Kita Tidak Sendirian

Jumat, 17 Maret 2023

Baca: Wahyu 3:14-22

3:14 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:

3:15 Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!

3:16 Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.

3:17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,

3:18 maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.

3:19 Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!

3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

3:21 Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.

3:22 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.”

Aku berdiri di muka pintu dan mengetok. —Wahyu 3:20

Dalam cerpen menegangkan “Knock” (Ketukan) karya Fredric Brown, ia menulis, “Orang terakhir di Bumi duduk seorang diri di dalam ruangan. Lalu, terdengar ketukan di pintu.” Astaga! Siapa itu, dan apa yang mereka inginkan? Makhluk misterius apa yang mendatanginya? Ternyata orang itu tidak sendirian.

Kita pun tidak.

Jemaat di Laodikia mendengar ketukan di pintu mereka (Why. 3:20). Pribadi supranatural apa yang mendatangi mereka? Dialah Yesus, “Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup” (1:17-18). Mata-Nya bagaikan nyala api, dan wajah-Nya “bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik” (ay.16). Ketika sahabat-Nya, Yohanes, melihat sekelebat kemuliaan-Nya, ia tersungkur “di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati” (ay.17). Iman kepada Kristus dimulai dengan sikap takut akan Allah.

Kita tidak sendirian, dan ini membuat kita tenang. Yesus adalah “cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr. 1:3). Meski demikian Kristus menggunakan kekuatan-Nya bukan untuk menghancurkan kita, melainkan untuk mengasihi kita. Dengarlah undangan-Nya, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why. 3:20). Iman kita diawali dengan sikap takut—Siapa yang ada di depan pintu?—dan diakhiri dengan penerimaan dan sambutan yang hangat. Yesus berjanji akan selalu menyertai kita, sekalipun kita adalah orang terakhir di muka bumi ini. Syukurlah, kita tidak pernah sendirian. —Mike Wittmer

WAWASAN
Surat kepada jemaat di Laodikia (Wahyu 3:14-22) adalah satu-satunya surat kepada tujuh jemaat di Asia Kecil (lihat pasal 2–3) yang jemaatnya sama sekali tidak dipuji. Meski demikian, kita tetap memperoleh penghiburan di tengah peringatan Allah. Sebutan tentang “minyak untuk melumas matamu” (3:18) mempunyai relevansi dengan Laodikia, karena daerah itu terkenal karena obat-obatannya, termasuk pelumas mata. Namun, masalah penglihatan jemaat di Laodikia tidak bersifat fisik, melainkan rohani. Kekayaan telah membuat mereka mengira bahwa mereka sanggup berdiri sendiri (ay.15-17), dan sikap itu mendorong Allah untuk mengucapkan sesuatu yang terdengar seperti ancaman: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar” (ay.19). Namun, ini menandakan bahwa Allah tidak meninggalkan jemaat itu. Karena sangat mengasihi mereka, Allah rela menegur mereka. —Tim Gustafson

Kita Tidak Sendirian

Mengapa kita tidak dapat memisahkan kuasa Allah dari kasih-Nya? Mengapa kedua hal itu sama pentingnya?

Tuhan Yesus, masuklah ke dalam hati dan hidupku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 30-31; Markus 15:1-25

Pelatihan Alkitab

Kamis, 16 Maret 2023

Baca: 2 Timotius 3:1-9,14-17

3:1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.

3:2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,

3:3 tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik,

3:4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

3:5 Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!

3:6 Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu,

3:7 yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran.

3:8 Sama seperti Yanes dan Yambres menentang Musa, demikian juga mereka menentang kebenaran. Akal mereka bobrok dan iman mereka tidak tahan uji.

3:9 Tetapi sudah pasti mereka tidak akan lebih maju, karena seperti dalam hal Yanes dan Yambres, kebodohan merekapun akan nyata bagi semua orang.

3:14 Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.

3:15 Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.

3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. —2 Timotius 3:16

Sekitar akhir abad ke-19, orang-orang di berbagai tempat mulai mengembangkan program-program pelayanan yang serupa. Program pertama muncul di Montreal, Kanada, pada tahun 1877. Konsep lain diluncurkan di New York pada tahun 1898. Hingga tahun 1922, tercatat ada sekitar lima ribu program serupa yang aktif di Amerika Utara pada setiap musim panas.

Itulah awal mula dari Vacation Bible School (Sekolah Alkitab Liburan). Semangat yang membakar para perintis pelayanan tersebut adalah kerinduan agar anak-anak muda mengenal Alkitab.

Paulus memiliki kerinduan serupa bagi anak didiknya, Timotius. Sang rasul menyatakan bahwa Kitab Suci “diilhamkan Allah” dan memperlengkapi kita untuk “setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:16-17). Namun, pesan itu bukan sekadar dorongan lembut agar orang mau membaca Alkitab. Paulus memberikan nasihatnya setelah memperingatkan bahwa “pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar” (ay.1), dengan para guru palsu yang “tidak pernah dapat mengenal kebenaran” (ay.7). Penting bagi kita untuk melindungi diri dengan Kitab Suci, karena dengan demikian kita akan diliputi oleh pengenalan akan Juruselamat kita, yang membuat kita berhikmat dan dituntun “kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (ay.15).

