Posts

GitaKaMu: Hadiah Paling Berharga

loop-919837_1920
Lagu ini lahir dari perenunganku pribadi. Setiap Natal tiba, aku sering sekali sibuk dengan berbagai kegiatan (mengisi acara di gereja, mengatur jadwal kumpul & tukar kado dengan sahabat, liburan bersama keluarga, dsb). Dalam semua kesibukan itu, makna Natal yang sesungguhnya kerap jadi terabaikan. Ada kesenangan sesaat, tetapi sebenarnya jauh di lubuk hati, aku tidak benar-benar merenungkan dan merasakan Natal yang sesungguhnya.

Sejak awal November, aku mulai banyak berdoa dan meminta Tuhan menyingkapkan arti Natal sesungguhnya. Aku rindu agar tahun ini aku bisa lebih memahami arti Natal yang sejati. Aku ingin lebih menghayati mengapa setiap tahun aku merayakan Natal. Inilah hasil perenunganku yang dituangkan lewat lagu.

Selamat Natal, kawan! Semoga kita semua bisa kembali memaknai Natal sebagaimana yang seharusnya. Tuhan Yesus memberkati! =)

 

Hadiah Paling Berharga
Kezia Christianty

Ketika dunia dalam gelap
Bapa di Surga pun berduka
Ketika dunia menuju maut kekal
Bapa di Surga pun rindu menyelamatkan
Karena itu lahirlah Yesus ke dunia

Kelahiran-Mu, Yesus,
menerangi dunia
Kelahiran-Mu, Yesus,
memberi harapan baru
Kelahiran-Mu, Yesus,
menyelamatkan hidupku

Yesus
KAU-lah hadiah paling berharga
di dalam hidupku

Ada Apa Dengan Natal?

Penulis: Jeffrey Siauw

ada-apa-dng-natal

Setiap kali melihat iklan baju, kosmetik, atau elektronik, yang menggunakan momen Natal sebagai sarana promosinya, saya merasa sangat terganggu. Demikian pula setiap kali saya mendengar “lagu-lagu Natal” yang diputar di pusat-pusat perbelanjaan, seperti White Christmas, Last Christmas I Give You My Heart, I Saw Mommy Kissing Santa Claus, Santa Claus is Coming to Town, dan sebagainya. Saya bertanya-tanya, ada apa dengan Natal? Mengapa Natal menjadi sangat sekular? Kapan Natal kembali dirayakan sebagai pernyataan kasih Allah yang dahsyat dan menakjubkan?

Tradisi populer yang mengelilingi Natal membuat banyak orang dibelokkan dari arti Natal yang sesungguhnya. Natal kita kaitkan dengan perasaan hangat, suasana kumpul keluarga yang menyenangkan, pesta makan, lagu-lagu romantis, diskon di pusat-pusat perbelanjaan, dan seterusnya. Coba saja masukkan kata “Natal” atau “Christmas” di Google Image. Gambar yang muncul kebanyakan menunjukkan pohon Natal yang indah, rumah yang hangat di tengah salju, Sinterklas, boneka salju, dan berbagai elemen dekorasi yang manis. Natal menjadi sesuatu yang “jinak”, sangat menarik untuk dirayakan siapa saja. Bahkan negara yang jelas menolak kekristenan pun, ikut merayakan Natal! Kita tahu motivasinya: ekonomi! Tidak ada Natal di sana, yang ada hanya tiruan Natal yang menyesatkan.

Banyak orang berpendapat bahwa kondisi ini memberi “keuntungan”. Natal yang “jinak” membuat semua orang tidak keberatan merayakan Natal, dan ini dapat menjadi kesempatan kita untuk menceritakan kisah Natal yang sesungguhnya. Saya setuju. Namun, saya pikir kurang tepat bila kita melihatnya sebagai “keuntungan” lalu menganggap bercampurnya tradisi populer dengan perayaan Natal adalah hal yang baik-baik saja. Bila orang masih bisa menemukan arti Natal sejati di tengah semua tipuan dunia, saya pikir itu adalah kasih karunia Allah semata. Setan berusaha mengacaukan Natal, namun Allah berkuasa memakai semua kekacauan itu untuk mendatangkan kebaikan.

Bayangkanlah apa yang sesungguhnya terjadi pada saat Natal. Setelah ribuan tahun generasi demi generasi manusia terus melakukan dosa, sakit hati Allah akan dibalaskan, murka-Nya akan ditumpahkan! Pada saat yang sama, janji Allah yang penuh kasih akan digenapi oleh Anak-Nya dengan cara yang tidak pernah terbayangkan. Seluruh malaikat terbelalak tidak mengerti, setan gemetar dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Allah. Hari itu… Anak Allah.. menjadi manusia! Dalam kelemahan seorang bayi, kerentanan seorang manusia, kerendahan seorang bocah tukang kayu, Dia lalu mulai menghajar, memporak-porandakan, dan menghancurkan kuasa setan. Natal sama sekali tidak jinak! Natal yang sejati sangatlah dahsyat dan menggemparkan! Rencana Agung Allah untuk membawa bangsa-bangsa kembali menyembah-Nya mulai disingkapkan. Sang Juruselamat lahir dari rahim seorang perawan. Para gembala melihat bala tentara sorga. Bintang membawa berita kedatangan Sang Raja Semesta ke pelosok dunia. Tidak ada yang dapat menghalanginya.

