Posts

Berbeda Pendapat dengan Kasih

Minggu, 16 Februari 2020

Berbeda Pendapat dengan Kasih

Baca: Efesus 4:2-6

4:2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.

4:3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:

4:4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,

4:5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,

4:6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.

Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.—Efesus 4:2

Berbeda Pendapat dengan Kasih

Ketika perdebatan sengit pecah menyusul diberlakukannya suatu undang-undang yang kontroversial di Singapura, umat Tuhan pun terbelah dua. Pihak yang satu menyebut pihak lawannya “berpikiran sempit” atau sebaliknya, mengkompromikan iman.

Kontroversi dapat menyebabkan perpecahan tajam dalam keluarga Allah, menyebabkan sakit hati, dan membuat banyak orang kecewa. Saya pernah merasa direndahkan karena cara saya menerapkan ajaran Alkitab yang saya yakini. Saya pun juga pernah bersalah karena mengkritik orang lain yang tidak sependapat dengan saya.

Saya bertanya-tanya apakah mungkin sumber masalahnya bukan terletak pada pandangan kita atau cara kita mengungkapkannya, tetapi pada sikap hati kita ketika kita melakukannya. Apakah kita sekadar tidak sependapat atau sebenarnya kita ingin menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan kita?

Meski demikian, adakalanya kita perlu meluruskan pengajaran palsu atau menjelaskan posisi kita. Efesus 4:2-6 mengingatkan kita untuk melakukannya dengan rendah hati, lemah lembut, sabar, dan penuh kasih. Lalu, di atas semuanya itu, kita perlu berusaha sekuat tenaga untuk “memelihara kesatuan Roh” (Ef. 4:3).

Tidak semua kontroversi akan tuntas. Namun, firman Allah mengingatkan bahwa tujuan kita haruslah untuk membangun iman, bukan menjatuhkan mereka (ay.29). Apakah kita menjatuhkan orang lain demi menang berdebat? Ataukah kita mengizinkan Allah menolong kita memahami kebenaran-Nya pada waktu dan cara-Nya, mengingat kita semua mempunyai satu iman kepada satu Tuhan? (ay.4-6).—Leslie Koh

WAWASAN
Ketika Paulus mendorong para pembacanya untuk menjadi lemah lembut dan sabar satu sama lain, ia sedang menggambarkan kekuatan yang sesungguhnya. Sebelumnya, di surat yang sama, ia berkali-kali memanjatkan doa agar para pembacanya dapat mengerti kuasa Allah yang menguatkan batin mereka dengan kasih Kristus (Efesus 1:19; 3:16-18). Ia berdoa supaya mereka diberikan kuasa untuk mengerti hati Allah, yang ingin melakukan bagi mereka jauh lebih banyak daripada yang mereka doakan atau pikirkan (3:20).
Sebelum pertobatannya, rasanya Paulus tidak akan menulis hal semacam ini. Sebelum bertemu Kristus di jalan ke Damaskus, ia rela melakukan apa saja untuk menganiaya dan meneror orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Namun, yang menulis itu adalah Paulus yang telah diubahkan secara dramatis, yang menunjukkan bahwa kekuatan yang sesungguhnya terletak pada kerendahan hati, kesabaran, dan kebaikan yang justru menghasilkan segala hal terbaik dalam diri kita dan bukannya yang terburuk.—Mart DeHaan

Bagaimana kamu dapat menjelaskan posisimu tentang isu-isu sensitif dengan rendah hati, lemah lembut, dan penuh kasih? Apa yang akan kamu doakan bagi mereka yang tidak sependapat denganmu?

Ya Allah, tuntunlah aku agar aku menyampaikan kebenaran dengan kasih dalam tujuan untuk membangun, bukan menjatuhkan, sesama kami.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 19-20; Matius 27:51-66

Handlettering oleh Oei Kristina

Tak Seperti yang Diperkirakan

Senin, 14 Mei 2018

Tak Seperti yang Diperkirakan

Baca: 2 Raja-Raja 19:29-37

19:29 Dan inilah yang akan menjadi tanda bagimu, hai Hizkia: Dalam tahun ini orang makan apa yang tumbuh sendiri, dan dalam tahun yang kedua, apa yang tumbuh dari tanaman yang pertama, tetapi dalam tahun yang ketiga, menaburlah kamu, menuai, membuat kebun anggur dan memakan buahnya.

