Posts

Siapa Bosnya?

Minggu, 8 Februari 2015

Siapa Bosnya?

Baca: Roma 6:1-14

6:1 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?

6:2 Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?

6:3 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?

6:4 Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.

6:5 Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.

6:6 Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

6:7 Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.

6:8 Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.

6:9 Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia.

6:10 Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.

6:11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.

6:12 Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

6:13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

6:14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.

Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. —Roma 6:14

Siapa Bosnya?

Ketika dua cucu kami sedang dalam penjagaan istri saya, keduanya mulai bertengkar memperebutkan sebuah mainan. Tiba-tiba, sang adik (yang lebih muda 3 tahun), dengan lantang memerintah kakaknya, “Cameron, pergi ke kamarmu!” Mendengarkan hardikan tersebut, dengan bahu terkulai dan sikap gontai, sang kakak mulai berjalan ke arah kamarnya. Namun kemudian, istri saya berkata, “Cameron, kamu tidak harus pergi ke kamarmu. Nathan bukan bosmu!” Menyadari hal itu, sikap Cameron pun berubah, dan dengan tersenyum, ia kembali duduk untuk bermain dengan adiknya.

Sebagai pengikut Kristus, hidup kita dapat saja dicengkeram oleh otoritas palsu berupa kenyataan dari keterpurukan dan kecenderungan diri kita untuk berdosa, sama seperti sikap adik terhadap kakaknya tadi. Dosa yang berkecamuk itu mengancam untuk mendominasi hati dan pikiran kita, sehingga sirnalah sukacita dari hubungan kita dengan Sang Juruselamat.

Namun melalui kematian dan kebangkitan Kristus, semua itu hanyalah ancaman kosong. Dosa tidak lagi mempunyai otoritas atas kita. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Rm. 6:14).

Meski keterpurukan kita itu sangat nyata, kasih karunia Kristus memampukan kita untuk menjalani sebuah hidup yang menyenangkan Allah dan yang menunjukkan pada dunia kuasa-Nya yang sanggup mengubahkan jiwa. Dosa tidak lagi menjadi bos kita. Kita sekarang hidup dalam kasih karunia dan hadirat Yesus. Kuasa Kristus dalam hidup kita telah membebaskan kita dari belenggu dosa. —WEC

Terima kasih atas kasih karunia-Mu, Tuhan, yang telah menyucikan
batin kami. Kasih karunia-Mu lebih besar dari semua dosa kami.
Kami sadar kami tak dapat hidup tanpa kasih karunia-Mu.
Dan kami bersyukur tak perlu khawatir kehilangan kasih karunia-Mu.

Allah mencari kita yang gelisah, menerima kita yang berdosa, menjaga kita yang terpuruk. —Scotty Smith

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 4-5; Matius 24:29-51

Photo credit: Emily Rachel Hildebrand / Foter / CC BY

Kesalahan Yang Diubah Menjadi Indah

Selasa, 6 Januari 2015

Kesalahan Yang Diubah Menjadi Indah

Baca: Lukas 22:39-51

22:39 Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia.

22:40 Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: "Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."

22:41 Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya:

22:42 "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."

22:43 Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.

22:44 Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.

22:45 Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita.

22:46 Kata-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."

22:47 Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang murid-Nya yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di depan mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya.

22:48 Maka kata Yesus kepadanya: "Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?"

22:49 Ketika mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi, berkatalah mereka: "Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?"

22:50 Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya.

22:51 Tetapi Yesus berkata: "Sudahlah itu." Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya.

Lalu [Yesus] menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya. —Lukas 22:51

Kesalahan Yang Diubah Menjadi Indah

Di awal kariernya, pemain jazz Herbie Hancock diundang untuk bermain dalam kuintet pimpinan Miles Davis, seorang pemusik legendaris. Dalam suatu wawancara, Hancock mengakui bahwa ia memang merasa gugup, tetapi ia juga menikmati pengalaman yang luar biasa karena Davis sangat mendukungnya. Dalam satu penampilan, ketika Davis hampir tiba di bagian puncak solonya, Hancock memainkan paduan nada yang salah. Ia merasa sangat malu, tetapi Davis tidak berhenti, seolah tidak terjadi apa-apa. “Davis memainkan sejumlah nada yang membuat nada saya terdengar benar,” kata Hancock.

