Posts

3 Hadiah yang Bisa Kuberikan kepada Allah

Oleh Cindy Wang, Australia
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 新的一年,我决定献给天父三份礼物(有声中文)

Di pagi hari menjelang Natal, aku menemukan tiga lembar kertas kuning diletakkan di pucuk sebuah pohon Natal. Setelah kulihat lebih dekat, ternyata tulisan-tulisan di atas kertas itu ditulis oleh tiga orang putriku; setiap mereka menuliskan lima hadiah Natal yang paling mereka inginkan dan kertas itu ditujukan untukku dan suamiku. (Aku menduga kalau mereka sudah menulis kertas itu di malam sebelumnya dengan harapan supaya keinginan mereka bisa terwujud di hari Natal).

Memberi dan menerima hadiah adalah hal yang wajar dilakukan pada masa Natal. Dari sekian banyak hadiah yang pernah kuterima di masa lalu, hadiah yang terbaik adalah pengorbanan yang Allah lakukan 2000 tahun yang lalu. Aku pun jadi berpikir: bukankah seharusnya aku juga memberi-Nya hadiah?

Dan inilah beberapa hadiah yang terpikir olehku.

1. Hadiah berupa puji-pujian

Suatu pagi aku berdoa kepada Allah. Aku bertanya bagaimana seharusnya aku memuji Dia, dan Allah kemudian menuntunku kepada Mazmur 100. Ayat ketiganya berkata demikian:

“Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.”

Membaca ayat ini membuatku dipenuhi sukacita dan pujian kepada-Nya. Bapa Surgawi itu luar biasa, Dia pencipta alam semesta dan aku adalah karya-Nya yang agung, anak-Nya yang berharga, domba-Nya yang dikasihi-Nya. Dia tidak pernah meninggalkan maupun mengabaikanku. Ayat kelima dari Mazmur ini mengatakan demikian:

“Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun.”

Mazmur ini menjadi kesukaanku, dan aku aku membacanya kembali setiap kali aku merasa lemah dan sedih. Kapan pun aku menghadapi tantangan atau pencobaan, aku akan selalu memuji Allah dengan lantang dengan kata-kata di dalam Mazmur ini supaya melalui puji-pujian inilah aku mendapatkan kekuatan dan perlindungan di dalam Dia.

Desember yang lalu adalah masa-masa yang cukup sulit buatku. Aku dan suamiku mengalami kegagalan. Kami menginvestasikan uang kami ke sebuah kafe, namun karena diterpa berbagai masalah dengan pemilik tempat, kafe itu pun terancam tutup. Aku ingat, setelah membuat keputusan, kami pun pulang ke rumah. Tapi, kala itu pikiranku benar-benar hampa. Aku sudah lelah karena pekerjaan ini dan pikiranku pun menjadi bingung dan kehilangan arah.

Namun, saat itu juga, aku tiba-tiba teringat akan Ayub dan apa yang dia katakan: “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN” (Ayub 1:21). Aku tidak mau menjadi putus asa karena masalah ini. Jadi, aku pun kembali merenungkan Mazmur 100 dan berkata kepada diriku sendiri bahwa aku adalah milik Allah dan aku akan menyerahkan segala perkaraku kepada-Nya.

Walaupun aku mungkin tidak akan pernah mengerti secara utuh mengapa masalah ini terjadi, tapi aku tahu bahwa ini bukanlah beban yang harus kubawa terus menerus. Yang perlu aku lakukan adalah mempercayakan segala hal kepada Allah yang baik dan setia, serta menerima damai yang hanya bisa ditemukan di dalam-Nya.

2. Hadiah berupa penghormatan

Aku ingat suatu hari di mana dua kakak perempuanku bersembunyi di dalam kamar mereka dan melakukan sesuatu. Beberapa jam kemudian, mereka keluar dari persembunyiannya dan dengan bangga menunjukkan kepadaku ‘mahakarya’ yang baru saja mereka kerjakan. Tapi, apa yang kulihat itu justru membuatku marah dan akhirnya menangis—mereka memegang sebuah blus bermerek yang mahal (pemberian dari bibi mereka), yang mereka jadikan eksperimen dengan menjahit dan mengguntingnya. Hasil akhirnya, blus itu sama sekali tidak terlihat seperti aslinya. Mereka tidak tahu harga sebenarnya dari pemberian itu sehingga mereka tidak tahu memperlakukannya. Pemberian itu telah menjadi bahan percobaan dari keingintahuan mereka. Seandainya saja mereka tahu berharganya pemberian itu, mungkin mereka akan memperlakukannya dengan lebih baik.

