Posts

Doa yang Sulit

Oleh Aryanto Wijaya, Jakarta

Kawan, sepanjang perjalananmu menjadi orang Kristen, adakah doa yang mudah kamu ucapkan tapi sulit untuk kamu lakukan?

Buatku sendiri, ada sebuah doa yang menggugah hatiku. Kata-katanya terasa lembut, merenungkannya terasa damai, tapi jika harus melakukannya rasanya suliittt.

Doa ini adalah “Doa Damai” yang diucapkan oleh Fransiskus dari Asisi, seorang saleh dari Italia yang hidup pada tahun 1181-1226. Sedikit cerita, Fransiskus dilahirkan dalam sebuah keluarga yang kaya raya. Dalam usia mudanya dia gemar berpesta, juga pergi berperang ke medan laga untuk meraih gelar kehormatan. Akan tetapi, Allah memanggil Fransiskus untuk menjadi alat-Nya. Kehidupan Fransiskus berubah total. Dia menanggalkan kekayaannya, menghidupi kehidupan yang sederhana, juga merawat penderita lepra yang kala itu dipandang rendah oleh masyarakat.

Dalam perjalanannya bersama Tuhan, Fransiskus berdoa demikian:

TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi keputusasaan, jadikanlah aku pembawa harapan
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita

Ya Tuhan Allah,
Ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur
Mengerti daripada dimengerti
Mengasihi daripada dikasihi
Sebab dengan memberi kita menerima
Dengan mengampuni kita diampuni
Dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam hidup kekal

Amin

Berkali-kali aku membaca tiap-tiap kata dalam doa itu dan memikirkan bagaimana aplikasinya dalam kehidupanku. Sungguhkah aku mau menjadi pembawa damai? Sungguhkah aku berkenan menjadi seorang yang mau dipakai Allah dan kehilangan kenyamanan diri sendiri? Aku menghela nafas panjang.

Dalam kenyataannya, sepertinya aku masih jauh dari kategori pembawa damai tersebut. Ketika ada kebencian, bukannya menghadirkan cinta kasih, kadang aku malah membiarkan diriku diselimuti dendam. Ketika ada perselisihan, bukannya menghadirkan kerukunan, kadang aku malah membiarkan diriku dihinggapi amarah. Ketika ada keputusasaan, bukannya menghadirkan harapan, kadang aku malah meliputi diriku dalam kepahitan.

Rasa-rasanya aku tidak mampu mengaplikasikan apa yang kudoakan itu, standarnya terlalu tinggi. Namun, aku tahu kalau doa ini bukanlah sekadar bunga kata yang diuntai rapi. Bukan pula sebuah puisi yang mendayu-dayu. Doa ini adalah ungkapan komitmen penyerahan diri untuk dibentuk sepenuhnya oleh Allah dengan meneladani pelayanan yang sudah Kristus lakukan kepadaku.

Aku tahu bahwa dalam perjalanannya, menjadi seorang pembawa damai itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada kenyamanan diri yang harus ditanggalkan. Ada luka yang mungkin menyayat hati. Dan, mungkin juga ada air mata yang harus menetes.

Tapi…

Aku juga tahu bahwa di balik segala kesulitan itu, ada kebahagiaan kekal yang menantiku, sebab Yesus sendiri berkata:

“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai-Mu.

Baca Juga:

Saat Kehidupan Menjelang Kesudahannya

Nenekku terbaring sekarat unuk menghadapi masa-masa terakhir dalam hidupnya. Dia terlihat sangat kesakitan. Di balik pembawaanku yang tenang, perasaanku jadi campur aduk: bagaimana aku bisa menghiburnya di tengah situasi ini?

Komik Kamu: Berjalan Bersama-Nya

Oleh: Hasprita Restia Mangunsong

Berjalan-Bersama-Nya

Semua yang ada dalam dunia ini tidaklah bertahan selamanya.
Orang-orang yang kita kasihi, harta benda yang kita miliki, bahkan napas kehidupan kita, kelak akan pergi meninggalkan kita. Tetapi ada satu Pribadi yang gak akan pernah pergi, terus ada bersama dengan kita sampai kapan pun. Allah yang menyatakan diri dalam Pribadi Kristus.

“Tetapi semua orang yang menerima-Nya [Kristus] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”
—Yohanes 1:12

Bapa kita di surga tidak akan pernah meninggalkan kita, bahkan sekalipun bapak atau ibu kita di dunia sudah meninggalkan kita. Dia tidak pernah menghilang. Kitalah yang seringkali hilang, dan yang seringkali meninggalkan Dia.

Saatnya kita BERJALAN BERSAMANYA

Apa Arti Sebuah Nama?

Kamis, 3 April 2014

Baca: Yohanes 1:35-42

1:35 Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya.

1:36 Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah!”

1:37 Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus.

1:38 Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Kata mereka kepada-Nya: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?”

1:39 Ia berkata kepada mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Merekapun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat.

1:40 Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus.

1:41 Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).”

1:42 Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).”

Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku. —Matius 16:18

Apa Arti Sebuah Nama?

Teman saya menulis secarik surat kepada anaknya yang baru lahir dengan maksud agar surat itu dibaca sang anak setelah ia dewasa: “Putraku, Ayah dan Ibu berharap kau akan menemukan Sang Terang dan tetap berfokus kepada-Nya. Nama Mandarinmu adalah xin xuan. Xin berarti kesetiaan, kepuasan, dan integritas; xuan berarti kehangatan dan terang.” Dengan saksama, teman saya dan istrinya memilih nama itu sesuai dengan harapan mereka untuk putra mereka.

Ketika Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus/Kefas (Yoh. 1:42), nama itu tidak dipilih sembarangan. Petrus berarti “batu karang”. Namun butuh waktu bagi Petrus untuk dapat bersikap sesuai dengan nama barunya. Catatan perjalanan hidupnya memperlihatkan dirinya sebagai seorang nelayan yang dikenal gegabah dan “plin-plan”. Petrus berbantah dengan Yesus (Mat. 16:22-23), mengayunkan pedangnya untuk melukai seseorang (Yoh. 18:10-11), dan bahkan menyangkal telah mengenal Yesus (Yoh. 18:15-27). Namun dalam Kisah Para Rasul, kita membaca bahwa Allah bekerja di dalam dan melalui diri Petrus untuk membangun gereja-Nya. Petrus sungguh telah menjadi batu karang.

Jika kamu adalah seorang pengikut Yesus, seperti Petrus, kamu memiliki sebuah identitas baru. Kita membaca dalam Kisah Para Rasul 11:26, “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Nama “Kristen” berarti “milik Kristus”. Dirimu sekarang menjadi milik Kristus. Nama itu mengangkat harkatmu dan memanggilmu untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan rencana Allah. Allah itu setia, dan Dia akan meneruskan pekerjaan-Nya yang baik di dalammu sampai pada akhirnya (Flp. 1:6). —PFC

Ya Bapa, kami mengucap syukur untuk kehormatan luar biasa
sehingga kami boleh disebut anak-anak-Mu. Kiranya kami
semakin mengerti artinya dipersatukan dengan Putra-Mu,
Yesus Kristus. Bekerjalah di dalam dan melalui diri kami.

Kita memuliakan nama Allah ketika kita memanggil-Nya Bapa kita dan menjalani hidup sebagai anak-anak-Nya.