Sungguh sebuah teladan kepemimpinan yang indah! Davis tidak memarahi Hancock atau mempermalukannya. Ia tidak menyalahkan Hancock karena telah merusak penampilannya. Ia hanya menyesuaikan permainannya dan mengubah kesalahan yang hampir fatal itu menjadi sesuatu yang indah.

Apa yang dilakukan Davis untuk Hancock, itulah juga yang dilakukan Yesus untuk Petrus. Ketika Petrus memotong telinga salah seorang anggota dari rombongan yang datang untuk menangkap Yesus, Yesus menempelkan kembali telinga itu (Luk. 22:51). Yesus hendak menunjukkan bahwa kerajaan-Nya hadir untuk menyembuhkan, bukan untuk melukai. Berulang kali, Yesus memakai kesalahan murid-murid-Nya guna menunjukkan jalan lain yang lebih baik.

Apa yang Yesus lakukan untuk murid-murid-Nya, itu juga yang dilakukan-Nya untuk kita. Dan apa yang dilakukan-Nya untuk kita, dapat juga kita lakukan untuk orang lain. Daripada membesar-besarkan setiap kesalahan, kita bisa mengubah kesalahan itu menjadi tindakan pengampunan, penyembuhan, dan penebusan yang indah. —JAL

Tuhan, Engkau mengerti bahwa kami begitu mudah melakukan
kesalahan yang bodoh dan egois. Ampuni dan pulihkan kami. Demi
nama-Mu, biarlah Engkau rela memakai bagian-bagian yang
terburuk dari hidup kami untuk membawa kemuliaan bagi-Mu.

Yesus rindu mengubah kesalahan kita menjadi bukti yang luar biasa dari anugerah-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 16-17, Matius 5:27-48

Photo credit: Gabba Gabba Hey! / Foter / CC BY-NC-SA

Ajaib Benar Anugerah-Nya

Senin, 29 September 2014

Ajaib Benar Anugerah-Nya

Baca: Efesus 2:1-10

2:1 Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.

2:2 Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.

2:3 Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.

2:4 Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita,

2:5 telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita–oleh kasih karunia kamu diselamatkan–

2:6 dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga,

2:7 supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.

2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,

2:9 itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

2:10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman. —Efesus 2:8

Ajaib Benar Anugerah-Nya

Setelah menjalani wajib militer di Angkatan Laut Kerajaan Inggris, John Newton akhirnya didepak karena sikapnya yang membangkang dan ia pun beralih profesi menjadi pedagang budak. Newton bekerja di atas sebuah kapal pengangkut budak yang melayani perdagangan budak lintas Atlantik. Sekalipun dikenal sebagai orang yang punya tabiat kasar, Newton akhirnya berhasil mendapatkan posisi sebagai kapten.

Suatu peristiwa pertobatan yang dramatis di lautan bebas telah membawa Newton mengalami anugerah Allah. Ia selalu merasa tidak layak atas hidup baru yang diterimanya. Ia pun menjadi seorang penginjil yang berapi-api dan akhirnya memimpin gerakan untuk menghapuskan perbudakan. Newton berbicara di hadapan Parlemen, dan ia memberikan kesaksian yang dahsyat dari pengalamannya sendiri tentang betapa amoral dan kejamnya perdagangan budak pada masa itu. Kita juga mengenal Newton sebagai penulis lirik himne yang mungkin paling dikenal sepanjang masa, “Amazing Grace” (Ajaib Benar Anugerah).

Newton menyatakan bahwa kebaikan apa pun yang ada dalam dirinya merupakan karya dari anugerah Allah. Dengan demikian, ia berdiri sejajar dengan para pahlawan iman yang agung berikut ini—seorang pembunuh dan pezina (Raja Daud), seorang pengecut (Rasul Petrus), dan seorang penganiaya umat Kristen (Rasul Paulus).