Peristiwa ini membuatku bertanya-tanya: Apakah kita juga bersikap seperti itu terhadap Allah? Bagaimana cara kita memperlakukan Allah dan berelasi dengan-Nya? Kita memiliki hak istimewa yang luar biasa, karena anugerah-Nya kita bisa datang kepada Allah dengan bebas, kapan pun kita mau (seperti seorang anak terhadap ayahnya). Namun, pernahkah kita memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh? Bapa Surgawi telah membayar harga yang paling mahal dengan mengutus anak-Nya yang tunggal untuk menggantikan kita di atas salib, supaya relasi kita dengan-Nya bisa dipulihkan dan supaya kita bisa menjadi anak-anak Allah.

Saat kita mengetahui nilai sebenarnya dari suatu benda, kita akan memperlakukan benda tersebut sesuai dengan harganya. Sama halnya, ketika aku dan kamu benar-benar mengerti berapa harga yang telah Allah bayarkan untuk menyelamatkan kita, maka kita dapat menghormati-Nya melalui kata-kata yang kita ucapkan, pikiran-pikiran yang timbul di dalam hati kita, dan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh tangan kita.

3. Hadiah berupa komitmen

Kadang aku merasa begitu sibuk dengan urusan keluarga dan pekerjaanku yang tiada habisnya. Hal ini membuatku bertanya-tanya, apakah aku menempatkan kepentingan duniawiku di atas kepentinan rohaniku. Aku sadar bahwa aku memerlukan sebuah perubahan dalam hidup: melangkah ke luar dari zona nyamanku, sama seperti yang Petrus lakukan ketika dia memberanikan diri untuk berjalan di atas air.

Selama beberapa waktu ini, aku sedang mempertimbangkan kesempatan untuk membantu melayani di gereja. Awalnya, aku cukup ragu, karena walau hanya dua kali seminggu tapi persyaratannya lumayan berat. Namun, baru-baru ini pendetaku memberiku masukan, dan aku rasa ada yang mendorong hatiku. Aku tahu bahwa ini adalah pekerjaan Roh Kudus yang sedang mengingatkanku dengan lembut. Jika kamu merasa tidak yakin dengan bagaimana kamu mengatur hidupmu, pandanglah pada Allah dan Dia akan menunjukkanmu jalan. Yang harus kamu lakukan hanyalah taat. Jadi, aku pun mengambil sebuah keputusan yang berani untuk terlibat dalam pelayanan di gerejaku. Tentu, bekerja di gereja bukanlah satu-satunya cara untuk melayani. Ini hanyalah caraku untuk menaati Allah dalam tahapan hidupku yang sekarang ini, dan aku cukup bersemangat dengan pilihan yang kubuat ini.

Memberi diri untuk pekerjaan Allah selalu membawa sukacita terbesar dalam hidup. Ketika kita memilih untuk berjalan seturut dengan kehendak dan rencana-Nya bagi kita, kepuasan yang akan kita terima itu tidak sebanding dengan apa pun yang ditawarkan dunia. Sembari kita berjalan bersama Tuhan di sisi kita, kita akan mengalami secara langsung petualangan yang luar biasa dengan-Nya. Siapa yang pernah berkata kalau hidup sebagai orang Kristen itu membosankan? Hidup dalam Kristus adalah hidup yang berkelimpahan!

Inilah hadiah-hadiah yang bisa aku tawarkan kepada Allah. Aku mau menikmati setiap detiknya dan menikmati sukacita kehadiran Allah, tidak peduli situasi apapun yang datang dalam hidup. Aku percaya bahwa ketika aku menawarkan tiga hadiah ini kepada Allah, Dia akan tersenyum lebar.

Hadiah apa yang ingin kamu berikan kepada Allah?

