Persahabatan Erat di dalam Tuhan

Jumat, 2 Februari 2024

Baca: 2 Samuel 1:23-27

1:23 Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa.

1:24 Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu.

1:25 Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu.

1:26 Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan.

1:27 Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!

Pergilah dengan selamat; bukankah kita berdua telah bersumpah demi nama Tuhan. —1 Samuel 20:42

Di kapel Christ’s College, Cambridge, Inggris, terdapat sebuah monumen yang didedikasikan untuk dua orang dokter yang hidup di abad ke-17, John Finch dan Thomas Baines. Dikenal sebagai “dua sahabat yang tak terpisahkan”, Finch dan Baines berkolaborasi melakukan penelitian medis dan menempuh perjalanan diplomatik bersama-sama. Ketika Baines meninggal dunia pada tahun 1680, Finch meratapi “kesatuan jiwa mereka yang tak terpatahkan”, yang telah terjalin selama tiga puluh enam tahun. Persahabatan mereka sarat dengan kasih sayang, kesetiaan, dan komitmen.

Raja Daud dan Yonatan memiliki persahabatan yang juga sama eratnya. Kasih sayang di antara mereka sangat mendalam (1Sam. 20:41), bahkan mereka mengikat janji untuk setia kepada satu sama lain (ay.8-17,42). Persahabatan mereka ditandai dengan kesetiaan yang total (1Sam. 19:1-2; 20:13). Yonatan bahkan mengorbankan haknya sebagai pewaris takhta agar Daud dapat memerintah sebagai raja (20:30-31; lihat 23:15-18). Ketika Yonatan wafat, Daud meratap dengan mengatakan bahwa kasih Yonatan kepadanya “amat mulia, malahan melebihi kasih wanita” (2Sam. 1:26 bis).

Bisa jadi kita tidak selalu menyamakan persahabatan dengan kesatuan jiwa, tetapi mungkin persahabatan antara Finch dan Baines maupun Daud dan Yonatan dapat menolong kita untuk memperdalam persahabatan kita sendiri. Yesus sendiri membiarkan sahabat-sahabat-Nya bersandar kepada-Nya (Yoh. 13:23-25). Kasih sayang, kesetiaan, dan komitmen yang ditunjukkan-Nya kepada kita dapat menjadi dasar bagi kita untuk membangun persahabatan yang erat dan mendalam. —Sheridan Voysey

WAWASAN
Di samping contoh persahabatan antara Daud dan Yonatan (1 Samuel 18:1-3; 2 Samuel 1:26), gagasan tentang persahabatan disebutkan berulang kali di dalam Alkitab. Kitab Amsal mengatakan bahwa “seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu” (17:17), tetapi juga memperingatkan bahwa persahabatan bisa jadi didasari kekayaan atau pemberian (14:20; 19:4,6), serta menasihati kita berhati-hati untuk tidak “berteman dengan orang bebal [dan] menjadi malang” (13:20).

Dalam Yohanes 15, Yesus juga berbicara mengenai persahabatan. Dia berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. . . . Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (ay.13-15). Pernyataan Kristus bahwa seorang sahabat “memberikan nyawanya” untuk orang lain akan terbukti kebenarannya dalam beberapa hari dan jam kemudian. Dan para murid sendiri juga akan menunjukkan kasih mereka kepada Yesus, kecuali satu (Yohanes) yang binasa karena bersaksi tentang Dia. —J.R. Hudberg

Persahabatan Erat di dalam Tuhan

Bagaimana iman kepada Kristus dapat memperdalam persahabatan yang kita miliki? Apa yang dapat kamu lakukan untuk lebih menunjukkan kasih sayang, kesetiaan, atau komitmen kepada sahabat-sahabat kamu?

Ya Allah, mampukanlah aku membangun hubungan yang lebih erat dan mendalam dengan sahabat-sahabatku.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 29-30; Matius 21:23-46

Kerendahan Hati yang Terbesar

Kamis, 1 Februari 2024

Baca: Filipi 2:1-8

2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,

2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

[Yesus] telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. —Filipi 2:7

Sehabis pertandingan, seorang bintang basket perguruan tinggi tetap tinggal untuk membantu para pekerja mengumpulkan sampah gelas dan bungkus makanan. Ketika seorang penggemar mengunggah video aksinya, rekaman itu pun ditonton oleh lebih dari delapan puluh ribu orang. Ada yang berkomentar, “[Pemuda itu] salah satu pria paling rendah hati yang pernah saya temui.” Sebenarnya mudah saja bagi pemain basket itu untuk pergi bersama rekan-rekannya dan merayakan kemenangan mereka. Namun, dengan sukarela ia memberikan waktunya untuk melakukan sesuatu yang sering kali terabaikan.

