Posts

Bagian Natal yang Terhilang

Oleh Cornelius Ferian Ardiano, Jakarta

Tidak terasa, hari Natal di tanggal 25 Desember tinggal sebentar lagi. Persiapan apa sajakah yang sudah kamu lakukan untuk menyambut hari Natal tersebut?

Mungkin Natal yang kita dambakan adalah Natal yang penuh dengan kado, barang-barang baru, perayaan yang meriah, dan kumpul bersama sanak saudara. Hal tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun bagaimana jika yang kita inginkan tersebut ternyata tidak kita dapatkan? Apakah Natal hanya dapat dinikmati oleh mereka yang keinginannya dikabulkan?

Kedatangan Yesus Kristus ke dunia sudah dinubuatkan sejak dalam Perjanjian Lama. Nubuatan tentang kedatangan-Nya ditulis kebanyakan di kitab Yesaya dan Zakharia dan penggenapannya ditulis dalam Injil Matius.

Menjelang hari Natal yang kian mendekat, aku ingin mengajak kita semua untuk merenungan kembali peristiwa Natal pertama. Injil Lukas pasal kedua ayat 6 dan 7 menggambarkan sekilas situasi kelahiran Yesus. Bayi Yesus dibungkus dengan lampin dan dibaringkan dalam palungan sebab tidak ada tempat penginapan bagi mereka. Kisah Natal ini mungkin sudah kita ketahui dengan jelas sejak dari sekolah Minggu, namun kisah ini sejatinya begitu menarik untuk kita telaah lebih dalam.

Kelahiran Kristus pada waktu itu tidak menggambarkan sesuatu yang kesannya begitu istimewa. Bahkan, bisa dibilang kelahiran Kristus itu sungguh berbeda dari kelahiran “orang besar” pada umumnya. Yesus yang disebut sebagai “anak Raja” nyatanya tidak lahir dalam istana atau tempat yang mewah, Dia malah dilahirkan di sebuah kandang domba, suatu tempat yang tidak layak untuk dilakukan proses persalinan. Namun, tempat kelahiran-Nya tidak menghapus status-Nya sebagai Raja. Alkitab mencatat orang-orang Majus dari Timur datang menemui Sang Juruselamat.

Dari perikop singkat tersebut, aku merenungkan: ketika Mesias lahir, Dia tidak memberikan kegemerlapan duniawi kepada orang-orang yang menantikan-Nya. Padahal, mungkin saja orang-orang pada saat itu berpikir jika seorang anak raja lahir, pastilah akan dirayakan semeriah mungkin. Namun, dalam kesederhanaanlah Yesus memilih untuk dilahirkan. Yesus lahir dan datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan golongan tertentu, Yesus datang supaya setiap orang, termasuk kita dapat menerima keselamatan dan pengharapan yang baru.

Meskipun kabar kebenaran ini sering didengungkan, baik dalam khotbah maupun tulisan seperti ini, mungkin kita masih sering salah fokus dalam memakani perayaan Natal. Kita tahu pesan kebenarannya, tetapi sikap hati kita melenceng dari situ. Kita menaruh pikiran mengenai hal-hal lahiriah apakah yang bisa menjadikan Natal lebih berkesan, tetapi lupa bahwa poin utama perayaan Natal adalah Kristus, bukan acara maupun selebrasi.

Jika kita memiliki pemahaman yang benar tentang Natal dan menghidupinya dalam pikiran kita, maka kita tidak akan terintimidasi dengan segala usaha untuk mencapai “kesempurnaan” Natal seperti yang dunia lakukan. Mungkin hari ini ada di antara kita yang kecewa dengan diri sendiri, orang tua, dan teman-teman yang tidak melengkapi atau bahkan menghilangkan sukacita Natal kita. Namun, yuk, aku mengajakmu untuk bangkit. Aku pernah kehilangan sukacita Natalku karena aku berfokus hanya pada kebiasaan soal apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan saat Natal. Hari ini, marilah kita memberi hati untuk semakin mengenal-Nya. Bagian terpenting dari semua perayaan Natal adalah Kristus sendiri dan bagaimana sikap hati kita. Sudahkah kita mengucap syukur atas apa yang Tuhan telah berikan, dan apakah kita memiliki pengharapan baru di Natal kali ini?

Hosea 6:6 menuliskan demikian, “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.”

Melakukan persiapan Natal, membeli barang-barang yang diperlukan sama sekali tidak salah ya, kawanku. Aku yakin ketika kita semua mempersiapkan Natal dengan baik, itu menunjukkan penghargaan kita pada momen Natal yang kita nanti-nantikan. Namun, lebih daripada itu semua, kita perlu mengingat bahwa Tuhan melihat hati kita dalam merayakan kelahiran-Nya.

Apa pun kondisimu saat ini, janganlah sampai kehilangan sukacita Natal. Yesus datang ke dunia untuk memberikan sukacita itu kepadamu, sukacita yang teguh yang tak tergoyahkan oleh keadaan apa pun.

Selamat menikmati dan menghayati momen Natal. Damai sejahtera Tuhan selalu bersamamu!

“Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).

Baca Juga:

Yang Kuinginkan Untuk Natal Hanyalah…

Emosiku memuncak ketika rekanku dengan isengnya memberi kado yang tidak layak. Namun, kemarahan itu membuatku jadi bertanya, “Apa yang sesungguhnya aku inginkan dari Natal?”

Digitalkan Kabar Baikmu!