Baca Juga:

Pergumulanku untuk Memahami Jawaban “Tidak” dari Tuhan

Ketika Tuhan memberikan jawaban “tidak” atas doaku, rasanya berat bagiku untuk menerimanya. Aku merasa Tuhan itu seperti tidak peduli kepadaku dengan membiarkan hal-hal buruk terjadi menimpa hidupku.

Tidak Sempurna, tetapi Dikasihi

Kamis, 30 November 2017

Tidak Sempurna, tetapi Dikasihi

Baca: Lukas 7:36-50

7:36 Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan.

7:37 Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.

7:38 Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.

7:39 Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.”

7:40 Lalu Yesus berkata kepadanya: “Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu.” Sahut Simon: “Katakanlah, Guru.”

7:41 “Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh.

7:42 Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?”

7:43 Jawab Simon: “Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya.” Kata Yesus kepadanya: “Betul pendapatmu itu.”

7:44 Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: “Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.

7:45 Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku.

7:46 Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.

7:47 Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.”

7:48 Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: “Dosamu telah diampuni.”

7:49 Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: “Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?”

7:50 Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Tidak Sempurna, tetapi Dikasihi

Di Jepang, produk makanan disiapkan dan dikemas rapi. Tidak hanya harus memiliki rasa yang enak, makanan itu juga harus terlihat indah. Saya sering bertanya-tanya apakah saya membeli makanan atau kemasannya! Karena orang Jepang menekankan pada kualitas yang bagus, produk-produk yang cacat sedikit saja sering dibuang. Namun, beberapa tahun terakhir, produk-produk wakeari makin populer. Wakeari adalah bahasa Jepang dari “ada alasannya”. Produk-produk itu tidak dibuang, tetapi dijual dengan harga murah karena “ada alasannya”—misalnya ada retakan kecil pada keripik beras.

Seorang teman yang tinggal di Jepang mengatakan bahwa wakeari juga menjadi istilah bagi orang-orang yang terlihat tidak sempurna.

Yesus mengasihi semua orang—termasuk para wakeari yang dikucilkan masyarakat. Ketika seorang wanita yang pernah hidup dalam dosa mengetahui bahwa Yesus sedang makan di rumah seorang Farisi, ia pun pergi ke sana dan berlutut di belakang Yesus dekat kaki-Nya sambil menangis (Luk. 7:37-38). Orang Farisi menjuluki wanita itu “seorang berdosa” (ay.39), tetapi Yesus menerimanya. Dia berbicara dengan lembut kepada wanita itu dan meyakinkannya bahwa dosa-dosanya telah diampuni (ay.48).

Yesus mengasihi para wakeari, orang-orang yang tidak sempurna—termasuk kamu dan saya. Dan pernyataan kasih-Nya yang terbesar bagi kita adalah: “Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8). Sebagai penerima kasih-Nya, kiranya kita juga menjadi saluran kasih-Nya kepada orang-orang yang tidak sempurna di sekitar kita. Kita melakukannya supaya mereka juga tahu bahwa mereka boleh menerima kasih Allah meskipun mereka tidak sempurna. —Albert Lee

Tuhan, aku tahu diriku tidak sempurna. Tolonglah aku untuk tidak bersikap munafik dan berpura-pura tahu segalanya. Bukalah hatiku untuk menerima dan mengasihi orang lain sehingga mereka pun tahu Engkau peduli kepada mereka.

Kasih Allah sanggup memulihkan kembali hidup orang yang hancur.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 37-39; 2 Petrus 2

Allah Kita yang Mahakuasa

Selasa, 28 November 2017

Allah Kita yang Mahakuasa

Baca: Amos 4:12-13

4:12 “Sebab itu demikianlah akan Kulakukan kepadamu, hai Israel. —Oleh karena Aku akan melakukan yang demikian kepadamu, maka bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!”

4:13 Sebab sesungguhnya, Dia yang membentuk gunung-gunung dan menciptakan angin, yang memberitahukan kepada manusia apa yang dipikirkan-Nya, yang membuat fajar dan kegelapan dan yang berjejak di atas bukit-bukit bumi—TUHAN, Allah semesta alam, itulah nama-Nya.

