Posts

Gwan-hee Lee: Melalui Kanker, Kristus Nyata Hidup di Tubuhku

Oleh Yosheph Yang
Artikel ini ditulis berdasarkan film dan buku “Church Brother” (교회 오빠) yang mengisahkan perjuangan Gwan-hee melawan kanker.

*Spoiler alert

Segala sesuatu berjalan dengan baik di kehidupan Gwan-hee. Lulus dari salah satu universitas ternama di Korea Selatan, kerja sebagai peneliti di perusahaan besar di Korea, dan menikah dengan istri yang baik (Eun-joo Oh). Tidak sampai 100 hari setelah kelahiran anak pertama (So-yeon Lee), di bulan September 2015, Gwan-hee didiagnosis menderita kanker usus besar stadium empat. Tidak ada yang mengira bahwa ini adalah awal dari penderitaan lain yang menghampiri hidup Gwan-hee.

Hidupku adalah misi dari Tuhan

Di akhir tahun 2015, Gwan-hee dan keluarganya harus menelan pil pahit lain dalam kehidupannya. Ibunya Gwan-hee mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dikarenakan depresi melihat Gwan-hee yang menderita kanker. Eun-joo merasa bersalah tidak tahu bagaimana galaunya kehidupan ibu mertuanya setelah mengetahui berita kanker itu.

Melalui film dokumentasi tentang hidupnya melawan kanker, Gwan-hee sama sekali tidak berusaha menutupi masalah keluarganya. Gwan-hee menanggap apa yang ia alami berada di bawah pengaturan Tuhan, dan ia hanya menyampaikan kehidupannya yang terhempas ini apa adanya kepada orang-orang lain.

Walaupun kenyataannya pahit, Gwan-hee tetap mengasihi Tuhan dan percaya kepada kedaulatan Kristus dalam kehidupannya. Melihat sikap Gwan-hee yang seperti ini, banyak orang bertanya kepadanya. “Dengan kenyataan bahwa ibu kamu meninggal dengan bunuh diri, bagaimana kamu tetap bisa memuji Tuhan dan tidak membenci Tuhan sama sekali?”

Dan beginilah Gwan-hee menjawabnya. “Setelah menerima kenyataan pahit tentang ibuku, aku memulai doaku dengan menyalahkan Tuhan. Tuhan, kapan aku membenci Engkau dengan kanker yang aku terima? Tuhan tahu dengan jelas isi doa-doaku. Aku berdoa tolong Tuhan jaga hati ibuku yang lemah, berikan ibuku kekuatan terhadap berita kankerku. Apabila doa ini tidak didengar sama sekali, selanjutnya doa apakah yang bisa kupanjatkan kepada Engkau, ya Tuhanku?” Ketika Gwan-hee memulai doanya seperti itu, ia merasakan Roh Kudus memberikan penghiburan kepadanya. “Dukacita dan kesedihan yang aku terima tentang meninggal ibuku yang sangat kusayangi itu juga lebih dirasakan oleh Tuhan. Aku juga melihat di dalam hatiku Tuhan menangis ketika memeluk ibuku. Aku tidak bisa membenci Tuhan setelah itu.” Gwan-hee pun mengakhiri doanya saat itu dengan memuji Tuhan. Ia berkomitmen untuk tetap cinta Tuhan apapun kesengsaraan yang akhirnya akan muncul di dalam kehidupannya.

Empat bulan setelah meninggalnya sang ibu, Gwan-hee menerima kenyataan pahit lain dalam kehidupannya. Istrinya yang ia kasihi didiagnosis kanker darah stadium empat. Gwan-hee dalam kesaksiannya menceritakan walaupun kehidupannya tidak dapat dibandingkan dengan kisah Ayub di Alkitab, ia merasakan Tuhan sedang menguji imannya. Di dalam situasinya saat itu, Gwan-hee percaya misinya saat itu adalah tetap percaya kepada Tuhan. Mazmur 50:15 dan Yeremia 33:3 menjadi janji Firman Tuhan yang ia pegang dan percaya di dalam kesesakannya. Berseru dan berdoa kepada Tuhan dengan mengutarakan segala permasalahan dalam kehidupannya menjadi tanggapan Gwan-hee terhadap janji Tuhan yang ia pegang itu.

Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku. (Mazmur 50:15)

Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui. (Yeremia 33:3)

Perenungan melalui kanker

Di dalam masa pengobatan buat Gwan-hee dan istrinya yang sama-sama melawan kanker, mereka bersama-sama melakukan saat teduh di pagi hari. Di pagi itu, mereka membaca dari Roma 3:23, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Gwan-hee membimbing diskusi yang ia lakukan bersama istrinya. Mengapa Tuhan melihat kita sebagai orang berdosa? Kita perlu lebih jelas memahami makna dosa dalam kehidupan kita. Menurut Gwan-hee, dosa adalah walaupun tahu pentingnya percaya Kristus, manusia pada umumnya tidak percaya sepenuhnya kepada Kristus dan tidak memberikan Kristus hak milik seutuhnya dalam kehidupan kita. Selain itu bagi Gwan-hee, dosanya adalah walaupun Tuhan telah memilihnya sebagai bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah (1 Petrus 2:9) yang diciptakan untuk mengasihi orang lain dan menjadi murid Kristus, ia tidak melakukan panggilan tersebut sepenuhnya.

