Posts

Terbitnya Mentari

Sabtu, 1 Maret 2014

Terbitnya Mentari

Baca: Keluaran 3:1-12; Mazmur 119:18

Keluaran 3:1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.

3:2 Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.

3:3 Musa berkata: “Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?”

3:4 Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: “Musa, Musa!” dan ia menjawab: “Ya, Allah.”

3:5 Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.”

3:6 Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.

3:7 Dan TUHAN berfirman: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka.

3:8 Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.

3:9 Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.

3:10 Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.”

3:11 Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”

3:12 Lalu firman-Nya: “Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.”

Mazmur 119:18 Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.

Musa berkata: “Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu.” —Keluaran 3:3

Terbitnya Mentari

Tadi pagi matahari terbit dengan indahnya, tetapi saya terlalu sibuk untuk menikmatinya. Saya tidak mengindahkannya dan sibuk dengan hal-hal lain. Saya terpikir tentang pemandangan indah itu beberapa saat yang lalu, dan saya pun sadar telah kehilangan kesempatan untuk memuji Allah pagi ini.

Di tengah hari-hari yang sibuk dan penuh dengan tekanan, masih ada berkas-berkas keindahan di sekitar kita yang memancarkan kebaikan Allah di sana-sini. Semua ini bagaikan cahaya surgawi yang menerobos masuk ke tengah alam semesta—ketika kita mau menyediakan waktu untuk berdiam sejenak dan merenungkan kasih-Nya atas kita.

Entah apa yang terjadi apabila Musa hanya melirik pada semak duri yang menyala “tetapi tidak dimakan api” itu (Kel. 3:2)? Entah apa yang terjadi apabila ia mengabaikannya dan dengan segera memilih untuk melakukan hal lain? (Tentu saja ia harus menjaga domba-dombanya dan melakukan tugas-tugas penting lainnya). Bisa jadi, ia akan kehilangan kesempatan luar biasa untuk bertemu dengan Allah yang hidup—peristiwa yang mengubah seluruh hidupnya (ay.4-12).

Adakalanya dalam hidup kita harus melakukan sesuatu dengan cepat. Namun secara keseluruhan, hidup haruslah dijalani dengan tidak terburu-buru dan lebih peka pada keadaan yang ada. Hiduplah dengan menjalani masa kini. Hiduplah dengan penuh kesadaran; dan lihatlah pancaran kasih Allah yang menerobos masuk dalam hidup kita. Hiduplah dengan memperhatikan keajaiban yang sedang terjadi, seperti peristiwa terbitnya mentari. Peristiwa itu mungkin bersifat sementara, tetapi itu melambangkan keabadian yang sedang menanti kita. —DHR

Bukakan mataku Tuhan,
‘Tuk lihat kebenaran-Mu
B’ri padaku kunci ajaib,
‘Tuk lepaskan belengguku. —Scott
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 294)

Bukakan mataku Tuhan untuk melihat kebenaran-Mu.

Perhatikanlah Bunga Bakung

Kamis, 27 Februari 2014

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140227-Menyaksikan-Alam
Cerita & Ilustrasi komik strip oleh Heri Kurniawan

Baca: Mazmur 19:1-7

19:1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud.

19:2 Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;

19:3 hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.

19:4 Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar;

19:5 tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari,

19:6 yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya.

19:7 Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya.

Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. —Mazmur 19:2

Perhatikanlah Bunga Bakung

Saya menyukai alam dan memberikan pujian kepada Sang Pencipta, tetapi terkadang saya merasa bersalah karena terlalu mengagumi alam ini. Namun kemudian saya teringat bahwa Yesus memakai alam sebagai sarana pengajaran-Nya. Untuk mendorong manusia supaya tidak khawatir, Dia memakai bunga kecil di ladang sebagai contoh. “Perhatikanlah bunga bakung,” kata Yesus, lalu mengingatkan mereka bahwa meskipun bunga itu tidak bekerja sama sekali, Allah mendandani mereka dengan indah. Kesimpulan Yesus? Jika Allah mendandani sesuatu yang bersifat sementara demikian indahnya, Dia pasti akan melakukan yang lebih lagi bagi kita (Mat. 6:28-34).

Bagian-bagian lain dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa alam ciptaan menjadi salah satu sarana yang dipakai Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada kita:

“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya,” tulis Daud. “Hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam” (Mzm. 19:2-3).

“Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim,” seru Asaf (50:6).

Dan Paulus menulis, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Rm. 1:20).

Allah begitu mengasihi kita dan sangat menginginkan kita untuk mengenal-Nya sehingga Dia menempatkan bukti akan diri-Nya sendiri ke mana pun mata kita memandang alam raya. —JAL

Bapa, kasih-Mu luar biasa jelas, tetapi begitu sering kami
melewatkannya. Terima kasih Engkau tak putus-putusnya
mengingatkan kami akan anugerah, kasih, dan rahmat-Mu. Beri kami
mata yang dapat melihat keindahan-Mu di dalam karya ciptaan-Mu.

Dalam alam raya rancangan Allah, kita bisa menemukan banyak pelajaran berharga.

Hubble, Kebun Binatang, Dan Nyanyian Anak

Selasa, 1 Oktober 2013

Hubble, Kebun Binatang, Dan Nyanyian Anak

Baca: Mazmur 148

Pujilah Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang terang! —Mazmur 148:3

Apakah kesamaan antara teleskop luar angkasa Hubble, kebun binatang, dan anak-anak yang sedang beryanyi? Menurut pengajaran dalam Mazmur 148, kita dapat menyimpulkan bahwa semua itu mengarah kepada karya ciptaan Allah yang luar biasa.

Ide bahwa Allah menciptakan dunia kita memang sering dipertanyakan, jadi mungkin inilah waktu yang baik untuk mengingat akan pujian yang patut kita dan seluruh ciptaan limpahkan kepada Bapa kita di surga atas karya tangan-Nya yang luar biasa.

Teleskop Hubble dapat membantu kita melakukannya melalui rekaman foto dari alam semesta kita yang mempesona. Setiap foto yang luar biasa itu menunjukkan bintang-bintang yang mengarahkan perhatian kita pada keagungan ciptaan Allah. Ayat 3 berkata, “Pujilah Dia, hai segala bintang terang!”

Mengunjungi kebun binatang dapat menunjukkan kepada kita betapa beragamnya kehidupan dunia hewan yang Allah ciptakan. Kita membaca ayat 7 dan 10 dan mengucap syukur kepada Allah atas berbagai jenis makhluk laut, binatang liar, serangga, dan burung.

Dan menyaksikan anak-anak kecil yang menyanyikan pujian bagi Allah dengan lantang melambangkan kebenaran bahwa semua orang di atas bumi patut mengangkat suara untuk memuliakan Pencipta kita (ay.11-13).

Kumpulan bintang, kawanan hewan, dan anak-anak: “Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur” (ay.13). Marilah kita turut mengucap syukur atas ciptaan-Nya. “Pujilah nama Tuhan!” —JDB

Pujilah Tuhan, Sang Raja yang Mahamulia!
Segenap hati dan jiwaku, pujilah Dia!
Datang berkaum, b’rilah musikmu bergaung;
Angkatlah puji-pujian! —Neander
(Kidung Jemaat, No. 10)

Karya ciptaan menunjukkan kuasa Allah.

Allah Dalam Keindahan Alam

Selasa, 17 September 2013

Allah Dalam Keindahan Alam

Baca: Yesaya 6:1-6

Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya! —Yesaya 6:3

Di lokasi tempat tinggal saya, saya dimanjakan oleh pemandangan luar biasa yang menyingkapkan hasil karya penciptaan Allah yang mengagumkan dan spektakuler. Baru-baru ini, ketika sedang berkendara melintasi suatu hutan, saya begitu terpukau oleh pemandangan menakjubkan dari pepohonan musim gugur yang dihiasi warna merah tua dan beragam warna kuning. Semuanya itu tertata indah secara artistik dengan latar belakang langit biru yang luar biasa cerahnya.

Dan tidak lama lagi, seiring dengan turunnya suhu udara dan datangnya musim dingin, saya akan kembali diingatkan bahwa masing-masing kepingan salju itu unik dan tidak ada yang seragam. Kepingan-kepingan salju itu saling bertumpuk untuk menyajikan suatu pemandangan indah berupa hamparan salju yang putih cemerlang. Setelah itu akan muncul keajaiban musim semi, ketika tanaman yang terlihat mati tanpa harapan kemudian bermekaran kembali dan menghiasi padang rumput dengan beragam warna yang indah.

