Harapan Melampaui Konsekuensi

Kamis, 6 Juli 2023

Baca: Bilangan 20:2-12

20:2 Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun,

20:3 dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa, katanya: “Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN!

20:4 Mengapa kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ?

20:5 Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada?”

20:6 Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.

20:7 TUHAN berfirman kepada Musa:

20:8 “Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya.”

20:9 Lalu Musa mengambil tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya kepadanya.

20:10 Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?”

20:11 Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.

20:12 Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.”

Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Pernahkah kamu melakukan sesuatu saat marah dan kemudian kamu menyesalinya? Ketika putra saya bergumul dengan masalah kecanduan narkoba, saya pernah mengucapkan kata-kata kasar sebagai reaksi atas pilihannya. Kemarahan saya justru membuatnya semakin putus asa. Namun, akhirnya ia bertemu orang-orang percaya yang membagikan kehidupan dan harapan dengannya, dan ia pun kemudian terbebas dari kecanduannya.

Bahkan seorang teladan iman seperti Musa pernah melakukan sesuatu yang kemudian disesalinya. Ketika bangsa Israel berada di padang gurun dan sulit mendapatkan air, mereka mengeluh dengan getir. Maka Allah memberikan perintah khusus kepada Musa dan Harun: “Katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya” (Bil. 20:8). Namun, dalam kemarahannya, Musa menyatakan bahwa dirinya dan Harun yang akan mengerjakan mukjizat itu dan bukan Allah: “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” (ay.10). Lalu, Musa tidak menaati Allah, dengan “mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali” (ay.11).

Meski air memang mengalir keluar, ada konsekuensi tragis yang harus ditanggung. Musa dan Harun sama-sama tidak diizinkan memasuki tanah yang Allah janjikan kepada umat-Nya. Namun, Allah masih berbelas kasihan dan mengizinkan Musa melihat tanah perjanjian itu dari jauh (27:12-13).

Seperti dengan Musa, Allah masih berbelas kasihan dengan menjawab kebutuhan kita di tengah ketidaktaatan kita kepada-Nya. Melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, Allah dengan murah hati menawarkan pengampunan dan pengharapan kepada kita. Bagaimanapun keadaan kita atau apa pun yang telah kita lakukan, jika kita berpaling kepada Allah, Dia akan menuntun kita kepada kehidupan yang sejati. —James Banks

WAWASAN
Bilangan 20 diawali dengan kematian Miryam, saudara perempuan Musa (ay.1) dan diakhiri dengan kematian Harun, kakaknya (ay.28-29). Dalam ayat-ayat di antaranya, bangsa Israel lagi-lagi mengeluhkan kekurangan air. Empat puluh tahun sebelumnya, bangsa itu yakin akan memasuki tanah yang telah dijanjikan Allah kepada mereka. Namun, sikap mereka yang menolak untuk mempercayai Allah membuat-Nya menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang “berumur dua puluh tahun ke atas” (14:29), kecuali Kaleb dan Yosua (ay.30), akan mati di padang gurun. Musa dan Harun dilarang memasuki tanah perjanjian karena dosa mereka di Meriba dekat Kadesh (20:12-13; Ulangan 34:1-4). —Tim Gustafson

Harapan Melampaui Konsekuensi

Apa saja kebaikan yang sebenarnya tak layak kamu peroleh tetapi telah Allah nyatakan dalam hidup kamu? Bagaimana kamu dapat membagikan kebaikan Allah dengan seseorang hari ini?

Terima kasih, Bapa yang Pemurah, karena meskipun konsekuensi dosaku begitu berat, Engkau tetap memberiku pengharapan abadi.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 32-33; Kisah Para Rasul 14

Meniru Yesus

Rabu, 5 Juli 2023

Baca: Roma 12:1-8

12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

12:3 Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.

12:4 Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,

12:5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.

12:6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.

12:7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;

12:8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu. —Roma 12:2

Ada hewan penyamar lihai yang hidup di perairan Indonesia dan kawasan Karang Penghalang Besar (Great Barrier Reef). Seperti jenis gurita lainnya, gurita peniru ini dapat mengubah warna kulitnya agar dapat melebur dengan sekitarnya. Namun, makhluk cerdas tersebut juga bisa mengubah bentuk, pola gerak, dan perilakunya saat terancam dengan menirukan hewan-hewan lain seperti ikan lepu dan ular laut yang berbisa.