Yang perlu mempelajari Alkitab bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Tidak hanya pada satu musim tertentu, tetapi setiap hari. Paulus menulis, “dari kecil [Timotius] sudah mengenal Kitab Suci” (ay.15), tetapi bagi kita, tidak pernah ada kata terlambat untuk memulainya. Di mana pun tahap hidup kita saat ini, hikmat Alkitab dapat membawa kita untuk mengenal Yesus. Itulah program Allah untuk kita semua. —Kenneth Petersen

WAWASAN
Timotius pertama kali disebutkan dalam Alkitab di Kisah Para Rasul 16:1, ketika ia bergabung dengan Paulus dan Silas dalam perjalanan misi mereka. Di situ disebutkan bahwa ayahnya seorang Yunani dan ibunya seorang Yahudi yang sudah percaya. Itu sesuai dengan perkataan Paulus dalam 2 Timotius 1:5, saat ia menyebut nenek Timotius (Lois) dan ibunya (Eunike) sebagai orang-orang yang memberi pengaruh iman yang positif dalam perkembangan Timotius. Agaknya pengaruh itulah yang disebutkan sang rasul dalam 2 Timotius 3:15, bahwa Timotius telah mengenal Kitab Suci “dari kecil.” —Bill Crowder

Pelatihan Alkitab

Apa saja ayat Alkitab favorit kamu? Bagaimana ayat-ayat itu telah membawa kamu untuk mengenal Kristus?

Allah Mahakasih, terima kasih untuk Kitab Suci yang Engkau karuniakan dan yang telah menolongku mengenal Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 28-29; Markus 14:54-72

Dusta dan Dosa di Antara Kita: Memahami Cara Kerja Iblis dari Buku The Screwtape Letters

Oleh Jovita Hutanto

“Yang Terkasih Wormwood,

Pasienmu itu tentu saja sudah mengetahui bahwa dia harus sabar menaati kehendak Sang Musuh. Maksud Sang Musuh dalam hal ini supaya pasien sabar menerima semua penderitaan yang terjadi padanya. Untuk hal inilah pasien seharusnya mengatakan ‘jadilah kehendak-Mu.’ Tugas kamu, Wormwood, adalah mengalihkan perhatiannya dari Sang Musuh ke pikirannya sendiri. Berikan ejekan atau sesosok tubuh wanita untuk menarik perhatiannya pada hal-hal duniawi, supaya dia tidak berjumpa dengan Sang Musuh.”

Teman-teman, penggalan surat di atas adalah tulisan dari Screwtape, sesosok Iblis senior kepada Wormwood, keponakannya. Kisah dua tokoh ini dituliskan oleh C.S Lewis dalam buku klasik karangannya yang berjudul “The Screwtape Letters”. Walaupun usia buku ini telah lebih dari 80 dekade sejak ditulis, tapi pesannya tetap relevan bagi kita yang hidup di zaman sekarang.

Dikisahkan lebih lanjut, Screwtape adalah iblis senior, berpangkat tinggi dalam birokrasi neraka. Dia sedang mengajarkan Wormwood strategi untuk mendapatkan jiwa “pasien” atau si pemuda Kristen. Sang Musuh yang dimaksudkan oleh Screwtape adalah Bapa Surgawi. Buatku, buku ini sangat menarik karena surat-surat dari Screwtape secara lengkap menggambarkan pergumulan yang mungkin pernah atau akan kita alami dalam hidup. Di sinilah aku mulai mengerti bahwa seringkali pikiran kita merupakan pikiran yang diinginkan dan diarahkan oleh iblis.

Lewat tulisan ini, aku mau mengajakmu untuk melihat beberapa penggalan-penggalan lain dari surat si iblis senior.

“Yang Terkasih Wormwood,

Di dalam surat terakhirmu, kau nyatakan cara-cara hina, contohnya kerakusan, sebagai sarana untuk menangkap jiwa-jiwa. Ini semua upaya kita yang telah memusatkan kerakusan pasien kita pada makanan lezat. Seluruh hidupnya telah diperbudak oleh kenikmatan dari jenis hawa nafsu ini, yang cukup terselubung dan pada taraf yang masih ringan. Di sini kita bisa menggunakan perut dan cita rasa lidah pasien untuk menghasilkan omelan, ketidaksabaran, pelit hati, dan pementingan diri sendiri.”

Penggalan ini menarik! Mungkin banyak dari kita berpikir bahwa pertarungan spiritual terjadi di saat kita menghadapi pencobaan besar seperti kejatuhan finansial, penyakit kritis, konflik keluarga, dan sebagainya. Namun, pertarungan spiritual sejatinya tidak hanya terjadi pada area eksternal, tapi juga di dalam pergumulan yang sifatnya internal seperti penyangkalan diri melawan keegoisan, menahan amarah, dan hawa nafsu. Kita mungkin terdorong untuk menganggap remeh dosa-dosa yang tampaknya sepele, atau bahkan tidak lagi dianggap seperti dosa karena sifatnya yang ditolerir masyarakat. Dalam kasus ini, C.S Lewis memberikan contoh dosa ketamakan saat makan.

