Belajar dari Kesalahan

Selasa, 16 Januari 2024

Baca: 1 Korintus 10:1-11

10:1 Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.

10:2 Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.

10:3 Mereka semua makan makanan rohani yang sama

10:4 dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.

10:5 Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.

10:6 Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,

10:7 dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: “Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.”

10:8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.

10:9 Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular.

10:10 Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.

10:11 Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.

Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita. —1 Korintus 10:11

Untuk membantu orang menghindari kegagalan finansial di masa depan, seperti yang pernah membuat perekonomian dunia terpuruk pada tahun 1929 dan 2008, didirikanlah Library of Mistakes (Perpustakaan Kesalahan) di Edinburgh, Skotlandia. Perpustakaan tersebut mengoleksi lebih dari dua ribu judul buku yang berguna untuk mendidik para calon ekonom di masa mendatang. Selain itu, tempat tersebut juga memberikan contoh sempurna bagaimana “orang-orang pintar terus melakukan hal-hal bodoh,” seperti yang dikatakan kurator perpustakaan. Para kurator tersebut percaya bahwa satu-satunya cara membangun perekonomian yang kuat adalah dengan belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu.

Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa salah satu cara untuk tidak jatuh ke dalam pencobaan dan memiliki kehidupan rohani yang teguh, adalah dengan belajar dari kesalahan umat Allah di masa lampau. Jadi, untuk memastikan mereka tidak pongah dengan keunggulan rohani mereka, sang rasul menggunakan kisah kegagalan bangsa Israel di masa lalu sebagai contoh untuk memperoleh hikmat. Bangsa Israel pernah jatuh dalam penyembahan berhala, terseret “melakukan percabulan”, bersungut-sungut terhadap rencana dan maksud Allah, serta memberontak terhadap para pemimpin yang Allah tetapkan. Karena dosa-dosa tersebut, mereka dihukum Allah (1Kor. 10:7-10). Paulus menyajikan semua “contoh” bersejarah dari Kitab Suci itu untuk menolong orang percaya menghindari kesalahan yang sama (ay.11).

Dengan pertolongan Allah, marilah kita belajar dari kesalahan kita dan juga kesalahan orang lain, supaya hati kita semakin taat kepada-Nya. —Marvin Williams

WAWASAN
Sungguh tepat jika dalam suratnya kepada jemaat Korintus, Rasul Paulus menunjukkan bahwa kesalahan umat Israel di masa lalu telah dituliskan sebagai “peringatan bagi kita” (1 Korintus 10:11). Hal itu karena empat belas pasal pertama dari surat tersebut berfungsi sebagai teguran—membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh gereja di Korintus. Masalah-masalah mereka begitu mengakar, mulai dari pengidolaan terhadap individu, tuntutan hukum, perilaku amoral, masalah dalam perkawinan, hingga penyalahgunaan kebebasan dalam Kristus. Oleh karena itu, contoh-contoh kejatuhan rohani umat Israel di masa lalu menjadi peringatan yang berharga bagi jemaat yang sangat memerlukan teguran ini. Mengenai hal ini, perintah di 1 Korintus 10:8 menjadi kunci penting: “Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.” Mengingat gawatnya masalah yang dihadapi oleh jemaat Korintus, seruan untuk belajar dari kesalahan orang lain adalah hikmat yang berharga. —Bill Crowder

Belajar dari Kesalahan

Peringatan apa yang dapat kita ingat saat kita tergoda untuk berbuat dosa? Bagaimana kita dapat belajar dari kesalahan kita dan juga kesalahan orang lain?

Allah yang baik, tolonglah aku untuk belajar dari kegagalanku agar aku semakin patuh kepada-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 39-40; Matius 11

Melayani Orang Lain bagi Tuhan

Senin, 15 Januari 2024

Baca: Markus 10:35-45

10:35 Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!”

10:36 Jawab-Nya kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?”

10:37 Lalu kata mereka: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.”

10:38 Tetapi kata Yesus kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?”

10:39 Jawab mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima.

10:40 Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.”

10:41 Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes.

10:42 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.

10:43 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,

10:44 dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.

10:45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. —Markus 10:43

Banyak orang mengenang aktris Nichelle Nichols karena perannya sebagai Letnan Uhura dalam film seri Star Trek yang asli. Mendapatkan peran itu adalah pencapaian tersendiri bagi Nichols, karena ia menjadi salah satu wanita berkulit hitam pertama yang muncul di acara TV berskala besar. Namun, masih ada pencapaian yang lebih besar daripada itu.

