinya.

Tapi, bagaimana dengan kehendak Tuhan yang tidak tertulis di Alkitab? Pertanyaan-pertanyaan seperti jurusan apa yang harus kupilih, pekerjaan yang harus kulakukan, di mana nantinya aku tinggal, dengan siapa aku menikah, dan semacamnya, tidak memiliki jawaban secara eksplisit di Alkitab. Namun, Tuhan melalui firman-Nya tidak akan membiarkan anak-anak-Nya berada dalam kebingungannya sendiri. Tuhan berjanji kepada kita sebagai orang percaya bahwa Dia akan menunjukkan kepada kita jalan-jalan yang harus kita tempuh.

“Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (Mazmur 32:8).

Untuk menumbuhkan sukacita yang sesungguhnya (JOY) di dalam mengambil keputusan, kita dapat menerapkan prinsip Jesus Others You (kalau disingkat menjadi JOY) sebagai urutan prioritas. Terkait dengan mendahulukan Yesus dalam mengambil keputusan, aku belajar tentang bagaimana firman Tuhan harus menjadi dasar dalam mengambil keputusan. Kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan berlandaskan firman Tuhan kepada diri kita masing-masing, seperti contoh di bawah ini:

  • Apakah dengan mengambil keputusan ini aku mendahulukan kepentingan kerajaan Allah dan kemuliaan-Nya daripada keinginanku sendiri? (Matius 6:33).
  • Apakah dengan mengambil keputusan ini aku bisa lebih mengasihi Kristus dan orang-orang di sekitarku? (Matius 22:37-39).
  • Apakah dengan mengambil keputusan ini menolongku menyampaikan berita Kristus kepada orang-orang yang belum percaya? (Matius 28:19-20).
  • Apakah keputusan ini bisa membantuku hidup dalam kekudusan? (1 Petrus 1:15).
  • Apakah keputusan ini bisa membuatku mengenal Kristus dan bertumbuh dalam kasih karunia-Nya? (2 Petrus 3:18).
  • Apakah yang aku lakukan ini menjadi batu sandungan bagi orang-orang di sekitarku? (1 Korintus 8:9).
  • Apakah ini bermanfaat bagi jiwaku dan tidak menjadi tuan dalam hidupku? (1 Korintus 6:12).
  • Apakah aku melakukan semuanya ini untuk kemuliaan Tuhan? (1 Korintus 10:31).

Dan masih banyak lagi firman Tuhan yang dapat kita temukan dan jadikan sebagai dasar untuk membedakan mana yang kehendak Tuhan atau bukan dalam kehidupan kita. Ketika kita melihat bahwa hal yang akan kita lakukan tidak sesuai dengan firman Tuhan, kita dapat menyimpulkan dengan pasti itu bukanlah kehendak Tuhan.

Kembali ke pengalamanku sendiri dalam mengambil keputusan untuk menunda kelulusanku, aku berusaha jujur terhadap diriku sendiri. Ada hasrat dalam diriku untuk lulus cepat supaya aku bisa bangga menyelesaikan studiku sedikit lebih cepat dari waktu normal. Aku pikir ini mungkin bisa membantuku mendapat pekerjaan yang aku inginkan nantinya.

Ketika aku melihat tujuanku dalam mencari pekerjaan dan membandingkannya dengan firman Tuhan yang tertulis dalam Matius 6:33, aku mulai membuka hatiku terhadap kemungkinan untuk menunda kelulusanku.

Aku juga berpikir Tuhanlah yang menggerakkan hati dosen pembimbingku untuk menanyakan kepadaku tentang penundaan kelulusan. Jika beliau tidak bertanya itu sama sekali, dipastikan aku lulus di Februari 2020.

Taat pada kehendak Tuhan

Di dalam pembahasan mengenai kehendak Tuhan, aku diajarkan untuk taat kepada kehendak-Nya yang telah diberikan Alkitab. Tulisanku sebelumnya mengenai ketaatan yang benar di hadapan Tuhan bisa dibaca di sini.

Ketaatan kepada firman Tuhan dapat bertumbuh melalui saat teduh dan kehidupan doa kita sehari-hari. Bagaimana aku bisa peka terhadap arahan Tuhan dalam hidupku kalau aku tidak peka dengan suara-Nya dalam firman-Nya? Ketika firman Tuhan ada dalam hati kita, langkah hidup kita tidak akan goyah (Mazmur 37:31). Firman Tuhan akan menjadi pelita bagi kita dan terang bagi jalan kita (Mazmur 119:105), dan memberikan pengertian kepada kita (Mazmur 119:130).