Sebab sesungguhnya, Dia yang membentuk gunung-gunung dan menciptakan angin, . . . Tuhan, Allah semesta alam, itulah nama-Nya. —Amos 4:13

Allah Kita yang Mahakuasa

Suatu hari di tepi laut, saya sangat menikmati saat menonton beberapa peselancar layang berselancar di permukaan air dengan digerakkan oleh kekuatan angin. Ketika salah satu dari mereka tiba di pantai, saya bertanya kepadanya apakah melakukan selancar layang itu sesulit yang saya bayangkan. “Tidak,” katanya, “Ini justru lebih mudah daripada berselancar biasa karena kami memanfaatkan kekuatan angin untuk melaju.”

Setelah itu ketika saya menyusuri pantai, sambil memikirkan tentang kemampuan angin yang tidak hanya dapat mendorong para peselancar tetapi juga menyibakkan rambut ke wajah saya, saya berhenti sejenak untuk mengagumi Allah Sang Pencipta. Seperti yang kita baca di kitab Amos dalam Perjanjian Lama, Allah yang “membentuk gunung-gunung” dan “menciptakan angin” juga dapat “membuat fajar dan kegelapan” (ay.13).

Melalui sang nabi, Tuhan mengingatkan umat-Nya tentang kuasa-Nya sembari memanggil mereka kembali kepada-Nya. Karena mereka tidak menaati Allah, Dia berkata bahwa Dia akan menyatakan diri-Nya kepada mereka (ay.13). Meskipun yang kita lihat di sini adalah penghakiman-Nya, dari bagian lainnya di Alkitab kita mengetahui tentang kasih pengorbanan-Nya ketika Dia mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan kita (lihat Yoh. 3:16).

Kekuatan angin pada hari yang sejuk di Inggris Selatan itu mengingatkan saya pada kemahakuasaan Tuhan. Jika kamu merasakan tiupan angin hari ini, mengapa tidak berhenti sejenak dan merenungkan tentang Allah kita yang Mahakuasa? —Amy Boucher Pye

Ya Bapa, terima kasih untuk kuasa dan kasih-Mu. Tolong aku bersandar kepada-Mu hari demi hari.

Dengan kasih-Nya, Allah menciptakan dunia. Terpujilah Dia!

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 33-34; 1 Petrus 5

Kasih yang Besar

Selasa, 14 November 2017

Kasih yang Besar

Baca: 1 Yohanes 3:1-8

3:1 Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.

3:2 Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

3:3 Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.

3:4 Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.

3:5 Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.

3:6 Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.

3:7 Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar;

3:8 barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.

Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. —1 Yohanes 3:1

Kasih yang Besar

Baru-baru ini, kami menjemput Moriah, cucu perempuan kami yang berusia 22 bulan, untuk bermalam pertama kalinya tanpa kakak-kakak lelakinya. Kami mencurahkan kasih sayang dan perhatian total kepada Moriah. Kami ikut melakukan semua aktivitas yang ia sukai. Keesokan harinya, setelah mengantar Moriah pulang, kami pamit dan melangkah menuju pintu. Saat itu juga, tanpa mengucapkan apa-apa, Moriah meraih tas yang dibawanya menginap (yang masih tergeletak di dekat pintu) dan kembali mengikuti kami keluar.

Gambaran itu terpatri dalam ingatan saya: Moriah yang masih mengenakan popok dan sandal kebesaran bersiap untuk menikmati waktu bersama nenek dan kakeknya. Saya tersenyum setiap kali mengingat peristiwa itu. Moriah ingin sekali pergi bersama kami, karena ia sangat ingin dimanjakan oleh kami.

Meski Moriah belum bisa mengungkapkan perasaannya, saya yakin ia merasa dikasihi dan dihargai. Kasih yang kami tunjukkan kepada Moriah merupakan gambaran sederhana dari kasih Allah yang besar bagi kita, anak-anak-Nya. “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh. 3:1).

Ketika mempercayai Yesus sebagai Juruselamat kita, kita menjadi anak-anak Allah dan mulai memahami kebesaran kasih yang dilimpahkan-Nya atas kita dengan jalan menyerahkan nyawa Anak-Nya untuk kita (ay.16). Kita pun rindu menyenangkan-Nya lewat segala perkataan dan perbuatan kita (ay.6)—dan mengasihi-Nya dengan ingin selalu menghabiskan waktu bersama-Nya. —Alyson Kieda

Tuhan, terima kasih karena Engkau begitu mengasihi kami sehingga rela mati bagi kami dan bangkit lagi agar kami dapat hidup kekal bersama-Mu. Tolong kami menjadi teladan dari kasih-Mu kepada semua orang yang kami temui.