Setan gagal mencegah Natal, maka ia berusaha “menjinakkan” kedahsyatan Natal menjadi momen untuk bersenang-senang saja. Ia berusaha membelokkan manusia supaya jangan pernah sampai kepada arti Natal. Dan tampaknya ia sukses dengan usaha itu, sampai-sampai banyak orang Kristen pun ikut dibelokkan. Kita yang seharusnya menyatakan kedahsyatan kuasa dan kasih Allah kepada dunia justru ikut terbuai dengan semarak suasana yang ia tawarkan.

Benar bahwa Allah tetap bekerja di tengah kekacauan makna yang ada. Dia berkuasa mendatangkan kebaikan dalam segala sesuatu. Namun, betapa menyedihkan bila kita kehilangan kesempatan untuk menjadi bagian dari rencana Allah yang agung karena terlena dengan tradisi populer yang ada.

Menyongsong Natal tahun ini, mari mengingat kembali betapa dahsyatnya kasih dan kuasa Allah yang memungkinkan kita bisa disebut sebagai “anak-anak Allah” (Yohanes 1:11-12). Mari memikirkan dengan serius bagaimana perayaan Natal kita dapat menunjukkan kedahsyatan Natal yang sejati dan mengarahkan orang berjumpa dengan Sang Juruselamat.

Selamat Natal!

Apakah Kamu Merasa Gelas Merah Starbucks Merendahkan Natal?

Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Are You Seeing Red Over Starbucks’ Latest Cup?
Sumber Foto: The Christian Post/Napp Nazworth

gelas-merah-starbucks

Setidaknya ada satu orang yang merasa demikian. Dan ia mengungkapkan ketidaksenangannya dalam sebuah video yang diunggah di halaman Facebook pada tanggal 5 November. Video tersebut menyebar luas dengan sangat cepat.

Dalam video berdurasi satu menit lebih yang ditonton lebih dari 15 juta kali itu, Joshua Feuerstein, seorang Amerika yang menyebut dirinya sendiri sebagai seorang “evangelist” [penginjil], dengan berapi-api bicara tentang gelas musiman Starbucks yang belum lama ini keluar. Menurutnya, gelas berwarna merah polos itu merupakan sebuah usaha untuk “menyingkirkan Kristus dan Natal dari gelas terbaru mereka”.

Ya, kamu tidak salah baca. Menurutnya, gelas berwarna merah polos yang dikeluarkan Starbucks itu merupakan sebuah serangan terhadap Kristus, orang Kristen, dan perayaan Natal. Tidak peduli bahwa pihak Starbucks sudah memberi keterangan bahwa desain gelas mereka tahun ini sengaja dibuat polos sebagai “ruang bagi setiap pelanggan untuk membuat cerita mereka sendiri”. Tidak peduli bahwa sebenarnya desain-desain gelas Starbucks di musim Natal sebelumnya juga tidak ada kaitannya dengan kelahiran Kristus (hanya menampilkan ornamen kertas kado, boneka salju, Santa, dan ranting tanaman holly). Tidak peduli bahwa yang dipermasalahkan hanyalah sebuah gelas belaka. Feuerstein tidak peduli dengan semua itu.

Tampaknya bagi Feuerstein semua itu tidak penting karena menurutnya orang-orang Kristen memiliki hak sekaligus kewajiban untuk meninggikan Kristus kapan pun dan dalam cara apa pun. Pendapat yang sepertinya benar … tetapi coba pikirkan beberapa pertanyaan berikut:

1. Mengapa kita harus berharap bahwa sebuah perusahaan yang tidak pernah merayakan kelahiran Kristus akan menampilkan simbol-simbol kelahiran-Nya?

2. Apakah usaha “memaksa” Starbucks menunjukkan peristiwa Natal dan pribadi Yesus dalam gelasnya akan membawa orang lebih mengenal dan menghargai Yesus Kristus?

3. Tidakkah kehebohan hanya karena sebuah gelas berwarna merah polos justru bisa menyebabkan orang menganggap remeh ajaran Kristen dan menjauh dari Yesus?

Sebagai umat Kristen, kita tahu bahwa makna sejati perayaan Natal terletak pada pribadi Yesus Kristus, yang telah datang ke dalam dunia untuk tinggal di antara manusia, dan pada akhirnya mati di atas salib agar kita dapat diselamatkan dari dosa-dosa kita. Namun, kita tidak akan dapat memberitakan kebenaran ini hanya dengan memaksa orang lain atau perusahaan-perusahaan seperti Starbucks untuk menampilkan apa yang kita yakini. Kita perlu lebih peduli tentang bagaimana mengarahkan orang mengenal Kristus daripada meributkan soal ornamen perayaan.

Dan, cara terbaik merayakan Natal bukanlah dengan menampilkan berbagai simbol untuk dilihat orang, tetapi dengan hidup bagi Yesus dan membagikan kasih-Nya setiap hari. Dengan begitu, kita dapat menginspirasi dan membawa orang lain menjalani hidup yang sama.

Daripada meributkan tentang gelas merah Starbucks, kita bisa melakukan sesuatu yang positif dengan sebuah gelas. Menjelang perayaan Natal tahun ini, ayo luangkan waktu untuk mengajak seorang teman menikmati kopi atau minuman lain (dalam gelas warna apa pun), dan ceritakanlah kepadanya tentang kasih Kristus yang telah mengubah hidupmu.