Dalam keseharian kita, banyak contoh dosa ‘sepele’ lainnya yang kita terus lakukan seperti bergosip, malas-malasan, berbohong, dan lainnya. Dosa-dosa ini memang dapat dimaklumi oleh masyarakat, namun tidak mengubah fakta bahwa semuanya itu tetaplah tindakan dosa. Malah, yang justru paling membahayakan adalah dosa-dosa yang tidak kelihatan seperti kedengkian, iri hati, kesombongan. Sekecil apa pun tantangan dosa kita, iblis akan terus berusaha menggoda dan mencuci otak kita.

“Yang Terkasih Wormwood,

Jadi engkau sangat mengharapkan fase keagamaan pasienmu menjadi sekarat? Ingat bahwa manusia adalah makhluk amfibi (setengah roh dan setengah binatang). Sebagai roh mereka adalah milik dunia kekekalan, dan sebagai binatang mereka mendiami waktu. Artinya, ketika roh mereka bisa diarahkan pada suatu objek yang abadi- tubuh, nafsu, dan imajinasi- mereka tetap terus menerus mengalami perubahan.

Kau perhatikan juga, Sang Musuh memang sungguh-sungguh ingin mengisi alam semesta ini dengan banyak makhluk kecil tiruan diri-Nya yang menjijikan itu. Dia ingin mereka memiliki kualitas yang sama seperti kehidupan-Nya, bukan karena Dia menyerap manusia tetapi karena kehendak bebas mereka untuk menyesuaikan diri dengan kehendak-Nya.”

C.S Lewis mengingatkan kita juga bahwa pertarungan spiritual tidak akan selesai selama kita masih bernafas. Selama kita masih mengenakan tubuh yang naturnya sudah berdosa, godaan akan terus datang. Tapi, kita jangan salah kaprah. Bukan berarti Tuhan tidak berkuasa mengalahkan kuasa iblis, namun Dia memberikan kita kehendak bebas untuk memilih dan berekspresi pada pihak mana kita ingin menyerahkan jiwa kita.

Kemenangan atau kekalahan kita dalam menghadapi peperangan spiritual ada di tangan kita dan belas kasih Tuhan. Ada dua personil dalam perjuangan ini: kita dan Tuhan. Peperangan ini adalah peperangan kita menanggalkan keberdosaan kita, tetapi karena Tuhan memberikan kita anugerah, Dia dengan sukarela menolong kita dalam pertarungan ini. Maut telah dikalahkan, tetapi seperti yang kutuliskan di atas, selama kita masih hidup di dunia, kita akan terus melakukan peperangan ini.

Rasul Paulus mengatakan, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan … dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah … Berdoalah setiap waktu di dalam Roh…” (Efesus 6:14-18). Kalimat ini sungguh solid. Sebagai seorang yang memperlengkapi dirinya untuk berperang, begitulah selayaknya kita mempersiapkan diri kita dalam pertarungan spiritual kita.

Paulus menyebutkan 3 kata kunci penting: “iman,” “firman Allah,” dan “doa.” Se-tak-berwujud itu 3 kunci kemenangan peperangan sengit ini, karena memang ini bukan pertarungan kelas manusia yang bisa dilihat dengan kasat mata, sehingga yang bisa mengalahkan kuasa iblis hanyalah kuasa Tuhan dalam diri kita. Pertarungan rohani ini pertama-tama memerlukan iman, yaitu keyakinan kita pada kemenangan dalam Kristus. Iman yang menjadi tameng kita di kala sedang bergumul sembari tetap percaya. Yang kedua, Firman Allah dibutuhkan sebagai pedoman hidup orang percaya agar kita tahu bagaimana seharusnya kita bertindak; dan yang ketiga adalah doa. Doa merupakan sarana komunikasi kita dengan Allah, sekaligus menjadi waktu QT (quality time) kita dengan Tuhan. Aku yakin kita semua sudah bosan mendengar tiga kewajiban ini, tapi tak peduli seberapa bosan pun, inilah tiga senjata yang kita perlukan. Dengan ketiganya, mata hati kita akan dibukakan pada peperangan yang tidak kelihatan ini.

Kita memiliki pertarungan rohani masing-masing, sehingga tidak ada ilmu eksak dalam memenangkan pertarungan ini. Setiap orang memiliki story-nya sendiri-sendiri, sehingga fase iman setiap manusia bisa berbeda-beda.

Aku lebih suka menyimpulkan 3 kunci kemenangan ini (iman, firman, doa) dalam satu kata, yaitu “relasi.” Relasi kedekatan kita pada Tuhanlah yang akan memberikan kita kepekaan dan kekuatan dalam bertarung melawan musuh kita masing-masing. Jangan bandingkan jalan hidup kita dengan orang lain; jalankanlah sesuai dengan standar yang diberikan Tuhan pada diri kita masing-masing.

Jadi, standar Tuhan untukku itu seperti apa? Ya itulah pr yang harus selalu kukerjakan seumur hidupku.

“Wormwood yang sangat terkasih,

Engkau sudah membiarkan sebuah nyawa terlepas dari genggamanmu. Para penggoda yang tak becus seperti dirimu adalah kegagalan departemen inteligensi kita. Ini membuatku marah.

Pamanmu yang semakin kelaparan,
Screwtape”

Kita semua punya gelar sarjana yang sama, “manusia berdosa”. Tapi, setelah kita memenangkan peperangan rohani, kita akan memperoleh gelar magister, “menang dalam Tuhan”!

