Tidak Adil

Rabu, 9 Juni 2010

Baca: Mazmur 103:1-10

Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita. —Mazmur 103:10

“Tidak adil!” Apakah kita pernah mengatakan hal ini atau setidaknya hanya memikirkannya, kita harus mengakui bahwa sangatlah menjengkelkan bila kita melihat seseorang yang bersalah, tetapi tidak mendapatkan hukuman yang pantas diterimanya. Kita telah mempelajari hal ini di awal usia kita. Coba tanyakan kepada orangtua yang mempunyai anak remaja. Anak-anak tidak suka ketika melihat saudaranya tidak dihukum ketika melakukan kesalahan. Itulah sebabnya mereka suka saling membicarakan kesalahan orang lain. Namun, kita sebenarnya  tidak pernah terlepas dari masalah ini. Menurut pemikiran kita, keadilan berarti orang berdosa layak mendapatkan amarah Allah dan kita, sebagai orang yang baik, layak mendapatkan pujian dari-Nya.

Namun, bila Allah benar-benar “adil”, kita semua sudah pasti tidak dapat lolos dari penghakiman-Nya! Kita dapat bersyukur karena: “Tidak dilakukan [Allah] kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita” (Mzm. 103:10). Kita seharusnya bersukacita, dan bukan mengeluh, bahwa Allah lebih memilih berbelas kasih daripada menuntut keadilan, bahkan bagi mereka yang tidak layak dan terhilang tanpa harapan. Ketika kita merenungkan hal ini, kapan terakhir kali kita memilih untuk berbelas kasih daripada menuntut keadilan pada orang yang menyakiti kita?

Belas kasih Allah dan bukan keadilan-Nya yang telah mendorong-Nya untuk menyelamatkan kita sehingga surga dapat berpesta pora saat kita bertobat (Luk. 15:7). Secara pribadi, saya bersyukur bahwa Allah tidak berlaku “adil” terhadap saya! Anda setuju, bukan? —JMS

Kebaikan yang tak layak kita dapatkan;
Kasih, ketika kita telah berpaling dari Allah;
Belas kasih, ketika kasih-Nya telah kita tolak
Itulah anugerah Allah! —NN.

Kita dapat berbelas kasih kepada sesama,
karena Allah terlebih dulu berbelas kasih kepada kita.

Tolonglah Saya

Selasa, 8 Juni 2010

Baca: Mazmur 139:7-12

Biarlah tangan-Mu menjadi penolongku, sebab aku memilih titah-titah-Mu. —Mazmur 119:173

Baru-baru ini saya pergi memancing dengan beberapa teman dan menyeberangi arus sungai yang terlampau kuat untuk kedua kaki saya yang menua ini. Saya seharusnya lebih berhati-hati karena arus yang kuat seperti itu dapat menyeret saya hingga tidak dapat tertolong lagi.

Saya diliputi kepanikan sama seperti ketika Anda menyadari bahwa Anda sedang menghadapi bahaya besar. Jika saya maju satu langkah lagi, saya pun akan terseret arus dan tamatlah riwayat saya.

Saya melakukan satu hal yang terpikirkan saat itu: berseru kepada teman yang berdiri paling dekat dengan saya, yang memang lebih muda dan lebih kuat dari saya. “Hey, Pete! Tolonglah saya!” Pete menyeberangi arus tersebut, mengulurkan tangannya yang kuat, dan menarik saya ke air tenang.

Beberapa hari kemudian, ketika saya sedang membaca Mazmur 119, saya sampai di ayat 173: “Biarlah tangan-Mu menjadi penolongku, sebab aku memilih titah-titah-Mu.” Segera saya teringat pada saat saya terjebak arus dan pada saat-saat lain ketika saya “menyeberangi” berbagai situasi yang sulit, dan dengan rasa percaya diri yang berlebihan, sehingga saya membahayakan diri sendiri atau orang-orang yang saya kasihi. Mungkin Anda mengalami keadaan tersebut sekarang ini.

Ada pertolongan terdekat, seorang Sahabat yang jauh lebih kuat dari Anda dan saya—Pribadi yang tangan-Nya memegang kita (Mzm. 139:10). Sang pemazmur berkata, “Punya-Mulah lengan yang perkasa, kuat tangan-Mu dan tinggi tangan kanan-Mu” (89:14). Anda dapat berseru kepada Allah, “Tolonglah saya!” dan Dia akan segera menyertai Anda. —DHR

Jangan takut, Aku besertamu—Oh, janganlah takut
Karena Aku adalah Allahmu, Aku akan memberimu pertolongan;
Aku akan menguatkanmu, menolongmu, dan mendukungmu,
Peganglah tangan Anugerah, Maha Kuasa-Ku. —NN.

