Posts

Ditelantarkan… Tapi Tidak Dilupakan

Oleh Ryan Zies
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Abandoned But Not Forgotten

Bagaimana jika… seseorang tidak memedulikanmu lagi?

Bagaimana jika seseorang meninggalkanmu?

Bagaimana jika seseorang tidak mengakuimu?

Bagaimana jika ibu yang melahirkanmu menghilang tanpa jejak dari hidupmu?

Ditelantarkan.

Aku berkata jujur, aku pernah amat bergumul dengan kata di atas. Itu adalah kata yang tertulis dengan jelas di akta kelahirkanku. Kata “ditelantarkan” itu didefinisikan sebagai, “Dibiarkan tanpa perlindungan, perawatan, atau dukukungan yang diperlukan. Ditinggal oleh pemilik, tidak lagi diingat.”

Kisah ini sungguh terjadi dalam hidupku, tapi kupikir bagian yang paling berat kuterima adalah di tulisan “tidak lagi diingat”… Tidak lagi diingat? Aduh! Itu meninggalkan luka mendalam di hidupku.

Dapatkah kamu membayangkan, seorang ibu yang mengandung bayi selama sembilan bulan, melahirkan bayi itu dengan operasi sesar, lalu tidak pernah terpikirkan lagi akan bayinya? Sulit bagiku untuk percaya bahwa ibuku tidak pernah lagi memikirkanku sejak 13 November 1984. Tetapi, aku yakin bahwa ibuku sebenarnya memikirkanku, juga keputusan yang dia buat.

Namun, kisah hidupku dimulai dari “ditelantarkan”. Inilah bagian dari hidupku, tetapi itu bukanlah akhir hidupku. Aku ditinggalkan di sebuah klinik di kota Seoul, Korea Selatan pada 13 November 1984 hanyalah setitik dari keseluruhan cerita yang Tuhan telah rancangkan bahkan sebelum aku mulai bernafas.

Akta kelahiran asli Ryan Zei (Foto oleh Ryan Zei)

Pilihan yang sulit untuk hidup

Di Seoul, Korea Selatan waktu itu, aborsi secara budaya dapat diterima. Ada lebih dari 500 ribu praktik aborsi dan 650 ribu kelahiran. Artinya, setiap kali seorang anak dikandung, anak itu haya punya 57 persen kemungkinan dilahirkan. Aku selamat dari 43 persen yang malang.

13 November 1984, ibuku melahirkanku di sebuah klinik di luar kota Seoul. Dia menelantarkanku di sana tanpa meninggalkan rekam jejak apapun akan siapa dirinya. Dokumen resmi dari rumah sakit menatakan, “Setelah ibu kandung melahirkan di klinik yang disebutkan di atas (Klinik Dongin), dia menutupi jejaknya. Pihak klinik mencoba mengontaknya, tetapi dia menghilang tanpa jejak.”

Aku pun kemudian menanti untuk diadopsi.

Perjalanan pulang yang panjang

Tetapi, sebelum kisahku dimulai, di belahan bumi yang lain, di sebuah kota kecil di pinggiran Chicago, Tuhan telah merenda kisah hidupku.

Jeff dan Sally menikah di usia 18 dan 20. Bertahun-tahun mereka menanti kehadiran buah hati, tetapi tidak berhasil. Suatu ketika, Sally mendengar seorang rekan kerjanya berbicara tentang adopsi, mereka lalu menemukan Bethany Christian Services di kota Chicago. Keluarga mereka menyarankan untuk tidak mengadopsi bayi dari ras yang berbeda, tapi mereka tetap bersedia jika nantinya mendapatkan bayi yang berbeda ras. Ketika mereka mengajukan surat-surat dan melengkapi dokumen permohonan adopsi, di belahan bumi yang lain, aku dikandung dalam rahim ibu kandungku. Tuhan tahu aku kelak akan menjadi putra dari Jeff dan Sally, dan Dia merenda jalan hidupku.