Semangat buat terus berjuang untuk meraih gelar kedua kita ya teman-teman!

Diam dalam Hadirat Allah

Rabu, 15 Maret 2023

Baca: Mazmur 46

46:1 Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian. (46-2) Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.

46:2 (46-3) Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;

46:3 (46-4) sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela

46:4 (46-5) Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai.

46:5 (46-6) Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi.

46:6 (46-7) Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur.

46:7 (46-8) TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

46:8 (46-9) Pergilah, pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi,

46:9 (46-10) yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!

46:10 (46-11) “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!”

46:11 (46-12) TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah. —Mazmur 46:11

Foto pertama dari seorang manusia diambil oleh Louis Daguerre pada tahun 1838. Di dalamnya nampak sosok seseorang di jalanan kota Paris yang kosong pada suatu siang. Namun, ada yang terasa janggal pada foto tersebut; jalan dan trotoar di sana seharusnya ramai dengan kereta kuda dan pejalan kaki yang lalu lalang, tetapi dalam foto itu tampak kosong melompong.

Pria itu sebenarnya tidak sendirian. Memang ada banyak orang dan kuda di Boulevard du Temple, area populer tempat foto itu diambil. Hanya saja, mereka tidak muncul dalam foto. Dibutuhkan waktu tujuh menit untuk memproses sebuah gambar (proses yang dikenal sebagai Daguerreotype) setelah kamera menangkap obyek foto yang harus diam tak bergerak sama sekali sepanjang waktu itu. Jadi, pria di trotoar tersebut adalah satu-satunya yang tertangkap kamera karena hanya ia yang berdiri diam—sebab sepatunya sedang disemir.

Terkadang, sikap diam dapat menghasilkan apa yang tidak dapat dicapai bila seseorang terus bergerak dan berusaha. Allah memerintahkan umat-Nya dalam Mazmur 46:11, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah.” Bahkan ketika bangsa-bangsa “ribut” (ay.7) dan “bumi” berguncang (ay.3), mereka yang tinggal diam dan percaya kepada-Nya akan menemukan bahwa Dialah “penolong dalam kesesakan [yang] sangat terbukti” (ay.2).

Kata kerja Ibrani yang diterjemahkan sebagai “diam” juga dapat diartikan sebagai “berhenti bergumul”. Ketika kita berserah kepada Allah dan berhenti mengandalkan upaya kita yang terbatas, kita akan menemukan bahwa Dia adalah “perlindungan dan kekuatan” kita yang tak tergoyahkan (ay.2). —James Banks

WAWASAN
Menurut penafsir John Gill, perkataan dalam Mazmur 46:11, "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” bukanlah panggilan untuk berhenti berkegiatan, bersikap diam, dan tidak peduli. Sebaliknya, kata-kata itu memberi penghiburan besar. “Diamlah” adalah panggilan kepada umat Allah untuk “tidak takut, resah dan kehilangan kesabaran, atau gelisah atau gaduh; tetapi tetaplah hening dan tenang, serta berserah kepada kehendak Allah.” Lalu, “ketahuilah” berarti “meyakini dan mengakui bahwa Dialah Allah, Pribadi yang berdaulat,” yang tidak berubah, mahakuasa (selalu sanggup menolong dan membebaskan), serta mahatahu (mengenal setiap orang dan mengetahui masalah-masalah mereka). Dia tahu bagaimana dan di mana “melindungi mereka sampai badai berlalu.” Kita dapat memiliki kepastian bahwa Allah “turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28). Charles Spurgeon menyebut mazmur ini, “Kidung Keyakinan Kudus.” Umat Allah sungguh aman di dalam Dia. —Alyson Kieda

Diam dalam Hadirat Allah

Bagaimana kamu akan menjumpai Allah dengan berdiam di hadapan-Nya hari ini? Dalam hal apa kamu perlu semakin mempercayai-Nya?

Bapa Surgawi, tolonglah aku untuk mempercayai-Mu dan tinggal diam dalam kesadaran akan kasih setia-Mu yang tak pernah berubah.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 26-27; Markus 14:27-53

Dari Kebencian Menuju Kasih

Selasa, 14 Maret 2023

Baca: Lukas 6:27-31

6:27 “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;

6:28 mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.

6:29 Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu.

6:30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.

6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.

Kasihilah musuhmu. —Lukas 6:27

Jabat tangan itu mengandung sejuta makna. Pada suatu malam di bulan Maret 1963, dua pemain basket tingkat perguruan tinggi—yang seorang berkulit hitam sementara yang lain berkulit putih—mendobrak sekat rasialisme dengan saling berjabat tangan sebelum bertanding. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kampus Mississippi State, tim mereka yang seluruhnya beranggotakan pemain kulit putih berhadapan dengan tim lawan yang beranggotakan sejumlah pemain kulit hitam—dalam hal ini tim Loyola dari Universitas Chicago. Untuk dapat tampil dalam ajang yang dijuluki sebagai “pertandingan yang mengubah segalanya” itu, tim Mississippi State perlu menyiasati perintah yang melarang mereka keluar dari negara bagian mereka. Sementara itu, para pemain tim Loyola yang berkulit hitam kerap menghadapi cercaan rasis sepanjang musim, dilempari popcorn dan es batu, serta mengalami penolakan selama bepergian.