Sungguh dalam kasih Allah Bapa kepada kita!

Bacaan Alkitab Setahun: Ratapan 3-5; Ibrani 10:19-39

Tangan yang Menghibur

Jumat, 10 November 2017

Tangan yang Menghibur

Baca: 2 Korintus 1:3-7

1:3 Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan,

1:4 yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah.

1:5 Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah.

1:6 Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga.

1:7 Dan pengharapan kami akan kamu adalah teguh, karena kami tahu, bahwa sama seperti kamu turut mengambil bagian dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil bagian dalam penghiburan kami.

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, . . . yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami. —2 Korintus 1:3-4

Tangan yang Menghibur

Perawat itu tidak menyadari bahwa saya sedang mengalami reaksi alergi setelah siuman dari operasi jantung terbuka yang kompleks. Saya merasa begitu tidak nyaman karena adanya tabung pembantu pernapasan di tenggorokan. Tubuh saya mulai berguncang dengan kencang, sambil meregangkan tali-tali pengikat lengan yang menahan saya agar tidak tiba-tiba menarik tabung pernapasan itu. Peristiwa itu begitu menyakitkan sekaligus menakutkan. Pada saat itu, seorang asisten perawat yang berada di sebelah kanan tempat tidur saya menarik dan menggenggam tangan saya. Tindakannya yang tak terduga itu terasa begitu meneduhkan. Saya pun mulai rileks dan tubuh saya tidak lagi berguncang dengan kencang.

Karena sudah berpengalaman menghadapi hal itu dengan pasien-pasien lain, sang asisten perawat tahu bahwa genggaman tangannya sanggup menenangkan saya. Perbuatannya menjadi gambaran yang sangat jelas tentang penghiburan yang dilimpahkan Allah bagi anak-anak-Nya yang menderita.

Dalam 2 Korintus 1:3-4, Paulus menyatakan bahwa penghiburan merupakan unsur penting dari karya Allah bagi umat-Nya. Selain itu, Allah juga ingin melipatgandakan dampak dari penghiburan itu melalui umat-Nya. Kita dipanggil Allah untuk memakai pengalaman kita yang telah menerima penghiburan-Nya guna menghibur orang lain yang mengalami situasi seperti yang pernah kita alami (ay.4-7). Penghiburan seperti itu membuktikan kebesaran kasih-Nya, dan kita dapat meneruskannya kepada orang lain—terkadang cukup melalui perbuatan-perbuatan yang sederhana. —Randy Kilgore

Bapa, terima kasih untuk penghiburan yang Engkau berikan bagi kami, baik secara langsung maupun melalui tangan anak-anak-Mu. Tolong kami melihat bagaimana kami bisa meneruskan penghiburan yang sama pada sesama kami dalam nama-Mu.

Perbuatan sederhana dapat memberikan penghiburan besar.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 48-49; Ibrani 7

Kesempatan Kedua

Selasa, 7 November 2017

Kesempatan Kedua

Baca: Rut 4:13-17

4:13 Lalu Boas mengambil Rut dan perempuan itu menjadi isterinya dan dihampirinyalah dia. Maka atas karunia TUHAN perempuan itu mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki.

4:14 Sebab itu perempuan-perempuan berkata kepada Naomi: “Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus. Termasyhurlah kiranya nama anak itu di Israel.

4:15 Dan dialah yang akan menyegarkan jiwamu dan memelihara engkau pada waktu rambutmu telah putih; sebab menantumu yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki.”

4:16 Dan Naomi mengambil anak itu serta meletakkannya pada pangkuannya dan dialah yang mengasuhnya.

4:17 Dan tetangga-tetangga perempuan memberi nama kepada anak itu, katanya: “Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki”; lalu mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud.

Allah terus-menerus menyatakan kebaikan-Nya. —Rut 2:20 Alkitab FAYH (Firman Allah yang Hidup)

Kesempatan Kedua

“Mengapa kalian sangat baik walaupun kalian tidak mengenalku?” kata Linda kepada sepasang suami-istri yang telah menolongnya.