Namun, tidak seperti gurita peniru tadi, orang percaya justru harus berbeda dari dunia di sekitarnya. Mungkin saja kita merasa terancam oleh orang-orang yang tidak sependapat dengan kita, sehingga kita tergoda untuk meleburkan diri supaya tidak dikenali sebagai pengikut Kristus. Akan tetapi, Rasul Paulus mendesak kita untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai “persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah” (Rm. 12:1), sehingga kita dapat menampilkan Tuhan Yesus dalam setiap aspek kehidupan kita.

Teman sepergaulan atau anggota keluarga bisa saja menekan kita agar menjadi “serupa dengan dunia ini” (ay.2). Namun, kita dapat menunjukkan siapa Allah yang kita sembah, lewat cara hidup kita yang sejalan dengan apa yang kita yakini sebagai anak-anak Allah. Ketika kita mematuhi Kitab Suci dan mencerminkan karakter-Nya yang penuh kasih, hidup kita dapat menunjukkan bahwa upah bagi ketaatan selalu lebih besar daripada kerugian apa pun. Pertanyaannya, bagaimana kamu akan meniru Yesus hari ini? —Xochitl Dixon

WAWASAN
Anakainosis, kata berbahasa Yunani yang diterjemahkan sebagai “pembaharuan” (Roma 12:2) tidak banyak digunakan dalam Perjanjian Baru. Kata itu berarti “pembaruan, renovasi, perubahan total untuk menjadi lebih baik.” Alih-alih menyerah pada arus dunia ini pada umumnya, “keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup” (1 Yohanes 2:16), orang percaya harus terus-menerus mengalami “penyesuaian dalam hal pandangan dan pemikiran moral serta rohaninya dengan pikiran Allah.” Bagaimana caranya? Dengan pembaruan yang dikerjakan oleh Roh Kudus (lihat Titus 3:5), “bukan dalam bentuk pencurahan ulang Roh, melainkan kebangunan kuasa-Nya yang menumbuhkan hidup seorang Kristen” (Vine’s Expository Dictionary). —Arthur Jackson

Meniru Yesus

Pernahkah kamu ingin menutupi identitas kamu sebagai orang percaya? Pernahkah kamu terasing dari keluarga atau pergaulan karena memilih untuk menampilkan Yesus lewat ucapan dan tindakan kamu?

Tuhan Yesus terkasih, berilah aku keberanian dan kepercayaan diri untuk mencerminkan Engkau di hadapan orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 30-31; Kisah Para Rasul 13:26-52

Allah yang Tidak Berubah

Selasa, 4 Juli 2023

Baca: Yakobus 1:2-8,12-18

1:2 Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,

1:3 sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.

1:4 Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

1:5 Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, –yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit–,maka hal itu akan diberikan kepadanya.

1:6 Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.

1:7 Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.

1:8 Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.

1:12 Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

1:13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.

1:14 Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.

1:15 Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

1:16 Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat!

1:17 Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.

1:18 Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.

Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan. —Yakobus 1:12

Dalam sebuah foto yang ikonik, tampak jejak sepatu bot dengan latar belakang abu-abu. Itulah jejak kaki astronaut Buzz Aldrin, yang ditinggalkannya di permukaan bulan pada tahun 1969. Menurut para ilmuwan, jejak tersebut kemungkinan masih ada sampai sekarang, tidak berubah setelah bertahun-tahun. Tanpa angin atau air, tidak ada yang akan terkikis di bulan, sehingga apa yang terjadi pada permukaannya akan tetap bertahan.

Yang lebih mengagumkan adalah merenungkan kehadiran Allah yang tidak pernah berubah. Yakobus menulis, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yak. 1:17). Sang rasul menempatkan kebenaran itu dalam konteks pergumulan kita sendiri: “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan” (ay.2). Mengapa demikian? Karena kita dikasihi oleh Allah yang agung dan tidak berubah!

