Masalah Dengan Tokoh Idola

Jumat, 2 September 2011

Baca: Mazmur 139:1-14

Aku bersyukur kepada-Mu, oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib. —Mazmur 139:14

Ketika masih anak-anak, saya punya seorang tokoh idola, yaitu Pete Maravich, pemain bola basket yang andal dalam mengolah bola sekaligus mencetak skor.

Masalahnya, keinginan saya untuk menjadi seperti Pistol Pete membuat saya tidak puas dengan keadaan diri saya yang telah diciptakan Allah. Ketika menyadari bahwa saya tidak akan pernah bisa bermain seperti Pete, saya pun kecewa. Bahkan saya sempat keluar dari tim basket di kampus karena saya tak bisa menyamai standar yang Maravich miliki.

Anak-anak masih suka bersikap demikian. Mereka tumbuh dengan rasa tidak bahagia atas keadaan diri mereka yang telah diciptakan Allah karena mereka berusaha membandingkan diri mereka dengan tokoh idola mereka yang “sempurna”.

Jonny Diaz, seorang penyanyi Kristen, menyadari hal ini dan menulis sebuah lagu berjudul More Beautiful You (Dirimu yang Lebih Indah). Lagunya diawali begini: “Gadis muda usia 14 tahun melihat dalam majalah; berkata ia ingin tampil seperti itu.” Ada gadis-gadis remaja yang berharap mereka bisa seperti seorang bintang Disney atau idola lainnya, seperti saya yang ingin menjadi seperti Maravich. Diaz menyanyikan, “Tak mungkin ada dirimu yang lebih indah; jangan percaya dusta . . . ; kau diciptakan untuk penuhi tujuan yang hanya kau sendiri bisa lakukan.” Diaz menegaskan apa yang dikatakan oleh seorang penyair lainnya yang menulis di bawah inspirasi dari Allah ribuan tahun yang lalu: “Oleh karena kejadian [kita] dahsyat dan ajaib” (Mzm. 139:14).

Allah menciptakan kita sesuai dengan kehendak-Nya bagi kita. Percayalah. Tak akan ada diri Anda yang lebih indah. —JDB

Tuhan, kami adalah milik-Mu, Engkaulah Allah kami;
Kami telah diciptakan dengan begitu ajaib;
Dalam setiap dan seluruh bagian tubuh kami
Engkau perlihatkan kasih, hikmat, dan kuasa-Mu. —NN.

Kita adalah karya indah yang dirancang oleh Allah.

Temukan Kitab-Nya

Kamis, 1 September 2011

Baca: 2 Raja-Raja 22:8–23:3

Telah kutemukan kitab Taurat itu di rumah Tuhan. —2 Raja-Raja 22:8

Di suatu hari Minggu di gereja yang saya gembalakan, saya mengundang tiga anak untuk mencari gulungan-gulungan kertas bertuliskan ayat Alkitab yang telah saya sembunyikan di ruang ibadah kami. Saya memberitahu mereka bahwa jika mereka menemukannya dan membaca ayat yang tertulis di dalamnya dengan suara keras, saya akan memberi mereka sebuah hadiah. Mereka bersemangat sekali! Mereka berlarian, menggeser kursi, mencari di bawah tanaman dan di dalam tas (tentu seizin pemiliknya). Usaha pencarian mereka berlangsung seru dan menarik. Ketekunan anak-anak dalam mencari dan akhirnya menemukan gulungan kertas itu mendatangkan sukacita bagi mereka, peneguhan dari jemaat kami, dan keyakinan baru tentang pentingnya firman Allah.

Dalam 2 Raja-Raja 22–23, kita membaca bagaimana Raja Yosia dan bangsa Yehuda menemukan kembali sukacita dan arti penting dari firman Allah. Ketika rumah Tuhan sedang diperbaiki, imam besar Hilkia menemukan kitab Taurat. Kitab tersebut pasti telah terhilang atau tersembunyi pada masa pemerintahan Manasye. Lalu ketika gulungan kitab tersebut dibacakan kepada Raja Yosia, ia mendengarkan dan menanggapinya (ay.10-11). Yosia berusaha memahami isi kitab dengan lebih mendalam (ay.12-20), dan membimbing rakyatnya untuk memperbarui komitmen mereka agar menempatkan kitab Taurat itu sebagai bagian terpenting dalam hidup mereka (23:1-4).