Melalui perenungan tentang relasi antara dosa dan mengasihi orang lain, terlebih di masa pengobatan kankernya, Gwan-hee diajarkan Tuhan tentang apakah dosa itu dan makna kasih yang sebenarnya. Inilah yang menjadi hal yang pertama dalam pertobatannya. “Sebelum kanker tiba, dibandingkan dengan orang lain, aku berpikir bahwa aku melakukan banyak hal-hal baik di dalam atau pun di luar gereja.” Namun, setelah sakit menerpa tubuhnya, Gwan-hee menyadari bahwa dia tidak sepenuhnya mencari kemuliaan Tuhan.

Gwan-hee juga berpikir apabila ia tetap membiarkan rasa kebencian dan akar pahit dalam kehidupannya, itu bisa berdampak terhadap penyebaran sel-sel kanker di dalam tubuhnya. Gwan-hee pun berdoa kepada Tuhan untuk bisa mengasihi, mengerti, dan mengampuni orang-orang tersebut. Tuhan pun memberikan kasih karunia bagi Gwan-hee untuk berubah. “Dengan asumsi bahwa hari yang diberikan adalah hari terakhir dalam hidupku, aku tidak ingin menghabiskan hari yang diberikan ini dengan membenci orang lain,” katanya.

Di dalam masa pengobatan kanker, selain berterima kasih atas pengobatan yang ia terima, Gwan-hee juga berterima kasih karena ia dibandingkan sebelumnya lebih bisa melihat dengan jelas keadaan pikiran dan jiwanya dan bisa bertumbuh lebih lagi secara rohani.

Hanya Kristus yang hidup

Empat belas bulan pasca operasi kanker pertama yang dilakukan oleh Gwan-hee, sel kanker di dalam tubuhnya bertumbuh kembali di tubuhnya. Setelah mendengar kabar itu, tidak ada sama sekali rasa putus asa dan kecewa yang keluar dari mulutnya kepada istrinya. Sebaliknya, ia berkata demikian.

“Akhir-akhir ini, pokok doa dalam kehidupanku adalah di dalam tubuhku aku mati dan hanya Kristus yang hidup. Jika dilihat baik-baik, ini ada perkataan yang keren dan sulit, tetapi bagi aku dan Eun-ju yang saat ini berada di antara hidup dan mati, ini adalah situasi yang bisa kita lakukan. Orang-orang yang sehat pada umumnya, sulit untuk bisa memahami makna ini. Tetapi saat ini, jika kita lihat baik-baik, kita diberikan kesempatan untuk benar-benar mengaplikasikan makna sesungguhnya dari aku mati dan Kristus hidup dalam kehidupan kita. Hidup yang hanya digerakkan oleh Kristus”

Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Galatia 2:20)

Banyak orang di sekitar Gwan-hee yang berpikir kalau ia bisa sembuh seutuhnya dari kanker ini adalah mukjizat Tuhan yang luar biasa. Tetapi Gwan-hee berpikir lain. “Melalui pengobatan kanker ini, satu hari untuk hidup yang diberikan oleh Tuhan, itu sendiri adalah mukjizat yang besar. Melalui kanker ini, aku bisa merasakan pentingnya satu hari. Walaupun kanker itu sendiri bukan berkat, kita bisa merasakan pentingnya satu hari. Inilah manfaat yang aku dapat,” katanya.

Gwan-hee menjalani hidupnya hari demi hari. Apabila hanya satu hari saja yang diberikan oleh Tuhan, Gwan-hee mau melalui masa yang singkat itu untuk menjadi orang yang lebih diutuhkan dan dewasa di dalam Kristus. Baginya, inilah alasan hidupnya.

Menghitung berkat dalam hidup

Salah satu alasan lain yang membuat Gwan-hee tidak bisa membenci Tuhan dikarenakan ia selalu menghitung berkat yang ia terima dari Kristus. Di acara perkumpulan bersama para penderita kanker lainnya, ia berkata, “Di dalam pikiranku, aku punya laporan untung dan rugi tentang kehidupanku. Jika aku melihat hidupku seutuhnya dan menghitung berkat yang aku terima dari Tuhan dan membandingkan dengan penderitaan yang aku alami, hasilnya selalu positif. Aku sama sekali tidak bisa membenci Tuhan.”

Terkadang Gwan-hee juga khawatir apakah ia bisa tetap menjaga imannya sampai akhir hidupnya, terlepas apapun masalah lain yang akan muncul. Melalui sakit yang dideritanya, Ia merasakan bahwa ia adalah orang yang lemah yang sangat memerlukan bantuan Roh Kudus untuk hidup hari demi hari. Dengan keyakinan penuh, Gwan-hee berkata, “Bagi kita yang percaya kepada Yesus Kristus, total laporan dalam kehidupan kita tidak akan pernah rugi dikarenakan di laporan keuntungan ada kasih Kristus di atas kayu salib yang menerima kita orang berdosa ini sebagai anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Kasih Allah yang di dalam Kristus lebih besar daripada masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan kita.”