Anugerah yang sama juga tersedia bagi setiap orang yang berseru kepada Allah, sebab “di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef. 1:7). —PDY

Ajaib benar anugerah
Pembaru hidupku!
‘Kuhilang, buta, bercela;
Oleh-Nya kusembuh. —Newton
(Kidung Jemaat, No. 40)

Hidup yang berakar pada anugerah Allah yang abadi takkan pernah tumbang.

Yang Perlu Kita Sadari

Senin, 4 Agustus 2014

Yang Perlu Kita Sadari

Baca: Roma 7:18-25

7:18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.

7:19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.

7:20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.

7:21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.

7:22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah,

7:23 tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.

7:24 Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?

7:25 Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. —Roma 7:18

Yang Perlu Kita Sadari

Di sela-sela pujian “Just As I Am” (Sebagaimana Diriku) yang dibawakan oleh Fernando Ortega, samar-samar terdengar suara Billy Graham pada latar belakangnya. Dr. Graham sedang mengingat kembali suatu masa ketika ia pernah menderita sebuah penyakit yang membuatnya berpikir bahwa dirinya sedang sekarat. Ketika merenungkan masa lalunya, Graham menyadari bahwa dirinya adalah seorang pendosa besar dan betapa ia selalu membutuhkan pengampunan dari Allah setiap harinya.

Billy Graham mematahkan anggapan bahwa di luar Allah, kita ini baik adanya. Kita dapat dipenuhi rasa percaya diri, akan tetapi keyakinan tersebut haruslah datang dari kesadaran bahwa kita adalah anak-anak Allah yang begitu dikasihi-Nya (Yoh. 3:16), bukan karena kita adalah manusia yang baik adanya (Rm. 7:18).

Langkah pertama untuk menjadi seorang pengikut Kristus yang benar-benar “baik” adalah dengan berhenti berpura-pura bahwa kita ini baik dengan sendirinya, dan meminta Allah untuk menjadikan kita sesuai dengan apa yang baik di mata-Nya. Kita akan gagal berkali-kali, tetapi Dia akan terus memberi kita pertumbuhan dan perubahan. Allah itu setia dan—menurut waktu-Nya dan oleh cara-Nya—Dia akan melakukannya.

Menjelang akhir hidupnya, John Newton, penulis pujian “Amazing Grace”, menderita demensia dan meratapi ingatannya yang sedang meredup. Walaupun demikian ia yakin, “Aku hanya mengingat dua hal: aku ini pendosa besar, dan Yesuslah Juruselamat yang agung.” Dalam iman, hanya dua hal itulah yang perlu disadari setiap orang. —DHR

Kudapat janji yang teguh,
Kuharap sabda-Nya;
Dan Tuhanlah perisaiku
Tetap selamanya. —Newton
(Kidung Jemaat, No. 40)

Menerima karunia Allah berarti mengalami damai Allah.

Graceland

Sabtu, 2 Agustus 2014

Graceland

Baca: Roma 5:15-21

5:15 Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.

5:16 Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.

5:17 Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.

5:18 Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup.

5:19 Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.

5:20 Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,

5:21 supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

Jauh lebih besar lagi karunia Allah . . . yang dilimpahkan-Nya atas semua orang. —Roma 5:15

Graceland

The Graceland Mansion di Memphis, Tennessee, adalah salah satu rumah yang paling sering dikunjungi orang di Amerika Serikat. Rumah megah itu dibangun pada tahun 1930-an dan dinamai Grace, sesuai dengan nama bibi dari pemilik aslinya. Di kemudian hari rumah tersebut menjadi terkenal sebagai kediaman Elvis Presley.