Ketika kemalangan menerjang, Allah siap menguatkan kita.

Murah Hati

Senin, 7 Juni 2010

Baca: 1 Korintus 15:1-11

Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. —1 Petrus 4:10

Minggu lalu saya mempunyai beberapa kesempatan untuk menunjukkan kemurahan hati. Saya tidaklah sempurna, tetapi saya cukup puas dengan cara saya khususnya ketika menangani satu situasi tertentu. Alih-alih marah, saya malah berkata, “Aku paham bagaimana hal itu bisa terjadi. Yang pasti aku punya andil juga dalam kesalahan itu,” dan saya tidak membela diri.

Menurut ukuran saya sendiri, saya merasa layak mendapatkan nilai tinggi. Mungkin tidak sempurna, tetapi cukup mendekati. Seharusnya saya malu untuk mengakui, bahwa di dalam benak saya terbersit pikiran bahwa dengan demikian saya berharap di kemudian hari saya akan diperlakukan dengan cara yang sama.

Hari Minggu berikutnya kebaktian di gereja kami sedang menyanyikan pujian “Ajaib Benar Anugerah” dan tiba-tiba sikap saya yang memalukan tersebut muncul di benak saya ketika pujian ini sampai pada kalimat, “Ajaib benar anugerah pembaru hidupku, kuhilang, buta, bercela.”

Betapa salahnya pemikiran saya! Kemurahan hati  yang kita berikan kepada sesama bukanlah berasal dari kita sendiri. Satu-satunya alasan kita dapat “memberi” dengan murah hati adalah karena Allah telah terlebih dahulu bermurah hati kepada kita. Kita hanya dapat meneruskan apa yang sudah kita terima dari-Nya.

Penatalayan yang baik mencari berbagai kesempatan untuk meneruskan kepada sesama apa yang telah kita terima dari Tuhan. Kiranya kita semua menjadi “pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1 Ptr. 4:10). —JAL

Kesempurnaan kasih Allah yang tak tertandingi
Bersinar dari Kalvari;
Betapa besar belas kasih, anugerah yang ditunjukkan-Nya
Saat Yesus mati di kayu salib. —NN.

Saat Anda mengalami kasih karunia Allah, pasti Anda ingin menyatakannya.

Pahlawan Yang Menyembuhkan

Minggu, 6 Juni 2010

Baca: 1 Petrus 3:8-17

Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. —1 Petrus 3:14

Kopral Desmond Doss adalah orang pertama yang mendapatkan Medali Kehormatan Kongres, yaitu penghargaan militer tertinggi Amerika Serikat, meski pun dirinya tidak menyetujui adanya perang. Sebagai pengikut Kristus yang setia, Doss percaya bahwa membunuh adalah dosa, tetapi demi negara ia bersedia menjadi sukarelawan medis. Dalam masa pelatihan, para tentara yang lain mencemooh Doss karena ia menolak untuk menembakkan senapan. Mereka mengolok-oloknya ketika ia membaca Alkitab dan berlutut di sisi ranjang di malam hari untuk berdoa. Namun, hal itu berubah ketika peperangan berlangsung.

Selama pertempuran Perang Dunia II untuk mempertahankan Okinawa di bulan Mei 1945, Doss berulang kali mempertaruhkan nyawanya untuk menolong banyak tentara yang terluka. Melalui tindakan-tindakannya yang penuh pengorbanan, ia memperoleh ucapan terima kasih dan penghormatan dari orang-orang yang telah diselamatkannya dan bahkan dari para tentara yang tadinya banyak melontarkan kritik padanya.

Ketika didera cercaan sepihak, Petrus menasehati saudara-saudaranya seiman, “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar” (1 Ptr. 3:14). Petrus mendorong mereka untuk memuliakan Allah dalam hati mereka dan siap untuk memberikan jawaban yang lemah lembut kepada mereka yang bertanya tentang pengharapan yang mereka miliki (ay.15).

Mari kita menunjukkan kasih Allah sebagai respons kepada dunia yang terluka dan sering menolak Kristus. —DCM

Kita diajar ‘tuk mengasihi musuh
Yang kita hadapi dalam hidup,
‘Tuk menunjukkan kasih yang tak layak kita terima
Menyatakan kepada mereka anugerah Allah. —Bosch

Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah manusiawi;
membalas kejahatan dengan kebaikan adalah kesalehan.

Tekad Bulat

Sabtu, 5 Juni 2010

Baca: 2 Korintus 5:16-21

Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. —2 Korintus 5:18

Salah satu kebanggaan dalam melayani di Moody Bible Institute adalah ketika mendengarkan kesaksian para alumni yang telah mempengaruhi dunia bagi Kristus. Berbagai kisah mereka tentang pengorbanan, ketabahan, dan semangat demi Injil sungguh mengesankan.

