Posts

Indah di Mata Allah

Sabtu, 13 Juli 2019

Indah di Mata Allah

Baca: Mazmur 8:5-10

8:5 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

8:6 Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.

8:7 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:

8:8 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;

8:9 burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

8:10 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!

Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? —Mazmur 8:5

Indah di Mata Allah

Ketika Denise mulai berpacaran, ia mencoba mempertahankan tubuh langsingnya dan tampil modis, karena yakin dengan demikian ia akan terlihat lebih menarik bagi pacarnya. Lagipula, itulah nasihat yang diterimanya dari sejumlah majalah gaya hidup wanita. Ternyata, di kemudian hari, Denise baru mengetahui pendapat sang pacar yang sebenarnya. Ia berkata, “Aku tetap menyukaimu bahkan ketika kamu lebih gemuk dan tidak repot memikirkan baju apa yang akan kamu pakai.”

Denise pun menyadari betapa subjektifnya “kecantikan”. Pandangan kita tentang kecantikan mudah sekali dipengaruhi oleh hal-hal lain yang sering berpusat pada penampilan luar dan mengabaikan keindahan dalam batin. Namun, Allah melihat kita hanya dengan satu cara—yaitu sebagai anak-anak-Nya yang indah dan terkasih. Saya suka membayangkan bagaimana ketika Allah menciptakan dunia, Dia sengaja menciptakan yang terakhir sebagai yang terbaik—kita! Semua yang diciptakan Allah baik, tetapi kita istimewa karena diciptakan menurut gambar-Nya (Kej. 1:27).

Allah memandang kita indah! Tidak heran pemazmur dipenuhi rasa kagum ketika ia membandingkan kebesaran alam dengan manusia. Ia bertanya, “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mzm. 8:5). Namun, Allah memilih menganugerahi manusia dengan kemuliaan dan kehormatan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain (ay.6).

Kebenaran itu memberikan kita kepastian dan alasan untuk memuji-Nya (ay.10). Apa pun pendapat orang lain tentang diri kita, atau pandangan kita sendiri, ketahuilah: Kita indah di mata Allah. —Leslie Koh

WAWASAN
Para penulis Alkitab terkadang mengutip bagian Alkitab yang lain, dan cara mereka membahasnya sungguh menarik untuk dicermati. Mazmur 8 berisi sajak Daud yang mengutip firman dalam Kejadian 1:26, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Beberapa abad kemudian, penulis surat Ibrani mengutip Mazmur 8:4-6 untuk menyampaikan kegagalan manusia dalam menyadari mandat kekuasaan dan untuk menekankan bahwa hal itu telah digenapi dalam diri Yesus. Berbicara mengenai Kristus, Ibrani 2:9 berkata, “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.” —Arthur Jackson

Bagaimana pandangan kamu tentang dirimu sendiri? Menurut kamu, bagaimana pandangan Allah tentang dirimu?

Bapa, Engkau tahu betapa tidak percaya dirinya kami. Terima kasih untuk kepastian bahwa Engkau mengasihi kami!

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 7-9; Kisah Para Rasul 18

Handlettering oleh Julio Mesak Nangkoda

Haruskah Kita Berhenti Menggunakan Media Sosial?

Penulis: Joanna Hor
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Quitting Social Media: What’s the big deal?

Essenaoneil
Image copyright Instagram: Essenaoneill

 
Kamu tentu sudah mendengar tentang Essena O’Neill.

Jika belum, kamu bisa membaca beritanya. Essena adalah seorang bintang Instagram asal Australia berusia 18 tahun yang telah mengumpulkan lebih dari 500.000 pengikut di Instagram, 200.000 pengikut di YouTube dan Tumblr, dan 60.000 pengikut di Snapchat. Pada tanggal 2 November ia membuat heboh media di seluruh dunia dengan mengumumkan secara resmi bahwa ia memutuskan berhenti menggunakan media sosial.