Semangat kerendahan hati yang terbesar tampak dalam diri Yesus, yang meninggalkan kedudukan-Nya yang mulia di surga untuk mengambil rupa sebagai hamba di muka bumi (Flp. 2:7). Yesus tidak harus melakukannya, tetapi Dia merendahkan diri-Nya dengan penuh kerelaan. Di dunia, Dia melayani dengan mengajar, menyembuhkan, dan mengasihi semua orang—serta mati dan bangkit untuk menyelamatkan mereka.

Meski teladan Kristus dapat menggugah kita untuk melakukan pekerjaan seperti menyapu lantai, memperbaiki barang rusak, atau menyiapkan makanan, dampak terbesarnya terjadi ketika hal itu mempengaruhi sikap kita terhadap orang lain. Kerendahan hati yang sejati adalah suatu kualitas batin yang tidak hanya mengubah tindakan kita, tetapi juga prioritas kita. Kerendahan hati sepatutnya mendorong kita untuk “menganggap yang lain lebih utama dari pada diri [kita] sendiri” (ay.3).

Penulis dan pengkhotbah Andrew Murray pernah berkata, “Kerendahan hati adalah bukti dan buah yang indah dari kekudusan.” Kiranya hidup kita memancarkan keindahan tersebut ketika kita mencerminkan hati Kristus dengan kuasa Roh-Nya (ay.2-5). —Jennifer Benson Schuldt

WAWASAN
Filipi 2:5-11 menggambarkan apa yang dilepaskan Yesus dengan datang ke dunia sebagai manusia, dan selama berabad-abad rangkaian ayat ini telah menimbulkan banyak perdebatan. Ayat 6 menegaskan bahwa sebelum inkarnasi-Nya, Kristus setara dengan Allah dalam segala hal. Namun, saat datang ke dunia, Dia “mengosongkan diri-Nya sendiri” (ay.7) atau “membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa” (AYT). Masalah utamanya ada pada kata mengosongkan (kenoo dalam bahasa Yunani). Ada yang berkata bahwa Yesus mengosongkan diri-Nya sendiri dari keilahian-Nya, tetapi kalau begitu, bagaimana pengorbanan-Nya dapat sepenuhnya menebus dosa-dosa kita? Mungkin pandangan yang paling dapat diterima adalah bahwa Yesus tetap mempertahankan keilahian dan seluruh sifat-Nya, tetapi mengesampingkan hak untuk menggunakannya demi kepentingan diri-Nya sendiri. Sebaliknya, Dia justru berserah kepada kehendak dan tujuan Bapa-Nya. —Bill Crowder

Kerendahan Hati yang Terbesar

Bagaimana kerendahan hati Yesus berdampak bagi kamu? Dalam bidang hidup apa kamu tergoda untuk meninggikan diri?

Tuhan Yesus, terima kasih, karena Engkau telah merendahkan diri-Mu bagiku. Tolonglah aku untuk mengikut teladan-Mu dengan menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhanku sendiri.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 27-28; Matius 21:1-22

Berserah Penuh kepada Kristus

Rabu, 31 Januari 2024

Baca: Markus 8:34-38

8:34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

8:35 Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

8:36 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.

8:37 Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

8:38 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. —Markus 8:36

Pada tahun 1920, John Sung, anak keenam seorang pendeta Tionghoa, menerima beasiswa untuk belajar di sebuah universitas di Amerika Serikat. Ia lulus dengan nilai tertinggi, menyelesaikan program master, bahkan meraih gelar PhD. Akan tetapi, dalam usahanya mengejar ilmu, ia telah menjauh dari Allah. Kemudian, suatu malam di tahun 1927, ia menyerahkan hidupnya kepada Kristus dan merasa terpanggil untuk menjadi pengkhotbah.

Banyak pekerjaan bergaji tinggi yang menantinya di Tiongkok. Namun, dalam perjalanan pulangnya dengan kapal laut, ia merasakan dorongan Roh Kudus untuk menyingkirkan ambisinya. Sebagai simbol komitmennya, ia pun membuang semua penghargaannya ke laut, dan hanya menyimpan ijazah PhD untuk diberikan kepada orangtuanya demi menghormati mereka.

John Sung memahami pernyataan Yesus tentang apa yang diperlukan untuk menjadi murid-Nya: “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya” (Mrk. 8:36). Saat kita menyangkal diri dan meninggalkan kehidupan lama kita untuk mengikut Kristus serta menaati pimpinan-Nya (ay.34-35), mungkin kita perlu mengorbankan keinginan pribadi dan keuntungan materi yang berpotensi untuk menyimpangkan jalan kita.