Pada akhir abad kesembilan belas, Mary McLeod Bethune menghabiskan waktu 2 tahun untuk belajar di Moody di kota Chicago, sebagai persiapan untuk menjadi misionaris di Afrika. Namun setelah lulus, tidak ada badan misi yang bersedia memberikan kesempatan kepada wanita kulit hitam seperti dirinya untuk melayani di ladang misi. Kegagalan untuk menjangkau Afrika tersebut tidak membuat Mary putus asa. Ia mendirikan sekolah untuk para wanita kulit hitam di Florida, yang  pada akhirnya berkembang menjadi Bethune-Cookman College. Ia menjadi dorongan yang kuat untuk perubahan status kaum wanita.

Warisan Mary tersebut lahir dari kebulatan tekadnya untuk melayani Yesus bahkan ketika diperhadapkan dengan hancurnya impiannya. Ia tahu bahwa Allah telah mempercayakan kepadanya “pelayanan pendamaian” (2 Kor. 5:18)—dan ia tidak akan pernah menyerah.

Ini bukan hanya mandat untuk Mary McLeod Bethune. Menceritakan  kepada orang lain bahwa mereka dapat diperdamaikan dengan Allah melalui Kristus merupakan panggilan bagi kita semua. Saat ini, carilah peluang untuk melakukan perubahan bagi Yesus—di mana pun Anda berada! —JMS

Di mana pun Engkau menempatkan kami, Tuhan,
Berikan kami keberanian ‘tuk menyatakan
Kepada mereka yang terhilang dalam dosa:
“Kau dapat diperbarui di dalam nama Yesus.” —Sper

Salah satu kualitas yang dicari Allah dari umat-Nya
adalah hati yang bersedia melayani-Nya.


Resensi Buku: GARAM & TERANG for Youth

oleh Putri Sastra

“Kaya” sejak Muda

Judul : GARAM & TERANG for Youth: Road to Transformation
Penulis : Chang Khui Fa
Penerbit : Pionir Jaya
Cetakan : 1, Mei 2010
Tebal : 288 halaman

Teman-teman, sebagai remaja/pemuda kita pasti memiliki banyak impian. Mungkin kita ingin mempunyai banyak uang, pacar yang ganteng/cantik, atau pun menjadi orang terkenal. Berangan-angan boleh saja, tapi apakah itu yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita? Apakah hidup kita menyenangkan hati Allah?

Buku GARAM & TERANG for Youth: Road to Transformation mengupas habis masalah-masalah yang umumnya remaja/pemuda hadapi. Selain itu, buku ini juga mengajak kita untuk merenungkan, mengintrospeksi, dan mengubah aspek-aspek dalam hidup kita agar semuanya berkenan di hadapan Tuhan.

Melalui gaya bahasa yang santai dan penuh humor, penulis seolah mengajak kita melakukan sebuah perjalanan yang dikemas dalam 11 bab/road dengan kilometer-kilometer yang singkat pada setiap road-nya. Perjalanan dimulai dari pengenalan kita akan Allah, pemahaman kehendak Allah, seputar dunia cinta, petualangan dalam dunia kerja, lalu penggunaan uang, pengaturan waktu, respon atas panggilan Tuhan, hubungan keluarga dan teman, penyelesaian masalah, cara menghadapi depresi, hingga menjadi pemimpin yang menyenangkan hati Tuhan.

Saya menikmati setiap perjalanan dalam buku ini, tapi yang paling berkesan bagi saya adalah topik mengenai kehendak Allah. Sering kali saya merasa bimbang saat harus mengambil sebuah keputusan dan bertanya-tanya: apakah keputusan ini yang terbaik dan sesuai kehendak Allah? Contohnya pada saat akan lulus SMA, saya merasa bingung tentang jurusan apa yang harus saya pilih untuk kuliah nanti dan di perguruan tinggi mana saya harus mendaftar.  Mungkin teman-teman juga mengalami pengalaman yang sama dengan saya. Bagaimana memutuskan hal ini?

Pada halaman 54 buku ini, ada 1 paragraf pertanyaan menarik yang diajukan penulis, “Kenapa kehendak Tuhan sepeti lilin dan tidak seperti senter yang menerangi jauh ke depan? Sederhana, karena Tuhan ingin kita bersandar pada-Nya every minute, every hour, every single day. Bukan hanya sekali-sekali.” Benar sekali! Dan saya merasakan itulah kunci untuk memahami kehendak Allah… kita harus bergantung pada-Nya setiap saat. Pada saat saya memilih jurusan pun saya tidak lupa berdoa pada Tuhan dan sedikit demi sedikit Tuhan mengarahkan saya melalui orangtua dan juga kakak pembimbing di gereja sehingga saya pun dapat memilih jurusan dan universitas yang sesuai.