Nichols sebenarnya pernah mengundurkan diri dari serial Star Trek setelah musim pertamanya dan bermaksud kembali ke dunia teater. Namun, ia bertemu Martin Luther King Jr., yang mendorongnya untuk tidak meninggalkan serial tersebut. Menurut Dr. King, itulah kesempatan pertama bagi orang berkulit hitam untuk tampil di layar kaca sebagai seseorang yang cerdas, cakap melakukan sesuatu, bahkan pergi ke luar angkasa. Dengan memerankan Letnan Uhura, Nichols meraih pencapaian yang lebih besar—menjadi inspirasi bagi para wanita dan anak-anak berkulit hitam untuk meraih cita-cita mereka.

Ini mengingatkan saya pada peristiwa ketika Yakobus dan Yohanes meminta Yesus untuk memberi mereka dua posisi terbaik dalam kerajaan-Nya (Mrk. 10:37). Alangkah luar biasa pencapaian mereka jika mereka mendapatkannya! Akan tetapi, dalam tanggapan-Nya, Yesus tidak hanya menjelaskan kenyataan pedih yang terkandung dalam permintaan mereka (ay.38-40), tetapi juga memanggil mereka untuk meraih tujuan yang lebih mulia. Dia berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (ay.43). Para pengikut Yesus tidak sepatutnya hanya mengejar pencapaian pribadi, tetapi juga seharusnya, seperti Dia, menggunakan posisi mereka untuk melayani orang lain (ay.45).

Nichelle Nichols tetap bermain di Star Trek demi pencapaian lebih besar untuk menginspirasi orang-orang berkulit hitam. Kiranya kita pun tidak hanya puas dengan pencapaian pribadi, tetapi mau menggunakan posisi apa pun yang kita miliki untuk melayani orang lain bagi Tuhan. —Sheridan Voysey

WAWASAN
Permintaan Yakobus dan Yohanes untuk duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus setelah Dia dimuliakan (Markus 10:37) menunjukkan ketidakpahaman mereka bahwa jalan yang dilalui Yesus menuju kemuliaan adalah jalan penderitaan. Yesus menanggapi mereka dengan menyampaikan tentang “cawan” dan “baptisan” yang akan Dia terima (ay.38), simbol dari penderitaan yang harus Dia hadapi untuk menyelamatkan umat-Nya. Dia bersedia minum cawan penderitaan tersebut dan menjadi seperti umat-Nya demi menyelamatkan mereka—menggantikan mereka menanggung konsekuensi dosa. Dalam menanggapi permintaan Yakobus dan Yohanes untuk menerima tempat yang terhormat, Yesus justru menjanjikan mereka bahwa sebagai murid-murid Kristus, mereka akan menderita seperti Dia (ay.39). Yesus juga menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan murid-murid-Nya tentang pemberian diri dalam pelayanan (ay.42-45). —Monica La Rose

Melayani Orang Lain bagi Tuhan

Tujuan apa yang kamu kejar bagi pribadi dan karier kamu saat ini? Pintu apa saja yang dapat kamu bukakan bagi orang lain saat ini?

Tuhan Yesus yang baik, tunjukkanlah bagaimana aku dapat menggunakan posisiku untuk melayani orang lain bagi-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 36-38; Matius 10:21-42

Menyerap Kejahatan

Minggu, 14 Januari 2024

Baca: Yesaya 53:1-6

53:1 Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?

53:2 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.

53:3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

53:4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

53:5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

53:6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

 

Sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. —Yesaya 53:4

Bencana nuklir Fukushima Daiichi pada tahun 2011, yang disebabkan oleh gempa bumi, menyebarkan racun dalam jumlah yang sangat besar dan memaksa lebih dari 150.000 warga untuk mengungsi. Seorang warga setempat berkata, “Seolah-olah ada salju tak kasatmata turun di Fukushima dan terus turun sampai menutupi daerah itu.” Radiasi tingkat tinggi ditemukan pada hasil panen, daging, dan sejumlah area yang bermil-mil jauhnya dari pabrik itu. Untuk menanggulangi racun tersebut, warga mulai menanam bunga matahari, tumbuhan yang diketahui dapat menyerap radiasi. Mereka menanam lebih dari dua ratus ribu benih, dan hasilnya, jutaan bunga matahari kini mekar di Fukushima.