Selama dua belas tahun berikutnya, John menjalankan misi yang diberikan Allah dengan sepenuh hati, memberitakan Injil kepada ribuan orang di seluruh Tiongkok dan Asia Tenggara. Bagaimana dengan kita? Kita mungkin tidak dipanggil untuk menjadi pengkhotbah atau misionaris. Akan tetapi, di mana pun Allah memanggil kita untuk melayani, dengan kuasa Roh-Nya yang bekerja di dalam kita, kiranya kita berserah penuh kepada-Nya. —Jasmine Goh

WAWASAN
Dalam penafsirannya terhadap Kitab Markus, William Hendriksen menyebut Markus 8:34-38 sebagai suatu “paragraf singkat yang indah.” Bagaimana bisa perkataan tentang mengikut Kristus yang “memikul salib” adalah sesuatu yang “indah”? Keindahan itu terletak pada kesederhanaan dan singkatnya kata-kata Yesus, sekaligus kejelasannya. Dalam Markus 8:31-32, Yesus berbicara tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan yang akan Dia alami (lihat juga 9:30-32; 10:32-34). Panggilan yang dinyatakan di Markus 8:34 berlaku untuk “setiap orang.” Ayat 35 menekankan bahwa sejatinya, sikap mementingkan diri sendiri akan membawa pada tipu daya, sedangkan penyerahan diri pada Kristus akan menyelamatkan hidup. Dalam The Cost of Discipleship, Dietrich Bonhoeffer membantu kita memahami bahwa persekutuan kita dengan Yesus seperti yang disampaikan dalam ayat-ayat ini adalah inti kehidupan sejati dalam Kristus, “Setiap orang Kristen harus memikul salibnya. . . . Itulah permulaannya; salib bukanlah akhir yang mengerikan bagi kehidupan yang tadinya bahagia dan saleh, melainkan salib membawa kita kepada permulaan dari persekutuan kita dengan Kristus. Ketika Kristus memanggil seseorang, Dia memanggilnya untuk datang dan mati.” —Arthur Jackson

Berserah Penuh kepada Kristus

Apa yang perlu kamu serahkan kepada Yesus untuk benar-benar mengikut Dia? Apa saja ambisi pribadi yang masih kamu pegang?

Ya Bapa, tolonglah aku untuk menyingkirkan apa pun yang menghalangiku dari penyerahan diri yang penuh kepada-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26; Matius 20:17-24

Yesus Raja Kita

Selasa, 30 Januari 2024

Baca: Yesaya 32:1-8

32:1 Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran, dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan,

32:2 dan mereka masing-masing akan seperti tempat perteduhan terhadap angin dan tempat perlindungan terhadap angin ribut, seperti aliran-aliran air di tempat kering, seperti naungan batu yang besar, di tanah yang tandus.

32:3 Mata orang-orang yang melihat tidak lagi akan tertutup, dan telinga orang-orang yang mendengar akan memperhatikan.

32:4 Hati orang-orang yang terburu nafsu akan tahu menimbang-nimbang, dan lidah orang-orang yang gagap akan dapat berbicara jelas.

32:5 Orang bebal tidak akan disebutkan lagi orang yang berbudi luhur, dan orang penipu tidak akan dikatakan terhormat.

32:6 Sebab orang bebal mengatakan kebebalan, dan hatinya merencanakan yang jahat, yaitu bermaksud murtad dan mengatakan yang menyesatkan tentang TUHAN, membiarkan kosong perut orang lapar dan orang haus kekurangan minuman.

32:7 Kalau penipu, akal-akalnya adalah jahat, ia merancang perbuatan-perbuatan keji untuk mencelakakan orang sengsara dengan perkataan dusta, sekalipun orang miskin itu membela haknya.

32:8 Tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak demikian.

Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran . . . seperti aliran-aliran air di tempat kering. —Yesaya 32:1-2

Saat mengebor minyak di salah satu negara terpanas dan terkering di dunia, sekelompok pekerja terkejut menemukan suatu sistem air bawah tanah yang sangat besar. Pada tahun 1983, sebuah proyek “sungai besar buatan manusia” pun dimulai, dengan pemasangan jaringan pipa untuk mengalirkan air tawar berkualitas tinggi ke kota-kota yang sangat membutuhkannya. Sebuah plakat yang dipasang di dekat proyek tersebut berbunyi, “Dari sinilah mengalir urat nadi kehidupan.”

