Posts

Menyerahkan Kepada Allah

Rabu, 17 September 2014

Menyerahkan Kepada Allah

Baca: Markus 10:17-22

10:17 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

10:18 Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.

10:19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!"

10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku."

10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."

10:22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.

Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. —Markus 10:22

Menyerahkan Kepada Allah

Sebagai seorang pahlawan bagi generasi yang tumbuh setelah Perang Dunia II, Corrie ten Boom meninggalkan warisan berupa hikmat dan kesalehan yang menjadi ciri hidupnya. Setelah menjadi korban dari pendudukan Nazi atas negeri Belanda, ia berhasil bertahan hidup untuk menceritakan kisah iman dan ketergantungannya kepada Allah di sepanjang masa penderitaannya yang sangat mengerikan itu.

“Aku pernah punya banyak hal yang kupegang,” kata Corrie, “dan aku kehilangan semuanya. Namun apa pun yang telah kuserahkan ke dalam tangan Allah, aku tetap memilikinya hingga kini.”

Corrie sangat mengerti arti kehilangan. Ia kehilangan keluarga, harta milik, dan juga masa-masa hidupnya yang direnggut oleh para musuh yang membencinya. Namun ia belajar untuk memperhatikan berkat rohani dan kekuatan jiwa yang akan diterimanya ketika ia menyerahkan segala sesuatunya ke tangan Bapa Surgawi.

Apa artinya itu bagi kita? Apa yang sepatutnya kita serahkan ke dalam tangan Allah untuk dipelihara oleh-Nya? Menurut kisah tentang seorang muda yang kaya dalam Markus 10, jawabannya adalah semuanya. Anak muda itu memiliki harta yang melimpah, tetapi ketika Yesus memintanya untuk melepaskan semuanya, pemuda itu menolak. Ia memilih untuk mempertahankan harta miliknya dan gagal menjadi pengikut Yesus—alhasil ia pun “pergi dengan sedih” (ay.22).

Sama seperti Corrie ten Boom, kita dapat mempunyai pengharapan ketika menyerahkan segala sesuatunya ke dalam tangan Allah dan kemudian mempercayakan masa depan kita kepada-Nya. —JDB

Berserah kepada Yesus
Tubuh, roh, dan jiwaku;
Kukasihi, kupercaya,
Kuikuti Dia ‘trus. —Van de Venter
(Kidung Jemaat, No. 364)

Hidup yang paling terjamin adalah hidup yang diserahkan kepada Allah.

Melambaikan Bendera Putih

Rabu, 23 Juli 2014

Melambaikan Bendera Putih

Baca: Ulangan 6:1-9

6:1 "Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya,

6:2 supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu.

6:3 Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.

6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!

6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,

6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

6:8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,

6:9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu. —Ulangan 6:4-5

Melambaikan Bendera Putih

Baru-baru ini, ketika menonton sebuah rekaman video dari ibadah di suatu gereja di Amerika Selatan, saya memperhatikan sesuatu yang belum pernah saya lihat di gereja. Ketika sang pendeta dengan semangat memanggil jemaatnya untuk menyerahkan hidup mereka kepada Yesus, salah seorang jemaat mengambil saputangan putih dari sakunya dan melambaikannya di udara. Tindakannya itu diikuti satu demi satu jemaat lainnya. Dengan air mata yang berlinang di pipi, mereka mengungkapkan penyerahan diri mereka sepenuhnya kepada Kristus.

Namun saya berpikir apakah momen itu bermakna lebih dari sekadar tanda penyerahan diri. Menurut saya, mereka melambaikan saputangan juga sebagai tanda kasih mereka kepada Allah. Ketika Allah memerintahkan umat-Nya, “Kasihilah TUHAN, Allahmu” (Ul. 6:5), itu artinya Dia mendesak mereka untuk menyerahkan hidup kepada-Nya.