Untuk mencari pimpinan Tuhan dalam kehidupan kita, kita bisa belajar dari doa Daud yang tertuang dalam Mazmur 25:4-5 dan Mazmur 143:8. Daud merindukan kasih setia Tuhan setiap pagi. Daud tahu dan percaya bahwa kasih setia Tuhan tidak berkesudahan, tidak habis, dan selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:22-23). Kita juga bisa meneladani Daud dengan setia merenungkan firman Tuhan setiap pagi dan berdoa meminta bimbingan-Nya setiap hari.

Perdengarkanlah kasih setia-Mu kepadaku pada waktu pagi, sebab kepada-Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh, sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku. (Mazmur 143:8)

Untuk mengerti kehendak Tuhan dalam kehidupanku, aku melatih diriku untuk lebih giat berdoa. Salah satu caraku adalah dengan mendoabacakan Mazmur 25:4-5 setiap harinya. Terkadang di saatku berdoa, aku juga memparafrasekan ayat tersebut dengan bahasaku sendiri. Ini sangat membantuku untuk menikmati kasih setia Tuhan dan menunggu dengan setia jawaban dari Tuhan.

Membuka hati dan menerima bimbingan Tuhan

Jika kita memiliki hati yang bersedia untuk melakukan apa pun itu yang merupakan kehendak Allah dalam kehidupan kita, kita akan lebih mudah membedakan mana yang merupakan kehendak Allah atau bukan. Tuhan Yesus juga berkata apabila kita mau melakukan kehendak-Nya, kita bisa tahu apakah itu kehendak Allah atau tidak (Yohanes 7:17). Ketika kita membuka hati kita untuk taat terhadap apa pun kehendak-Nya dalam hidup kita, Tuhan akan membimbing langkah kaki kita.

Salah satu cara Tuhan membimbing langkahku adalah lewat berdiskusi dengan mentor rohaniku. Aku bersyukur memiliki mentor rohani yang pernah mengalami masa-masa sepertiku dan bersimpati terhadap keadaanku.

Dibandingkan lulus cepat, lebih baik lulus normal dan telah mendapat tawaran pekerjaan. Menetap sebagai postdoctoral fellow di lab yang sama bukanlah hal yang buruk, tapi itu dapat memberiku kesan kalau aku tidak mendapatkan tawaran dari luar sama sekali. Kurang lebih begitulah nasihat yang mentorku berikan.

Mentorku juga menyarankanku untuk lebih menyelidiki motivasiku dalam mencari pekerjaan. Apakah dengan uang yang aku peroleh dari pekerjaanku nantinya aku mau memakainya untuk memberkati orang lain? Apakah aku mau menyampaikan berita Kristus dan memuridkan orang lain terlepas dari apa pun pekerjaanku? Apabila Tuhan melihatku telah siap dipakai untuk memperluas kerajaan-Nya, aku yakin Tuhan akan memberikan aku pekerjaan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Setelah memutuskan untuk menunda kelulusanku, aku merasakan damai Kristus dalam hatiku. Tuhan Yesus juga membantuku dalam penelitianku yang aku lakukan di masa-masa penundaan kelulusanku. Melalui kasih karunia Tuhan, aku bisa mempublikasikan satu jurnal, dan satu lagi sedang dalam proses revisi.

Kondisi virus corona di seluruh dunia saat ini juga berdampak terhadap tersedianya lowongan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatku. Mungkin aku harus menunggu lebih lama lagi untuk mendapat pekerjaan pertamaku. Terlepas dari apapun kondisi nantinya, aku akan menantikan Tuhan bekerja pada waktu-Nya dan taat kepada kehendak-Nya karena aku tahu Penebusku hidup dan mengasihiku.

Sebab itu Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab Tuhan adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia! (Yesaya 30:18)

Aku berharap teman-teman sekalian di dalam masa mencari tahu kehendak Tuhan dalam kehidupan, tetap taat dan berpedoman kepada Firman Tuhan. Biarlah kiranya kita semua selalu setia menanti bimbingan Tuhan dalam kehidupan kita.

Tuhan memberkati.

Baca Juga:

Menentukan Jurusan Kuliah: Pilihanku atau Pilihan Tuhan?

Menentukan jurusan kuliah adalah salah satu keputusan sulit yang kita ambil. Bagaimana kita bisa yakin pilihan yang kita ambil adalah pilihan yang terbaik buat kita?

3 Hal yang Tuhan Ajarkan dalam Masa Penantian

Oleh Yosheph Yang, Korea Selatan

Aku adalah salah seorang mahasiswa S3 di salah satu universitas di Korea Selatan. Sebagai mahasiswa S3, aku harus menulis publikasi jurnal untuk dapat lulus.

Dalam proses penelitian dan penulisan jurnalku, aku tidak terlalu bertekun dalam berdoa. Kalaupun berdoa, tujuanku adalah supaya jurnalnya diterima. Motivasi dalam berdoaku ialah untuk mengejar kesuksesan dalam studiku. Sama seperti kebanyakan mahasiswa S3 di sekitarku, aku berpikir apabila banyak publikasi jurnalku yang diterima, aku akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan nantinya setelah kelulusanku.