So teman-teman, jangan lewatkan buku ini karena buku ini memberikan pembekalan/perenungan yang baik bagi kita sebagai kaum muda agar kita bisa menjadi anak-anak Tuhan yang “kaya” sejak muda.

Dalih Yang Masuk Akal

Jumat, 4 Juni 2010

Baca: Mazmur 51:1-14

Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati. —1 Samuel 16:7

Saat media mencercanya dengan tuduhan skandal dan ketidakpantasan, politisi yang bersalah tersebut menjawab dengan dalih, “Aku tak ada hubungannya dengan hal itu.” Ini merupakan upaya lain dari seorang figur publik untuk menerapkan strategi yang disebut “dalih yang masuk akal” untuk menolak tuduhan. Ini terjadi ketika para individu berusaha menciptakan jejaring keselamatan pribadi bagi diri sendiri dengan cara meyakinkan orang lain bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang dipertanyakan. Orang lain dipersalahkan dan menjadi kambing hitam atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan seseorang.

Terkadang, orang Kristen juga mengajukan dalih yang masuk akal dengan caranya sendiri. Kita menyatakan ketidaktahuan kita atas perbuatan yang salah, membenarkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain—tetapi Allah mengetahui apa yang benar. Alkitab mengatakan: “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (1 Sam. 16:7). Hal ini nyata kebenarannya baik untuk hati yang murni maupun hati yang kotor dan berjubahkan kemurnian palsu. Kita mungkin dapat mengelabui mereka yang hanya dapat melihat bagian luar, tetapi Allah melihat realitas hati kita—apakah hati kita baik atau jahat.

Oleh karena itu, sungguh bijaksana untuk mengakui kesalahan-kesalahan kita dengan rendah hati di hadapan Tuhan. Dia berkenan akan kebenaran (Mzm. 51:8). Satu-satunya cara untuk lepas dari dosa dan memulihkan kembali hubungan kita bersama Allah adalah dengan menyadari dan mengakui dosa itu kepada-Nya (ay.5-6). —WEC

Tuhanku, kasihanilah aku;
Dosaku t’lah mendukakan hati-Mu;
Dan kuatkan ketetapan hatiku, Oh Tuhan,
‘Tuk meninggalkan apa yang jahat. —D. De Haan

Kita mungkin berhasil mengelabui orang lain, tetapi Tuhan mengetahui isi hati kita.


Juara Menembak

Kamis, 3 Juni 2010

Baca: Filipi 3:7-14

Dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. —Filipi 3:14

Sebagai penyandang medali emas di cabang menembak pada Olimpiade 2004, Matt Emmons diperkirakan akan memenangi kejuaraan lainnya di Athena. Ia telah berada di puncak peringkat dan berharap mencetak skor tertinggi dengan membidik tepat sasaran pada tembakan terakhirnya. Namun, ada yang tidak beres—ia telah menembak sasaran yang salah! Tembakan yang salah sasaran tersebut membuat Emmons turun ke peringkat ke delapan dan hilanglah kesempatan untuk meraih medali.

Dalam suratnya kepada jemaat Filipi, Paulus menekankan pentingnya untuk memusatkan perhatian pada sasaran yang tepat dalam kehidupan Kristen. Ia berkata, “Dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (3:14).

Paulus menggunakan kata “tujuan” dalam suatu ilustrasi tentang seorang atlit yang bertanding dalam kejuaraan lari. Menarik sekali bahwa kata yang sama juga dipakai untuk sasaran dalam olahraga memanah. Untuk kedua cabang tersebut, kemenangan bergantung pada kemampuan untuk memusatkan perhatian. Sebagai orang percaya, perhatian kita haruslah terpusat pada upaya untuk menjadi semakin serupa dengan Juruselamat kita, Yesus Kristus (Rm. 8:28-29, Gal. 5:22-23).

Apakah pusat perhatian Anda saat ini? Apakah hidup Anda dipenuhi dengan hasrat untuk terus melangkah maju dan membuat hidup menjadi lebih nyaman? Bagi orang percaya, sasaran yang tepat adalah menjadi semakin serupa dengan Anak Allah (2 Kor. 3:18). Saat ini, pastikan bahwa Anda mengarahkan diri ke sasaran yang tepat! —HDF

Aku punya kerinduan yang menggebu,
Aku ingin seperti Yesus.
‘Tuk ini aku berharap penuh,
Aku ingin seperti Yesus. —Chisholm

Untuk menghasilkan yang terbaik dalam hidup Anda,
jadikanlah sasaran Allah sebagai sasaran Anda.

Untuk Tuhan Yesus

Oleh Mirna Lucia, 23.