Linda sempat dijebloskan ke penjara selama enam tahun akibat sejumlah pelanggaran yang dibuatnya di luar negeri. Ketika dibebaskan, ia tidak tahu tempat yang dapat ia tuju. Ia berpikir hidupnya sudah berakhir! Sementara keluarganya mengumpulkan uang untuk membelikannya tiket pulang, pasangan suami-istri di negara asing itu menyediakan tempat tinggal, makanan, dan bantuan lain untuknya. Linda sangat tersentuh oleh kebaikan mereka sehingga ia bersedia mendengarkan kabar baik yang mereka bagikan kepadanya tentang Allah yang mengasihinya dan yang ingin memberinya kesempatan kedua.

Linda mengingatkan saya kepada Naomi, seorang janda di Alkitab yang kehilangan suami dan dua anak laki-lakinya di negeri asing. Naomi juga berpikir hidupnya sudah berakhir (Rut 1). Namun, Tuhan tidak melupakan Naomi, dan melalui kasih dari menantu perempuannya dan belas kasihan Boas, seorang laki-laki yang saleh, Naomi melihat kasih Allah dan menerima kesempatan kedua (Rut 4:13-17).

Allah yang sama juga mempedulikan kita hari ini. Melalui kasih yang ditunjukkan orang lain, kita kembali diingatkan akan kehadiran-Nya. Kita dapat melihat anugerah Allah di dalam bantuan dari seseorang yang mungkin tidak kita kenal dengan baik. Namun yang terlebih penting, Allah bersedia memberi kita awal yang baru. Sama seperti Linda dan Naomi, kita hanya perlu melihat tangan Allah yang bekerja dalam kehidupan kita sehari-hari dan menyadari bahwa Allah terus-menerus menyatakan kebaikan-Nya kepada kita. —Keila Ochoa

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau selalu memberikan kesempatan kedua bagi kami untuk dapat memulai kembali dengan awal yang baru.

Allah selalu memberi kita kesempatan kedua.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 40-42; Ibrani 4

Allah Memelihara Kita

Jumat, 27 Oktober 2017

Allah Memelihara Kita

Baca: Ulangan 24:19-22

24:19 Apabila engkau menuai di ladangmu, lalu terlupa seberkas di ladang, maka janganlah engkau kembali untuk mengambilnya; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda—supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu.

24:20 Apabila engkau memetik hasil pohon zaitunmu dengan memukul-mukulnya, janganlah engkau memeriksa dahan-dahannya sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda.

24:21 Apabila engkau mengumpulkan hasil kebun anggurmu, janganlah engkau mengadakan pemetikan sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda.

24:22 Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir; itulah sebabnya aku memerintahkan engkau melakukan hal ini.”

Petani yang bekerja keras mempunyai banyak makanan. —Amsal 12:11 BIS

Allah Memelihara Kita

Di luar jendela kantor saya, sekelompok tupai berusaha mengubur biji-biji pohon ek di tempat yang aman dan mudah dijangkau sebelum musim dingin tiba. Kegaduhan mereka membuat saya tertawa geli. Sekawanan rusa dapat melintasi pekarangan belakang rumah kami dengan tidak menimbulkan bunyi apa pun. Sebaliknya, seekor tupai dapat menimbulkan bunyi gaduh seakan-akan sedang terjadi keributan besar.

Dua binatang tersebut memang sama sekali berbeda. Rusa tidak perlu menyiapkan perbekalan untuk menghadapi musim dingin. Ketika salju turun, rusa akan makan apa saja yang ditemukannya di sepanjang jalan (termasuk tanaman hias di pekarangan kami). Sebaliknya, tupai akan mati kelaparan jika mengikuti perilaku rusa, karena mereka tidak akan menemukan makanan yang cocok untuk mereka.

Rusa dan tupai menggambarkan beragamnya cara Allah memelihara kita. Allah memampukan kita untuk bekerja dan menabung demi masa depan, dan Dia memenuhi kebutuhan kita di masa-masa sulit. Sebagaimana yang diajarkan kitab Amsal, Allah memberi kita kelimpahan di musim panen supaya kita dapat menyiapkan diri untuk menghadapi musim paceklik (Ams. 12:11). Dan seperti yang dikatakan Mazmur 23, Allah menuntun kita melewati lembah kekelaman hingga kita tiba di padang yang berumput hijau.

