Posts

Mengapa Kita Perlu Bersyukur atas Peristiwa Natal?

Oleh Dhimas Anugrah, Jakarta

Menjelang Natal, tak jarang aku mendengar khotbah-khotbah diwartakan dari atas mimbar, “Kita harus bersyukur atas peristiwa Natal.” Sejenak aku berpikir, mengapa kita perlu bersyukur atas Natal? Adakah hal istimewa yang sungguh menjadikan Natal sebagai peristiwa yang patut disyukuri?

Dulu, ketika aku masih kecil, jelas Natal adalah peristiwa yang patut disyukuri. Bagaimana tidak, selama Natal, sekolahku libur, acara di gereja meriah, dan tak jarang aku pun mendapat kado.

Namun, sungguhkah Natal patut disyukuri karena ia adalah masa yang memberi banyak hadiah dan libur?

Pertanyaan itu mendorongku untuk merenung lebih dalam.

Natal adalah peristiwa tentang Sang Putra Allah yang turun ke dunia, mengambil rupa sebagai manusia, dan mati disalib bagi manusia. Seberapa pentingkah manusia, hingga Allah yang Mahatinggi turun ke dunia, bahkan turunnya pun mengambil rupa seorang manusia?

Jawaban sederhananya: manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia. Namun, jawaban ini mungkin terkesan terlalu simpel. Aku yakin rekan-rekan pembaca sudah tahu jawaban itu. Jadi, aku ingin mengajak kita menjelajah lebih dalam.

Alkitab menggambarkan hidup manusia dan dunia di sekitarnya telah dipenuhi berbagai kejahatan, penderitaan, amoralitas, dan segala macam penyimpangan.

Kok bisa ini terjadi?

Kejadian 3 punya jawabannya. Peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan seluruh keturunan Adam dan Hawa mewarisi dosa. Tidak ada satu pun dari kita yang tak mewarisi dosa, sebagaimana yang Paulus tuliskan, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa (Roma 5:12).

Upah dosa ialah maut (Kejadian 2:17; Roma 3:23). Maut berarti terpisah dari Allah.

Dosa, selain merusak relasi manusia dengan Allah, juga merusak relasi manusia dengan sesamanya, pun itu berimbas pada alam. Lihatlah, alam menjadi rusak karena perbuatan manusia.

Karakter manusia jadi dipenuhi kejahatan, kecemaran, dan kerusakan. Kehidupan pun menjadi penuh penderitaan.

Namun, itu bukanlah kisah buruk yang tiada berakhir. Melalui momen Natal, kita diingatkan bahwa dalam anugerah-Nya, Allah berjanji akan memulihkan keadaan manusia yang telah berdosa melalui Sang Penebus yang akan lahir dari keturunan Hawa (Kejadian 3:15).

Inilah inti Natal yang sebenarnya. Natal adalah tentang Kristus, tentang kedatangan-Nya ke dunia yang membawa pemulihan, kedamaian, dan janji akan keselamatan bagi kita.

Jadi, ketika kita sudah tahu apa yang menjadi inti Natal, bagaimana seharusnya kita merayakan Natal tahun ini?

Apakah kita merayakan Natal dengan pesta pora dan hura-hura? Atau, apakah kita menyibukkan diri dengan segudang agenda kegiatan untuk kumpul-kumpul? Jika itu yang kita lakukan, maka Natal bagi kita tidaklah lebih dari sepaket acara hiburan atau selebrasi yang rutin kita laksanakan jelang akhir tahun.

Terlepas dari padatnya agenda kita menyambut Natal, adalah baik jika kita mengambil waktu sejenak. Jika selama ini ada di antara kita yang hanya hidup sebagai orang Kristen rata-rata, yang merasa ke gereja saja sudah cukup, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengikuti Dia dengan sungguh-sungguh.

Jika ada di antara kita yang merasa sudah menjadi Kristen yang saleh, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk memeriksa hati, apakah dalam kesalehan yang kita lakukan, kita melekat erat dengan Kristus dan mengizinkan-Nya lahir dan memerintah dalam hati kita?

Yuk sekarang juga kita merenungkannya. Sebab, hanya di dalam Kristus kita beroleh keselamatan dan luput dari murka Allah. Selagi ada waktu, yuk kita mengambil keputusan yang baik sekarang.

Bawalah diri kita masuk ke dalam iman yang membawa kepada kasih Allah yang sejati.

Natal adalah kisah tentang kasih Allah yang mengasihi dunia ini, tentang Allah yang mengorbankan Putra-Nya yang tunggal untuk mengalami maut agar kita memperoleh keselamatan.

Selamat memasuki masa-masa Natal.

Baca Juga:

Ketika Aku Tak Tahu Apa yang Harus Kudoakan

Ketika banyak hal berkecamuk dalam pikiranku, sulit rasanya untuk berdoa.