Di hari Valentine, 14 Februari 1985, aku terbang dari Korea Selatan ke Amerika Serikat. Usiaku waktu itu baru 3 bulan. Proses selanjutnya tidaklah sulit. Yayasan Bethany Christian Services dan Holt International menempatkanku dan bayi-bayi lainnya di pesawat dan menandai kami dengan dua gelang—satu gelang berisi informasi rumah sakit, satunya lagi nama orang tua angkat. Kami terbang selama kurang lebih 13 jam dan dirawat oleh pramugari.

Ketika pesawat mendarat di Chicago, ibu angkatku dan empat ibu lainnya naik ke pesawat untuk menemukan bayi mana yang di gelangnya tertulis nama mereka dan mereka pun bertemu anak-anak mereka untuk pertama kalinya.

Ibuku selalu berkata bahwa akulah kado valentine terbesar yang pernah dia terima. Setiap tahun dia masih menuliskan surat buatku dan mengirimiku hadiah untuk merayakan “Hari Kepulanganku”. Kisah adopsiku sungguh luar biasa dan indah, tetapi itu mengarahkanku pada kisah yang jauh lebih besar—kisah tentang kasih dan tujuan yang lebih besar.

Jeff dan Sally bersama Ryan yang masih bayi (Foto oleh Ryan Zies)

Tangan yang menopang kita semua

Aku menyadari bahwa di dalam hidup ini, Tuhan kita memiliki tujuan untuk tiap anak-anak-Nya. Tuhan melindungiku ketika aku dikandung dan bertumbuh dalam rahim ibuku.

Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagin bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.

Kisah di balik mengapa dan bagaimana ibuku mengandungku mungkin tak akan pernah kuketahui. Tetapi, apa yang akan selalu diketahui adalah bagaimana Tuhan menopang hidupku. Tuhan mengaruniakan keberanian pada ibu kandungku untuk melindungi dan menyelamatkanku di saat aku bisa saja diaborsi. Di dalam kedaulatan Allah, ibuku berjuang mengandungku sembilan bulan, merasakan sakit, gejolak emosi, kepedihan psikologis, hingga pertengkaran fisik untuk membiarkanku tetap lahir ke dunia. Ketidakmampuannya untuk merawatku kelak setelah aku lahir mendorongnya untuk menyerahkanku pada pilihan adopsi.

Ibu kandungku memberiku kesempatan untuk mengecap kehidupan yang lebih baik.

Singkat cerita, kisah hidupku bisa saja hanya berkutat tentang ditelantarkan di sebuah klinik di Korea Selatan. Tetapi, aku ditelantarkan untuk alasan yang lebih besar. Aku ditelantarkan untuk memenuhi tujuan Tuhan dalam hidupku. Matius 22:37 menunjukkan apa yang menjadi tujuan kita, di mana Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”

Keadaan hidup kita mungkin penuh dengan harapan yang tidak terwujud, duka, perjuangan, dan kesakitan. Tetapi, Tuhan mampu mengendalikannya dan merangkai cerita yang indah darinya. Tuhan merangkai kisah tentang aku dipilih-Nya dan menjadi kepunyaan-Nya. Tuhan mengizinkanku hidup dalam kemerdekaan karena mengetahui Dia dapat menggunakan segala keadaan sebagai cara untuk membawa kehidupan dan menunjukkan tujuan-Nya. Seiring aku menjalani hidupku sekarang, aku ingat bahwa aku dibentuk dengan “unik dan ajaib” untuk tujuan yang jelas di bumi ini. Setiap hal yang kualami hanyalah bagian dari perjalanan untuk mencapai tujuan itu, dan aku percaya Tuhan akan menggunakannya untuk kemuliaan-Nya.

Untuk kamu yang sedang membaca tulisan ini, kumohon ketahuilah kebenaran ini: Dunia ini akan mencoba memberitahumu siapakah dirimu. Kamu mungkin tergoda untuk melihat keadaanmu dan pengalaman-pengalamanmu untuk mencari tahu apa yang harus kamu percayai atau bagaimana seharusnya kamu hidup.