Di saat-saat sulit, kita perlu mengingat pemeliharaan Allah yang tidak pernah berubah. Kita dapat mengingat-ingat lirik dari himne agung yang berjudul “SetiaMu, Tuhanku, Tiada Bertara” (PKJ 138): “Di kala suka, di saat gelap. / KasihMu, Allahku, tidak berubah, / Kaulah Pelindung abadi, tetap.” Ya, Allah kita telah meninggalkan jejak-Nya yang abadi di dunia. Dia akan selalu ada bagi kita. Sungguh besar kasih setia-Nya. —Kenneth Petersen

WAWASAN
Surat Yakobus ditulis kepada “kedua belas suku di perantauan” (Yakobus 1:1). “Kedua belas suku” menyatakan kepada pembaca bahwa penerima surat ini adalah orang-orang Yahudi. Segala sesuatu yang kita ketahui mengenai budaya, masyarakat, dan identitas Israel kuno berlaku untuk para pembaca tersebut. “Di perantauan,” menunjukkan bahwa mereka adalah para imigran yang terserak karena penganiayaan. Ada yang terpaksa, ada pula yang tidak. Mereka hidup di suatu tempat dan di antara orang-orang yang tidak sebangsa dengan mereka. Mereka adalah minoritas, baik dari segi budaya maupun keyakinan. Frasa “berbagai-bagai pencobaan” (ay.2) menjadi semakin berarti ketika kita membayangkan rupa-rupa pencobaan yang bisa jadi dihadapi oleh kelompok budaya dan keyakinan minoritas. —J.R. Hudberg

Allah yang Tidak Berubah

Masalah apa yang sedang kamu hadapi hari ini? Bagaimana memahami kehadiran Allah yang tidak berubah menolong kamu dalam pergumulan tersebut?

Ya Allah, pergumulan akhir-akhir ini membuatku putus asa. Aku khawatir apa yang akan terjadi. Namun, aku tahu Engkau tetap hadir dan memeliharaku. Tolonglah aku tetap tenang dan meyakininya.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 28-29; Kisah Para Rasul 13:1-25

Kasihilah Sesama

Senin, 3 Juli 2023

Baca: Imamat 19:9-18

19:9 Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu.

19:10 Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.

19:11 Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya.

19:12 Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN.

19:13 Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya.

19:14 Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN.

19:15 Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran.

19:16 Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN.

19:17 Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia.

19:18 Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. —Imamat 19:18

Ini hanyalah permainan yang seru di persekutuan kaum muda. Namun, permainan tersebut memberikan sebuah pelajaran bagi kami: daripada menukar tetangga kamu, lebih baik berusaha menyayangi mereka. Cara permainannya: semua orang duduk melingkar, sementara satu orang berdiri di tengah-tengah lingkaran besar itu. Orang di tengah itu akan bertanya kepada salah satu orang yang duduk melingkar, “Apakah kamu mengasihi tetangga Anda?” Orang yang ditanya itu boleh menjawab ya atau tidak. Dengan kata lain, ia harus memutuskan apakah ia ingin menukar tetangganya dengan orang lain.

Bukankah terkadang kita juga berharap dapat memilih “tetangga” kita di kehidupan nyata? Apalagi kalau itu rekan kerja yang tidak cocok dengan kita, atau tetangga sebelah rumah yang kurang bersahabat. Meski demikian, sering kali kita harus berusaha hidup bersama sesama kita yang sulit.

Ketika bangsa Israel akan tinggal di tanah perjanjian, Allah memberikan sejumlah petunjuk penting tentang bagaimana mereka harus hidup sebagai umat kepunyaan-Nya. Mereka diperintahkan Allah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im. 19:18), dan itu termasuk tidak menyebarkan gosip atau menggunjingkan kabar burung, tidak memanfaatkan orang lain, dan terus terang menegur orang yang bersalah kepada kita (ay.9-18).

Meskipun tidak mudah untuk mengasihi semua orang, kita tetap dapat memperlakukan sesama dengan penuh kasih, karena Yesus bekerja di dalam dan melalui diri kita. Allah akan memberikan hikmat dan kemampuan yang kita butuhkan untuk melakukannya dalam upaya kita menghidupi identitas kita sebagai umat-Nya. —Poh Fang Chia

WAWASAN
Imamat 19 adalah satu-satunya tempat di Perjanjian Lama yang memuat perkataan “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay.18), sebuah ajaran mendasar dalam Alkitab. Di Perjanjian Baru, ketika seorang ahli Taurat bertanya, "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Matius 22:36), Yesus menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” Dia melanjutkan, “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (ay.37-40). Paulus berkata bahwa perintah-perintah itu “sudah tersimpul dalam firman ini” (Roma 13:9) dan “seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini" (Galatia 5:14). Kasih kita kepada Allah dibuktikan lewat perilaku kita yang penuh kasih kepada sesama. —Alyson Kieda

Kasihilah Sesama

Siapakah “tetangga” yang sulit dan tidak cocok dengan kamu? Bagaimana kamu dapat mengasihi mereka dengan lebih sungguh?