Nabi Yesaya menggunakan gambaran air di padang gurun untuk menggambarkan seorang raja masa depan yang akan memerintah dengan kebenaran (Yes. 32). Ketika para raja dan penguasa memerintah dengan adil dan benar, mereka akan menjadi seperti “aliran-aliran air di tempat kering, seperti naungan batu yang besar, di tanah yang tandus” (ay.2). Sebagian penguasa memilih untuk mengambil bagi dirinya sendiri daripada memberi. Akan tetapi, seorang pemimpin yang menghormati Allah akan memberikan keteduhan, keamanan, pemeliharaan, dan perlindungan bagi rakyatnya. Yesaya berkata, “Di mana ada kebenaran [Allah] di situ akan tumbuh damai sejahtera” bagi umat-Nya, dan “akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (ay.17).

Kata-kata pengharapan dari Yesaya kelak akan mendapatkan makna yang sepenuhnya dalam diri Yesus, yang “akan turun dari sorga . . . Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1Tes. 4:16-17). “Sungai besar buatan manusia” hanyalah sesuatu yang dibuat oleh tangan manusia. Suatu hari nanti, air di tempat penampungan itu akan habis. Namun, Raja kita yang adil dan benar selalu membawa kesegaran dan air kehidupan yang takkan pernah kering untuk selama-lamanya. —Karen Pimpo

WAWASAN
Nubuat-nubuat yang disampaikan oleh Nabi Yesaya sering mengecam Israel sebagai bangsa yang “mata dan telinganya tertutup” (lihat 6:10; 29:10, 18; 33:15; 35:5; 37:17; 42:7; 43:8; 44:18). Sang nabi mengulang-ulang frasa tersebut untuk menunjukkan bagaimana umat Allah menolak untuk melihat atau mendengar Dia. Mereka hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri (31:1).

 

Kitab-kitab Injil menunjukkan bagaimana murid-murid Yesus mengharapkan Dia menjadi raja yang dijanjikan oleh Yesaya (Matius 11:5). Namun, sama seperti orang-orang pada zaman sang nabi, mata dan telinga mereka tertutup terhadap apa yang sebenarnya Allah lakukan melalui Anak-Nya, yaitu mengalahkan kuasa dosa di dunia ini.

 

Pada akhirnya, mata para murid terbuka saat menyadari kebangkitan Kristus yang terjadi setelah Dia “dikalahkan” oleh bangsa Romawi. Mereka melihat, mungkin untuk yang pertama kalinya, bahwa Yesus datang untuk mengubah dunia bukan melalui kekuatan militer, melainkan dengan mengampuni dosa manusia. Itulah pesan yang kemudian mereka sampaikan ke seluruh dunia (28:18-20). —Jed Ostoich

Yesus Raja Kita

Manakah area hidup kamu yang membutuhkan kesegaran air hidup dari Tuhan Yesus? Bagaimana kamu dapat mengikuti teladan-Nya dengan membawa kesegaran bagi orang lain?

Tuhan Yesus, terima kasih untuk kedamaian yang Engkau hadirkan melalui kekuasaan-Mu yang sepenuhnya adil dan benar.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 23-24; Matius 20:1-16

Berbagi Tanda Kepedulian

Senin, 29 Januari 2024

Baca: Galatia 5:14-15,22-26

5:14 Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”

5:15 Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.

5:22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,

5:23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.

5:24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.

5:25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,

5:26 dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. —Galatia 5:14

Setiap pagi, pendeta muda itu berdoa meminta Allah memakai dirinya untuk memberkati seseorang hari itu. Sering kali, situasi yang dimintanya itu muncul dan hatinya pun senang. Suatu hari, saat beristirahat dari pekerjaan sambilannya, ia duduk di bawah sinar matahari bersama seorang rekan kerja yang bertanya kepadanya tentang Yesus. Pendeta itu pun menjawab pertanyaan rekan kerja itu apa adanya. Tidak ada khotbah. Tidak ada perdebatan. Ia berkata bahwa Roh Kudus membimbingnya untuk berbicara santai dengan cara yang terasa efektif tetapi penuh kasih. Ia juga mendapat teman baru—seseorang yang haus untuk belajar lebih banyak tentang Allah.

Mengizinkan Roh Kudus memimpin kita adalah cara terbaik untuk memberi tahu orang lain tentang Tuhan Yesus. Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku” (Kis. 1:8).

Buah Roh “ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5:22-23). Dengan hidup di bawah kendali Roh Kudus, pendeta muda itu mempraktikkan apa yang diperintahkan Petrus: “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1Ptr. 3:15).

Sekalipun kita menderita karena percaya kepada Kristus, perkataan kita dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Roh-Nya senantiasa memimpin kita. Pada saat itu, hidup kita akan dapat menuntun orang lain kepada-Nya.