Dari sudut pandang Allah, hidup bersama-Nya jauh melebihi suatu usaha untuk menjadi orang yang baik. Hidup bersama Allah merupakan suatu hubungan—hubungan dengan penyerahan diri sebagai cara untuk mengungkapkan rasa syukur dan kasih kita kepada-Nya. Karena kasih- Nya yang ajaib bagi kita, Yesus menyerahkan diri-Nya untuk mati disalib demi melepaskan kita yang tak berdaya di bawah belenggu dosa dan menuntun kita dalam suatu perjalanan hidup yang indah dan mulia.

Tiada kata yang cukup bagi kita untuk mengungkapkan kepada Allah betapa kita mengasihi-Nya! Jadi, marilah menunjukkan kasih kita kepada-Nya dengan jalan menyerahkan hati dan hidup kita untuk mengikut-Nya. —JMS

Ya Tuhanku, hidupku t’rimalah;
Kasih yang murni, o curahkanlah.
Taklukkanlah dendam dan nafsuku;
Tinggallah ‘Kau tetap di hatiku. —Orr
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 13)

Penyerahan diri adalah bahasa kasih Allah.

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Minggu, 30 Maret 2014

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Baca: Matius 5:1-10

5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.

5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

5:3 “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. —Matius 5:5

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Dalam bahasa Inggris, istilah meek (lemah lembut) sering kali disalahkaitkan dengan kata weak (kelemahan). Sebuah kamus yang populer memberikan pengertian sekunder tentang istilah “lemah lembut”: “terlalu tunduk; mudah dipengaruhi; tidak bernyali; tidak bersemangat”. Pengertian itu membuat sebagian orang bertanya-tanya mengapa Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5).

W. E. Vine, seorang ahli bahasa Yunani, mengatakan bahwa kelemahlembutan dalam Alkitab merupakan suatu sikap di hadapan Allah “ketika kita menerima perlakuan-Nya terhadap kita sebagai kebaikan, dan kita tidak menolak atau melawannya”. Kita melihat hal itu dalam Yesus yang melakukan kehendak Bapa-Nya dengan penuh sukacita.

Selanjutnya, Vine berkata bahwa “kelemahlembutan yang diperlihatkan Tuhan dan diberikan kepada orang percaya ini adalah hasil dari kuasa . . . Tuhan itu ‘lemah lembut’ karena Dia memiliki sumber daya tak terbatas dari Allah yang dapat dipergunakan-Nya.” Yesus bisa saja memanggil para malaikat dari surga untuk mencegah penyaliban-Nya.

Yesus berkata kepada para pengikut-Nya yang letih lesu dan berbeban berat, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat. 11:29). Dialah teladan sempurna dari kelemahlembutan.

Ketika kita sedang lelah dan bersusah hati, Yesus mengundang kita untuk menerima damai sejahtera yang dialami ketika kita mempercayai-Nya dengan lemah lembut. —DCM

Kasih membuat Juruselamat mati gantiku.
Mengapakah Dia begitu mengasihiku?
Tanpa melawan, Dia dibawa ke salib Kalvari.
Mengapakah Dia begitu mengasihiku? —Harkness

Allah berdiam di surga dan juga di dalam hati yang lemah lembut dan penuh syukur. —Walton

Dikelilingi Kasih Setia

Selasa, 27 Agustus 2013

Dikelilingi Kasih Setia

Baca: Mazmur 32

Orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. —Mazmur 32:10

Hampir mustahil untuk melewatkan papan iklan raksasa dengan latar berwarna merah dan tulisan besar berwarna putih yang menyerukan: “Tahun ini ribuan orang pria akan mati karena keras kepala.” Belakangan saya mengetahui bahwa papan iklan tersebut adalah satu dari ratusan papan iklan serupa yang ditujukan pada kalangan pria separuh baya yang biasanya menghindari pemeriksaan medis rutin dan yang sering kali meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

Mazmur 32 berisi penyakit-penyakit rohani, yakni dosa yang bisa diobati dengan pengakuan yang jujur dan pertobatan. Lima ayat pertama mengungkapkan perasaan tersiksa yang amat mendalam dari sikap menyembunyikan kesalahan, dan kemudian ucapan syukur atas sukacita kebebasan yang datang dari diakuinya pelanggaran kepada Allah dan pengampunan yang diperoleh.