Ke mana pun kita mengarahkan pandangan ke lingkungan di sekitar kita, kita melihat bukti bahwa “seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” (Yes. 6:3). Yang luar biasa, walaupun ciptaan yang ada di sekitar kita telah dirusak oleh dosa (lih. Rm. 8:18-22), Allah tetap menganggap baik untuk menghiasi pemandangan yang telah rusak ini dengan karya tangan-Nya yang penuh kasih. Setiap hari, keindahan alam itu mengingatkan kita akan keindahan anugerah-Nya yang mengampuni dosa-dosa kita dan akan kasih-Nya yang selalu tersedia untuk kita, makhluk yang telah jatuh dalam dosa. —JMS

Tuhan, kiranya kami selalu menyadari anugerah dan kasih-Mu
yang terdapat di sekitar kami. Terima kasih karena telah membiarkan
diri-Mu terlihat melalui keindahan ciptaan-Mu. Ajar kami melihat
melampaui keindahan itu untuk menyaksikan karya tangan-Mu.

Jangan pernah lewatkan kesempatan untuk menikmati keindahan alam—itulah karya tangan Allah.

Delapan Puluh Persen Lainnya

Senin, 5 Agustus 2013

Delapan Puluh Persen Lainnya

Baca: Mazmur 69:30-37

Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya. —Mazmur 69:35

Baru-baru ini saya membaca sebuah papan reklame yang menyatakan bahwa 80 persen dari seluruh makhluk hidup di bumi ini terdapat di dalam laut. Persentase sebesar itu rasanya sulit untuk dibayangkan, terutama karena sebagian besar dari makhluk hidup tersebut tidak terlihat oleh kita.

Saat memikirkannya, saya diingatkan betapa ciptaan Allah itu jauh lebih besar dari yang pada umumnya kita hargai. Memang kita mudah terkesima oleh megahnya deretan pegunungan atau indahnya pemandangan matahari terbenam. Namun terkadang kita tak menyadari karya tangan-Nya yang luar biasa dalam setiap detail karya-Nya yang membutuhkan pengamatan dan penyelidikan lebih dalam. Bukan saja karena sebagian besar dari ciptaan Allah itu tersembunyi dalam lautan, tetapi ada pula sebagian makhluk lainnya yang begitu kecil dan tak kasat mata. Dari makhluk mungil yang hanya bisa terlihat oleh mikroskop hingga tempat-tempat di alam semesta ini yang belum terjangkau manusia, semua itu adalah Mahakarya Sang Pencipta. Keagungan Allah dalam penciptaan terungkap melalui karya-Nya yang luar biasa, baik yang terlihat oleh kita maupun yang tidak (Rm. 1:20).

Seiring bertambahnya pemahaman kita akan luar biasanya alam ciptaan, hati kita haruslah selalu diarahkan kepada Sang Pencipta itu sendiri—dan kita tergugah untuk menyembah Dia. Demikianlah yang dikatakan sang pemazmur, “Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya” (Mzm. 69:35). Jika ciptaan saja memuji Sang Pencipta, kita pun dapat dan patut ikut serta dalam puji-pujian itu. Sungguh perkasa Allah yang kita layani! —WEC

Bila kulihat bintang gemerlapan,
Dan bunyi guruh riuh kudengar,
Ya Tuhanku, tak putus aku heran,
Melihat ciptaan-Mu yang besar. —Boberg
(Kidung Jemaat, No. 64)

Keajaiban ciptaan membuat kita berkata, “Sungguh Allah itu ajaib!”

Musik Antariksa

Selasa, 9 Juli 2013

Musik Antariksa

Baca: Ayub 38:1-7

Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai? —Ayub 38:6-7

Salah satu observatorium milik NASA telah menemukan adanya sebuah lubang hitam raksasa yang mendengung. Terletak di gugus galaksi Perseus yang berjarak 250 juta tahun cahaya dari bumi, lubang hitam tersebut bergetar dengan frekuensi nada Bes. Namun nada ini terlalu rendah untuk dapat didengar oleh telinga manusia. Ada perangkat ilmiah yang telah mendeteksi nada tersebut pada 57 oktaf di bawah kunci C tengah untuk piano.