—Patricia Raybon

WAWASAN
Membaca Galatia 5, kita cenderung memusatkan perhatian pada buah Roh (ay.22-23), yang harus diperlihatkan oleh setiap orang percaya. Namun, tidak kalah penting untuk memperhatikan juga bagaimana buah Roh tersebut berlawanan dengan perbuatan daging (ay.19-21). Rasul Paulus menyebutkan perbuatan daging seperti “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.” Bandingkanlah perbuatan daging tersebut dengan buah Roh, maka perbedaannya dalam kualitas hidup akan terlihat jelas. Perhatikan juga dampak negatif yang diakibatkan oleh perbuatan daging—yang mencakup kerusakan dalam aspek rohani, moral, dan relasi—jika dibandingkan dengan hal-hal positif dalam hidup yang ditunjukkan oleh buah Roh, yang penting bagi kesaksian orang percaya di dunia. Paulus mengatakan bahwa semua perbuatan daging melanggar hukum Musa, tetapi tentang buah Roh, “Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (ay.23). —Bill Crowder

Berbagi Tanda Kepedulian

Gaya komunikasi apa yang kamu gunakan saat memberi tahu orang lain mengenai Yesus? Bagaimana kesaksian kamu akan lebih efektif di bawah pimpinan Roh Kudus?

Ya Roh Kudus, saat aku memberi tahu orang lain mengenai Yesus, tuntunlah aku untuk berbicara dengan kasih-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 21-22; Matius 19

Kasih Karunia dari Allah

Minggu, 28 Januari 2024

Baca: Efesus 4:4-8

4:4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,

4:5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,

4:6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.

4:7 Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.

4:8 Itulah sebabnya kata nas: “Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.”

Kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus. —Efesus 4:7

Saat memeriksa setumpuk makalah para mahasiswa di kelas penulisan yang saya asuh, saya terkesan dengan salah satu makalah. Makalah itu ditulis dengan sangat baik! Namun, saya segera menyadari bahwa tulisan yang terlalu bagus itu justru mencurigakan. Setelah menyelidikinya, saya menemukan bahwa isi makalah itu ternyata menjiplak sebuah artikel daring.

Saya mengirimkan surel kepada mahasiswa tersebut agar ia sadar bahwa kecurangannya telah diketahui. Ia akan mendapat nilai nol untuk makalah ini, tetapi ia boleh menulis ulang makalahnya untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal. Tanggapannya: “Saya merasa malu dan sangat menyesal. Saya menghargai belas kasihan yang kamu tunjukkan kepada saya. Saya tidak pantas menerimanya.” Saya menjawab dengan mengatakan bahwa kita semua menerima belas kasihan dari Tuhan Yesus setiap hari, jadi mana mungkin saya menolak untuk menunjukkan belas kasihan kepadanya?

Ada banyak cara kasih karunia Allah meneguhkan hidup kita dan menebus kita dari kesalahan kita. Petrus berkata bahwa kasih karunia memberikan keselamatan: “Kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan” (Kis. 15:11). Paulus berkata bahwa kasih karunia menolong kita untuk tidak dikuasai oleh dosa: “Kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Rm. 6:14). Di bagian lain, Petrus berkata bahwa kasih karunia memungkinkan kita untuk melayani: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1Ptr. 4:10).

Kasih karunia. Dianugerahkan oleh Allah dengan cuma-cuma (Ef. 4:7). Kiranya kita memakai anugerah tersebut untuk mengasihi dan menyemangati orang lain.

—Dave Branon

WAWASAN
Mazmur dan Amsal, dua dari kitab-kitab Hikmat dalam Alkitab (yang juga mencakup Ayub, Pengkhotbah, dan Kidung Agung), menggambarkan potensi lidah digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Daud menulis tentang musuh-musuhnya, “Perkataan mereka tidak ada yang jujur, batin mereka penuh kebusukan, . . . lidah mereka merayu-rayu” (Mazmur 5:10) dan “[mereka] menajamkan lidahnya seperti pedang, . . . membidikkan kata yang pahit seperti panah” (64:4). Mengenai orang-orang jahat, pemazmur Asaf menyatakan, “Mulutmu kaubiarkan mengucapkan yang jahat, dan pada lidahmu melekat tipu daya” (50:19). Berbicara tentang penggunaan positif dari perkataan kita, Salomo mengatakan, “Lidah orang benar seperti perak pilihan” (Amsal 10:20), “lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan” (12:18), dan “Hidup dan mati dikuasai lidah” (18:21). Sebagai pengikut Kristus, kita memiliki pilihan untuk mengucapkan kata-kata yang menguatkan dan memberkati hidup sesama dengan pertolongan Roh Kudus. —Alyson Kieda

Kasih Karunia dari Allah

Kapan kamu paling merasakan kasih karunia Allah dalam hidup kamu? Dengan cara apa saja kamu dapat menunjukkan kasih karunia yang tak terduga kepada seseorang hari ini?