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:38-39)

Banyak hal lain yang aku juga kagumi di hidupnya Gwan-hee. Di dalam masa pengobatan kankernya, ia lebih memilih tidak menggunakan morfin untuk mengurangi rasa sakitnya. Baginya, dengan morfin, saraf-sarafnya tidak berfungsi secara optimal dan tidak bisa menerima Firman Tuhan. Ia lebih memilih menderita bersama Kristus dibandingkan hidup tanpa Firman Tuhan. Sebagai ganti morfin, ia diberikan obat analgetik-antipiretik.

Masa-Masa terakhir hidup

Setelah operasi kanker keduanya gagal, Gwan-hee memakai waktunya untuk lebih bersama dengan orang-orang yang disayanginya. Gwan-hee sangat kecewa tidak bisa mendampingi anaknya bisa masuk ke hari pertama sekolah, yang merupakan misinya setelah menerima kanker. Terlepas dari kondisinya saat itu, Gwan-hee tetap percaya kepada kedaulatan Kristus. Dia berharap anaknya yang masih kecil itu bisa mencontoh imannya ketika dewasa nanti.

Menjelang akhir hidupnya, Gwan-hee berkata kepada istrinya, “Aku merasa takut. Setiap hari aku berdoa untuk belas kasihan Tuhan, pengampunan atas dosa-dosaku, keselamatan dari kesengsaraanku. Apabila penderitaanku ini kehendak Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menghadapinya. Aku terkadang merasakan Tuhan tidak mendengar doa-doaku dan menghempaskanku. Inilah ketakutanku.” Gwan-hee merasakan apa yang Yesus rasakan di atas kayu salib. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46b).

Dini hari tanggal 16 September 2018, Gwan-hee menyelesaikan pertandingan hidupnya dan berpulang ke rumah Bapa di surga. Istrinya berterima kasih kepada Tuhan karena sampai pada akhirnya Gwan-hee tetap beriman kepada Kristus dan percaya kepada pengaturan Kristus. Gwan-hee memberikan kepada keluarganya dan orang-orang di sekitar contoh hidup orang beriman.

Melihat kehidupan perjuangan Gwan-hee melawan kanker, banyak hal yang bisa kita pelajari. Beberapa pelajaran hidup yang aku pelajari dari hidupnya adalah:

  • Pentingnya mendalami kasih Kristus di atas kayu salib bagi kita.
  • Aku berusaha mempelajari kembali makna injil dalam kehidupan. Aku 100% orang berdosa yang diselamatkan oleh Allah melalui pengorbanan Kristus di kayu salib.

  • Memiliki hubungan intim dengan Tuhan adalah cara orang beriman menanggapi kasih Kristus.
  • Gwan-hee di masa kesengsaraannya selalu berusaha mencari Tuhan melalui saat teduh dan doanya. Baginya keselamatannya hanya datang dari Tuhan. Sekalipun dagingnya dan tubuhnya habis lenyap, gunung batu dan bagiannya tetaplah Allah selama-lamanya (Mazmur 73:26).

  • Hidup dengan “fighting spirit” untuk memelihara iman sampai kita kembali bertemu Tuhan.
  • Sama seperti Gwan-hee, kita juga harus menjaga iman sampai garis akhir hidup kita. Apapun permasalahan muncul, kasih Kristus lebih besar dari pada masalah apapun juga. Kita juga bisa menanggap hari yang diberikan Tuhan hari ini adalah hari terakhir kita. Kita tidak mau mengakhiri pertandingan hidup kita dengan tidak taat atau lebih memilih dosa.

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2 Timotius 4:7-8).

Sebagai penutup, aku ingin membagikan lagu yang dibuat berdasarkan renungan saat teduh Gwan-hee Lee. Tuhan memberkati.

Blessed Through Suffering (Lirik dari Note Saat Teduh Gwan-hee Lee)
(Pianis di video tersebut adalah Eun-joo, istri dari Gwan-hee)

I am flying the sky
Up and up I soar into the sky
My wings are strong and I need no more
I will continue and make it to the top

When my Lord broke my wings
And has brought me among the lowest
Now I see what I didn’t see before
My Lord let me see so many souls in pain

Now I know I am blessed through the suffering
My Lord turned my troubles into blessing
and made me kneel before the Cross
when people questioned where my Lord was
I am nowhere to be found now
Only my Lord appears in my humble life

“Who,” you ask me, “is my Jesus?”
Mourners’ Comforter is He
Light and Vision for the blind
He is healing for the ailing
For the dead, He is Resurrection
And in Him we find our life

Baca Juga:

Kebahagiaan Sejati Hanya di Dalam Yesus

Jika ditanya apa yang menjadi sumber kebahagiaan kita? Tentu jawabannya bisa beragam. Ada yang menjawab sumber kebahagiaannya adalah memiliki tabungan berlimpah, rumah, mobil, pekerjaan tetap, anak-anak yang sehat dan pintar, bahkan pensiun di masa tua dengan pemasukan yang terus berjalan.