Pada masa kini, banyak sekali cara bagi seseorang untuk membaca firman Allah. Mari perbarui komitmen kita untuk “menemukan” firman Allah setiap hari dan menunjukkannya sebagai bagian hidup yang terpenting melalui sikap diri kita. —MLW

Kitab Ilahi, agung, luhur, dan mulia
Utuh, abadi, kudus, benar;
Memadai bagi seluruh manusia di sepanjang masa
Kami mengikrarkan kembali iman kami kepada-Mu. —NN.

Mengenal Kristus, Firman yang hidup, berarti juga mengasihi Alkitab, Firman yang tertulis.

Hati Yang Mau Diajar

Rabu, 31 Agustus 2011

Baca: Amsal 2:1-9

Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak. —Amsal 3:7

Hanya beberapa saat sebelum ibadah di gereja kami dimulai, saya tidak sengaja mendengar seorang pemuda yang duduk di belakang saya sedang berbicara dengan ibunya. Mereka sedang membaca sebuah pengumuman di warta gereja tentang tantangan untuk membaca satu pasal dari kitab Amsal setiap hari selama bulan Juli dan Agustus. Ia bertanya kepada ibunya, “Apa yang akan kita lakukan dengan pasal 31 di bulan Agustus yang hanya punya 30 hari?” Ibunya menjawab, menurutnya, ada 31 hari di bulan Agustus. Si anak membantah, “Tidak, hanya ada 30 hari.”

Ketika tiba saatnya dalam ibadah untuk saling memberikan salam, saya berbalik ke belakang, menyalami pemuda itu dan menyapanya. Lalu saya menambahkan, “Agustus memang punya 31 hari.” Ia tetap bersikukuh, ”Tidak, tak mungkin ada 2 bulan berturut-turut yang memiliki 31 hari.” Pujian mulai dilantunkan, jadi saya tersenyum saja.

Percakapan singkat itu membuat saya berpikir bahwa kita butuh menumbuhkan hati yang mau diajar, terbuka terhadap hikmat diluar dari pengertian kita sendiri. Dalam Amsal 3, seorang bapak menganjurkan putranya untuk memiliki sikap rendah hati: “Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN” (ay.7). Di pasal 2, ia berkata, “Sehingga telingamu memperhatikan hikmat . . . mengejarnya seperti mengejar harta terpendam” (ay.2,4).

Tahu bahwa bulan Agustus punya 30 atau 31 hari tidaklah terlalu penting, karena lebih penting kita memiliki hati yang mau diajar. Ini akan menolong kita untuk memperoleh hikmat dari Allah maupun sesama. Mungkin kita dapat memulainya dengan cara membaca satu pasal dari Amsal setiap hari sepanjang bulan depan ini. —AMC

Tuhan, ajarlah kami dari firman-Mu yang kudus
Kebenaran yang harus kami ketahui.
Dan tolonglah kami membagikan berita sukacita
Tentang berkat yang Kau limpahkan. —D. De Haan

Hikmat sejati berasal dari Allah dan bagi kemuliaan Allah semata.

Kristus Hidup Dalam Kita

Selasa, 30 Agustus 2011

Baca: Galatia 2:15-21

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran. —2 Timotius 4:7-8

Perlombaan The Ironman Triathlon mencakup kompetisi renang sejauh 3,8 km, balap sepeda berjarak 180 km, dan lari sejauh 42 km. Bukan perkara yang mudah bagi siapa pun untuk menyelesaikan perlombaan ini. Namun, Dick Hoyt berpartisipasi dalam perlombaan tersebut dan berhasil menyelesaikannya bersama putranya yang cacat jasmani, Rick. Ketika Dick berenang, ia juga menarik Rick yang berada dalam sebuah perahu kecil. Ketika Dick bersepeda, Rick ada di tempat duduk di sisi sepeda. Ketika Dick berlari, ia mendorong maju Rick yang duduk di kursi rodanya. Rick bergantung pada ayahnya untuk dapat menyelesaikan perlombaan itu. Ia tidak dapat melakukannya tanpa sang ayah.