Allah sumber kasih, tolonglah aku membagikan kasih karunia-Mu dalam interaksiku dengan orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 19-20; Matius 18:21-35

Perkataan yang Menyejukkan

Sabtu, 27 Januari 2024

Baca: Amsal 25:23-27

25:23 Angin utara membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah.

25:24 Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar.

25:25 Seperti air sejuk bagi jiwa yang dahaga, demikianlah kabar baik dari negeri yang jauh.

25:26 Seperti mata air yang keruh dan sumber yang kotor, demikianlah orang benar yang kuatir di hadapan orang fasik.

25:27 Tidaklah baik makan banyak madu; sebab itu biarlah jarang kata-kata pujianmu.

Seperti air sejuk bagi jiwa yang dahaga, demikianlah kabar baik dari negeri yang jauh. —Amsal 25:25

Saat sedang berada di dapur, putri saya berseru, “Mama, ada lalat di botol madu!” Saya menyahutinya dengan ungkapan terkenal, “Lebih mudah menangkap lalat dengan madu daripada cuka.” Meski itulah pertama kalinya saya (secara tidak sengaja) menangkap seekor lalat dengan madu, saya mengutip pepatah modern tersebut karena hikmat yang terkandung di dalamnya: permintaan yang disampaikan dengan baik akan lebih meyakinkan orang lain dibandingkan dengan sikap yang sengit.

Kitab Amsal memberi kita sekumpulan amsal dan perkataan bijak yang diilhami oleh Roh Allah. Ucapan-ucapan bijak tersebut dapat membimbing kita dan mengajarkan berbagai kebenaran penting tentang cara hidup yang menghormati Allah. Banyak amsal yang berfokus pada hubungan antarpribadi, termasuk pengaruh mendalam dari perkataan kita terhadap orang lain.

Dalam bagian amsal yang dikaitkan dengan Raja Salomo sebagai penulisnya, ia memperingatkan tentang bahaya dari bersaksi dusta terhadap orang lain (Ams. 25:18). Ia menasihati bahwa “pergunjingan” mengakibatkan hubungan yang suram (ay.23 bis). Salomo memperingatkan tentang dampak mengerikan dari sikap yang terus-menerus mengeluh (ay.24). Lalu, sang raja menguatkan para pembaca dengan menyatakan bahwa berkat datang ketika perkataan kita membawa kabar baik (ay.25).

Dalam upaya kita menerapkan kebenaran ini, kita akan ditolong oleh Roh Allah untuk memberikan jawaban yang “berasal dari pada Tuhan” (16:1). Dengan kemampuan yang dianugerahkan-Nya, perkataan kita dapat membawa berkat dan kesejukan. —Lisa M. Samra

WAWASAN
Mazmur dan Amsal, dua dari kitab-kitab Hikmat dalam Alkitab (yang juga mencakup Ayub, Pengkhotbah, dan Kidung Agung), menggambarkan potensi lidah digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Daud menulis tentang musuh-musuhnya, “Perkataan mereka tidak ada yang jujur, batin mereka penuh kebusukan, . . . lidah mereka merayu-rayu” (Mazmur 5:10) dan “[mereka] menajamkan lidahnya seperti pedang, . . . membidikkan kata yang pahit seperti panah” (64:4). Mengenai orang-orang jahat, pemazmur Asaf menyatakan, “Mulutmu kaubiarkan mengucapkan yang jahat, dan pada lidahmu melekat tipu daya” (50:19). Berbicara tentang penggunaan positif dari perkataan kita, Salomo mengatakan, “Lidah orang benar seperti perak pilihan” (Amsal 10:20), “lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan” (12:18), dan “Hidup dan mati dikuasai lidah” (18:21). Sebagai pengikut Kristus, kita memiliki pilihan untuk mengucapkan kata-kata yang menguatkan dan memberkati hidup sesama dengan pertolongan Roh Kudus. —Alyson Kieda

Perkataan yang Menyejukkan

Pernahkah kamu menyaksikan pengaruh yang mendalam dari kata-kata? Bagaimana cara Roh Allah membimbing kamu untuk menggunakan perkataan yang menyejukkan?