Pemazmur kemudian menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kita mencari pertolongan-Nya di saat-saat sukar (ay.6-8) dan mendapatkan tuntunan-Nya. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (ay.8). Meski demikian, jalan kita akan terhalang jika kita dengan keras kepala menolak untuk mengikuti petunjuk-Nya dan tidak mau bertobat dari dosa kita.

Firman Allah mendorong kita, “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau” (ay.9). Daripada mempertahankan dosa kita, Tuhan menawarkan sebuah jalan lain: Ketika kita dengan rendah hati mengakui dosa kita, kasih setia-Nya akan mengelilingi kita (ay.10). —DCM

Bapa Surgawi, tolong kami sekarang,
Di kaki-Mu kami bersujud merendah;
Angkatlah semua pikiran yang berdosa,
Buatlah jiwa kami bersih dan murni. —Bartels

Langkah pertama dalam menerima pengampunan Allah adalah mengakui bahwa kita perlu pengampunan itu.

Simulasi Terbang

Senin, 24 Juni 2013

Simulasi Terbang

Baca: Yohanes 16:25-33

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. —Yohanes 16:33

Ketika para pilot pesawat terbang berlatih, mereka akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di dalam simulator penerbangan. Simulator ini memberi mereka kesempatan untuk mengalami tantangan dan bahaya dari kegiatan menerbangkan pesawat terbang—tetapi tanpa risiko. Para pilot tak perlu lepas landas, dan jika mengalami tabrakan dalam simulator ini, mereka dapat meninggalkan simulator itu tanpa beban.

Simulator adalah alat yang sangat berguna dalam pelatihan, karena simulator membantu dalam mempersiapkan calon pilot untuk mengendalikan sebuah pesawat terbang sungguhan. Namun alat-alat ini bukannya tidak mempunyai kekurangan. Simulator menciptakan pengalaman buatan dimana besarnya tekanan yang dialami ketika berada dalam kokpit yang sesungguhnya tidak mungkin dapat ditiru sepenuhnya.

Bukankah kehidupan nyata itu seperti demikian? Hidup ini tidak dapat disimulasikan. Tidak ada lingkungan yang aman dan bebas risiko di mana kita dapat mengalami pasangsurut kehidupan tanpa terkena dampaknya. Kita tidak dapat menghindari risiko dan bahaya dari hidup di dunia yang berdosa ini. Itulah sebabnya perkataan Yesus begitu meneduhkan hati. Dia berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).

Meski kita tidak dapat menghindari bahaya-bahaya dari hidup di tengah dunia yang berdosa, kita dapat memiliki damai sejahtera melalui hubungan kita dengan Yesus. Dia sudah memastikan kemenangan akhir kita. —WEC

Masalah di luar mungkin tidak berhenti
Tetapi biarlah ini yang menjadi sukacitamu:
“Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera,
Sebab kepada-Mulah ia percaya.”—NN.

Tiada hidup yang lebih aman daripada hidup yang diserahkan kepada Allah.

Kantong Persembahan

Minggu, 1 Juli 2012

Kantong Persembahan

Baca: 2 Korintus 8:1-9

Demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. —2 Korintus 8:7

Ed Dobson, pendeta saya yang sebelumnya, sering berkata bahwa ia tidak suka berkhotbah tentang persembahan uang untuk gereja. Ia berkata bahwa pekerjaan sebelumnya menuntutnya untuk menggalang dana, jadi sekarang ia tidak mau membuat orang merasa terpaksa untuk memberi. Namun pada saat mengkhotbahkan 2 Korintus dan tiba di pasal 8 dan 9, ia tidak dapat menghindari topik tentang persembahan. Yang paling saya ingat tentang khotbahnya adalah ilustrasi yang dipakai Ed. Ia menaruh sebuah kantong persembahan di lantai, berdiri di atasnya, dan berbicara mengenai pentingnya memberikan diri kita seutuhnya kepada Tuhan, bukan sekadar isi dompet kita.

