Posts

Kado Awal Tahun

Oleh Sukma Sari, Jakarta
Foto oleh Aryanto Wijaya

Jakarta, 2 Januari 2020

Aku menulis artikel ini di sebuah restoran cepat saji tidak jauh dari rumah. Bukan tanpa alasan aku kemari dari jam 7 pagi di hari kedua tahun 2020. Ya, banjir di awal tahun di beberapa titik ibu kota membuat rumahku terkena pemadaman listrik dari PLN. Baterai telepon selulerku mati dari jam 3 subuh tadi. Untungnya aku sempat mendapat kabar kalau pagi ini, kantor diliburkan.

Memang bukan pertama kali Jakarta dan sekitarnya mengalami banjir, akan tetapi kita mungkin jengah jika setiap musim hujan selalu dilanda rasa was-was rumah kita kebanjiran atau tidak.

Pemadaman listrik di rumah membuat aku uring-uringan, bahkan Mama ku pun juga terkena dampak emosiku. Banyak pertanyaan “bagaimana jika” yang menumpuk di kepalaku.

Bagaimana jika lampu tidak menyala dan aku harus ke toilet?

Bagaimana jika sampai malam ini, listrik tetap padam dan aku kembali harus tidur dalam kegelapan total?

Dan masih banyak bagaimana jika lainnya. Baru hari kedua di tahun 2020 aku sudah dilanda ketakutan.

Aku lupa, bahwa pemadaman listrik PLN toh pasti akan berakhir, meskipun aku tidak tahu entah kapan waktunya. Listrik akan berfungsi normal seperti biasa. Aku lupa bahwa apa yang aku alami tidak separah orang-orang (atau bahkan teman-teman yang sedang membaca tulisanku saat ini) yang tempat tinggalnya kebanjiran. Harta benda dan pakaian sudah pasti basah, hidup dalam pengungsian sementara atau lebih parahnya, harus bertahan di tingkat atas rumah karena air telah naik. Kekhawatiran membuat aku tidak bisa berpikir dengan bijak.

Pagi ini, aku teringat akan kisah para murid Yesus yang perahunya terombang-ambing akibat badai. Mereka juga ketakutan ketika melihat sesosok orang berjalan di tengah badai yang dikira mereka hantu, padahal itu Yesus, Guru mereka yang berjalan diatas air menghampiri mereka. Sesudah Yesus menyatakan diri-Nya, Petrus berseru: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air” (Matius 14:28). Namun, tiupan angin membuat Petrus takut dan dia pun tenggelam (Matius 14:22-33).

Mungkin kita pernah berpikir “Para murid saja yang melihat Yesus dan menghabiskan waktu bersama-Nya masih takut, apalagi kita yang tidak pernah bertemu muka dengan-Nya? Wajar dong kalau kita merasa takut”.

Teman-teman, rasa takut adalah hal yang wajar. Tapi, Yesus sendiri sudah mengatakan untuk kita tidak perlu khawatir akan apa pun juga. Jika burung pipit dan bunga bakung yang hari ini ada, besok dibuang itu dipelihara Tuhan, apakah ada alasan bagi kita untuk terus-terusan khawatir? Yang Tuhan inginkan adalah supaya aku dan kamu, hari demi hari mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, dan yang lain akan mengikuti (Matius 6:25-34).

Mengawali tahun yang baru ini, bencana banjir yang menghadang rasanya seperti “kado” awal tahun yang tak diinginkan. Namun, aku ingin mengajak teman-teman untuk bersama-sama kita percaya. Percaya bahwa entah apa pun yang telah dan akan terjadi, suka dan duka di waktu ini dan mendatang nanti, Tuhan tetap ada bersama kita. Awal yang kelabu bukan berarti sepanjang tahun akan kelabu, bersama Tuhan yang beserta kita, kita tentu dibimbing-Nya melewati padang rumput maupun lembah kelam sekalipun. Tuhan telah ada sebelum dunia ada, dan akan terus ada sampai selamanya.

Jika kamu terdampak banjir di awal tahun ini, kiranya pertolongan Tuhan besertamu.

Baca Juga:

Sendirian di Tahun 2020?

Kisah-kisah pahit di tahun ini membuat kita getir. Kita pun tak tahu masalah apa yang akan menghadang, tragedi apa yang mungkin terjadi. Kita merasa sendiri dan gamang menghadapi tahun 2020 yang tinggal sejengkal lagi.