Natal Bukanlah Sekadar Perayaan

Oleh Queenza Tivani, Jakarta

Beberapa hari yang lalu, grup WhatsAppku ramai. Dua grup yang beranggotakan rekan-rekan gereja dan satu grup yang beranggotakan rekan sekolah mulai membahas rencana mengenai Christmas Dinner. Mereka ingin mengadakan acara makan bersama dan tiap peserta diharap hadir sambil mengenakan outfit bertema Natal. Kata mereka, acara ini dibuat untuk merayakan Natal yang jatuh di tanggal 25 Desember. Aku tertarik dengan acara ini karena aku belum pernah mengikutinya. Di kota asalku, Natal selalu diisi dengan kebaktian.

Aku membalas beberapa pesan di grup WhatsApp tersebut. Aku bertanya mengapa acara ini diselenggarakan mendekati tanggal 25, sebab di tanggal tersebut aku dan teman-teman lainnya yang merantau sudah pulang ke kampung halaman. Dan, aku juga bertanya apa sih tujuan sebenarnya dari Christmas Dinner ini?

Beberapa temanku lalu menjawab pertanyaanku. Tapi, ada satu jawaban yang menyentakku. “Kita adain acara ini menjelang 25 Desember itu biar lebih seru dan terasa suasana Natalnya.”

Jawaban itu membuatku berpikir. Apa benar demikian? Apa benar jika kami berkumpul dan makan-makan di tanggal menjelang 25 Desember maka rasa serunya lebih terasa? Apakah makna Natal yang sebenarnya? Apakah Natal dimaknai hanya dengan kumpul, have fun, dan makan bersama?

Aku mengingat kembali peristiwa Natal yang diceritakan dalam Alkitab. Natal seharusnya bukan sekadar perayaan. Natal adalah sebuah cerita agung yang terjadi karena Allah begitu mengasihi umat manusia. Yohanes 3:16 berkata, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Yesus adalah Tuhan, namun Dia justru datang dalam keadaan yang sangat sederhana, jauh dari gegap gempita. Yesus lahir di dalam palungan, di sebuah kandang di kota yang kecil. Pada hari kelahiran-Nya, hanya ada para gembala yang datang menjumpai-Nya.

Kelahiran Yesus yang sederhana itu mengajarkanku untuk memaknai Natal bukan hanya sebagai sebuah momen untuk perayaan. Lebih dari itu, bagiku Natal adalah suatu momen untukku merenungkan kembali apa makna kedatangan Kristus ke dunia ini buatku. Sejak aku menerima-Nya secara pribadi, Natal adalah momen bagiku untuk merenungkan kembali pertanyaan-pertanyaan ini:

“Sudahkah Yesus lahir di hatiku?”

“Apakah dalam setiap hari yang kujalani, aku lebih mengandalkan Tuhan daripada hal-hal lainnya? Apakah Tuhan telah menjadi yang utama dan terutama dalam hidupku?”

“Apakah hidupku telah menunjukkan teladan Yesus?”

Kadang, aku menyadari bahwa aku hanya larut dalam suasana Natal tanpa sungguh-sungguh menyelami makna sejatinya. Aku larut dalam kemeriahan Natal di mal dan di jalan-jalan, tawaran diskon yang menggoda di banyak pusat perbelanjaan, dan kadang aku juga menganggap Natal itu adalah waktu liburan panjang yang terbaik. Aku bisa pulang ke rumah, menyanyikan lagu-lagu Natal di kebaktian gereja. Namun, lama-lama itu semua terasa seperti rutinitas belaka. Toh memang sudah bulan Desember, sudah waktunya untuk memutar lagu-lagu bernuansa Natal.

Aku lupa bahwa Natal adalah kisah tentang Yesus yang adalah Tuhan, yang lahir ke dunia untuk menebus dosa manusia. Dia yang telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:7-8).

Percakapan di grup WhatsApp itu menyadarkanku tentang makna Natal yang sebenarnya. Tidak ada yang salah dengan sebuah perayaan. Hanya, kita perlu benar-benar memahami apa makna Natal yang sesungguhnya.

Tekadku, kiranya di Natal tahun ini, aku bisa merasakan sukacita Natal yang sejati. Perayaan dan acara kebersamaan yang berlangsung selama momen Natal, bukanlah sesuatu yang harus kita hindari. Namun hendaknya kita melakukannya dalam kesederhanaan, dan dalam kesadaran untuk mengucap syukur atas kedatangan Kristus ke dalam dunia ini.

Untuk teman-teman yang membaca tulisan ini, inilah doaku untukmu: kiranya Tuhan Yesus Kristus, yang lahir ke dunia dan menebus dosa manusia, lahir juga di hatimu dan menjadi Tuhan atas hidupmu.

Baca Juga:

Saat Aku Tidak Punya Kesaksian Hidup yang Mengesankan

Aku pernah punya keyakinan bahwa orang Kristen yang sejati itu hidupnya punya kesaksian yang menarik. Tapi, aku tidak punya kesaksian hidup yang seperti itu. Apakah aku benar-benar sudah diselamatkan?