Dalam skala kecil, bunga matahari, yang berfungsi menurut rancangan Allah, melakukan sesuatu yang mirip dengan perbuatan agung yang Yesus lakukan untuk menyembuhkan seluruh dunia. “Penyakit kitalah yang ditanggung [Kristus]” di dalam tubuh-Nya sendiri dan “kesengsaraan kita yang dipikulnya” (Yes. 53:4). Dia menyerap ke dalam diri-Nya sendiri segala kejahatan, kekejaman, dan racun yang ada di dunia kita—segala hal yang manusia lakukan untuk menghancurkan diri kita sendiri. Dia menyerap semua kesalahan kita. Di atas salib, Yesus “tertikam”, bukan karena kesalahan-Nya, melainkan karena “pemberontakan kita” (ay.5). Karena Dia telah mati demi penebusan dosa kita, kita pun dipulihkan, dan “oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (ay.5).

Kristus tidak mengampuni kita dari jauh, melainkan Dia menanggung semua kejahatan yang meracuni kita pada diri-Nya sendiri. Yesus menyerap semuanya, dan kemudian menyembuhkan kita secara rohani. —Winn Collier

WAWASAN
Allah menyatakan diri-Nya berdaulat atas seluruh sejarah umat manusia dengan memanggil semua orang untuk mempercayai-Nya, daripada mengandalkan bangsa-bangsa lain (Yesaya 24–27). Allah bekerja di balik layar, mengatur berbagai peristiwa hingga mencapai hasil yang telah Dia rencanakan pada akhir zaman. Dia akan menghakimi dan menghukum orang-orang jahat dan sombong (24:16-23; 25:10-12), tetapi akan memberkati mereka yang merendahkan diri dan percaya kepada-Nya (25:1-8). Yesaya 26 adalah nyanyian pujian untuk merayakan keselamatan dan berkat yang Allah berikan kepada mereka yang mempercayai, menaati, dan menghormati Dia (ay. 7-9). K.T. Sim

Menyerap Kejahatan
 

Apa kejahatan kamu yang telah diampuni Tuhan Yesus? Bagaimana perbuatan-Nya menyerap kejahatan mempengaruhi pemahaman kamu tentang pengampunan-Nya?

Allah yang baik, Engkau telah membela, melindungi, dan menyertaiku. Tolonglah aku untuk rela melakukannya juga bagi orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 33-35; Matius 10:1-20

Bertekun dalam Yesus

Sabtu, 13 Januari 2024

Baca: Ibrani 12:1-3

12:1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.

12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Ingatlah selalu akan Dia, . . . supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. —Ibrani 12:3

Ketika saya masih berkuliah di sekolah tinggi teologi bertahun-tahun lalu, kampus kami biasa mengadakan kebaktian mingguan. Dalam salah satu kebaktian, saat para mahasiswa sedang menyanyikan lagu “Great Is the Lord”, saya melihat tiga orang dosen bernyanyi dengan penuh perasaan. Wajah mereka memancarkan sukacita, yang hanya mungkin dialami karena iman mereka kepada Allah. Bertahun-tahun kemudian, ketika satu per satu dari mereka menderita penyakit yang berat, iman itulah yang memampukan mereka untuk tetap bertahan dan menguatkan orang lain.

Hari ini, ingatan akan dosen-dosen saya yang menyanyi dengan penuh semangat tersebut terus menguatkan saya untuk bertahan dalam pencobaan yang saya alami. Bagi saya, mereka adalah sebagian kecil dari banyak teladan inspiratif dari orang-orang yang hidup dengan iman. Mereka menjadi pengingat bagaimana kita dapat mengikuti panggilan penulis dalam Ibrani 12:2-3 untuk mengarahkan mata kita kepada Yesus yang “tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia” (ay.2).

Ketika pencobaan—dari penganiayaan atau tantangan hidup—menyulitkan kita untuk bertahan, kita memiliki teladan dari orang-orang yang berpegang teguh pada firman Allah dan mempercayai janji-janji-Nya. Kita dapat “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (ay.1), dengan mengingat bahwa Yesus—dan mereka yang telah mendahului kita—sanggup bertahan. Penulis kitab pun mendorong kita, “Ingatlah selalu akan Dia, . . . supaya jangan [kita] menjadi lemah dan putus asa” (ay.3).