Cara lain Allah memelihara kita adalah dengan memerintahkan mereka yang memiliki kelimpahan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan (Ul. 24:19). Jadi pesan Alkitab kepada kita mengenai persediaan adalah: Bekerjalah selagi mampu, tabunglah yang bisa ditabung, bagilah yang bisa dibagi, dan percayalah bahwa Allah akan memenuhi segala kebutuhan kita. —Julie Ackerman Link

Tuhan, terima kasih Engkau berjanji akan menyediakan segala kebutuhan kami. Tolong kami untuk tidak takut atau khawatir. Kami bersyukur Engkau memperhatikan kami dan mendengar seruan kami minta tolong.

Kebutuhan kita tidak akan pernah menguras persediaan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 12-14; 2 Timotius 1

Jauh Lebih Melimpah

Kamis, 26 Oktober 2017

Jauh Lebih Melimpah

Baca: 1 Tawarikh 17:1-15

17:1 Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah ia kepada nabi Natan: “Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”

17:2 Lalu berkatalah Natan kepada Daud: “Lakukanlah segala sesuatu yang dikandung hatimu, sebab Allah menyertai engkau.”

17:3 Tetapi pada malam itu juga datanglah firman Allah kepada Natan, demikian:

17:4 “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Bukanlah engkau yang akan mendirikan rumah bagi-Ku untuk didiami.

17:5 Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel keluar sampai hari ini, tetapi Aku mengembara dari kemah ke kemah, dan dari kediaman ke kediaman.

17:6 Selama Aku mengembara bersama-sama seluruh orang Israel, pernahkah Aku mengucapkan firman kepada salah seorang hakim orang Israel, yang Kuperintahkan menggembalakan umat-Ku, demikian: Mengapa kamu tidak mendirikan bagi-Ku rumah dari kayu aras?

17:7 Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel.

17:8 Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku akan membuat namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi.

17:9 Aku akan menentukan tempat bagi umat-Ku Israel dan akan menanamkannya, sehingga ia dapat diam di tempatnya sendiri dengan tidak lagi dikejutkan dan tidak pula ditekan oleh orang-orang lalim seperti dahulu,

17:10 sejak Aku mengangkat hakim-hakim atas umat-Ku Israel. Aku akan menundukkan segala musuhmu. Juga Aku beritahukan kepadamu: TUHAN akan membangun suatu keturunan bagimu.

17:11 Apabila umurmu sudah genap untuk pergi mengikuti nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, salah seorang anakmu sendiri, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya.

17:12 Dialah yang akan mendirikan rumah bagi-Ku dan Aku akan mengokohkan takhtanya untuk selama-lamanya.

17:13 Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan Kuhilangkan dari padanya seperti yang Kuhilangkan dari pada orang yang mendahului engkau.

17:14 Dan Aku akan menegakkan dia dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku untuk selama-lamanya dan takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya.”

17:15 Tepat seperti perkataan ini dan tepat seperti penglihatan ini Natan berbicara kepada Daud.

Dialah yang akan mendirikan rumah bagi-Ku dan Aku akan mengokohkan takhtanya untuk selama-lamanya. —1 Tawarikh 17:12

Jauh Lebih Melimpah

Ulang tahun saya tepat sehari setelah ulang tahun ibu. Saat masih remaja, saya harus berpikir keras untuk mencari hadiah yang akan membuat ibu senang sekaligus yang harganya pas di kantong saya. Ibu selalu menerima hadiah saya dengan senang hati, dan keesokan harinya, pada ulang tahun saya, ia akan memberikan hadiah untuk saya. Sudah pasti hadiahnya untuk saya jauh lebih bagus daripada yang saya berikan untuknya. Tentu ibu tidak bermaksud meremehkan pemberian saya. Ibu hanya ingin memberikan dengan murah hati dari harta yang dimilikinya, yang tentu jauh lebih besar jumlahnya daripada milik saya.

