Posts

Benang Merah Hidup

Oleh Vina Agustina Gultom, Bekasi

Aku yang duduk di bangku kelas 4 SD 14 tahun silam, pernah bercita-cita untuk membuat sebuah novel ciptaanku sendiri. Saking besarnya cita-citaku tersebut, aku pun langsung menyicilnya perlahan. Menulis setiap apa yang aku rasakan tiap harinya. Namun, lambat laun semangat menulisku menurun akibat banyaknya tugas dari sekolahku. Sampai akhirnya aku kuliah, semangat untuk melanjutkan tulisanku itu pun tak muncul lagi.

Di saat aku kuliah, sahabatku membujukku bahkan menantangku untuk mulai membaca buku rohani yang halamannya sekitar 30 lembar. Itu karena salah satu proyek ketaatan kami dalam kelompok kecil. Aku teringat dan berbicara di dalam hatiku: “Semangat masa kecilku untuk menulis saja tidak pernah kunjung, ini lagi disuruh membaca yang notabene aku tak pernah suka membaca selain membaca buku pelajaran”. Bagiku membaca di luar buku pelajaran hanya membuang-buang waktu saja, apalagi buku rohani. Mendengar khotbah tiap hari Minggu sudah cukup. Tapi, karena itu adalah proyek ketaatan aku pun mencoba menerima tantangan tersebut.

Tepat satu minggu setelahnya, akhirnya aku pun bisa menyelesaikan tantangan tersebut. Ya seperti yang kubayangkan, sahabatku itu pun kembali memberiku buku yang lain dengan halaman yang lebih banyak. Aku lagi-lagi bisa menyelesaikannya dengan baik karena aku adalah salah satu wanita perfeksionis yang tidak bisa melewatkan satu pun tanggung jawab sekecil apapun itu.

Di dalam proses aku menyelesaikan tantangan itu, lambat laun aku malah menyukainya. Dalam proses tersebut, aku teringat bahwa dulu aku punya bakat dalam menulis. Lalu, tanpaku sadari, Tuhan meneguhkanku lewat KTBku. Saat itu kami menikmati “Alone with God” di taman Monas. Pemimpin kelompokku menyuruh kami adik kelompoknya untuk mengingat-ingat benang merah hidup kami sejak dahulu kala, dan membuat sebuah komitmen apa yang harus kami lakukan berdasarkan benang merah hidup kami tersebut. Aku pun termenung dan berkata dalam hati “Iya ya Tuhan, dulu Tuhan beri aku semangat menulis, akhir-akhir ini Tuhan memberi kesempatan kepadaku untuk suka membaca, apakah Tuhan berkehendak untuk aku bisa kembali menulis dan menjadi berkat lewat tulisanku dengan beberapa referensi buku rohani yang sudah dan yang akan ku baca?”. Itulah pertanyaan dalam doaku kepada Tuhan dan itu jugalah yang menjadi bagian komitmen untukku kerjakan kedepan.

Namun lagi-lagi tanpa bisa dihindari, tuntutan kuliah selalu saja menjadi penghalangku untuk bisa menulis, walau proses membaca buku rohaniku tetap terus berjalan. Sampai akhirnya aku melanjutkan studiku dan tertekan dengan yang namanya tesis. Maju tak mampu, mundur pun segan, di situlah akhirnya tekadku membara kembali untuk mewujudkan komitmenku dalam membuat sebuah tulisan.

Di sini aku belajar bahwasanya merenungkan benang merah hidup kita itu penting, sekalipun awalnya ada bagian di mana salah satu benang merah hidup kita tersebut merupakan hal yang tidak kita sukai atau bahkan hal yang kita anggap tidak penting. Namun, ketahuilah ini bisa saja dipakai Tuhan menjadi sebuah karya yang indah bagi kemuliaan-Nya, seperti kata firman Tuhan di Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Ambillah waktu sejenak untuk mengilas balik dan menggali apa talenta kita dari benang merah hidup kita, sehingga pada akhirnya kita bisa sama-sama mengembangkan talenta kita yang terpendam tersebut. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk semakin peka.

Baca Juga:

Segala Sesuatu Ada Masanya, Gagal Hari Ini Bukan Berarti Gagal Seterusnya

Dua kali aku gagal untuk menempuh pendidikan di institusi negeri, dua kali pula aku merasa ingin menyerah. Namun, kegagalan itu kemudian menunjukkanku karya Tuhan yang luar biasa.