Dosen-dosen saya, yang kini sudah bahagia di surga, mungkin akan berkata: “Hidup dalam iman tidak akan sia-sia. Maju terus.” —Karen Huang

WAWASAN
Siapa yang dimaksud penulis dengan “banyak saksi” dalam Ibrani 12:1? Meskipun ada perdebatan, salah satu penafsiran yang dapat diterima adalah bahwa mereka merupakan umat Tuhan yang setia di masa lalu. Saat ini, mereka berperan sebagai “saksi” sementara kita yang berada di dunia masih berlomba dalam perlombaan iman (ay.1). Kita dapat melakukannya dengan “mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (ay.2). Itu berarti bahwa kita melakukannya dengan Kristus sebagai pemimpin kita. Kata Yunani untuk pemimpin ini adalah archegos. Versi lain menerjemahkan kata ini sebagai “pelopor”, “perintis”, atau “pahlawan.” Jalan yang ditempuh oleh Yesus jauh lebih sulit daripada jalan yang kita alami sekarang. Dia memikul dosa seisi dunia, tetapi tindakan tersebut membawa-Nya ke tempat yang berhak diterima-Nya, yakni “di sebelah kanan takhta Allah” (ay.2). Perlombaan yang sedang kita jalani juga sama sulitnya, tetapi kita tahu bahwa akhirnya akan penuh sukacita, karena Dia telah membuka jalan bagi kita. —Tim Gustafson

Bertekun dalam Yesus

Siapa yang mengilhami kamu untuk terus maju dalam perjalanan iman kamu? Bagaimana teladan mereka mendorong kamu untuk bertekun dalam masa-masa sulit yang penuh cobaan?

Tuhan Yesus, tolonglah aku mengarahkan pandanganku hanya kepada-Mu. Saat aku lemah dan putus asa, aku bersyukur untuk teladan-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 31?32; Matius 9:18-38

Pekerja Allah

Jumat, 12 Januari 2024

Baca: Kejadian 39:19-23

39:19 Baru saja didengar oleh tuannya perkataan yang diceritakan isterinya kepadanya: begini begitulah aku diperlakukan oleh hambamu itu, maka bangkitlah amarahnya.

39:20 Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.

39:21 Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.

39:22 Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya.

39:23 Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil.

Tuhan menyertai [Yusuf] dan apa yang dikerjakannya dibuat Tuhan berhasil. —Kejadian 39:23

Dalam sebuah kamp pengungsi di Timur Tengah, Reza menerima sejilid Alkitab yang kemudian membawanya untuk mengenal Yesus dan percaya kepada-Nya. Doa pertamanya dalam nama Kristus adalah, “Pakai aku menjadi pekerja-Mu.” Di kemudian hari, setelah meninggalkan kamp, Allah menjawab doa Reza ketika tanpa disangka-sangka ia mendapat pekerjaan di suatu organisasi kemanusiaan. Ia pun kembali ke kamp pengungsi yang dahulu dihuninya untuk melayani orang-orang yang dikenal dan dikasihinya. Reza mendirikan klub olahraga, mengadakan kelas-kelas bahasa, dan memberikan bantuan hukum—“apa pun yang dapat memberikan pengharapan kepada mereka.” Ia memandang program-program tersebut sebagai sarana untuk melayani orang lain sekaligus membagikan hikmat dan kasih Allah.

Saat membaca Alkitabnya, Reza langsung terpikat oleh cerita Yusuf dalam Kitab Kejadian. Ia memperhatikan bagaimana Allah memakai Yusuf untuk melakukan pekerjaan-Nya selama ia berada dalam penjara. Karena Allah menyertai Yusuf, Dia menunjukkan kebaikan-Nya dan menolong Yusuf. Kepala penjara mempercayakan Yusuf untuk mengurus penjara dan tidak perlu mengawasi segala sesuatu di sana, karena “apa yang dikerjakannya dibuat Tuhan berhasil” (Kej. 39:23).