Ya Bapa, tolonglah aku untuk mencerminkan kasih-Mu kepada sesama di sekitarku, bahkan kepada orang-orang yang sulit sekalipun.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 25-27; Kisah Para Rasul 12

Tempat Perlindungan Kita

Minggu, 2 Juli 2023

Baca: Mazmur 62:6-9

62:6 (62-7) Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.

62:7 (62-8) Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah.

62:8 (62-9) Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita. Sela

62:9 (62-10) Hanya angin saja orang-orang yang hina, suatu dusta saja orang-orang yang mulia. Pada neraca mereka naik ke atas, mereka sekalian lebih ringan dari pada angin.

Allah ialah tempat perlindungan kita. —Mazmur 62:9

Awalnya lahan itu menjadi tempat bison berkeliaran di Amerika Utara. Lalu datanglah suku-suku Indian Plains ke tempat itu, diikuti oleh para pemukim yang membawa ternak dan palawija. Di kemudian hari, lahan itu dijadikan tempat pembuatan bahan kimia setelah peristiwa pengeboman Pearl Harbor pada masa Perang Dunia II, bahkan berlanjut menjadi tempat demiliterisasi senjata pada masa Perang Dingin. Namun, pada suatu hari di sana ditemukan sebuah sarang elang botak, dan tak lama kemudian didirikanlah Suaka Margasatwa Nasional Rocky Mountain Arsenal—suatu padang rumput, lahan basah, dan area hutan seluas lima belas ribu hektar di tepi kota Denver, Colorado. Sekarang tempat itu adalah salah satu suaka margasatwa perkotaan terbesar di Amerika Serikat—tempat yang aman dan terlindung bagi lebih dari tiga ratus spesies hewan, mulai dari musang berkaki hitam, burung hantu penggali, hingga elang botak, dan satu lagi: bison yang hidup bebas.

Pemazmur menyatakan bahwa “Allah ialah tempat perlindungan kita” (62:9). Jauh lebih hebat daripada tempat perlindungan duniawi mana pun, Allah adalah tempat perlindungan kita yang sejati, “kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis. 17:28) di dalamnya, aman dan terlindung. Dialah tempat perlindungan kita, yang dapat kita percayai “setiap waktu” (Mzm. 62:9). Dia juga suaka perlindungan kita, karena kepada-Nya kita dapat dengan berani memanjatkan doa-doa dan mencurahkan isi hati kita.

Allah adalah tempat perlindungan kita, sejak dahulu hingga sekarang, bahkan sampai selama-lamanya. —JOHN BLASE

WAWASAN
Banyak mazmur Daud ditulisnya pada masa pelariannya. Daud memang sudah diurapi Nabi Samuel sebagai raja atas Israel (1 Samuel 16:13), tetapi baru bertahun-tahun kemudian Daud mengalami manfaatnya. Di kemudian hari, ia sempat melarikan diri dari Absalom, anaknya sendiri (2 Samuel 15). 

Keyakinan Daud kepada Allah, sebagai gunung batu, keselamatan, dan kota bentengnya bukan hal yang dialaminya baru pada saat itu. Ia mengerti bahwa dalam kemenangan awalnya melawan Goliat, pejuang Filistin, Yahwe adalah Allah Sang Pejuang itu sendiri. Namun, pada saat itu, Daud tetap dapat melakukan sesuatu, yakni melawan Goliat di medan pertempuran.

Namun, Mazmur 62 menggambarkan bagaimana Daud harus percaya kepada Allah saat ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengatasi masalahnya. Mazmur tersebut memberi kita pandangan sekilas ke dalam pemikiran Daud yang semakin menyadari bahwa, sekalipun ia tidak berdaya, Allah tetap berdaya. —Jed Ostoich

Tempat Perlindungan Kita

Apa arti ungkapan “Allah ialah tempat perlindungan” bagi kamu? Adakah sesuatu dalam hati kamu yang ingin kamu curahkan kepada-Nya saat ini?