19:30 Dan orang-orang yang terluput di antara kaum Yehuda, yaitu orang-orang yang masih tertinggal, akan berakar pula ke bawah dan menghasilkan buah ke atas.

19:31 Sebab dari Yerusalem akan keluar orang-orang yang tertinggal dan dari gunung Sion orang-orang yang terluput; giat cemburu TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.

19:32 Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai raja Asyur: Ia tidak akan masuk ke kota ini dan tidak akan menembakkan panah ke sana; juga ia tidak akan mendatanginya dengan perisai dan tidak akan menimbun tanah menjadi tembok untuk mengepungnya.

19:33 Melalui jalan, dari mana ia datang, ia akan pulang, tetapi ke kota ini ia tidak akan masuk, demikianlah firman TUHAN.

19:34 Dan Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya, oleh karena Aku dan oleh karena Daud, hamba-Ku.”

19:35 Maka pada malam itu keluarlah Malaikat TUHAN, lalu dibunuh-Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di dalam perkemahan Asyur. Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah, semuanya bangkai orang-orang mati belaka!

19:36 Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur, dan pulang, lalu tinggallah ia di Niniwe.

19:37 Pada suatu kali ketika ia sujud menyembah di dalam kuil Nisrokh, allahnya, maka Adramelekh dan Sarezer, anak-anaknya, membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Ararat. Kemudian Esarhadon, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.

Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah. —1 Yohanes 4:1

Tak Seperti yang Diperkirakan

“Dengar!” kata istri saya lewat telepon. “Ada monyet di halaman rumah kita!” Ia mengangkat teleponnya supaya saya bisa mendengar suara itu. Ya, memang seperti suara monyet. Aneh sekali, karena tempat monyet liar yang terdekat dari tempat tinggal kami berjarak lebih dari 3.200 km jauhnya.

Namun, ayah mertua saya menjawab keheranan kami, “Itu burung hantu,” tukasnya. Kenyataannya tak seperti yang kami perkirakan.

Ketika pasukan Asyur yang diperintah Raja Sanherib mengepung Hizkia, Raja Yehuda, di dalam kota Yerusalem, mereka mengira telah meraih kemenangan. Namun, kenyataan berbicara lain. Walaupun juru minuman Asyur bermulut manis dan mengaku berbicara bagi Allah, Tuhan tetap berada di pihak umat-Nya.

“Adakah di luar kehendak Tuhan aku maju melawan tempat ini untuk memusnahkannya?” tanya si juru minuman Asyur (2Raj. 18:25). Dalam usahanya membujuk Yerusalem agar menyerah, ia bahkan berkata, “Kalau kamu menuruti apa yang kuanjurkan kepadamu, kamu akan hidup, tidak mati” (ay.32 BIS).

Itu terdengar mirip dengan firman Tuhan. Namun, Nabi Yesaya memberitakan firman Tuhan yang sebenarnya kepada bangsa Israel. “[Sanherib] tidak akan masuk ke kota ini dan tidak akan menembakkan panah ke sana,” Allah berfirman. “Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya” (2Raj. 19:32-34; Yes. 37:35). Malam itu juga, “Malaikat Tuhan” menghancurkan pasukan Asyur (2Raj. 19:35).

Adakalanya kita menjumpai orang-orang bermulut manis yang sepertinya “menasihati” kita padahal sebenarnya mereka menyangkal kuasa Allah. Yakinlah, itu bukan suara Allah. Dia berbicara kepada kita melalui firman-Nya dan memandu kita dengan Roh-Nya. Tangan-Nya berada di pihak orang-orang yang mengikut-Nya, dan Dia takkan pernah meninggalkan kita. —Tim Gustafson

Tuhan, ajarlah kami untuk bisa mengenali suara-Mu.

Allah selalu dapat dipercaya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 19-21; Yohanes 4:1-30

Kebahagiaan Tertinggi

Jumat, 8 Januari 2016

Kebahagiaan Tertinggi

Baca: Yohanes 8:31-38

8:31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

8:33 Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?”

8:34 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

8:35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.

8:36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.”

8:37 “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.

8:38 Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.”

 

Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. —Yohanes 8:31-32

Kebahagiaan Tertinggi

“Semua orang melakukannya” tampaknya menjadi argumen terbaik saat saya masih muda. Namun argumen semacam itu tak pernah berhasil melunakkan orangtua saya, sekalipun saya telah berusaha keras memperoleh izin untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap tidak aman atau tidak bijaksana.