Tahun 2017, aku mencoba mengirimkan publikasi pertamaku. Hasilnya keluar satu tahun kemudian dan ditolak. Tidak mudah bagiku untuk menerima hasil tersebut. Aku kecewa, menggerutu, dan frustrasi dengan kenyataan yang harus kuhadapi.

Aku mencoba lagi mengirim publikasi pertamaku di jurnal lainnya pada bulan Oktober 2018. Dua bulan setelahnya, aku juga mengirim publikasi keduaku. Dalam waktu kurang dari satu bulan, publikasi keduaku sudah ditolak lebih dari dua jurnal.

Aku menjadi kurang percaya diri. Aku mulai membandingkan diriku dengan teman-teman di sekitarku yang publikasinya diterima. Keadaan ini membuatku iri hati dengan pencapaian teman-temanku.

Di tengah kekecewaan yang kualami, aku disadarkan melalui fellowship bersama mentor rohaniku akan tiga hal yang Tuhan sebenarnya inginkan dalam hidupku.

1. Tuhan ingin agar aku memperbaiki motivasi dalam berdoa.

Hasratku sebelumnya mendapat reputasi yang baik dengan menulis sebanyak mungkin publikasi. Namun, Tuhan ingin aku berdoa dengan motivasi yang benar, yaitu agar nama-Nya saja yang dipermuliakan lewat setiap hal yang kulakukan. Aku pun mengubah motivasi doaku sesuai kehendak Tuhan. Dengan diterimanya publikasiku, tujuannya bukan lagi untuk kebanggaan pribadi, melainkan supaya aku bisa menceritakan kebaikan Tuhan dalam hidupku kepada orang-orang di sekitarku.

2. Tuhan ingin agar aku percaya sepenuhnya kepada Tuhan, bukan mengandalkan kekuatanku sendiri.

Dari kecil, dapat dikatakan aku mempunyai hasil akademik yang baik. Lebih mudah bagiku untuk mempercayai kemampuanku sendiri. Mungkin, hal inilah yang membuatku jarang berdoa dengan hati yang percaya penuh kepada Tuhan. Aku pun mengubah sikapku. Terkadang di saat aku berdoa, aku mengutip janji-janji Tuhan bagi kehidupanku, seperti dalam Mazmur 37:3-6 dan Yeremia 29:11.

“Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang” (Mazmur 37:3-6)

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11)

3. Dalam masa penantian, Ia ingin mengubah karakterku agar semakin menyerupai Kristus.

Aku termasuk orang yang jarang sekali melakukan refleksi kehidupan. Melalui penolakan jurnalku, aku menilik diriku kembali. Apakah aku hidup melekat dalam Firman Tuhan? Sudahkah aku benar-benar menghidupi Firman Tuhan? Bagaimanakah persekutuanku bersama Tuhan?

Aku mulai menulis hal-hal yang kupelajari dalam saat teduhku dan menghafal beberapa ayat Alkitab. Dua hal ini membantuku untuk lebih mengenal Tuhan Yesus, betapa besar kasih-Nya bagiku, dan apa yang Ia mau untuk aku lakukan dalam hidupku.

Seperti yang dituliskan dalam Roma 8:29, sedari semula kita sudah ditentukan untuk menjadi serupa dengan-Nya. Tuhan ingin agar aku mengubah sifat iri hati dan belajar untuk mensyukuri apa yang Tuhan sudah berikan kepadaku sampai saat ini. Yohanes 3:27 menguatkanku untuk mengubah sifat iri hati.

“Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga” (Yohanes 3:27).

Lewat ayat tersebut, aku kembali disadarkan bahwa Tuhan memberi kepada setiap orang bagiannya masing-masing sehingga aku tidak perlu iri hati. Tuhan mau aku berubah, agar hidupku menjadi berkat bagi orang di sekitarku.

Setelah menunggu kurang lebih 6 bulan, aku berterima kasih kepada Tuhan saat publikasi jurnal pertamaku akhirnya diterima untuk diterbitkan.

Di dalam ketidakpastian atau kegagalan dalam kehidupan, kiranya teman-teman bisa melihat maksud dan rencana Tuhan yang baik bagi setiap kita. Ia ingin agar kita semua menjadi semakin serupa dengan-Nya. Tuhan Yesus memberkati.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara” (Roma 8:28-29).

Baca Juga:

Penyertaan Allah dalam Tantangan Kehidupan

Harus kita akui bahwa tekanan hidup manusia dari waktu ke waktu tidak akan semakin mudah, justru menjadi lebih besar. Namun apa yang harus kita pahami sebagai orang Kristen dalam menjani hidup penuh tekanan?