Kedua pasal dalam surat Paulus yang kedua kepada jemaat di Korintus tersebut menunjukkan kepada kita sejumlah sikap dan tindakan yang patut kita tunjukkan dalam persembahan kita kepada Tuhan:

  • Persembahkanlah pertama-tama diri Anda sendiri kepada Tuhan (8:5).
  • Berilah persembahan dengan mengingat teladan Tuhan Yesus (8:9).
  • Berilah persembahan sesuai dengan kemampuan Anda (8:11-12).
  • Berilah persembahan dengan semangat karena kasih Allah (9:2).
  • Berilah persembahan dengan murah hati, bukan dengan enggan atau karena paksaan dari luar (9:5-7).

Kali berikutnya ketika kantong persembahan diedarkan di gereja Anda, bayangkanlah diri Anda berdiri di atasnya. Hal itu akan membantu Anda menjadi kaya dalam pelayanan kasih (8:7). —AMC

Terima kasih Tuhan Yesus, karena telah memberikan diri-Mu bagiku
di kayu salib. Karena kasih-Mu, kupersembahkan seluruh diriku—
hatiku, waktuku, kekayaanku, kehendakku—bagi-Mu.
Aku mengasihi-Mu.

Setelah mempersembahkan diri kita seutuhnya kepada Tuhan, mempersembahkan yang lain menjadi lebih mudah.

Saluran Kuasa

Senin, 26 Maret 2012

Baca: 2 Korintus 12:1-10

Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. —2 Korintus 12:9

Ketika Tarah masih bersekolah di SMA, ia memiliki ketakutan bahwa suatu hari nanti ia akan menderita suatu penyakit serius. Jadi Tarah mulai berdoa dengan meminta Allah untuk menjauhkannya dari penyakit yang ditakutinya itu. Kemudian ia mencapai suatu kesadaran yang lebih dalam sehingga memutuskan untuk menyerahkan masa depannya kepada Allah, apa pun yang akan terjadi.

Bertahun-tahun kemudian, dokter yang memeriksa Tarah menemukan adanya tumor ganas. Akhirnya, tumor ini berhasil dibasmi dengan kemoterapi. Tarah berkata bahwa karena telah mempercayakan masa depannya kepada Allah, ia sudah siap ketika penyakit menimpanya. Masalah yang dihadapinya menjadi suatu saluran bagi kuasa Allah.

Perihal penyerahan diri kepada Allah ini juga dapat dilihat dalam kehidupan Paulus. Penyerahannya muncul setelah masalah yang disebut “duri dalam daging” menimpanya (2 Kor. 12:7). Berulang kali Paulus mendoakan masalahnya ini, meminta supaya Tuhan mengenyahkannya. Namun Allah menjawab, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ay.9). Setelah memahami hal ini, Paulus pun mengadopsi suatu pandangan yang positif: “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku . . . Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (ay.9-10).

Ketika menghadapi ketakutan dan pergumulan kita, penting bagi kita untuk berserah sepenuhnya kepada Allah. Ketika kita melakukannya, Allah dapat menggunakan masalah kita sebagai saluran bagi kuasa-Nya. —HDF

Ketika beban hidup menghimpitmu
Pencobaan terlalu besar untuk dihadapi,
Ingatlah kuasa Tuhan dalam kelemahanmu;
Dia akan memberi kuasa dan rahmat-Nya. —Sper

Kekuatan kita tidaklah sebanding dengan penyerahan diri kita kepada kuasa Allah.

Lepaskan Rantai Pengamannya

Jumat, 13 Januari 2012

Baca: Yohanes 14:15-24

Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. —Yohanes 14:15

Yesus menyatakan dengan gamblang kepada murid-murid-Nya bahwa Dialah “jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6). Dia adalah satu-satunya jalan kepada Bapa. Kepercayaan dan komitmen kita kepada-Nya menghasilkan kasih dan ketaatan—dan membawa kita menuju rumah kekal di surga.