Keinginan saya untuk memberikan hadiah kepada ibu mengingatkan saya akan keinginan Daud untuk membangun rumah bagi Tuhan. Karena terkejut melihat perbedaan mencolok antara istananya dan tenda tempat Allah menyatakan diri-Nya, Daud rindu membangun Bait Suci untuk Allah. Alih-alih memperkenankan keinginan Daud, Allah merespons dengan memberi Daud suatu pemberian yang jauh lebih baik. Allah berjanji bukan saja salah satu anak Daud (Salomo) akan membangun Bait Suci (1Taw. 17:11), Dia juga akan membangun keturunan atau dinasti bagi Daud. Janji tersebut dimulai dari Salomo dan digenapi pada puncaknya dalam diri Yesus, yang takhta-Nya benar-benar kukuh “untuk selama-lamanya” (ay.12). Daud ingin memberikan sesuatu kepada Allah dari miliknya yang terbatas, tetapi Allah menjanjikan sesuatu yang tidak terbatas.

Seperti Daud, kiranya kita selalu tergerak untuk memberi kepada Allah karena kita bersyukur kepada-Nya dan mengasihi-Nya. Lebih dari itu, kiranya kita selalu melihat betapa jauh lebih melimpahnya pemberian Allah bagi kita di dalam diri Yesus Kristus. —Kirsten Holmberg

Allah Bapa, aku berterima kasih untuk pemberian-Mu yang luar biasa bagiku di dalam Yesus Kristus. Kasih-Mu sungguh menakjubkan.

Yesus Kristus yang dikaruniakan Allah kepada kita jauh lebih bernilai daripada semua hal lain yang pernah kita terima.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 9-11; 1 Timotius 6

Bertahan Hidup di Gurun

Rabu, 25 Oktober 2017

Bertahan Hidup di Gurun

Baca: Keluaran 17:1-7

17:1 Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu.

17:2 Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: “Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum.” Tetapi Musa berkata kepada mereka: “Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?”

17:3 Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: “Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?”

17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: “Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!”

17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.

17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum.” Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.

17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”

Berita itu tidak ada gunanya. Sebab ketika mereka mendengarnya, mereka tidak percaya. —Ibrani 4:2 BIS

Bertahan Hidup di Gurun

Pada dekade 1960-an, kelompok musik Kingston Trio merilis lagu berjudul “Desert Pete”. Lagu itu berkisah tentang seorang koboi yang sedang kehausan, dan ketika melintasi padang gurun ia menemukan pompa air manual. Di sebelah pompa itu, Desert Pete meninggalkan selembar catatan yang mendorong pembacanya untuk tidak meminum air dalam kendi yang ada di situ, tetapi menggunakan air itu untuk memancing pompa agar mengeluarkan air dari tanah.

Koboi itu menolak godaan untuk meminum air dalam kendi dan menggunakannya sesuai petunjuk yang tertulis itu. Sebagai upah dari ketaatannya, ia memperoleh air dingin yang segar dan berlimpah untuk memuaskan dahaganya. Jika tidak mempercayai pesan itu, ia hanya memperoleh air hangat dalam kendi yang dapat diminumnya tetapi yang tidak akan memuaskan dahaganya.

Kisah itu mengingatkan saya tentang perjalanan bangsa Israel yang melintasi padang gurun. Ketika mereka sangat kehausan (Kel. 17:1-7), Musa berseru meminta pertolongan Tuhan. Musa diperintahkan Tuhan untuk memukul gunung batu di Horeb dengan tongkatnya. Musa percaya dan taat, dan air pun menyembur dari bukit batu itu.

Sayangnya, bangsa Israel tidak konsisten mengikuti teladan iman Musa. Pada akhirnya, “berita itu tidak ada gunanya. Sebab ketika mereka mendengarnya, mereka tidak percaya” (Ibr 4:2 BIS).

Terkadang kehidupan ini dapat terasa seperti padang gurun yang gersang. Namun, Allah sanggup memuaskan kehausan jiwa kita di tengah situasi-situasi yang tidak terduga sama sekali. Ketika dengan iman kita mempercayai janji-janji Tuhan dalam firman-Nya, kita akan menikmati kelimpahan air hidup dan anugerah yang kita butuhkan sehari-hari. —Dennis Fisher

Tolonglah kami untuk mempercayai-Mu, Tuhan. Engkaulah yang sanggup memuaskan jiwa kami yang haus.

Hanya Yesus, Sang Air Hidup, yang bisa memuaskan dahaga kita akan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 6-8; 1 Timotius 5