Allah Mahakasih, terima kasih, karena Engkau telah menjadi tempat yang aman dan terlindung bagiku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 22-24; Kisah Para Rasul 11

Terhubung dengan Sumber Kekuatan

Sabtu, 1 Juli 2023

Baca: 1 Tesalonika 1:4-5; 5:19

1:4 Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu.

1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.

1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.

1:6 Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus,

1:7 sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya.

1:8 Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu.

1:9 Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar,

1:10 dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.

Janganlah padamkan Roh. —1 Tesalonika 5:19

Meski tahu listrik di rumah kami sedang padam setelah badai besar (kejadian kurang menyenangkan yang sering terjadi di lingkungan kami), secara instingtif saya tetap menekan saklar lampu ketika memasuki ruangan. Tentu saja, tidak ada yang berubah. Ruangan tetap gelap.

Pengalaman mengharapkan lampu menyala sekalipun tahu hubungan dengan sumbernya telah terputus seperti itu mengingatkan saya pada sebuah kebenaran rohani. Terlalu sering kita berharap memiliki kekuatan di saat kita gagal mengandalkan Roh Kudus.

Dalam 1 Tesalonika, Paulus menuliskan bagaimana Allah membuat pesan Injil disampaikan “bukan . . . dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh” (1:5). Ketika sebagai orang percaya kita menerima pengampunan dari Allah, kita juga terhubung langsung dengan kuasa Roh-Nya dalam hidup kita. Kuasa itu menumbuhkan karakter-karakter di dalam diri kita seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, dan kesabaran (Gal. 5:22-23). Kuasa Roh juga memperlengkapi kita dengan karunia-karunia untuk melayani umat Tuhan, seperti mengajar, menolong, dan membimbing mereka (1Kor. 12:28).

Paulus mengingatkan para pembacanya bahwa mungkin saja seseorang “[memadamkan] Roh” (1Tes. 5:19). Bisa jadi kita membatasi kuasa Roh dengan mengabaikan kehadiran Allah atau menolak teguran-Nya (Yoh. 16:8). Namun, kita tidak perlu hidup terputus dari hubungan dengan-Nya. Kuasa Allah selalu tersedia bagi anak-anak-Nya. —Lisa M. Samra

WAWASAN
Pada zaman Paulus, Tesalonika adalah ibukota distrik kedua Romawi di Makedonia. Kota itu merupakan pusat perdagangan besar dan tempat Rasul Paulus tinggal setelah ia ditangkap dan didera di Filipi (Kisah Para Rasul 16). Bersama rekan sekerjanya, Silas dan Timotius, mereka mendirikan jemaat di sana setelah Injil dikhotbahkan di rumah ibadat selama tiga hari Sabat berturut-turut (17:1-9). Meski orang-orang Yahudi di sana menentang Paulus dan rekan-rekannya, sejumlah besar “orang Yunani yang takut kepada Allah” (orang bukan Yahudi yang memeluk agama Yahudi, ay.4) menerima Injil, sehingga mereka menjadi inti jemaat baru yang terbentuk di sana.

Kebanyakan ahli Alkitab meyakini bahwa 1 Tesalonika ditulis oleh Paulus di Korintus sekitar awal dekade 50 M. Paulus dengan hangat memuji orang-orang percaya atas kesetiaan dan komitmen mereka kepada Kristus (1:4-10). Pujian itu membuat sebagian orang menyebut Tesalonika sebagai “jemaat abad pertama yang ideal”. —Bill Crowder

Terhubung dengan Sumber Kekuatan

Pernahkah kamu merasa membatasi kuasa Roh? Kuasa Roh Allah seperti apa yang pernah kamu alami?

Allah yang Mahakuasa, tolonglah aku untuk mengalami kuasa Roh-Mu dalam hidupku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 20-21; Kisah Para Rasul 10:24-48

Kata-Kata Perpisahan

Jumat, 30 Juni 2023

Baca: 1 Samuel 12:1,19-24

12:1 Berkatalah Samuel kepada seluruh orang Israel: “Telah kudengarkan segala permintaanmu yang kamu sampaikan kepadaku, dan seorang raja telah kuangkat atasmu.