Oleh Cornelius Ferian Ardiano, Jakarta

Halo kawan,

Tahukah kamu tentang penyakit kanker? Kupikir semua orang tahu dengan salah satu penyakit paling mematikan ini. Sampai sekarang pun, belum ada obat kanker yang dapat 100% memulihkan semua orang yang terjangkit olehnya. Aku ingin mengajakmu membayangkan, jika semisal kita terkena penyakit tersebut dan kita sembuh total karena diberi “obat mujarab” oleh kerabat terdekat kita, dan kita sembuh total, menurutmu bagaimana perasaan kita? Tentu kita akan sangat bersukacita, dan besar kemungkinannya kita akan menceritakan pengalaman yang luar biasa ini ke kerabat-kerabat kita supaya mereka juga mendengar kabar baik tentang obat yang bisa menyembuhkan.

Berangkat dari ilustrasi di atas, aku ingin mengajakmu untuk merenungkan kembali sebuah ayat.

“Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20).

Ayat tersebut bukanlah ayat yang asing buat kita.

Perintah Yesus untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya sering kita dengar sebagai Amanat Agung. Seperti yang kita pahami bersama, setelah Yesus terangkat ke surga, murid-murid-Nya pergi ke segala penjuru dunia untuk mengabarkan Injil supaya setiap orang yang bahkan belum mendengar nama Kristus juga boleh menerima keselamatan. Menurutmu, apa sih yang membuat murid-murid Yesus bergairah untuk mewartakan Kabar Baik? Kita yang hidup di masa sekarang ini dapat mengenal Yesus pun karena pekerjaan murid-murid-Nya.

Murid-murid Yesus sangat mengenal pribadi-Nya. Pada zaman Yesus, kata murid yang dimaksud tidaklah seperti murid yang hadir di sekolah masa kini. Seorang murid pada waktu itu harus mengikut dan meniru gurunya. Mereka juga harus mengingat apa yang guru mereka sabdakan. Murid-murid Yesus bukanlah orang yang suci, akan tetapi karena pengenalan mereka kepada Kristus dan pengorbanan-Nya, mereka mengalami perubahan hidup yang signifikan dan hidup mereka pun berdampak. Mereka telah melihat sendiri mukjizat-mukjizat yang Yesus kerjakan selama di bumi, yang bagi orang lain mustahil untuk dikerjakan. Dan, mereka pun melihat bahwa pengorbanan Yesus memberikan obat yang paling mujarab untuk manusia, yakni pemulihan dari dosa dan jaminan akan kehidupan yang kekal.

Kembali ke ilustrasi yang kutuliskan di atas, ketika kita berada di posisi di mana sakit keras menimpa kita dan kita mendapatkan obat mujarab, tentu kita akan bergairah mewartakan kepada orang-orang akan obat itu. Kita punya tujuan agar orang-orang yang sakit itu pun bisa mengalami kesembuhan seperti kita.

Di masa sekarang ini, ada banyak banget loh cara-cara untuk mewartakan Kabar Baik. Salah satunya adalah lewat menulis di akun media sosial atau blog pribadi.

Aku mengalami lahir baru pada tahun 2014, ketika aku masuk di awal perkuliahan. Dulu, aku merasa hidupku baik-baik saja sampai aku sadar bahwa sebenarnya hidupku sangat jauh dari Kristus. Ketika aku dipulihkan dalam acara retreat, aku diminta untuk menuliskan kesaksianku di blog pelayanan mahasiswa dulu. Pada tahun 2016, Tuhan mengizinkanku untuk melakukan mission trip ke Kendari. Suatu waktu di sana, aku bertemu dengan seorang adik yang orang tuanya berbeda agama dan dia bingung untuk menetapkan ke mana dia mau menambatkan imannya. Saat aku mulai mewartakan Injil, adik ini pun bertanya, apakah benar aku yang menulis kesaksian mengenai lahir baru? Dia pun menunjukkanku website yang di dalamnya terdapat tulisanku. Aku diam seketika, aku sangat bersyukur bahwa yang kukira menulis kesaksian adalah hal percuma, ternyata itu bisa dipakai Tuhan untuk menjamah orang yang tidak pernah kupikirkan sekalipun.

Kawanku, apa yang kualami itu sungguh terjadi. Jika kamu merasa hidupmu sudah dipulihkan, banyak loh teman-teman kita yang mungkin terlihat baik, tetapi sebenarnya mereka sedang mencari-cari kebenaran.

Terlepas dari banyaknya konten negatif di Internet, kita bisa memeranginya dengan mewartakan Kabar Baik. Aku pribadi terus percaya bahwa tulisan-tulisan yang kita posting akan sangat berarti bagi mereka yang haus dan lapar akan pengenalan kepada Tuhan.

“Tetapi, bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Roma 10:14).

Ayo kita budayakan menulis untuk tujuan yang kekal. Teruslah berkarya lewat tulisan sebagai salah satu caramu melaksanakan Amanat Agung. Digitalkan Kabar Baikmu!

Baca Juga:

Apakah yang Kupercayai Sungguh Membuatku Berbeda?

Panggilan kita sejatinya begitu jelas: Orang Kristen harus berbeda karena apa yang kita percayai. Alkitab memanggil kita untuk menjadi pelita dan garam dunia (Matius 5:13-16). Jadi, tentu hidup kita dipanggil untuk membuat perbedaan yang mendasar dan kekal. Tapi, bagaimana?