Alasannya? Ia ingin menunjukkan sisi gelap dari media sosial dan mengungkap “kebenaran” di balik kehidupannya yang dari luar tampak sempurna. Dalam video berdurasi 18 menit yang diunggah di akun YouTubenya sebelum akun itu ditutup, Essena menjelaskan bagaimana ia telah menjadi terobsesi dengan jumlah orang yang melihat, menyukai, dan menjadi pengikutnya di media sosial. Ia juga berterus-terang bahwa ia sengaja membuat foto-foto diri yang cantik dengan tujuan menarik lebih banyak pengikut. Ia rela puasa berhari-hari demi mendapatkan bentuk tubuh yang ideal untuk difoto, berpose lebih dari 200 kali demi mendapatkan satu foto yang pas untuk diunggah di Instagram, dan memastikan posenya itu menampilkan sisi terbaik dari dirinya. Namun, meski ia menuai perhatian dari ratusan ribu pengguna media sosial, ia mengaku merasa kosong dan makin sensitif dengan pendapat orang lain terhadap dirinya.

Kini Essena ingin menjadi seorang “pembawa perubahan”. Ia ingin menginspirasi orang lain agar mereka tidak menghabiskan waktu mencari perhatian, tetapi melakukan apa yang dapat membuat diri mereka bahagia. Ia sendiri mulai membuat situs web untuk mempromosikan “gaya hidup vegetarian, nutrisi dari tanaman, kesadaran akan lingkungan hidup, isu-isu sosial, kesetaraan gender, dan karya seni kontroversial”.

Banyak orang mendukung langkah perubahan yang diambil Essena. Namun, banyak juga yang mengkritiknya habis-habisan, menganggap ia hanya sedang berusaha menarik perhatian publik dengan cara yang berbeda. Salah satu tulisan di situs web Mashable memberi catatan bahwa perubahan yang dibuat oleh remaja putri itu justru akan membawanya muncul lebih banyak di media. “Sebuah langkah yang aneh untuk seseorang yang mengaku tidak ingin lagi mencari perhatian publik,” demikian komentar situs web tersebut.

Bagaimana seharusnya kita menanggapi apa yang dilakukan Essena? Perdebatan tentang seberapa tulus dan bijak gadis ini tidak akan ada habisnya. Namun mungkin kita semua bisa sependapat untuk satu hal: setiap kita pada dasarnya cenderung berpusat pada diri sendiri dan selalu menginginkan pengakuan orang lain. Minimal, kita ingin sedikit dihargai. Baik dalam media sosial, komunitas teman-teman, atau lingkungan kerja, kita selalu mencari pengakuan dan penghargaan orang lain—mungkin dalam bentuk “like” [suka] di Facebook, acungan jempol, atau tepukan di pundak.

Berhenti menggunakan media sosial bisa jadi dapat menolong kita untuk tidak terobsesi dengan keinginan mendapatkan penghargaan orang lain. Namun, benarkah tindakan itu dapat menyelesaikan masalah? Mungkinkah keinginan kita untuk selalu diakui dan dihargai orang lain akan muncul lagi dalam bentuk lainnya, membuat diri kita kembali merasa kosong dan serba kurang?

Mungkin inilah saatnya kita belajar mengenali akar masalah dan tidak hanya mengomentari gejala. Menyalahkan media sosial sebagai penyebab tumbuhnya obsesi kita mungkin tidak seharusnya kita lakukan. Mengingatkan diri sendiri berulang-ulang bahwa identitas kita tidak ditentukan oleh pendapat orang lain mungkin tidak cukup. Sebaliknya, mungkin kita perlu belajar mengakui bahwa setiap kita memiliki ruang kosong dalam diri kita, kekosongan yang haus untuk diisi dengan pengakuan dan penghargaan terhadap keberadaan diri kita. Kita harus berani bertanya pada diri sendiri: adakah cara mengendalikan keinginan hati kita yang selalu haus pujian orang lain ini? Adakah cara lain untuk mengukur harga diri kita? Pendapat siapa yang harus kita dengarkan?

Mungkin solusinya adalah mengisi ruang kosong dalam diri kita itu dengan sesuatu yang lain. Dalam dunia yang nilainya sangat mudah berubah, kita perlu mengarahkan pandangan kita kepada satu-satunya Pribadi yang tidak pernah berubah—Dia yang menciptakan dan membuat keberadaan kita berarti.

Ambillah waktu untuk merenungkan: sungguhkah kita menganggap apa yang dikatakan Allah itu penting dibandingkan semua pendapat yang ada?

Ketika kita sungguh-sungguh menganggap apa yang dikatakan Allah itu penting, jumlah orang yang menyukai status Facebook atau mengikuti akun instagram kita tidak lagi menjadi terlalu penting. Nilai diri kita sebagai ciptaan Allah tidak akan pernah berubah.