Allah juga berjanji untuk menyertai kita. Saat kita terbelenggu—baik harfiah maupun kiasan—menderita, kehilangan tempat tinggal, disakiti, atau berduka, kita dapat percaya bahwa Dia takkan pernah meninggalkan kita. Seperti Allah memampukan Reza untuk melayani para pengungsi dan Yusuf untuk mengurus penjara, Allah juga akan selalu menyertai kita. —Amy Boucher Pye

WAWASAN
Kata “berhasil” dalam Kejadian 39 ayat 2, 3, 23 diterjemahkan dari kata Ibrani tsalakh. Dalam Kejadian 24, kata ini digunakan dalam konteks tugas “hamba senior” Abraham untuk mencari istri bagi Ishak, anak Abraham (ay.21,40,42). Di bagian lain dari Alkitab, kata “berhasil” dikaitkan dengan ketaatan kepada firman Tuhan. Setelah tampuk kepemimpinan diserahkan dari Musa kepada Yosua, Allah mengatakan kepada Yosua bahwa ia akan “berhasil dan . . . beruntung” (Yosua 1:8) jika ia taat kepada hukum Allah. Dalam Mazmur 1, seseorang yang suka dengan firman Tuhan digambarkan “seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (ay.3). Seorang hamba Allah dapat meraih keberhasilan karena kehadiran dan kekuatan yang disediakan-Nya untuk taat kepada-Nya. —Arthur Jackson

Pekerja Allah

Pernahkah kamu mengalami pemulihan yang Allah kerjakan, seperti yang dialami Reza dan Yusuf? Bagaimana kisah Yusuf dapat menolong kamu untuk semakin mempercayai Allah?

Allah Juruselamatku, Engkau tak pernah meninggalkanku, sesulit apa pun situasi yang kuhadapi. Berilah aku pengharapan dan kepekaan untuk melihat cara kerja-Mu dalam hidupku.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 29-30; Matius 9:1-17

Perintah yang Sederhana

Kamis, 11 Januari 2024

Baca: Yohanes 21:17-24

21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”* Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: /”Apakah engkau mengasihi Aku?”* Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: /”Gembalakanlah domba-domba-Ku.

21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.”

21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”

21:20 Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?”

21:21 Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?”

21:22 Jawab Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.”

21:23 Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.”

21:24 Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.

 

Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku. —Yohanes 21:22

“Rapikan dulu ruang depan sebelum kamu tidur,” perintah saya kepada salah satu putri saya. “Kenapa adik tidak usah melakukannya?” balasnya langsung, sambil menunjuk adik perempuannya.

Penolakan halus semacam itu sering terdengar di rumah kami waktu putri-putri kami masih kecil. Respons saya selalu sama: “Tidak usah kau urus adikmu; yang Ayah minta itu kamu.”

Dalam Yohanes 21, kita melihat kecenderungan manusiawi itu ditunjukkan oleh para murid. Yesus baru saja memulihkan Petrus yang pernah menyangkal-Nya tiga kali (lihat Yoh. 18:15-18,25-27). Sekarang, Yesus berkata kepada Petrus, “Ikutlah Aku” (21:19)—suatu perintah yang sederhana tetapi memberi dampak yang serius. Yesus menjelaskan bahwa Petrus akan mengikuti-Nya sampai pada cara ia mati kelak (ay.18-19).

Belum sempat mencerna perkataan Yesus itu, Petrus langsung bertanya tentang seorang murid yang mengikuti mereka: “Apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” (ay.21) Yesus menjawabnya, “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku” (ay.22).

Betapa seringnya kita bersikap seperti Petrus! Kita bertanya-tanya tentang perjalanan iman orang lain dan bukan tentang apa yang Allah kerjakan dengan hidup kita. Di masa senja Petrus, ketika kematian yang Yesus nubuatkan dalam Yohanes 21 sudah semakin dekat, ia menerangkan lebih lanjut perintah sederhana dari Kristus: “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu” (1Ptr. 1:14-15). Itu sudah cukup untuk menjaga fokus kita kepada Yesus, dan bukan kepada orang di sekitar kita. —matt lucas

WAWASAN
Sebelum naik ke surga, Yesus tinggal di dunia selama empat puluh hari setelah Dia bangkit dari kematian. Selama empat puluh hari itu, Dia “membuktikan [kepada murid-murid-Nya], bahwa Ia hidup” (Kisah Para Rasul 1:3). Menurut catatan Perjanjian Baru, Kristus muncul sebelas kali setelah Dia bangkit. Yesus yang telah bangkit bertemu dengan berbagai orang untuk berbagai alasan. Dia masih mempunyai urusan yang belum selesai dengan murid-murid-Nya. Akhir pekan Paskah yang baru lalu merupakan minggu yang penuh trauma, dan setiap murid telah “meninggalkan Dia” (Matius 26:56). Bahkan Petrus telah menyangkal-Nya tiga kali (Yohanes 18:15-27), tetapi Kristus memulihkannya (21:15-19). Murid-murid-Nya butuh diampuni, dipulihkan, ditugaskan, dan diutus kembali untuk melayani Allah. K.T. Sim

Perintah yang Sederhana
 

Apa yang menggoda kamu untuk membandingkan perjalanan iman kamu dengan orang lain? Bagaimana cara kamu untuk terus menjaga fokus kepada Yesus hari ini?