Hubungan antara musik dan hal-hal surgawi bukanlah hal yang baru. Bahkan, ketika Allah menyingkapkan diri-Nya sendiri kepada Ayub, Dia bertanya: “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? . . . pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai?” (Ayb. 38:4,7). Kita diberi tahu bahwa pada peristiwa penciptaan alam semesta kita yang begitu luar biasa ini, ada puji-pujian dan seruan sukacita yang menggemakan kemuliaan bagi Allah.

Sebuah himne yang indah ciptaan Santo Franciskus dari Assisi (Kidung Jemaat, No. 60) mengungkapkan ketakjuban dan penyembahan yang kita rasakan ketika menikmati pancaran sinar matahari di siang hari atau bintang yang bertaburan di malam hari.

Hai makhluk alam semesta,
Tuhan Allahmu pujilah:
Haleluya, Haleluya!
Surya perkasa dan terang,
Candra, kartika cemerlang,
Puji Allah tiap kala:
Haleluya, Haleluya, Haleluya!

“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:2).

Mari kita memuji Dia yang telah menciptakan keindahan alam untuk kita nikmati! —HDF

Indahnya ciptaan Allah memberi kita alasan untuk memuji nama-Nya.

Mukjizat Yang Bisa Terbang

Selasa, 2 Juli 2013

Mukjizat Yang Bisa Terbang

Baca: Mazmur 104:10-24

Betapa banyak perbuatan- Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan- Mu. —Mazmur 104:24

Di antara seluruh makhluk ciptaan Allah, kupu-kupu adalah salah satu yang luar biasa indah. Melihat cara terbangnya yang gemulai, sayapnya yang warna-warni, hingga pola migrasinya yang menakjubkan, tidak heran jika kupu-kupu menjadi suatu adikarya dari alam ciptaan ini.

Selain memberikan kepada kita suatu pemandangan yang indah, serangga terbang ini juga menjadi contoh yang menakjubkan dari karya penciptaan Allah yang luar biasa.

Kupu-kupu raja, misalnya, bisa menempuh perjalanan sejauh 4.800 km untuk bermigrasi ke Amerika Tengah—hingga akhirnya tiba pada sebatang pohon yang pernah dikunjungi induknya atau bahkan induk dari induknya di masa lalu. Kupu-kupu tersebut melakukannya dengan dipandu oleh sebuah otak yang ukurannya hanya sebesar kepala peniti.

Perhatikan juga proses metamorfosa dari kupu-kupu raja tersebut. Setelah ulat berubah menjadi kepompong, keluarlah suatu cairan kimia yang mengubah unsur-unsur di dalam kepompong itu sehingga lebur menjadi satu— tanpa bisa dikenali lagi. Ajaibnya, dari campuran tersebut terbentuklah otak, organ dalam, kepala, kaki, dan sayap dari seekor kupu-kupu.

Seorang ahli kupu-kupu mengatakan, “Penciptaan tubuh dan sayap kupu-kupu dari tubuh seekor ulat, tak pelak lagi, merupakan salah satu keajaiban dari kehidupan di dunia ini.” Ahli yang lain menyatakan bahwa metamorfosa ini “patut disebut sebagai suatu mukjizat.”

“Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN” (Mzm. 104:24)—dan kupu-kupu hanyalah salah satu dari banyak karya tangan-Nya. —JDB

Kami terkagum, Tuhan, atas karya menakjubkan yang Kau perkenankan
untuk kami nikmati. Dari galaksi nun jauh di sana hingga kupu-kupu
yang cantik, Engkau memberi kami dunia yang menyerukan
kasih-Mu kepada kami. Terima kasih Tuhanku untuk ciptaan-Mu.

Rancangan ciptaan membuktikan adanya Sang Perancang Agung.

Bergantung Pada Kehampaan

Sabtu, 22 Juni 2013

Bergantung Pada Kehampaan

Baca: Ayub 26:5-14

Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan. —Ayub 26:7

Sebuah peta dunia yang diterbitkan oleh National Geographic Society mencantumkan catatan berikut: “Massa bumi adalah 6,6 sekstiliun (6,6×1021) ton.” Apa yang menopang benda seberat itu? Tidak ada. Planet yang kita huni ini berputar pada sumbunya dengan kecepatan 1.600 km per jam sambil melaju di angkasa dalam orbitnya mengelilingi matahari. Namun betapa mudahnya hal itu terabaikan dalam pergumulan yang kita alami sehari-hari seputar kesehatan, pergaulan, dan berbagai tagihan yang menuntut untuk diperhatikan.