Tapi, aku mau kamu tahu bahwa Tuhan melihatmu. Kamu tidak sendirian. Dia telah mengenalmu jauh sebelum kehidupanmu dimulai. Keadaan yang kamu alami akan mengarahkanmu untuk meletakkan pandanganmu pada Dia yang menopangmu dalam tangan-Nya. Ketika kamu sungguh percaya pada Bapa Surgawi, tidak ada yang bisa menanggalkan identitas sejatimu. Kamu dikasihi. Kamu berharga. Kamu anak-Nya. Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Dia ada di sisimu di setiap saat hidupmu, dan itulah dirimu.

Tonton kisah adopsi Ryan secara lengkap di sini.

Lihat juga website pribadi Ryan, “Destined & Purposeful”, untuk mengetahui kisah-kisah lanjutan tentang ditelantarkan dan adopsi.

Baca Juga:

Bekerja Layaknya Seorang Atlet

Ketika kontrak kerjaku tidak diperpanjang, aku stres dan khawatir. Bagaimana aku bisa mencukupi kebutuhkan keluargaku? Tapi, lewat momen ini Tuhan mengajariku untuk memaknai pekerjaan dengan cara pandang yang lain.

Kisah Pribadi

Rabu, 21 Desember 2016

Kisah Pribadi

Baca: Keluaran 1:22-2:10

1:22 Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: “Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup.”

2:1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;

2:2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.

2:3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;

2:4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.

2:5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.

2:6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang Ibrani.”

2:7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?”

2:8 Sahut puteri Firaun kepadanya: “Baiklah.” Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.

2:9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.” Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.

2:10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah menariknya dari air.”

Sekalipun ayah dan ibu meninggalkan aku, Allah akan memelihara aku. —Mazmur 27:10 BIS

Kisah Pribadi

Ada sorang bayi yang baru berumur beberapa jam ditinggalkan di dalam palungan dari diorama Natal di luar sebuah gereja di New York. Seorang ibu muda yang putus asa membungkus bayi itu supaya tetap hangat dan sengaja menempatkannya di sana agar ia ditemukan. Mungkin kita tergoda untuk menghakimi ibu itu, tetapi syukurlah si bayi sekarang mempunyai kesempatan untuk hidup.

Kisah itu mempengaruhi saya secara pribadi. Sebagai anak yang diadopsi, saya tidak mempunyai gambaran bagaimana keadaannya saat saya dilahirkan. Namun saya tidak pernah merasa ditelantarkan. Inilah yang saya yakini: saya memiliki dua ibu yang menginginkan supaya saya mempunyai kesempatan untuk hidup. Yang seorang memberikan hidup kepada saya, yang seorang lagi menginvestasikan hidupnya di dalam diri saya.

Dalam kitab Keluaran, kita membaca tentang seorang ibu yang sangat mengasihi anaknya sedang dalam keadaan putus asa. Firaun telah memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki yang lahir dari orang Ibrani (1:22), maka bayi Musa disembunyikan ibunya selama mungkin. Lalu ketika Musa berumur tiga bulan, sang ibu meletakkannya di dalam keranjang yang kedap air dan menaruhnya di Sungai Nil. Bayi Musa kemudian diselamatkan oleh putri raja, dibesarkan di istana Firaun, dan setelah dewasa akhirnya membawa keluar bangsanya dari perbudakan Mesir, sesuai dengan rencana Allah.

Ketika seorang ibu yang putus asa memberi anaknya kesempatan, Allah dapat menggunakan keadaan itu untuk menggenapi maksud-Nya. Dia sering melakukan hal tersebut lewat cara-cara-Nya yang kreatif dan tak terduga sama sekali. —Tim Gustafson

Bapa, hari ini kami berdoa untuk mereka yang sedang menghadapi keputusasaan dan kesepian. Kami berdoa khususnya untuk anak-anak yang miskin dan tak berdaya di mana saja mereka berada. Tolonglah kami untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka semampu kami.

Bagikanlah kasih Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: Mikha 4-5; Wahyu 12

Artikel Terkait:

Mimpi Buruk Menjelang Natal

Merasa hidup tak ubahnya seperti mimpi buruk? “Mimpi buruk” ini harus mendahului Natal yang sangat dibutuhkan seluruh dunia. Baca selengkapnya di dalam artikel ini.