Bapa Surgawi, bentuklah aku semakin serupa dengan citra Anak-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 27-28; Matius 8:18-34

Seruan untuk Berdoa

Rabu, 10 Januari 2024

Baca: Nehemia 1:4-11

1:4 Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit,

1:5 kataku: “Ya, TUHAN, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya,

1:6 berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa.

1:7 Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.

1:8 Ingatlah akan firman yang Kaupesan kepada Musa, hamba-Mu itu, yakni: Bila kamu berubah setia, kamu akan Kucerai-beraikan di antara bangsa-bangsa.

1:9 Tetapi, bila kamu berbalik kepada-Ku dan tetap mengikuti perintah-perintah-Ku serta melakukannya, maka sekalipun orang-orang buanganmu ada di ujung langit, akan Kukumpulkan mereka kembali dan Kubawa ke tempat yang telah Kupilih untuk membuat nama-Ku diam di sana.

1:10 Bukankah mereka ini hamba-hamba-Mu dan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan tangan-Mu yang kuat?

1:11 Ya, Tuhan, berilah telinga kepada doa hamba-Mu ini dan kepada doa hamba-hamba-Mu yang rela takut akan nama-Mu, dan biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini.” Ketika itu aku ini juru minuman raja.

Duduklah aku menangis. . . . Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit. —Nehemia 1:4

Abraham Lincoln pernah bercerita kepada seorang teman, “Betapa sering aku tergerak untuk bertelut dalam doa karena aku sangat merasakan tidak ada hal lain yang dapat kuandalkan.” Dalam masa Perang Saudara Amerika Serikat yang mengerikan, Presiden Lincoln tidak hanya sering meluangkan waktu untuk sungguh-sungguh berdoa, tetapi juga mengajak seluruh negeri untuk berdoa bersamanya. Pada tahun 1861, ia memproklamasikan “hari untuk merendahkan hati, berdoa, dan berpuasa”. Lincoln kembali melakukannya pada tahun 1863, dengan menyatakan, “Adalah kewajiban bagi negara-negara dan manusia untuk mengakui ketergantungan mereka pada kuasa Allah yang tak terbantahkan: untuk mengakui dosa dan pelanggaran mereka dengan penyesalan yang tulus, sekaligus dengan harapan yang pasti bahwa pertobatan sejati akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan [Allah].”

Setelah bangsa Israel ditawan di Babel selama tujuh puluh tahun, Raja Koresh mengeluarkan ketetapan yang mengizinkan mereka kembali ke Yerusalem. Ketika tahu bahwa orang Israel yang telah kembali ke Yerusalem “ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela” (ay.3), Nehemia, seorang Israel (Neh. 1:6) yang menjadi juru minuman raja Persia (ay.11), duduk “menangis dan berkabung selama beberapa hari”, berpuasa, dan berdoa (ay.4). Dalam doa, ia menggumulkan bangsanya (ay.5-11). Di kemudian hari, ia juga menyerukan kepada bangsanya untuk berpuasa dan berdoa bersama (9:1-37).

Berabad-abad kemudian, pada zaman Kekaisaran Romawi, Rasul Paulus juga mendorong para pembaca suratnya untuk mendoakan para penguasa (1Tim. 2:1-2). Allah kita masih mendengarkan doa dan permohonan kita atas hal-hal yang berdampak luas bagi kehidupan banyak orang. —Alyson Kieda

WAWASAN
Nehemia memanjatkan doa sebagai tanda pertobatan atas dosanya sendiri dan juga dosa-dosa bangsanya (ay.5-11) setelah mengetahui penderitaan yang dialami orang-orang buangan yang baru saja kembali ke Yerusalem (Nehemia 1:1-3). Dalam doanya, ia menemukan pengharapan dalam janji-janji Allah di masa lalu untuk memulihkan umat-Nya yang telah bertobat. Dalam ayat 8-9, penulis memuji janji Allah untuk mengembalikan orang-orang buangan yang telah bertobat ke tanah mereka, tempat mereka akan kembali menikmati kesejahteraan apabila mereka sungguh-sungguh berkomitmen untuk melayani Allah (lihat Ulangan 30:1-4,9-10). —Monica La Rose

Seruan untuk Berdoa

Menurut kamu, mengapa Allah menyerukan umat-Nya untuk mendoakan semua orang? Siapa orang-orang di luar lingkungan pergaulan kamu yang dapat kamu doakan?