Saya menyukai nama Graceland (tanah kasih karunia) karena itu menggambarkan suatu wilayah yang menakjubkan, di mana Allah telah menempatkan saya ketika Dia mengampuni dosa saya dan menjadikan saya sebagai milik-Nya. Allah membawa saya keluar dari kegelapan dan menempatkan saya dalam “graceland” milik-Nya.

Rasul Paulus berkata, “Jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus” (Rm. 5:15). Saya akan selamanya bersyukur karena saya termasuk dalam “semua orang” dan karena kasih Allah telah memindahkan saya ke dalam wilayah kasih karunia-Nya yang begitu menakjubkan, tak terbatas, dan tiada taranya itu!

Bayangkanlah berkat yang kita terima dengan berada dalam “graceland” milik Allah. Itulah tempat di mana Allah membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam hadirat-Nya dan di sanalah kasih karunia yang sama terus mengalir dengan limpahnya ke dalam hidup kita hari demi hari. Paulus mengatakan kepada kita bahwa dalam keputusasaan pun, Allah melimpahi kita dengan kecukupan kasih karunia yang cukup untuk menolong kita melaluinya (lihat 2Kor. 12:9).

Apa pun yang terjadi di dalam hidup ini, tiada yang dapat memindahkan kita dari lingkup kasih karunia Allah. —JMS

Ya Tuhan, atas berkat kasih karunia-Mu,
aku selamanya bersyukur! Ajarlah aku menerima
karunia-Mu dan hidup oleh kuasanya. Tolonglah aku
untuk menceritakan kisah-Mu kepada sesama.

Ingatlah keadaanmu sekarang dan bersukacitalah dalam kasih karunia Allah.

Tanpa Belas Kasih

Minggu, 13 Juli 2014

Tanpa Belas Kasih

Baca: 1 Petrus 4:1-11

4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, –karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa–,

4:2 supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.

4:3 Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.

4:4 Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu.

4:5 Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

4:6 Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.

4:7 Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.

4:8 Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.

4:9 Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut.

4:10 Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.

4:11 Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran. —Amsal 19:11

Tanpa Belas Kasih

Saya menjuluki mobil keluarga kami dengan sebutan “Tanpa Belas Kasih”. Biasanya mobil saya berulah pada Minggu pagi. Saya sudah memasukkan ke dalam mobil berbagai barang untuk keperluan ibadah di gereja, lalu duduk, menutup pintunya, dan Jay mulai memundurkan mobil dari garasi. Ketika saya belum duduk dengan nyaman, peringatan untuk memakai sabuk pengaman sudah mulai berbunyi. “Tolonglah,” ujar saya pada alat itu, “beri aku semenit lagi.” Alat itu mengabaikan permohonan saya sambil terus berbunyi sampai saya mengenakan dan mengunci sabuk pengamannya.

Hal kecil yang menyebalkan seperti itu mengingatkan kita akan apa yang terjadi dengan hidup ini seandainya tidak ada lagi belas kasihan. Kita akan segera dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap kesalahan yang kita buat. Takkan ada waktu untuk menyesal atau mengubah perilaku. Tiada pengampunan. Tiada belas kasihan. Tiada pengharapan.

Kadang-kadang hidup ini terasa seperti berjalan dalam suatu dunia yang tanpa belas kasih. Ketika kekeliruan kecil dibesar-besarkan menjadi suatu kegagalan total, atau ketika orang menolak untuk mengampuni kesalahan dan pelanggaran sesamanya, kita semua akhirnya terbebani oleh perasaan bersalah yang tidak seharusnya kita tanggung. Dalam anugerah-Nya, Allah mengutus Yesus untuk menggantikan kita memikul beban itu. Barangsiapa yang menerima kasih karunia Allah telah mendapat hak istimewa untuk meneruskannya kepada orang lain dalam nama Kristus: “Yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa ” (1Ptr. 4:8). —JAL

Allah Bapa, dunia di sekitar kami sering bersikap kejam dan keras
kepada orang-orang yang gagal. Tolonglah aku untuk
menunjukkan kasih dan kesabaran, karena Engkau
telah begitu mengasihiku dan mengampuni dosaku.