12:19 Berkatalah seluruh bangsa itu kepada Samuel: “Berdoalah untuk hamba-hambamu ini kepada TUHAN, Allahmu, supaya jangan kami mati, sebab dengan meminta raja bagi kami, kami menambah dosa kami dengan kejahatan ini.”

12:20 Dan berkatalah Samuel kepada bangsa itu: “Jangan takut; memang kamu telah melakukan segala kejahatan ini, tetapi janganlah berhenti mengikuti TUHAN, melainkan beribadahlah kepada TUHAN dengan segenap hatimu.

12:21 Janganlah menyimpang untuk mengejar dewa kesia-siaan yang tidak berguna dan tidak dapat menolong karena semuanya itu adalah kesia-siaan belaka.

12:22 Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, sebab nama-Nya yang besar. Bukankah TUHAN telah berkenan untuk membuat kamu menjadi umat-Nya?

12:23 Mengenai aku, jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada TUHAN dengan berhenti mendoakan kamu; aku akan mengajarkan kepadamu jalan yang baik dan lurus.

12:24 Hanya takutlah akan TUHAN dan setialah beribadah kepada-Nya dengan segenap hatimu, sebab ketahuilah, betapa besarnya hal-hal yang dilakukan-Nya di antara kamu.

12:25 Tetapi jika kamu terus berbuat jahat, maka kamu akan dilenyapkan, baik kamu maupun rajamu itu.”

Tuhan tidak lalai . . . Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa. —2 Petrus 3:9

Menjelang akhir hidupnya, John M. Perkins menitipkan satu pesan untuk orang-orang yang akan ia tinggalkan. Perkins, yang terkenal karena seruannya tentang rekonsiliasi rasial, berkata, “Pertobatan adalah satu-satunya jalan untuk kembali kepada Allah. Jika tidak bertobat, kalian semua akan binasa.”

Ucapan tersebut mirip yang dikatakan oleh Yesus dan banyak tokoh lain dalam Alkitab. Kristus berkata, “Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa” (Luk. 13:3). Rasul Petrus berkata, “Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan” (Kis. 3:19).

Jauh sebelumnya dalam Alkitab, kita membaca juga perkataan seseorang yang merindukan bangsanya kembali kepada Allah. Dalam kata-kata perpisahannya “kepada seluruh orang Israel” (1Sam. 12:1), nabi, imam, dan hakim bernama Samuel berkata, “Jangan takut; memang kamu telah melakukan segala kejahatan ini, tetapi janganlah berhenti mengikuti Tuhan, melainkan beribadahlah kepada Tuhan dengan segenap hatimu” (ay.20). Itulah pesannya mengenai pertobatan—agar bangsa itu berbalik dari kejahatan dan mengikuti Allah dengan sepenuh hati.

Kita semua telah berdosa dan gagal memenuhi standar Allah. Karena itu, kita perlu bertobat, yang berarti berpaling dari dosa dan berbalik kepada Yesus, yang mengampuni dan memampukan kita untuk mengikut Dia. Mari dengarkan kata-kata dari dua pria tadi, John Perkins dan Samuel, yang menyadari bahwa Allah sanggup menggunakan kuasa pertobatan untuk mengubah kita menjadi pribadi-pribadi yang akan Dia pakai demi kemuliaan-Nya. —Dave Branon

WAWASAN
Ketika Allah membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir untuk menjadikan mereka “kerajaan imam dan bangsa yang kudus” (Keluaran 19:6), Dia secara khusus memerintahkan mereka untuk tidak mengikuti cara hidup para tetangga mereka yang menyembah berhala atau memuja ilah-ilah mereka (23:32; Ulangan 7:1-6). Israel adalah kerajaan teokratis, yang berarti bahwa Allah adalah Hakim dan Raja mereka (Yesaya 33:22; 43:15), dan mereka harus hidup menurut ketetapan-ketetapan-Nya (Ulangan 26:16-19). Allah telah mengantisipasi hari ketika bangsa Israel akan meminta seorang raja (17:14-19), supaya mereka menjadi sama “seperti segala bangsa-bangsa lain” (1 Samuel 8:5,20). Dengan menolak menjadi “bangsa yang kudus” (Keluaran 19:6), bangsa Israel menolak jalan Allah dan kekuasaan-Nya atas mereka, demi mengikuti jalan bangsa-bangsa penyembah berhala dan allah-allah lain (1 Samuel 8:7-8). Allah memperingatkan bangsa Israel mengenai konsekuensi dari meminta raja yang mereka kehendaki (ay.10-21). —K.T. Sim

Kata-Kata Perpisahan

Mengapa sangat penting bagi kita untuk berpaling dari dosa dan memohon Kristus mengampuni kita? Apa artinya bagi kamu untuk mengikut Allah sepenuh hati?