Kita melihat adanya persamaan antara kisah mereka dengan kehidupan kita sebagai seorang Kristen. Sama seperti Rick bergantung kepada ayahnya, kita bergantung pada Kristus untuk menyelesaikan pertandingan iman kita.

Ketika berusaha menjalani hidup yang menyenangkan Allah, kita menyadari bahwa meski kita memiliki maksud dan niat yang baik, sering kita tersandung dan terjatuh. Dengan kekuatan kita sendiri, hal itu tidaklah mungkin tercapai. Betapa kita membutuhkan pertolongan Tuhan! Dan pertolongan memang telah disediakan-Nya. Paulus menyatakannya dengan kata-kata yang penuh arti, “Tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah” (Gal. 2:20).

Kita tidak dapat menyelesaikan pertandingan iman dengan kekuatan kita sendiri. Kita hanya dapat melakukannya dengan jalan bergantung sepenuhnya kepada Yesus yang hidup dalam diri kita. —AL

Hatiku dipenuhi dengan kerinduan,
Untuk menjadi serupa dengan-Nya,
Aku takjub saat merenungkan,
Bahwa Kristus hidup dalamku. —Whittle

Iman menghubungkan kelemahan kita dengan kekuatan Allah.

Masalah Sudut Pandang

Senin, 29 Agustus 2011

Baca: Keluaran 14:1-14

Dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaan-Ku, sehingga orang Mesir mengetahui bahwa Akulah TUHAN. —Keluaran 14:4

Apakah Anda menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusinya? Entah dikemukakan dalam rapat bisnis, rapat majelis gereja, atau diskusi keluarga, pertanyaan tersebut sering timbul sebagai reaksi terhadap rasa jengkel ketika berusaha memahami mengapa seseorang telah melakukan sesuatu dengan caranya sendiri. Biasanya, jawabannya tergantung dari sudut mana kita memandangnya.

Seandainya kita hidup di antara bangsa Israel yang meninggalkan Mesir setelah diperbudak selama 400 tahun, kemungkinan besar kita memandang Firaun sebagai bagian dari masalah—dan itu memang benar. Namun, Allah memandangnya lebih dari itu.

Tanpa ada penjelasan apa-apa, Tuhan memerintahkan Musa untuk membawa bangsa Israel berbalik arah kembali ke Mesir dan berkemah membelakangi Laut Merah. Dengan demikian, Firaun dapat menyerang mereka (Kel. 14:1-3). Bangsa Israel berpikir bahwa mereka akan mati, tetapi Allah berkata bahwa Dia akan menyatakan kemuliaan-Nya melalui Firaun dan seluruh pasukannya, “sehingga orang Mesir akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN” (ay.4,17-18).

Ketika kita sama sekali tidak dapat memahami mengapa Allah memperkenankan situasi-situasi yang mengancam akan menimpa kita, alangkah baiknya kita mengingat bahwa Allah merancangkan apa yang terbaik bagi kita dan demi kemuliaan nama-Nya. Jika kita dapat mengatakan, “Bapa, tolong mampukan aku untuk mempercayai dan menghormati-Mu dalam keadaan yang kuhadapi ini,” kita akan bertindak selaras dengan sudut pandang dan rencana-Nya. —DCM

Firman kebenaran-Mu yang murni dan kekal
Tetap tak akan tergoyahkan,
Walaupun pikiran dan rancangan manusia,
Akan terbang lenyap seperti sekam. —NN.

Gagal Memberi Disiplin

Minggu, 28 Agustus 2011

Baca: 2 Samuel 13:21-29

Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. —Ibrani 12:11

Kami tinggal di hutan, sehingga kami hanya mendapat sedikit sinar matahari yang berkepanjangan di musim panas. Namun, kami suka makan tomat segar, jadi saya memutuskan untuk mencoba menanam tomat di dalam pot dan menaruhnya di beberapa tempat yang mendapat sinar matahari.

