Posts

Aku, Si Pembunuh yang Diberi Ampun dan Kesempatan Baru

Oleh Mayang*
*bukan nama sebenarnya

Jika kepada setiap orang ditanyakan dosa terberat apakah yang pernah mereka lakukan, kurasa akulah yang paling malu dan gentar untuk mengungkapkannya.

Masa muda yang seharusnya indah menjadi kelam karena dosa yang kulakukan. Saat itu aku duduk di bangku SMA dan berpacaran dengan seseorang. Tanpa benar-benar memikirkan akan risiko, aku dan pacarku melakukan hubungan intim. Setelah beberapa waktu, betapa kaget dan hancurnya aku ketika tahu bahwa aku hamil, terlebih lagi sikap pacarku yang posesif dan abusif membuatku merasa tidak mencintainya lagi, demikian juga sebaliknya. Aku berada pada dilema: apakah aku harus menikahi laki-laki itu dan mengizinkan anakku hidup? Atau, menggugurkannya? Aku memutuskan pilihan yang kedua. Hari ini, empat belas tahun kemudian, tanganku pun masih gemetar mengingat kejadian itu. Akulah si pembunuh yang seharusnya diganjar hukuman berat.

Setelah keputusan berat itu kuambil, aku memutuskan untuk melarikan diri. Aku meninggalkan mantan pacarku. Aku pergi ke kota yang lain dengan alasan melanjutkan pendidikan, padahal jauh dalam lubuk hatiku aku sadar bahwa itu adalah pelarian. Aku berusaha lari dari kenyataan bahwa aku adalah pembunuh dan aku mencoba menjalani hidup dengan tidak berharap sama sekali bahwa aku akan menjadi manusia yang baik. Dalam bayanganku, aku akan kembali jatuh dalam seks bebas dan dunia malam di kota metropolitan. Begitulah aku memberikan harga pada diri dan masa depanku.

Namun, dalam pelarianku itu ternyata Tuhan menangkap dan memenangkan aku. Tuhan bahkan tidak membiarkan aku menyentuh gemerlap dunia di kota itu. Dengan cara-Nya yang unik, Dia mengubahkan hidupku, mengizinkan aku mengenal Dia, membuat aku jatuh cinta pada-Nya. Aku yakin bahwa sejak semula Tuhan telah memilihkan kampus yang kujadikan tempat melanjutkan studi untuk aku bertemu dengan-Nya. Sebagai mahasiswa baru, aku diwajibkan memilih salah satu dari organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada sebagai syarat agar nanti aku dapat diwisuda. Setelah diskusi dengan teman baikku, kami memilih masuk organisasi kerohanian dengan pemikiran bahwa tidak akan banyak kegiatan yang menyita waktu kami sehingga kami bisa bersenang-senang. Ternyata pikiran kami meleset. Justru melalui organisasi inilah kami malah diinjili dan menerima Kristus. Dan kami ternyata harus mengikuti begitu banyak kegiatan yang menyita waktu kami, seolah Tuhan tidak membiarkan kami untuk terjerat dalam pergaulan lain yang salah. Melalui berbagai camp, seminar, fellowship, dan kelompok pemuridan selama 3 tahun kami menerima proses yang membuat kami terus dibaharui dan sungguh-sungguh menyerahkan hidup kami bagi Tuhan.

Tuhan Yesus menjagai aku dengan memberikan orang-orang baik yang mengasihi Dia di sekitarku. Aku tidak hanya mendapatkan teman, namun sahabat dan mentor yang mau berjalan bersama-sama dalam perjalanan rohaniku. Dua orang senior perempuanku bahkan membantu aku memulihkan diri dan berdamai dengan masa laluku. Melalui mereka aku belajar memiliki hati melayani yang benar. Tidak hanya itu, Tuhan memberikan aku kesempatan-kesempatan besar untuk melayani-Nya. Semua itu membuktikan apa yang dikatakan Daud dalam Mazmur 31 : 22 “Terpujilah Tuhan, sebab kasih setiaNya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan”.

Namun pada suatu titik aku bertanya “Tuhan, dari sekian banyak perempuan muda di dunia ini, di negara ini, di kota ini, di kampus ini, mengapa aku yang adalah pembunuh ini yang Engkau pilih?”

Aku tidak menemukan jawaban spesifik untuk pertanyaan ini. Semua jawaban yang aku dapat terlalu umum. Sampai suatu hari, bertahun-tahun setelah itu, salah satu temanku memilih aku untuk menceritakan pergumulan hidupnya. Dia sedang berjuang untuk melepaskan laki-laki yang sudah terlanjur dia berikan segalanya. Dia begitu mencintai laki-laki itu sehingga tidak ingin kehilangan bahkan meski sudah diselingkuhi. Dia ada dalam bayangan kegelisahan kalau-kalau tidak lagi akan ada laki-laki lain yang dapat menerima dirinya. Terlebih dia juga ketakutan akan murka Tuhan yang mungkin akan dia terima sebagai balasan untuk dosa yang sudah dia lakukan. Dia terlalu malu untuk menyentuh Tuhan dalam doa, meskipun dia sangat sadar hanya Tuhan yang dapat menolong kehancurannya ini.

Keberaniannya menceritakan hal itu padaku membuat aku terbuka mengenai apa yang pernah aku lakukan di masa lalu. Aku pun bersaksi tentang bagaimana Yesus mau mengampuni dan memulihkan aku yang dosanya pun sama mengerikannya itu. Kisahku adalah aib yang memalukan, namun dengan pertolongan Roh Kudus, aku diberikan keberanian untuk menceritakan bagian paling bobrok dalam hidupku untuk temanku. Cerita itu kusampaikan bukan untuk menujukkan hebatnya diriku atau berbangga atas besarnya dosaku, tetapi kasih Allah jauh melampaui segalanya. Tak ada dosa yang terlalu kelam untuk disentuh dengan terang-Nya. Membagikan kisah kasih Allah itu membuatku merasakan sukacita yang luar biasa.

Setelah malam itu aku mengerti mengapa Tuhan memilih aku yang adalah seorang pembunuh ini untuk diselamatkan. Tuhan Yesus mau aku untuk jadi alat-Nya melayani perempuan-perempuan muda yang mengalami apa yang pernah aku alami. Dalam kehancuran dan kegagalanku, Dia mau dan mampu menatanya menjadi indah dan melayakkanku supaya setiap orang yang melihat dan mendengarkan aku yang jahat ini, dapat melihat dan mendengarkan Yesus yang penuh kasih itu.

Aku sangat bersyukur atas apa yang Yesus kerjakan dalam hidupku. Aku tidak dapat berbohong bahwa aku masih terus hidup dalam rasa bersalah dan penyesalan. Namun, rasa itu yang membuat aku mampu mengasihi banyak orang tanpa alasan. Rasa itu membuat aku tidak mampu untuk menyangkal unconditional love yang aku terima dari Tuhan, tidak peduli seberapa sulit pun hidup yang aku jalani.

Akibat perbuatanku itu jugalah sampai hari ini membuat aku kesulitan memulai sebuah hubungan baru dengan orang lain. Sulit bagiku untuk bisa percaya bahwa akan ada laki-laki baik yang mau menerima aku dengan masa laluku. Namun, aku bersyukur karena penerimaan Yesus sudah cukup bagiku. Aku akan tetap bersukacita seperti yang tertulis dalam Mazmur 13:6 “Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.

Kini aku sadar, melayani orang yang sedang berada dalam posisi terburukku adalah bagian dari panggilan hidupku.