Ketika kita mensyukuri kasih yang telah kita terima, dengan senang hati kita meneruskannya pada sesama.

Seputih Salju

Sabtu, 31 Mei 2014

Seputih Salju

Baca: Yesaya 1:1-4,12-18

1:1 Penglihatan yang telah dilihat Yesaya bin Amos tentang Yehuda dan Yerusalem dalam zaman Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda.

1:2 Dengarlah, hai langit, dan perhatikanlah, hai bumi, sebab TUHAN berfirman: “Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku.

1:3 Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya.”

1:4 Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk! Mereka meninggalkan TUHAN, menista Yang Mahakudus, Allah Israel, dan berpaling membelakangi Dia.

1:12 Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku?

1:13 Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan.

1:14 Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.

1:15 Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.

1:16 Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat,

1:17 belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!

1:18 Marilah, baiklah kita berperkara! –firman TUHAN–Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.

Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju. —Yesaya 1:18

Seputih Salju

Suatu hari ketika saya menjemput anak saya dari sekolah, salju pun mulai turun. Gumpalan-gumpalan seputih kapas itu turun dengan cepat dan terus-menerus. Akhirnya, kami memperlambat laju mobil dan berhenti karena terjebak kemacetan. Dari dalam mobil, kami menyaksikan ada perubahan yang terjadi. Tanah yang cokelat gelap berubah menjadi putih. Salju itu menyamarkan ketegasan garis bentuk bangunan; melapisi mobil-mobil di sekitar kami, dan juga menumpuk pada setiap pohon yang ada.

Salju yang turun itu mengingatkan kami tentang sebuah kebenaran rohani: Sebagaimana salju tadi menutupi segala sesuatu di sekitar kami, demikian juga kasih karunia Allah menutupi segala dosa kita. Namun, kasih karunia-Nya tidak hanya menutupi dosa, melainkan juga menghapus dosa. Melalui Nabi Yesaya, Allah menyerukan kepada bangsa Israel, kata-Nya, “Marilah, baiklah kita berperkara! . . . Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju” (Yes. 1:18). Ketika Allah memberikan janji itu, anak-anak-Nya sedang menghadapi masalah yang menyakitkan dengan dosa. Allah membandingkan keadaan mereka dengan keadaan tubuh yang terjangkiti “bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak.”

Seburuk apa pun dosa mereka, Allah bersedia mencurahkan kasih karunia-Nya kepada mereka. Sebagai anak-anak-Nya saat ini, kita pun mendapat kepastian yang sama. Dosa mungkin telah menodai hidup kita, tetapi ketika kita bertobat dan mengakuinya, kita memperoleh “pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia [Allah]” (Ef. 1:7). —JBS

Tuhan, berilah kami keberanian untuk mengakui,
Untuk menyingkap hati yang berdosa ini kepada-Mu;
Sebab Engkau rindu menyatakan kasih ampunan-Mu
Dan membebaskanku dari segala dosaku. —D. DeHaan

Beratnya beban dosa kita hanya dapat diimbangi oleh darah Kristus.

Lebih Dari Selayaknya

Jumat, 23 Mei 2014

Lebih Dari Selayaknya

Baca: Mazmur 103:6-18

103:6 TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas.

103:7 Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel.

103:8 TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.

103:9 Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam.

103:10 Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,

103:11 tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia;

103:12 sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.

103:13 Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.

103:14 Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.

103:15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;

103:16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.

103:17 Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,

103:18 bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya.

Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita. —Mazmur 103:10

Lebih Dari Selayaknya

Terkadang saat orang menanyakan kabar, saya akan menjawab, “Baik, lebih dari yang selayaknya saya terima.” Saya ingat seseorang yang bermaksud baik membalas saya, “Tidak, Joe, kau layak mendapatkannya,” lalu saya menjawabnya kembali, “Sebenarnya tidak.” Saya bermaksud mengatakan bahwa yang benar-benar selayaknya saya terima adalah penghukuman Allah.