Tanaman tomat itu segera tumbuh dengan sangat cepat. Saya senang sekali—sampai saya menyadari bahwa pertumbuhan mereka yang sangat cepat itu disebabkan oleh usaha mereka untuk mendapatkan sinar matahari yang sangat terbatas. Pada saat saya memahami apa yang telah terjadi, tangkai-tangkai tanaman itu sudah tidak mampu menopang dirinya sendiri. Saya menemukan sejumlah tonggak, lalu mengangkat tangkai-tangkai itu dengan hati-hati dan mencoba menegakkannya dengan cara mengikatnya pada tonggak. Meski saya berusaha untuk melakukannya dengan hati-hati, salah satu tangkai yang terbelit patah juga ketika saya mencoba untuk meluruskannya.

Peristiwa ini mengingatkan saya bahwa disiplin haruslah ditanamkan sebelum sifat diri seseorang terlanjur bengkok dan menyimpang.

Imam Eli punya dua orang putra yang gagal diajarnya disiplin. Ketika kejahatan mereka sudah sedemikian buruk sehingga Eli tidak dapat lagi mengabaikannya, ia berusaha menegur dengan lembut (1 Sam. 2:24-25). Namun terlambat, Allah sudah menjatuhkan hukuman yang mengerikan: “Aku akan menghukum keluarga [Eli] untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka” (3:13).

Tindakan disiplin memang menyakitkan, tetapi akibat yang lebih parah akan dialami apabila yang salah dibiarkan tetap menyimpang. —JAL

Tuhan, meski menyakitkan, kami bersyukur karena Engkau,
dalam kasih, mendisiplinkan kami sebagai anak-anak-Mu.
Tolong kami untuk menanggapi cara-Mu ini
dengan pertobatan dan ketaatan. Amin.

Kasih Allah menegur dan memulihkan kita.

Lamaran Yang Sederhana

Sabtu, 27 Agustus 2011

Baca: Filipi 2:1-11

[Yesus] telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. —Filipi 2:8

Semasa mahasiswa, saya mendengar banyak sekali cerita tentang acara pertunangan. Dengan mata berbinar, teman-teman saya bercerita tentang acara makan malam yang mewah, menyaksikan matahari terbenam di puncak gunung, dan naik kereta kuda bersama. Saya juga ingat satu cerita tentang seorang pria yang hanya membasuh kaki kekasihnya. “Lamaran sederhana” itu membuktikan bahwa sang pria mengerti pentingnya kerendahan hati dalam suatu komitmen seumur hidup.

Rasul Paulus juga memahami pentingnya kerendahan hati dan bagaimana ini menyatukan kita. Hal ini terlebih penting dalam pernikahan. Untuk menjauhkan diri dari sikap “aku yang utama” Paulus mendorong supaya kita “tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” (Flp. 2:3). Sebaliknya, kita harus lebih mengutamakan pasangan kita daripada diri kita sendiri, dan memperhatikan apa yang menjadi kepentingannya.

Kerendahan hati yang diwujudkan dalam perbuatan berarti melayani pasangan kita. Tidak ada bentuk pelayanan yang terlalu sederhana atau terlalu sulit. Lagipula, Yesus ”telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (ay.8). Penyerahan diri-Nya itu menunjukkan kasih-Nya kepada kita.

Apa yang dapat Anda lakukan hari ini untuk melayani orang yang Anda kasihi dengan rendah hati? Mungkin sesuatu yang sederhana seperti tidak menyajikan sayur yang tidak disukainya atau yang sulit seperti mendampinginya ketika ia menderita sakit berkepanjangan. Apa pun itu, mengutamakan kebutuhan pasangan kita di atas kebutuhan kita sendiri menegaskan komitmen kita kepada satu sama lain, melalui sikap rendah hati yang diteladankan Kristus. —JBS

Dalam pernikahan, kita akan memuliakan Kristus
Dengan mengikuti teladan yang diberikan-Nya
Memberikan kasih dan perhatian yang sedia berkorban
Untuk memenuhi kebutuhan pasangan. —Sper

Bila Anda mengira Anda terlalu mengasihi pasangan Anda, mungkin Anda belum sungguh mengasihinya.