Bapa Surgawi, tolonglah aku mencerminkan belas kasih-Mu dalam interaksiku lewat perkataanku yang ramah dan penuh kasih.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16-18; Matius 18:1-20

Tidak Ada Lagi Prasangka

Jumat, 26 Januari 2024

Baca: 1 Samuel 16:1-7

16:1 Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku.”

16:2 Tetapi Samuel berkata: “Bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.” Firman TUHAN: “Bawalah seekor lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN.

16:3 Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagi-Ku orang yang akan Kusebut kepadamu.”

16:4 Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan tibalah ia di kota Betlehem. Para tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: “Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?”

16:5 Jawabnya: “Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.” Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu.

16:6 Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: “Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya.”

16:7 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”

Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati. —1 Samuel 16:7

Bertahun-tahun yang lalu, Julie Landsman mengikuti audisi untuk posisi peniup utama sebagai trompet Prancis bagi Metropolitan Opera Orchestra, New York. Opera itu mengadakan audisi di balik layar untuk menghindari prasangka dari para juri. Landsman mengikuti audisi dengan baik dan berhasil memenangi kompetisi itu. Namun, ketika ia keluar dari balik layar, beberapa anggota dewan juri yang semuanya pria segera memunggunginya dan berjalan ke belakang ruangan. Tampaknya, bukan Landsman yang mereka cari.

Ketika bangsa Israel meminta seorang raja, Allah menyediakan apa yang mereka minta dengan memberikan seorang pria berperawakan mengesankan seperti raja-raja bangsa lain (1Sam. 8:5; 9:2). Namun, karena tahun-tahun pertama Saul sebagai raja ditandai dengan ketidaksetiaan dan ketidaktaatan, Allah mengutus Samuel ke Betlehem untuk mengurapi seorang raja baru (16:1-13). Ketika Samuel melihat Eliab, sang putra sulung, ia mengira bahwa Eliab itulah yang dipilih Allah sebagai raja karena perawakannya yang mengesankan. Namun, Allah menantang pemikiran Samuel: “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (ay.7). Allah telah memilih Daud untuk memimpin umat-Nya (ay.12).

Saat menilai kemampuan dan kecocokan manusia untuk tujuan-Nya, Allah melihat karakter, keinginan, dan motivasi. Dia mengundang kita untuk menyelaraskan pandangan kita dengan-Nya, untuk melihat dunia dan manusia seperti cara Dia melihat—dengan berfokus pada hati manusia dan bukan pada penampilan luar atau prestasi mereka. —Marvin Williams

WAWASAN
Dalam Perjanjian Lama, Daud diperkenalkan secara resmi di 1 Samuel 16. Meski demikian, namanya sudah disebutkan jauh sebelumnya. Di Rut 4:17 kita membaca bahwa “Tetangga-tetangga perempuan memberi nama kepada anak itu, katanya: ‘Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki’; lalu mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud.” Kisah Naomi adalah kisah tentang persiapan. Naomi kehilangan suami dan anak-anaknya, tetapi ia menemukan sahabat yang setia seumur hidup dalam diri Rut, menantunya. Ketika mereka kembali dari Moab ke Betlehem, peristiwa kehilangan yang dialaminya membuat pahit hati Naomi. Namun, ketika Rut menikah dengan Boas, sanak penebus mereka, putra mereka yang diberi nama Obed membawa harapan baru bagi Naomi. Bahkan lebih dari itu, Naomi menjadi leluhur Daud, raja terbesar Israel. —Bill Crowder

Tidak Ada Lagi Prasangka

Mengapa penting untuk tidak menilai orang berdasarkan prasangka pribadi? Apa artinya bagi kamu untuk memiliki hati yang tulus bagi Allah?

Allah yang penuh belas kasihan, tolonglah aku untuk tidak menilai orang berdasarkan penampilan mereka.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 14-15; Matius 17

Tempat-Tempat Asing

Kamis, 25 Januari 2024

Baca: Ester 2:3-4,12-17

2:3 hendaklah raja menempatkan kuasa-kuasa di segenap daerah kerajaannya, supaya mereka mengumpulkan semua gadis, anak-anak dara yang elok rupanya, di dalam benteng Susan, di balai perempuan, di bawah pengawasan Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan; hendaklah diberikan wangi-wangian kepada mereka.

2:4 Dan gadis yang terbaik pada pemandangan raja, baiklah dia menjadi ratu ganti Wasti.” Hal itu dipandang baik oleh raja, dan dilakukanlah demikian.