Meski demikian, para pemain muda itu tetap melanjutkan pertandingan. Tim Loyola Ramblers berhasil mengalahkan Mississippi State Bulldogs dengan skor 61–51, bahkan kemudian menjuarai turnamen nasional tersebut. Namun, apa yang sesungguhnya dipuji pada pertandingan malam itu? Langkah perubahan dari kebencian menuju kasih. Itulah yang Yesus ajarkan, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu” (Luk. 6:27).

Perintah Allah adalah konsep yang mengubahkan hidup. Untuk mengasihi musuh-musuh kita seperti yang Kristus ajarkan, kita harus menjalankan perubahan mendasar yang dimandatkan-Nya. Rasul Paulus menulis, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor. 5:17). Akan tetapi, bagaimana pembaruan-Nya di dalam kita mengenyahkan yang lama? Dengan kasih. Hanya dengan itu kita dapat melihat Dia hadir dalam diri sesama kita. —Patricia Raybon

WAWASAN
Perintah-perintah sulit yang Yesus berikan dalam Lukas 6:27-31 sudah jelas: kita harus mengasihi, memberkati, dan berbuat baik kepada orang lain. Namun, setelah membaca lebih lanjut, kita melihat alasan bagi perintah-perintah itu: “Kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (ay.35-36). Ketika para pengikut Yesus tidak membalas kebencian, pelecehan, dan keegoisan orang lain, mereka telah menunjukkan identitas mereka sebagai anak-anak dari Bapa Surgawi yang menunjukkan belas kasih-Nya tanpa pandang bulu. Seruan Paulus dalam Efesus 5:1-2 mengutarakan pemikiran serupa: “Jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” —Arthur Jackson

Dari Kebencian Menuju Kasih

Hal apa yang membuat kamu cenderung memandang orang lain sebagai musuh? Perubahan apa yang akan terjadi ketika kamu melawan kebencian dengan kasih Yesus?

Tolonglah aku, Allah Mahakasih, untuk memandang orang lain bukan sebagai musuh, melainkan sebagai umat-Mu yang mulia, yang patut kukasihi seperti Tuhan Yesus mengasihi mereka.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 23-25; Markus 14:1-26

Kehilangannya, tapi Menemukan-Mu

Sebuah cerpen oleh Desy Dina Vianney, Medan

Rintik hujan sore itu mengingatkanku akan kejadian tepat satu minggu lalu. Rasanya seakan baru kemarin kejadian itu berlangsung. Sangat cepat, dan tanpa basa-basi. Aku duduk di bingkai jendela kamar kosku. Titik-titik hujan di kaca jendela terasa menenangkan. Di luar hujan deras dan orang-orang tampak berlarian di jalanan meskipun mereka memegang payung di tangan.

Aku menghembuskan napas. Menyisakan kabut tipis di kaca jendela.

Seminggu lalu, aku berhenti bekerja. Maksudku, aku diberhentikan dari pekerjaanku. Yahh, aku sekarang pengangguran.

Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta yang cukup besar di kota ini. Aku belum terlalu lama bekerja di tempat ini namun aku bersyukur mendapat posisi yang cukup baik di tim audit perusahaan ini. Aku mendapat rekan kerja yang ramah dan dapat diandalkan, serta gaji yang cukup besar. Namun setelah beberapa waktu, aku kemudian mulai mengerti banyak hal yang seharusnya tidak begitu.

Kali pertama—setelah beberapa waktu, aku bertugas menyusun laporan keuangan. Aku menyadari terdapat perbedaan nominal pada laporan keuangan yang aku susun dengan laporan keuangan yang kami bahas dalam rapat akhir bulan, tapi aku mengira aku yang mungkin salah dalam membuatnya dan Kepala Tim berbaik hati memperbaikinya.

Kali berikutnya kami diminta menambahkan sesuatu ke dalam daftar uang keluar, yang sebenarnya kami semua tahu kami tidak pernah mengeluarkan dana untuk sesuatu itu.

Hal itu terjadi berulang kali hingga suatu waktu aku merasa perlu untuk mengonfirmasinya pada ketua tim.

Dan, tebak apa yang dikatakan padaku?

“Andini, kinerja kamu selama ini saya perhatikan cukup bagus, kamu tidak begitu banyak bicara tapi laporan yang kamu buat teliti dan akurat. Jadi tugas kamu adalah tetap melakukan apa yang sudah kamu lakukan selama ini. Setiap laporan yang telah saya terima adalah tanggung jawab saya untuk mengelolanya. Saya senang memiliki kamu di tim ini, mungkin tahun depan kamu sudah bisa mendapat promosi.” Katanya dengan lembut dan senyuman yang manis. Hatiku mencelos, lalu dengan kikuk keluar dari ruangannya.

Itu bukan kali pertama aku melakukannya. Beberapa waktu kemudian aku melakukannya lagi dan mulutku langsung ditutup dengan beberapa kalimat yang menyuruhku untuk segera keluar.

Suatu waktu ketika makan siang bersama dengan rekan kerja yang lain, aku menyampaikan hal itu kepada mereka. Dan apa yang kudengar dari mereka tidak begitu berbeda.

“Itu hal yang lumrahlah di lingkungan kerja seperti kita ini, Din! Kita tahu sama tahu saja. Yang penting kan tidak merugikan kita, gaji kita lancar, kerjaan kelar, bonus besar. Simple kan?”