Kita dengan mudah melupakan betapa berdosanya seluruh diri kita. Sikap kita yang memandang diri lebih tinggi daripada yang seharusnya dapat mengurangi kesadaran akan besarnya utang budi kita kepada Allah atas anugerah-Nya. Jika demikian, kita telah merendahkan nilai pengorbanan yang telah diberikan-Nya demi menyelamatkan kita.

Kini saatnya menyadari kembali keadaan kita! Pemazmur mengingatkan kita tentang Allah dengan menyatakan, “Tidak dilakukan- Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita” (Mzm. 103:10). Ketika mengingat siapa diri kita di hadapan Allah yang adil dan suci, maka satu-satunya hal yang layak kita terima adalah neraka. Surga sama sekali tidak mungkin kita raih—kecuali oleh anugerah pengorbanan Kristus di kayu salib. Jika Allah hanya menebus kita dan tak melakukan apa pun lagi, itupun sudah lebih dari yang selayaknya kita dapatkan. Tak heran pemazmur pun berkata, “Setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia” (ay.11).

Setelah menyadari diri kita yang sebenarnya, pantaslah kita berseru, “Sangat besar anugerah-Nya, pembaru hidupku!” Allah telah memberi kita jauh lebih banyak dari yang selayaknya kita terima. —JMS

Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau tidak menghukumku
setimpal dengan dosaku. Aku berutang budi pada-Mu untuk kasih dan
anugerah yang Engkau tunjukkan di atas salib demi keselamatan dan
pengampunanku—semua itu jauh melebihi yang layak kuperoleh!

Jika Allah hanya menebus kita dan tak melakukan apa pun lagi, itupun sudah lebih dari yang selayaknya kita dapatkan.

Orang-Orang Seperti Saya

Rabu, 7 Mei 2014

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140507-Seperti-Saya

Baca: 1 Korintus 6:9-11

6:9 Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,

6:10 pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

6:11 Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.

Beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus. —1 Korintus 6:11

Orang-Orang Seperti Saya

Beberapa tahun yang lalu dalam sebuah kebaktian, Pendeta Ray Stedman naik ke mimbar dan membacakan bagian Alkitab yang menjadi dasar khotbahnya hari itu: “Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah, dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu” (1Kor. 6:9-11).

Lalu ia memandang kepada jemaat, dan dengan senyum yang tersungging di wajahnya, ia berkata, “Saya penasaran: Berapa banyak di antara Anda yang memiliki salah satu atau lebih dari dosa itu dalam hidup Anda di masa lalu? Jikalau ada, bolehkah Anda berdiri?”

Ada seorang pemuda yang sama sekali belum pernah beribadah di gereja. Beberapa waktu sebelumnya ia telah bertobat dalam kebaktian kebangunan rohani yang dilayani oleh Billy Graham. Pada hari Minggu itulah, pertama kalinya ia beribadah di gereja. Ia merasa gentar dan tidak yakin pada yang akan ia alaminya. Ia mengatakan kepada saya bahwa ketika mendengar pertanyaan pendeta itu, ia menengok sekelilingnya untuk melihat apakah ada jemaat yang mau berdiri. Awalnya tidak ada seorang pun yang beranjak, tetapi sesaat kemudian banyak jemaat yang berdiri. Ia pun berpikir, “Mereka semua juga seperti saya!”

Kita semua dapat melihat diri kita masuk dalam daftar yang dibuat Paulus di 1 Korintus. Namun ketika kita mengakui dosa-dosa kita dan menerima karunia hidup kekal yang telah lunas dibayar lewat kematian Yesus, kita pun menjadi ciptaan baru yang diselamatkan karena kasih karunia (Rm. 6:23; 2Kor. 5:17). —DHR

Dijamah, ‘ku dijamah!
Meluap sukacitaku!
Tuhan Yesus menjamahku;
Diriku ciptaan baru. –Gaither
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 199)

Tiada yang kuandalkan dalam diriku, aku berpegang hanya pada salib-Mu.