Ya Allah, kami sedang berada dalam masalah. Tolonglah dan pulihkanlah kami.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 25-26; Matius 8:1-17

Kasih yang Tak Terhitung

Selasa, 9 Januari 2024

Baca: Yeremia 31:1-6

31:1 “Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku akan menjadi Allah segala kaum keluarga Israel dan mereka akan menjadi umat-Ku.

31:2 Beginilah firman TUHAN: Ia mendapat kasih karunia di padang gurun, yaitu bangsa yang terluput dari pedang itu! Israel berjalan mencari istirahat bagi dirinya!

31:3 Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.

31:4 Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun, hai anak dara Israel! Engkau akan menghiasi dirimu kembali dengan rebana dan akan tampil dalam tari-tarian orang yang bersukaria.

31:5 Engkau akan membuat kebun anggur kembali di gunung-gunung Samaria; ya, orang-orang yang membuatnya akan memetik hasilnya pula.

31:6 Sungguh, akan datang harinya bahwa para penjaga akan berseru di gunung Efraim: Ayo, marilah kita naik ke Sion, kepada TUHAN, Allah kita!

 

Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal. —Yeremia 31:3

“Bagaimana caraku mencintaimu? Akan coba kusebutkan satu demi satu.” Kata-kata dari antologi Sonnets from the Portuguese karya Elizabeth Barrett Browning tersebut adalah salah satu puisi paling terkenal dalam sastra Inggris. Elizabeth menuliskan puisi tersebut untuk Robert Browning sebelum mereka menikah. Robert begitu tersentuh sehingga ia mendorong Elizabeth untuk menerbitkan seluruh koleksi puisinya. Namun, karena gaya bahasa soneta itu sangat halus dan didorong keinginan untuk menjaga privasinya, Barrett menerbitkannya seolah-olah tulisan tersebut diterjemahkan dari karya seorang penulis Portugis.

Terkadang kita bisa merasa tidak nyaman saat mengungkapkan perasaan sayang kita kepada orang lain. Namun, sebaliknya, Alkitab tidak malu-malu dalam mengungkapkan kasih Allah. Nabi Yeremia menyatakan kasih sayang Allah kepada umat-Nya dengan kata-kata yang lembut: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer. 31:3). Meski umat-Nya telah berpaling dari-Nya, Allah berjanji akan memulihkan mereka dan menarik mereka kembali kepada-Nya. “Aku akan datang untuk menenangkan Israel,” kata-Nya kepada mereka (ay.2 avb).

Yesus adalah ekspresi tertinggi dari kasih Allah yang membawa pemulihan, dan Dia menganugerahkan kedamaian dan ketenangan bagi siapa saja yang berpaling kepada-Nya. Dari kelahiran-Nya di palungan, kematian-Nya di kayu salib, hingga kebangkitan-Nya dari kubur yang kosong, Dialah perwujudan nyata dari kerinduan Allah untuk memanggil dunia yang tersesat kembali kepada-Nya. Bacalah Alkitab dari awal hingga akhir, maka kamu akan terus menemukan satu demi satu cara Allah menyatakan kasih-Nya. Bahkan, kamu tidak akan pernah selesai menemukannya, karena kasih-Nya abadi dan tak terhitung. —James Banks

WAWASAN
Dalam 29 pasal pertama dari Kitab Yeremia, sang nabi memperingatkan bangsa Yehuda akan hukuman Allah atas ketidaksetiaan mereka, berupa kehancuran Yerusalem dan pembuangan mereka ke Babel selama tujuh puluh tahun (lihat 1:14-16; 5:15-19; 6:22-23; 25:9-11). Namun kemudian, Yeremia juga menyampaikan kata-kata penghiburan, semangat, harapan, dan pemulihan. Ia menubuatkan bahwa umat Allah akan kembali ke tanah perjanjian dan juga kepada Allah (psl. 30–31). Allah berjanji, “Waktunya akan datang . . . bahwa Aku akan memulihkan keadaan umat-Ku Israel dan Yehuda—firman TUHAN—dan Aku akan mengembalikan mereka ke negeri yang telah Kuberikan kepada nenek moyang mereka, dan mereka akan memilikinya” (30:3). Allah akan membawa mereka kembali dari pembuangan (ay. 8-17), memulihkan tanah mereka (ay. 18-24), dan membawa umat kembali kepada-Nya (31:1-6). “Aku akan menjadi Allah segala kaum keluarga Israel dan mereka akan menjadi umat-Ku” (ay. 1). K.T. Sim