Aku terdiam mendengarnya. Sementara yang lain mengangguk-angguk setuju.

Aku menghembuskan napas berat. Tampaknya aku sendirian.

Beberapa waktu aku membiarkan hal itu terus terjadi dan aku mulai mengikuti arus yang ada. Aku lelah berkoar-koar tentang hal itu sementara yang lain tampak tidak terusik sama sekali. Aku berusaha menjalani hari-hari kerja dengan menutup mata dan telingaku akan hal-hal seperti itu. Aku hampir nyaman menjalaninya dan memang menyenangkan ketika hidup ini berjalan dengan mulus.

Malam hari di hari Rabu minggu lalu, aku pulang dengan perasaan tidak nyaman. Aku benar-benar gelisah. Aku tahu sesuatu sedang tidak beres dalam caraku menjalani pekerjaanku dalam beberapa waktu terakhir ini tapi aku berpura-pura dan mengabaikannya. Aku tahu Tuhan memerintahkan aku menyatakan kebenaran tapi aku terlalu takut. Besok akan ada rapat akhir bulan seperti biasa dan harusnya ini kesempatan yang baik untukku mencoba menyampaikannya. Aku mulai menyusun skenario-skenario di kepalaku, beserta kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Aku menghembuskan napas, lalu mengambil suatu keputusan.

Keesokan paginya, aku pun mengangkat tangan dan mengutarakan semuanya. Dan, cepat saja. Tidak perlu waktu lama dan basa-basi semuanya terjadi.

Aku pulang siang itu dan aku terduduk di ujung tempat tidur, tertegun, dan aku mulai menangis.

Mengapa aku harus berada di lingkungan kerja yang seperti ini? Megapa aku harus menyatakan kebenaran sementara orang lain tampak menikmatinya? Selama ini aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan pekerjaan ini dan aku memang takut kehilangannya. Aku takut tidak akan mendapatkan pekerjaan seperti ini lagi. Aku ragu untuk menjalani hidup tanpa kepastian akan pekerjaan dan penghasilan yang baik. Aku menginginkan hidup aman dan mulus. Sekarang bagaimana aku akan menjalani hidup? Aku.. tampaknya aku ragu akan pemeliharaan-Mu.

Tapi malam itu aku mulai tersadar.

Kalau hidup selalu berjalan mulus, kapan aku belajar bergantung pada-Mu?

Kalau aku selalu berada di lingkungan yang baik-baik saja, kapan aku punya kesempatan untuk menyaksikan-Mu?

Kapan aku punya kesempatan untuk mengakui eksistensi-Mu dalam setiap musim hidupku?

Kapan lagi aku belajar untuk tetap berpengharapan sekalipun rasanya tidak ada lagi harapan?

Aku akhirnya tersenyum dan merasa lega. Kehilangan pekerjaan memang menyakitkan, tapi tidak sebanding dengan sukacita karena menemukan wajah-Nya yang penuh kasih.

Dan, di sinilah aku. Yahh satu minggu ini di cukup menyenangkan juga, satu minggu untuk melakukan hal-hal yang disukai, mencoba hal-hal baru, beristirahat. Sebelum esok harus mulai berburu lowongan pekerjaan lagi.

“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatila dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2 Timotius 4:2).

Berlari demi Sesuatu yang Berarti

Senin, 13 Maret 2023

Baca: Ibrani 11:39–12:3

11:39 Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.

11:40 Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.

12:1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.

12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Marilah kita . . . berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. —Ibrani 12:1

Rasanya tidak mungkin untuk tidak menangis saat membaca status teman saya, Ira. Status itu dibagikannya pada tahun 2022, hanya beberapa hari setelah ia terpaksa meninggalkan rumahnya di Kyiv, ibu kota Ukraina yang sedang terkepung. Dalam postingan itu, ia menampilkan foto lama dirinya mengangkat bendera Ukraina, setelah berhasil menyelesaikan perlombaan lari. Ira menulis, “Kita semua berlari dengan sebaik-baiknya dalam suatu maraton yang disebut kehidupan. Dalam saat-saat seperti ini, marilah kita melakukannya dengan lebih baik lagi. Melakukannya dengan sesuatu yang takkan pernah padam dalam hati kita.” Pada hari-hari berikutnya, saya menyaksikan Ira melanjutkan perlombaan hidupnya dengan berbagai cara, sembari terus membagikan kabar dan pokok doa tentang orang-orang sebangsanya yang masih menderita.

Perkataan Ira memberikan kedalaman baru bagi kita dalam memandang seruan di Ibrani 12, yang mendorong orang percaya untuk “berlomba dengan tekun” (ay.1). Seruan itu disampaikan persis setelah kisah-kisah mengharukan dari para pahlawan iman dalam pasal 11. Merekalah para “saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita” (12:1) yang telah hidup dengan iman yang berani dan gigih, sekalipun nyawa mereka menjadi taruhannya (Ibr. 11:33-38). Meski “hanya melihat dan menyambut [janji Allah] dari jauh” (ay.13 bis), mereka telah hidup demi sesuatu yang abadi, sesuatu yang takkan pernah mati.