2:12 Tiap-tiap kali seorang gadis mendapat giliran untuk masuk menghadap raja Ahasyweros, dan sebelumnya ia dirawat menurut peraturan bagi para perempuan selama dua belas bulan, sebab seluruh waktu itu digunakan untuk pemakaian wangi-wangian: enam bulan untuk memakai minyak mur dan enam bulan lagi untuk memakai minyak kasai serta lain-lain wangi-wangian perempuan.

2:13 Lalu gadis itu masuk menghadap raja, dan segala apa yang dimintanya harus diberikan kepadanya untuk dibawa masuk dari balai perempuan ke dalam istana raja.

2:14 Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia kembali, tetapi sekali ini ke dalam balai perempuan yang kedua, di bawah pengawasan Saasgas, sida-sida raja, penjaga para gundik. Ia tidak diperkenankan masuk lagi menghadap raja, kecuali jikalau raja berkenan kepadanya dan ia dipanggil dengan disebutkan namanya.

2:15 Ketika Ester–anak Abihail, yakni saudara ayah Mordekhai yang mengangkat Ester sebagai anak–mendapat giliran untuk masuk menghadap raja, maka ia tidak menghendaki sesuatu apapun selain dari pada yang dianjurkan oleh Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan. Maka Ester dapat menimbulkan kasih sayang pada semua orang yang melihat dia.

2:16 Demikianlah Ester dibawa masuk menghadap raja Ahasyweros ke dalam istananya pada bulan yang kesepuluh–yakni bulan Tebet–pada tahun yang ketujuh dalam pemerintahan baginda.

2:17 Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti.

Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu. —Ester 4:14

Allah, mengapa ini terjadi? Benarkah ini rencana-Mu bagi kami?

Sebagai seorang suami dan ayah dari anak-anak yang masih kecil, pertanyaan tersebut dan masih banyak pertanyaan lainnya berkecamuk dalam benak saya ketika saya didiagnosis mengidap kanker yang serius. Padahal keluarga kami baru saja melayani bersama tim misi yang telah menyaksikan banyak anak menerima Yesus sebagai Juruselamat mereka. Allah telah mendatangkan buah yang nyata dari pelayanan tersebut. Ada begitu banyak sukacita. Mengapa saya harus mengalami ini sekarang?

Ester mungkin juga mencurahkan banyak pertanyaan dan doa kepada Allah saat ia direnggut dari rumah yang penuh kasih, dan dimasukkan ke dalam dunia baru yang asing (Est. 2:8). Setelah Ester menjadi yatim piatu, Mordekhai, sepupunya, membesarkannya bagaikan putrinya sendiri (ay.7). Namun, ia kemudian ditempatkan di balai perempuan, dan akhirnya diangkat menjadi ratu (ay.17). Wajar saja jika Mordekhai khawatir tentang “apa yang akan terjadi dengan” Ester (ay.11). Namun, akhirnya, mereka berdua menyadari bahwa Allah telah memanggil Ester kepada tampuk kekuasaan “untuk saat yang seperti ini” (4:14)—sebuah posisi yang memungkinkan orang-orang sebangsa Ester untuk diselamatkan dari kehancuran (psl. 7–8).

Memang terbukti bahwa dalam kehendak-Nya, Allah menempatkan Ester di sebuah tempat asing sebagai bagian dari rencana-Nya yang sempurna. Dia melakukan hal yang sama dengan saya. Saat menghadapi pergumulan panjang melawan kanker, saya mendapat kesempatan istimewa untuk membagikan iman saya kepada begitu banyak pasien dan perawat. Ke tempat asing apa Allah membawa kamu? Percayalah kepada-Nya. Dia baik, dan baik pula rencana-Nya atas kita (Rm. 11:33-36). —Tom Felten

WAWASAN
Amsal 21:1 menyatakan, “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini.” Kitab Ester memberikan contoh nyata dari tindakan Allah tersebut. Haman yang jahat mencoba untuk memusnahkan bangsa pilihan Allah (Ester 3:8-9). Namun, Allah “mengalirkan” hati raja untuk menunjukkan kebaikannya kepada Ester dan kaum Yahudi sebangsanya. Namun, Kitab Ester tidak pernah menyebutkan nama Allah. Lalu, mengapa kitab ini tetap ada dalam Alkitab? Karena di dalamnya digambarkan karakter dan kedaulatan Allah, yang tetap mengasihi umat-Nya meskipun mereka mungkin jauh dari-Nya. —Tim Gustafson

Tempat-Tempat Asing

Kapan Allah pernah membawa kamu ke suatu tempat asing? Mengapa kamu dapat mempercayai rencana-Nya yang sempurna?

Ya Allah, tolonglah aku untuk mempercayai-Mu bahkan di saat aku tidak memahami apa yang sedang Engkau lakukan.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 12-13; Matius 16