Kebaikan Tuhan

Jumat, 26 Agustus 2011

Baca: Mazmur 119:97-104

Betapa kucintai Taurat-Mu. —Mazmur 119:97

Beberapa tahun yang lalu, saya kebetulan membaca suatu tulisan singkat karya Sir James Barrie, seorang bangsawan Inggris. Dalam tulisannya, ia memaparkan kesan pribadinya yang mendalam terhadap sang ibu. Ibunya sangat mengasihi Allah dan firman-Nya hingga ia benar-benar membaca setiap halaman Alkitabnya sampai hancur. “Sekarang Alkitab itu menjadi milikku,” tulis Sir James, “dan bagiku benang-benang hitam yang dijahitkan ibuku di dalam Alkitabnya merupakan bagian dari isinya.”

Ibu saya juga mencintai firman Allah. Kebiasaannya membaca dan merenungkan firman-Nya berjalan lebih dari 60 tahun. Saya menyimpan Alkitab miliknya di bagian yang mudah terlihat pada rak buku saya. Alkitabnya juga sudah usang dan robek, setiap halamannya dipenuhi dengan tulisan berupa komentar dan hasil perenungannya. Ketika saya masih kecil, saya sering masuk ke kamarnya di pagi hari dan melihatnya sedang membuka Alkitab di pangkuannya, merenungkan setiap kata yang dibacanya. Ia melakukan hal ini sampai saat ia tidak dapat lagi membaca kata-kata dalam Alkitab itu Pada masa-masa itupun, Alkitabnya adalah buku miliknya yang paling berharga.

Ketika ibu dari Sir James semakin lanjut usia, ia tak dapat lagi membaca kata-kata dalam Alkitabnya. Namun setiap hari, suaminya tetap meletakkan Alkitab itu di tangan sang istri, dan ia akan memegangnya dengan hormat.

Pemazmur menulis, “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku” (119:103). Sudahkah Anda mengecap kebaikan Tuhan? Bacalah Alkitab Anda hari ini. —DHR

Alkitab, Alkitab! Lebih berharga dari emas;
Harapan sukacita dan terang kemuliaan dari setiap halamannya;
Yang berbicara tentang Bapa dan menceritakan kasih-Nya,
Dan menunjukkan jalan menuju rumah kekal di surga. —NN.

Alkitab yang sering dibaca merupakan tanda dari suatu jiwa yang telah terpuaskan.

Puisi: Mukjizat Tuhan Dalam Hidupku

oleh Priskila They-We

Di dalam dunia yang fana ini seringkali kita lupa…
Terbayang berbagai rasa dilema, resah, kecewa, dan putus asa

Saat badai hidup menerpa
Dan semua usaha terasa sia-sia…
Bahkan seakan tak berdaya hadapi semua…
Ini karena kita tak bersandar pada Nya dan meragukan kuasa Nya

Malah hanya berpegang pada keinginan pribadi semata
Yang dianggap akan berujung indah dan sempurna…
Namun berbagai macam peristiwa akhirnya menyadarkan kita
Kita hanya debu tak berguna tanpa Sang Pencipta

Ia Tuhan yang sanggup memecahkan pergumulan anak-anak Nya,
Menghapus semua luka dan duka,
Menyertai dan menuntun setiap langkah kita,
Menganugerahkan kekuatan dan karya terbaik di balik lika-liku hidup kita,
Serta memenuhi kalbu ini dengan kasih setia dan sukacita

Ia sanggup mewujudkan impian kita
Bahkan memberikan lebih dari yang kita duga dan pinta
Saat kita berharap, percaya, dan berdoa dengan kesungguhan hati pada-Nya
Kita pun makin bertumbuh dalam Dia
Dan lebih memahami akan arti kehadiran-Nya

Mensyukuri limpahan kasih karunia, curahan hikmat, keagungan, dan keajaiban-Nya
Yang tak terhingga sampai selamanya
Bersama berjuang dengan sahabat-sahabat doa dan keluarga dalam Tuhan yang slalu tulus dan setia

Walau mungkin akan ada rintangan menghadang dan pandangan sebelah mata
Ketika kita jadi garam dan terang di tengah kegelapan dunia…
Di dalam Tuhan, kita pasti bisa hadapi semua!!!