Semua orang percaya dipanggil untuk hidup dengan cara yang sama, karena shalom—damai sejahtera dan kemajuan—kerajaan Allah layak untuk kita kejar dengan segenap tenaga. Kristus akan menopang kita dengan teladan dan kuasa-Nya (12:2-3). —Monica La Rose

WAWASAN
Apa peranan “banyak saksi, bagaikan awan” dalam Ibrani 12:1? Kita mungkin berpikir bahwa saksi-saksi itu menjadi teladan kesetiaan agar kita juga setia berlari dalam perlombaan yang Allah ingin untuk kita tempuh. Namun, setelah menceritakan kisah mereka dan menghubungkan kehadiran mereka dengan perlombaan yang dijalani orang-orang Yahudi yang telah percaya (dan kemudian kita juga; lihat pasal 11), kita didorong untuk “berlomba . . . dengan mata yang tertuju kepada Yesus” (12:1-2) dan “[mengingat] selalu akan Dia” ketika kita lelah dan lemah dalam perlombaan yang kita hadapi (ay.3). Semangat kita tidaklah berasal dari mereka yang telah mendahului kita dan memberi teladan iman; kita tidak memandang kepada mereka yang juga tidak sempurna untuk memperoleh keberanian dan kekuatan. Kita mendapatkan kekuatan kita dalam Kristus semata. Saksi adalah seseorang yang telah melihat atau mendengar atau mengalami sesuatu. Saksi-saksi tersebut telah melihat kesetiaan Allah dan memberi kesaksian akan perlunya kita selalu memandang kepada Yesus. Mereka hadir untuk mengarahkan kita kepada-Nya. —J.R. Hudberg

Berlari demi Sesuatu yang Berarti

Dari siapa kamu pernah melihat keteguhan iman yang patut dicontoh? Bagaimana teladan Tuhan Yesus memberikan pengharapan kepada kamu?

Ya Allahku, aku tak dapat berkata-kata saat menyaksikan iman dan keberanian umat-Mu yang luar biasa dalam situasi-situasi memilukan. Berilah aku keberanian untuk mengikut-Mu seperti itu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 20-22; Markus 13:21-37

Kawan dan Lawan

Minggu, 12 Maret 2023

Baca: Roma 12:17-21

12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!

12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

12:19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.

12:20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.

12:21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! —Roma 12:18

Cendekiawan Kenneth E. Bailey bercerita tentang pemimpin sebuah negara Afrika yang berhasil mempertahankan suatu pendirian yang tidak lazim dimiliki suatu negara dalam komunitas internasional, yakni menjalin hubungan baik dengan Israel dan juga dengan negara-negara di sekitarnya. Saat orang bertanya bagaimana negaranya mempertahankan keseimbangan yang mudah retak tersebut, sang pemimpin menjawab, “Kami menentukan siapa kawan-kawan kami. Kami tidak membiarkan kawan-kawan kami menentukan siapa lawan kami.”

Sungguh sikap yang bijaksana—dan sangat praktis. Apa yang diteladani negara Afrika itu pada hubungan antarnegara itu sama dengan yang Paulus harapkan dari para pembacanya pada hubungan antarpribadi. Di tengah keterangan panjang mengenai ciri-ciri kehidupan yang diubahkan oleh Kristus, sang rasul menulis, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Rm. 12:18). Ia lalu menekankan pentingnya memperhatikan sikap kita terhadap orang lain, dengan mengingatkan bahwa cara kita memperlakukan musuh kita (ay.20-21) sesungguhnya mencerminkan kepercayaan dan ketergantungan kita kepada Allah dan kepedulian-Nya atas kita.

Hidup dalam perdamaian dengan semua orang mungkin tidak selalu terwujud (ingatlah Paulus sendiri mengatakan “sedapat-dapatnya”). Namun, sebagai orang percaya, kita bertanggung jawab untuk membiarkan hikmat Allah membimbing kehidupan kita (Yak. 3:17-18) supaya kita dapat berelasi dengan orang-orang di sekitar kita sebagai pembawa damai (Mat. 5:9). Itulah cara terbaik yang dapat kita lakukan untuk menghormati Dia, Sang Raja Damai. —Bill Crowder

WAWASAN
Tampaknya agak aneh bahwa Paulus meminta pembacanya untuk melakukan “apa yang baik bagi semua orang” (Roma 12:17), terutama karena “semua orang” termasuk orang-orang yang belum percaya (ay.14,20). Paulus meneladan pengajaran Yesus, yang mendorong kita untuk memperlakukan semua orang dengan baik, bagaimanapun cara mereka memperlakukan kita (Matius 5:39,44).

Namun, menurut Paulus, kita perlu mempertimbangkan tindakan kita baik-baik (“Pikirkanlah apa yang baik”, versi AYT), agar kita tidak merendahkan integritas dan keindahan Injil. Melalui surat-suratnya, Paulus meminta orang percaya untuk hidup benar di hadapan dunia yang tidak mengenal Allah. Dengan demikian, perubahan hidup para pengikut-Nya dapat menjadi saksi bagi nama-Nya (2 Korintus 8:21; 1 Timotius 3:7).