Seorang tokoh Perjanjian Lama bernama Ayub berulang kali melihat ciptaan Allah dalam pergumulannya untuk memahami makna di balik duka yang dialaminya ketika ia kehilangan kesehatan, harta, dan anak-anaknya. Ayub berkata, “Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan” (Ayb. 26:7). Ayub kagum akan awan yang tidak robek karena beratnya air di dalamnya (ay.8) dan garis cakrawala yang membentang “sampai ujung perbatasan antara terang dan gelap” (ay.10), tetapi ia menyebut semua itu, “hanya ujung-ujung jalan-Nya” (ay.14).

Karya ciptaan itu sendiri tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Ayub, tetapi langit dan bumi itu membawanya memandang pada Allah sang Pencipta, satu-satunya Pribadi yang dapat menjawab semua pertanyaannya dengan memberikan pertolongan dan harapan.

Tuhan yang menopang alam semesta dengan “firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr. 1:3; Kol. 1:17) juga memegang kendali atas kehidupan kita sehari-hari. Hidup yang berisi beragam pengalaman yang terasa hampa ternyata sepenuhnya ditopang oleh kuasa dan kasih Bapa kita yang di surga. —DCM

Tuhan, kami memuji Engkau karena kuasa-Mu yang tidak terbatas.
Engkau menciptakan dunia dari kehampaan dan menopangnya
dengan firman-Mu. Tolong aku untuk mengingat bahwa
Engkau juga memegang kendali atas setiap bagian hidupku.

Saat merenungkan kuasa Allah dalam penciptaan, kita juga melihat kuasa-Nya dalam memelihara kita.

Dari Mana Asal Saya?

Sabtu, 8 Juni 2013

Dari Mana Asal Saya?

Baca: Kisah Para Rasul 17:22-31

Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi. —Kisah Para Rasul 17:26

Teman saya Tobias, seorang bocah berusia tujuh tahun keturunan Afrika-Amerika, mengajukan sebuah pertanyaan yang mengusik pikiran saya: “Karena Adam dan Hawa berkulit putih, dari mana asalnya orang berkulit hitam?” Saya berkata bahwa kita tidak tahu apa “warna” kulit Adam dan Hawa dan bertanya mengapa menurutnya mereka berkulit putih. Ia menjawab bahwa itulah yang selalu dilihatnya dalam buku-buku cerita Alkitab di gereja dan di perpustakaan. Saya pun terenyuh dan bertanya-tanya, mungkinkah hal itu yang membuatnya berpikir bahwa derajatnya lebih rendah atau bahkan merasa bukan bagian dari ciptaan Tuhan.

Setiap manusia diciptakan oleh Allah Sang Pencipta, oleh karenanya semua orang itu sederajat. Itulah yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Atena: “Dari satu orang saja [Allah] telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi” (Kis. 17:26). Kita semua berasal “dari satu orang”. Darrell Bock, dalam buku tafsirannya terhadap kitab Kisah Para Rasul, berkata, “Penegasan ini pastilah sulit diterima oleh orang-orang Atena, karena mereka suka membanggakan diri sebagai kaum yang lebih tinggi derajatnya dan menyebut kaum lain itu tidak beradab.” Akan tetapi, karena kita semua adalah keturunan Adam dan Hawa, nenek moyang kita yang pertama, tidak ada ras ataupun suku bangsa yang lebih unggul atau lebih rendah dari yang lainnya.

Kita memandang takjub kepada Sang Pencipta, yang menjadikan kita dan memberikan “hidup, nafas, dan segala sesuatu kepada semua orang” (ay.25). Sederajat di hadapan Allah, marilah kita bersama-sama memuji dan memuliakan Dia. —AMC

Setiap hidup yang telah diciptakan
Memperlihatkan karya tangan Allah;
Ketika kita menghargai ciptaan-Nya,
Kita menghargai apa yang dibuat-Nya. —Sper

Tuhan mengasihi setiap dari kita secara pribadi.