Kasih yang Tak Terhitung
 

Apa saja cara Allah mengasihi kamu selama ini? Bagaimana kamu dapat membalas kasih-Nya hari ini?

Tuhan Yesus, terima kasih, karena kasih-Mu kepadaku begitu limpah dan dekat! Tolonglah aku untuk mengasihi-Mu dengan segenap hidupku hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 23-24; Matius 7

Juruselamat yang Rela

Senin, 8 Januari 2024

Baca: Roma 5:6-8

5:6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

5:7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar–tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati–.

5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Ketika sedang mengemudi pada larut malam, Nicholas melihat ada kebakaran di sebuah rumah. Ia langsung menghentikan mobil, bergegas memasuki rumah yang terbakar, dan menyelamatkan empat orang anak. Ketika pengasuh anak yang masih remaja menyadari masih ada satu anak lagi yang terperangkap di dalam, ia langsung memberi tahu Nicholas. Tanpa ragu Nicholas masuk lagi ke dalam rumah yang dilalap api. Ketika terjebak di lantai dua bersama seorang anak perempuan berumur enam tahun, Nicholas pun memecahkan kaca jendela. Ia melompat ke luar ke tempat yang aman, tepat ketika bala bantuan tiba. Dengan mendahulukan orang lain di atas keadaannya sendiri, Nicholas berhasil menyelamatkan semua anak di rumah itu.

Nicholas menunjukkan sikap heroik lewat kerelaannya mengorbankan keselamatannya demi kepentingan orang lain. Tindakan kasih yang luar biasa itu mencerminkan kasih yang rela berkorban, yang ditunjukkan oleh penyelamat lain yang rela menyerahkan nyawa-Nya untuk membebaskan kita dari dosa dan kematian, yaitu Yesus Kristus. “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah” (Rm. 5:6). Rasul Paulus menegaskan bahwa Yesus—yang sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia—memilih untuk menyerahkan nyawa-Nya dan membayar lunas harga untuk menebus dosa-dosa kita, harga yang tidak akan pernah dapat kita bayar sendiri. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (ay.8).

Apabila kita bersyukur dan percaya kepada Tuhan Yesus, Juruselamat kita yang rela, Dia sanggup menguatkan kita untuk juga rela mengasihi sesama dengan perkataan dan perbuatan kita. —Xochitl Dixon

WAWASAN
Apa yang dimaksudkan Paulus ketika ia mengatakan, “pada waktu yang ditentukan oleh Allah” (Roma 5:6)? Di bagian lain, Paulus menulis, “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5). Kedatangan Yesus ke dunia benar-benar terjadi pada waktu yang tepat dan sesuai dengan rencana Allah. Rencana ini diungkapkan dengan cara-cara yang tak pernah kita bayangkan, tetapi semuanya terjadi persis seperti yang dikehendaki-Nya. Itulah kabar baik! Injil Markus mengatakan, “Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: ‘Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu’” (Markus 1:2). Utusan ini adalah Yohanes Pembaptis, pendahulu yang telah dinubuatkan akan mempersiapkan jalan bagi pelayanan Yesus (ay.2-3, lihat Yesaya 40:3; Maleakhi 3:1). Tugas Yohanes pun selesai ketika ia dipenjara. Setelah itu, barulah Kristus menyerukan, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15). —Tim Gustafson

Juruselamat yang Rela

Bagaimana perasaan kamu saat merenungkan harga yang telah Yesus bayar dengan rela karena kasih-Nya kepada kamu? Bagaimana kamu dapat menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan kamu sendiri di sepanjang minggu ini?

Tuhan Yesus, tolonglah aku untuk percaya bahwa Engkau akan menyediakan kebutuhanku saat aku mengutamakan sesamaku hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 20-22; Matius 6:19-34