Christina, seorang mahasiswi seminari di Minsk, Belarus, menuliskan kesaksian ini: “Yesus mati bagi semua orang, bahkan bagi pendosa yang tidak punya harapan sekalipun. Tuhan akan menerima penjahat paling keji yang datang kepada-Nya dengan iman.”

“Begitu lama Yesus terus mengetuk pintu hati saya. Sebenarnya, pintu hati saya telah terbuka. Saya telah menjadi orang percaya. Namun, rantai pengaman di pintu hati saya masih terpasang di tempatnya. Saya belum mau menyerahkan hidup saya sepenuhnya kepada-Nya.”

Christina tahu bahwa hal itu tidak benar, dan merasa bahwa Allah mendorongnya untuk melakukan perubahan. “Saya bersujud di hadapan-Nya dan membuka pintu hati saya selebar mungkin.” Ia pun melepaskan rantai pengaman di pintu hatinya.

Para pengikut Yesus yang setia akan melakukan apa yang diperintahkan-Nya—tidak lagi memasang rantai pengaman atau mundur teratur. Tidak ada lagi bagian hidup yang kita simpan untuk diri sendiri. Tidak ada lagi dosa yang disembunyikan.

Jika Anda, seperti Christina, terus-menerus enggan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sekaranglah waktunya untuk melepaskan rantai pengaman di pintu hati Anda. Singkirkan segala keraguan Anda. Buka lebar-lebar pintu kehidupan Anda, dan alamilah sukacita yang datang dari ketaatan sebagai pengikut Kristus. —DCE

Aku semakin berkurang, Yesus semakin bertambah,
Semakin hari semakin serupa dengan-Mu;
Hidup dengan berserah sepenuhnya
Kepada Tuhanku yang menebusku. —Wonder

Tidak ada hidup yang lebih aman daripada hidup yang berserah sepenuhnya kepada Allah.

Pizza Gratis!

Selasa, 13 Desember 2011

Baca: Yohanes 6:25-41

Akulah roti yang telah turun dari sorga. —Yohanes 6:41

Jika Anda pernah jadi mahasiswa, Anda tahu bahwa kantong mahasiswa itu terbatas. Karena itu, kapan pun dan di mana pun ada tawaran makanan gratis, para mahasiswa pun akan berdatangan. Jika suatu perusahaan ingin merekrut karyawan baru, perusahaan tersebut akan menarik para mahasiswa di kampus untuk datang mendengarkan presentasi mereka dengan cara menawarkan pizza gratis. Ada saja mahasiswa yang menghadiri presentasi demi presentasi, hanya untuk mendapatkan pizza gratis tersebut. Pada saat itu, makanan tampaknya jauh lebih penting daripada pekerjaan untuk masa depan mereka.

Yesus telah memberi makan 5000 orang dan keesokan harinya banyak orang mencari- Nya (Yoh. 6:10-11,24-25). Dia menantang mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang” (ay.26). Tampaknya bagi sebagian dari mereka, makanan lebih penting daripada hidup kekal yang ditawarkan Yesus melalui diri-Nya. Dia menyatakan kepada mereka bahwa Dia adalah “roti dari Allah, yaitu roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia’’ (ay.33). Ada dari mereka yang tidak percaya kepada-Nya, tidak mau menerima ajaran-Nya, dan “tidak lagi mengikut Dia” (ay.66). Mereka menginginkan makanan, tetapi tidak menginginkan Yesus dan tidak mau memenuhi syarat yang diminta dari mereka untuk mengikut-Nya.

Hari ini, Yesus memanggil kita untuk datang kepada-Nya—bukan demi berkat-berkat yang kita terima dari tangan-Nya, tetapi untuk menerima kehidupan kekal yang ditawarkan-Nya dan untuk mengikut Dia, sang “roti dari Allah”. —AMC

Menguji motivasi kita
Dalam mengikut Tuhan
Akan menunjukkan apakah kita sungguh
Percaya pada firman-Nya. —Sper

Hanya Kristus, sang Roti Hidup, yang dapat memuaskan kelaparan rohani kita.