Saat usia bertambah, kita menambahkan alasan dan pembenaran pada daftar argumen kita untuk melakukan apa yang kita kehendaki: “Takkan ada yang terluka.” “Ini bukan hal yang ilegal.” “Ia yang lebih dahulu melakukannya kepadaku.” “Ia takkan tahu.” Di balik tiap argumen itu, ada keyakinan bahwa apa yang kita inginkan lebih penting daripada apa pun.

Gawatnya, cara berpikir yang sesat itu bisa menjadi dasar keyakinan kita akan Allah. Salah satu kebohongan yang terkadang kita percayai adalah kita, bukan Allah, merupakan pusat dari segala sesuatu. Kita berpikir kita akan bebas dan bahagia hanya apabila kita dapat mengatur segalanya sesuai keinginan kita. Kebohongan itu begitu meyakinkan karena menjanjikan cara yang lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan keinginan kita. Kita berdalih, “Allah itu kasih, jadi Dia ingin aku melakukan apa pun yang membahagiakan diriku.” Namun cara berpikir seperti itu akan menghasilkan sakit hati, bukan kebahagiaan.

Yesus berkata kepada mereka yang percaya kepada-Nya bahwa kebenaran akan benar-benar memerdekakan mereka (Yoh. 8:31-32). Namun Dia juga memperingatkan, “Setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa” (ay.34). Sumber kebahagian tertinggi adalah kemerdekaan yang kita alami saat kita menerima kebenaran bahwa Yesus adalah jalan menuju kehidupan yang utuh dan bahagia. —Julie Ackerman Link

Tuhan, kami mengakui kecenderungan kami untuk mencari pembenaran atas segalanya demi mendapatkan kemauan kami. Tuntun kami hari ini agar kami memilih untuk menaati perintah-Mu daripada mengejar hasrat diri sendiri.

Tidak ada jalan pintas menuju kebahagiaan sejati.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 20-22; Matius 6:19-34

Plagiatisme Rohani

Senin, 25 November 2013

Plagiatisme Rohani

Baca: Yohanes 1:1-18

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, . . . yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. —Yohanes 1:14

Ketika mengajar mata pelajaran mengarang dalam bahasa Inggris, saya meminta para siswa untuk menulis saat pelajaran berlangsung di kelas. Saya mengetahui bahwa tulisan yang mereka hasilkan di kelas adalah karya mereka sendiri. Dengan demikian, saya dapat mengenali gaya tulisan dari masing-masing siswa sekaligus mengetahui apakah mereka terlalu berlebihan dalam “meminjam” gaya penulis lain. Para siswa tidak menduga bahwa gaya tulisan mereka itu—mencakup isi tulisan serta cara mereka menuangkannya—sama khasnya dengan gaya bicara mereka. Seperti halnya kata-kata yang kita ucapkan berasal dari dalam hati kita, demikian pula kata-kata yang kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan kita mengungkapkan siapa diri kita.

Kita pun mampu mengenali suara Allah dengan cara yang kurang lebih sama. Dengan membaca apa yang sudah dituliskan-Nya, kita belajar mengenali diri-Nya dan bagaimana Dia menyingkapkan diri-Nya. Namun demikian, Iblis berusaha menyamarkan dirinya untuk menyerupai Allah (2Kor. 11:14). Dengan memakai firman Allah yang telah diubahnya sedikit, Iblis memberikan argumen-argumen yang meyakinkan untuk mencari pembenaran atas hal-hal yang tidak benar. Contohnya, Iblis telah menyesatkan banyak orang dengan menjebak mereka untuk melakukan kesalehan yang palsu, seperti bergantung pada ketaatan lahiriah daripada mempercayai kematian Kristus sebagai syarat memperoleh keselamatan (Kol. 2:23).

Allah telah melangkah sedemikian jauh untuk memastikan agar kita dapat mengenali suara-Nya. Allah tidak hanya memberikan firman-Nya, Dia memberi kita Yesus, Firman yang menjadi manusia (Yoh. 1:14), supaya kita tidak mudah tertipu atau disesatkan. —JAL

Tanamkanlah dalam hatiku, ya Tuhanku,
Kerinduan besar untuk mengenal firman-Mu,
Kuingin belajar mendengar suara-Mu
Agar kurela melakukan kehendak-Mu. —D. DeHaan

Janji-Mu teguh dan dapat dipercaya, aku sangat mencintainya. —Mazmur 119:140 BIS