Mungkin tidak wajar rasanya untuk membalas kejahatan dengan kebaikan, tetapi dengan berbuat demikian, kita mengikuti jejak Yesus sendiri, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai ganti kita, ketika kita masih menjadi musuh-Nya (Roma 5:8). —Jed Ostoich

Kawan dan Lawan

Dalam keadaan apa kamu merasa sulit untuk hidup dalam perdamaian? Mengingat panggilan kita sebagai pembawa damai, bagaimana cara kamu menghadirkan kasih ke dalam suatu konflik?

Bapa Mahakasih, aku pernah menjadi lawan-Mu, tetapi Engkau tetap menyebutku sahabat-Mu. Mampukanlah aku menjadi pendamai, agar aku dapat menunjukkan kasih karunia-Mu itu kepada sesamaku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 17-19; Markus 13:1-20

Terapi Musik

Sabtu, 11 Maret 2023

Baca: 1 Samuel 16:14-23

16:14 Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.

16:15 Lalu berkatalah hamba-hamba Saul kepadanya: “Ketahuilah, roh jahat yang dari pada Allah mengganggu engkau;

16:16 baiklah tuanku menitahkan hamba-hambamu yang di depanmu ini mencari seorang yang pandai main kecapi. Apabila roh jahat yang dari pada Allah itu hinggap padamu, haruslah ia main kecapi, maka engkau merasa nyaman.”

16:17 Berkatalah Saul kepada hamba-hambanya itu: “Carilah bagiku seorang yang dapat main kecapi dengan baik, dan bawalah dia kepadaku.”

16:18 Lalu jawab salah seorang hamba itu, katanya: “Sesungguhnya, aku telah melihat salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia.”

16:19 Kemudian Saul mengirim suruhan kepada Isai dengan pesan: “Suruhlah kepadaku anakmu Daud, yang ada pada kambing domba itu.”

16:20 Lalu Isai mengambil seekor keledai yang dimuati roti, sekirbat anggur dan seekor anak kambing, maka dikirimkannyalah itu kepada Saul dengan perantaraan Daud, anaknya.

16:21 Demikianlah Daud sampai kepada Saul dan menjadi pelayannya. Saul sangat mengasihinya, dan ia menjadi pembawa senjatanya.

16:22 Sebab itu Saul menyuruh orang kepada Isai mengatakan: “Biarkanlah Daud tetap menjadi pelayanku, sebab aku suka kepadanya.”

16:23 Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.

Daud mengambil kecapinya dan memainkannya. Lalu Saul merasa tenang dan nyaman lagi. bis —1 Samuel 16:23

Ketika Bella yang berusia lima tahun dirawat karena kanker di rumah sakit di North Dakota, terapi musik menjadi bagian dari perawatannya. Banyak orang sudah merasakan bagaimana musik dapat mempengaruhi suasana hati tanpa memahami persis alasannya. Namun, para peneliti baru-baru ini membuktikan manfaat klinis dari musik. Sekarang dokter menyarankan terapi musik untuk para pasien kanker seperti Bella, dan juga untuk mereka yang mengidap penyakit Parkinson, demensia, dan trauma.

Saat jiwanya tersiksa, Raja Saul juga membutuhkan semacam terapi musik. Melihat Saul kehilangan damai sejahtera, para pelayan mengusulkan kepadanya agar mencari seseorang untuk memainkan kecapi dengan harapan itu akan membuat raja “merasa nyaman” (1Sam. 16:16). Lalu mereka memanggil Daud, putra Isai, dan Saul menyukai Daud serta memintanya untuk “tetap menjadi pelayan[nya]” (ay.22). Daud bermain musik manakala Saul gelisah, hingga sang raja kembali lega dan terbebas dari penderitaannya.

Kita mungkin baru menemukan secara ilmiah apa yang telah Allah ketahui selama ini tentang pengaruh musik atas diri kita. Sebagai perancang dan pencipta tubuh manusia dan musik itu sendiri, Allah menyediakan resep untuk kesehatan kita, yang selalu dapat diakses oleh semua orang, kapan pun dan di mana pun kita hidup. Bahkan di saat kita tak dapat mendengarkan musik, kita dapat membuat musik kita sendiri dengan bernyanyi bagi Allah di tengah kegembiraan dan pergumulan kita (Mzm. 59:17; Kis. 16:25). —Kirsten Holmberg

WAWASAN
Di Timur Dekat kuno, musisi istana biasa disewa untuk acara hiburan atau upacara keagamaan. Dalam hal Saul di 1 Samuel 16, hamba-hambanya percaya bahwa siksaan jiwanya dapat diredakan dengan bunyi musik kecapi (ay.16). Daud adalah pemain kecapi yang andal dan seorang prajurit (ay.18), maka ia pun menjadi musisi sekaligus pembawa senjata bagi Raja Saul (ay.21-23). Ayah Daud, Isai, menyampaikan hadiah makanan dan anggur kepada sang raja dengan perantaraan Daud (ay.19-20), mungkin sebagai ungkapan syukur karena anaknya mendapat kehormatan terpilih melayani raja. —Monica La Rose

Terapi Musik

Kapan Allah pernah menggunakan musik untuk menenangkan jiwa kamu? Bagaimana kamu dapat membawa pengaruh musik kepada seseorang seperti yang dilakukan Daud kepada Saul?

Ya Bapa, terima kasih, Engkau telah menciptakan musik dan menggunakannya untuk menenangkan hati dan pikiranku di tengah pergumulanku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 14-16; Markus 12:28-44