Ya Allah, bimbinglah aku kepada pertobatan sejati. Tolonglah aku menyadari dosaku dan percaya sepenuhnya pada Tuhan Yesus yang sanggup menyelamatkanku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 17-19; Kisah Para Rasul 10:1-23

Injil di Tempat-Tempat Tak Terduga

Kamis, 29 Juni 2023

Baca: Markus 2:13-17

2:13 Sesudah itu Yesus pergi lagi ke pantai danau, dan seluruh orang banyak datang kepada-Nya, lalu Ia mengajar mereka.

2:14 Kemudian ketika Ia berjalan lewat di situ, Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia.

2:15 Kemudian ketika Yesus makan di rumah orang itu, banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya, sebab banyak orang yang mengikuti Dia.

2:16 Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”

2:17 Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

Banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia. —Markus 2:15

Belum lama ini, saya berada di tempat yang sering saya lihat di film dan televisi: Hollywood, California. Di sana, di kaki bukit Los Angeles, dari jendela kamar hotel, saya melihat tulisan besar berwarna putih itu berjajar dengan megah di lereng bukit.

Lalu saya melihat sesuatu yang lain: di kiri bawahnya ada sebuah salib. Saya belum pernah melihat itu di film mana pun. Kemudian, ketika saya meninggalkan kamar hotel, beberapa pelajar dari sebuah gereja lokal mulai membagikan kesaksian tentang Yesus kepada saya.

Kita mungkin sering menganggap Hollywood sebagai pusat keduniawian, suatu tempat yang sepenuhnya bertolak belakang dengan Kerajaan Allah. Namun, jelaslah Kristus berkarya di sana, mengejutkan saya dengan kehadiran-Nya.

Orang Farisi terus-menerus terkejut dengan kehadiran Yesus di tempat-tempat yang tidak mereka duga. Dia tidak bergaul dengan orang-orang yang pantas di mata mereka. Sebaliknya, Markus 2:13-17 berkata bahwa Dia meluangkan waktu bersama “pemungut cukai dan orang berdosa” (ay.15), orang-orang yang hidupnya dianggap najis. Meski demikian, di sanalah Yesus berada, di antara orang-orang yang paling membutuhkan-Nya (ay.16-17).

Lebih dari dua ribu tahun kemudian, Yesus masih terus menabur pesan pengharapan dan keselamatan dari-Nya di tempat-tempat tak terduga, di antara orang-orang yang paling tak disangka-sangka. Dia pun memanggil dan memperlengkapi kita untuk mengambil bagian dalam misi tersebut. —Adam R. Holz

WAWASAN
Orang Farisi menuduh Yesus bergaul dengan dua kelompok orang yang tidak disukai masyarakat, yaitu para pemungut cukai dan orang berdosa (Markus 2:16). Pemungut cukai dipandang rendah dan dibenci oleh orang Yahudi karena mereka dianggap sebagai pemungut bayaran yang tamak dan pengkhianat yang bekerja bagi penjajah Romawi. Mereka juga memungut uang lebih daripada yang telah ditentukan oleh perpajakan Romawi, mengantongi kelebihannya dan memperkaya diri dengan mengorbankan bangsa mereka sendiri (Lukas 3:12-13). Yang dimaksud dengan “orang berdosa” dalam bahasa Yahudi adalah orang-orang yang terkenal jahat; orang-orang keji yang menolak hukum Allah. Orang Farisi juga menggunakan istilah “orang berdosa” untuk orang yang tidak menjaga kesucian ibadah dengan cermat atau mengikuti standar aturan Farisi yang sangat kaku. Pemungut cukai dengan sengaja dikelompokkan bersama orang berdosa untuk menyatakan betapa hina dan jahatnya mereka. Yesus diundang untuk makan bersama segala macam orang, bahkan bersama orang Farisi (7:36; 11:37). Begitu seringnya Dia makan bersama orang buangan dan sampah masyarakat, sampai-sampai Dia dikenal sebagai “sahabat pemungkut cukai dan orang berdosa” (7:34). —K.T. Sim

Injil di Tempat-Tempat Tak Terduga

Kapan kamu pernah menyadari bahwa Allah berkarya di tempat yang tidak terduga? Perubahan apa saja yang mungkin perlu kamu buat agar kamu lebih terbuka terhadap gerakan Roh Kudus yang memimpin kamu ke tempat-tempat tak terduga?

Bapa Surgawi, terima kasih, karena Engkau hadir bahkan di tempat-tempat yang sempat kuanggap tidak mungkin Engkau ada di sana. Terima kasih, Engkau memanggilku mengambil bagian dalam misi-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 14-16; Kisah Para Rasul 9:22-43

Saat Anda Kesepian

Rabu, 28 Juni 2023

Baca: Mazmur 23

23:1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

23:2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;

23:3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

23:4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

23:5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

23:6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

Engkau besertaku. —Mazmur 23:4

Pada pukul 7 malam, Hui-Liang berada di dapur, menyantap nasi dan sisa bakso ikan. Keluarga Chua, tetangganya di apartemen sebelah, juga sedang makan malam, dan suara tawa serta percakapan mereka memecah kesunyian apartemen Hui-Liang, tempat ia tinggal seorang diri sejak istrinya meninggal dunia. Hui-Liang telah belajar hidup berdamai dengan perasaan sepi. Setelah beberapa tahun, kepedihan yang dirasakannya sudah terasa biasa saja. Namun, malam itu, melihat sebuah mangkuk dan sepasang sumpit di atas mejanya membuat hatinya kembali pedih.

Sebelum tidur malam itu, Hui-Liang membaca Mazmur 23, mazmur favoritnya. Kata-kata yang paling berarti baginya adalah bagian yang terdiri atas dua kata: “Engkau besertaku” (ay.4). Lebih dari sekadar menjaga domba, kehadiran sang gembala yang setia dan perhatiannya yang penuh kasih terhadap setiap detail kehidupan domba-dombanya (ay.2-5) telah memberi Hui-Liang kedamaian.

Mengetahui bahwa ada yang hadir bagi kita, mendampingi kita, dapat mendatangkan penghiburan yang besar di saat kita merasa begitu kesepian. Allah berjanji kepada anak-anak-Nya bahwa kasih-Nya senantiasa bersama kita (Mzm. 103:17), dan Dia tidak akan pernah meninggalkan kita (Ibr. 13:5). Saat kita merasa kesepian dan tidak diperhatikan—baik di dapur yang sepi, di dalam bus sepulang kerja, atau bahkan di pasar swalayan yang ramai—kita dapat yakin bahwa Sang Gembala selalu memperhatikan kita. Kita dapat berkata, “Engkau besertaku.” —Karen Huang

WAWASAN
Metafora penting di dalam mazmur yang sangat digemari ini adalah “gada” dan “tongkat” Allah (23:4). Dalam bahasa Ibrani, kata untuk “tongkat” adalah shevet, dan di sini mengacu kepada tongkat gembala. Namun, itu juga dapat berarti tongkat kekuasaan seorang pemimpin atau senjata militer. Dengan demikian, shevet mengandung makna disiplin, teguran, dan pimpinan Allah. Kita mungkin menganggap gambaran seperti itu bersifat negatif, sehingga harus dihindari, tetapi Daud memandangnya sebagai sumber penghiburan. “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya,” kata penulis Kitab Ibrani (12:6). Hajaran Allah merupakan tanda bahwa kita adalah anak-anak-Nya. Daud sering dikejar oleh musuh-musuhnya, tetapi dalam mazmur ini ia menyatakan bagaimana ia dapat makan dalam keadaan selamat “di hadapan lawanku” (Mazmur 23:5). Alih-alih dikejar musuh, “kebajikan dan kemurahan” Allah saja yang mengikutinya (ay.6). —Tim Gustafson

Saat Anda Kesepian

Kapan kamu biasanya merasa kesepian? Bagaimana Mazmur 23 menguatkan kamu?

Allah Mahakasih, terima kasih, karena Engkau selalu besertaku.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 11-13; Kisah Para Rasul 9:1-21