Ditopang Atau Tidak?

Senin, 26 Agustus 2013

Ditopang Atau Tidak?

Baca: Amsal 19:15-25

Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. —Amsal 19:20

Ditopang atau tidak? Itulah kebingungan Marilyn saat menanam sebatang tunas pohon pada musim panas lalu. Penjualnya berkata, “Pasanglah penopang selama setahun agar pohon itu tetap kukuh dalam terpaan angin yang keras. Setelah itu lepas penopang tersebut sehingga akarnya dapat tumbuh semakin dalam dengan sendirinya.” Namun tetangganya berkata, “Memberi penopang lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat. Pohon perlu menumbuhkan akar yang kuat sesegera mungkin, atau pohon itu takkan pernah punya akar yang kuat. Tidak menopangnya adalah tindakan tepat untuk kesehatan jangka panjang pohon itu.”

Kita menanyakan hal yang sama dalam hubungan kita dengan sesama. Contohnya, jika seseorang tertimpa masalah yang dibuatnya sendiri, apakah kita “menopangnya” dengan menolongnya, ataukah kita membiarkan orang itu “memiliki akar yang kuat” dengan sendirinya dan membiarkannya menghadapi konsekuensi pilihannya itu? Tentu itu tergantung pada apa yang kelihatannya paling baik untuk kesehatan rohani jangka panjang orang tersebut. Apa yang pantas dilakukan dalam kasih, dan kapankah hal itu dilakukan? Amsal 19 memberikan pemikiran yang bertolak belakang: Kita harus punya “belas kasihan” dan memberi pertolongan (ay.17), sekalipun ada bahaya dalam menolong seseorang karena suatu saat mungkin kita perlu menolongnya kembali (ay.19). Memberikan pertolongan yang tepat memerlukan hikmat Allah yang melebihi pengertian kita.

Allah tak membiarkan kita sendiri. Dia akan memberi kita hikmat ketika kita meminta kepada-Nya. Pada saat kita bersandar kepada-Nya, akar hidup kita di dalam Dia juga akan tumbuh semakin kuat. —AMC

Tuhan, dalam banyak keadaan, kami kurang bijaksana. Kami tahu
bahwa kami akan melakukan beragam kesalahan, tetapi ajari kami
untuk bergantung kepada-Mu. Terima kasih karena Engkau setia.
Tumbuhkan akar-akar kami semakin kuat di dalam-Mu.

Hikmat sejati berarti memandang dunia dari sudut pandang Allah.

Babak Berikutnya

Minggu, 25 Agustus 2013

Babak Berikutnya

Baca: Ibrani 2:1-11

Marilah kita . . . berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita . . . dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman. —Ibrani 12:1-2

Steve berusia hampir lima tahun, pada saat sang ayah, Nate Saint—seorang pilot dalam pelayanan misi—bersama empat pria lainnya dibunuh oleh suku Waodani di Ekuador pada tahun 1956. Namun sebagai buah dari kasih dan pengampunan yang ditunjukkan keluarga para martir tersebut, saat ini terdapat suatu komunitas orang percaya yang terus bertumbuh di antara warga suku Waodani.

Setelah dewasa, Steve pindah kembali ke Ekuador dan bersahabat dengan Mincaye, salah seorang pembunuh ayahnya. Semboyan Steve adalah: “Biarkanlah Tuhan Menulis Kisah Hidupmu.” Ia berkata, “Ada banyak orang . . . yang ingin menulis kisah hidup mereka sendiri, dan menjadikan Allah sebagai penyuntingnya pada saat ada sesuatu yang salah arah. Aku sendiri telah memutuskan sejak lama untuk membiarkan Allah menulis kisah hidupku.” Ketika Steve mengalami kecelakaan berat di tahun 2012, ia meyakinkan keluarganya kembali, “Biarkanlah Allah juga menuliskan babak hidupku yang ini.” Iman Steve terus menopangnya sementara ia menjalani proses pemulihan.

Kisah demi kisah terus dituliskan Allah bagi semua pengikut Yesus Kristus. Tidak seorang pun di antara kita mengetahui bagaimana isi dari kelanjutan babak hidup kita. Namun sementara kita terus memandang Yesus dan “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita,” kita dapat mempercayai Dia—yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibr. 12:1-2). Yesus telah menulis awal kisah hidup kita, dan Dia akan menuliskan babak demi babak selanjutnya, hingga babak akhir hidup kita. —CHK

Kala berdiri dengan Kristus dalam kemuliaan,
Memandang akhir kisah hidupku,
Saat itu, Tuhan, aku akan benar-benar mengerti—
Barulah kusadari—betapa banyak utangku. —McCheyne

Kiranya hidup Anda menceritakan kisah kasih dan rahmat Kristus kepada dunia di sekitar Anda.

Di Pihakku

Sabtu, 24 Agustus 2013

Di Pihakku

Baca: Mazmur 118:1-6

TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. —Mazmur 118:6

Setelah Gabby Douglas, seorang atlet berperawakan mungil, memenangi dua medali emas di Olimpiade London 2012, ia membuat pernyataan berikut: “Tuhan tidak akan pernah mengecewakanmu. Dia selalu ada di pihakmu.”

Terkadang pernyataan dari seorang atlet seperti ini dapat disalah mengerti. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa jika saya bertanding melawan Anda dalam suatu pertandingan olahraga, dan saya mendapat pertolongan Tuhan, maka tidak mungkin saya akan kalah. Namun jika membaca Mazmur 118:5-6, kita dapat melihat arti sebenarnya dari kalimat tersebut. Pemazmur menulis, “Dalam kesesakan aku telah berseru kepada TUHAN. TUHAN telah menjawab aku dengan memberi kelegaan. TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut.”

Terjemahan lain menerjemahkan ayat 6 sebagai “TUHAN menyertai aku” (bis). Gagasan utamanya adalah ketika masalah muncul di dalam hidup kita, Allah, yang penuh kasih setia (“untuk selama-lamanya”, ay.4) akan selalu memperhatikan kita dan menyediakan perlindungan yang kita butuhkan.

Kita tidak perlu menjadi seorang juara Olimpiade untuk dapat menghargai perhatian Allah ini. Penyertaan Tuhan inilah yang kita butuhkan ketika keadaan ekonomi memburuk dan keuangan kita terpuruk. Itulah yang kita butuhkan ketika hubungan kita dengan seseorang yang kita kasihi hancur berantakan. Apa pun keadaan kita, sebagai pengikut Kristus, kita tahu di mana kita dapat menemukan pertolongan. “TUHAN di pihakku.” —JDB

Tenang dan sabarlah, wahai jiwaku.
Tahan derita, jangan mengeluh.
Serahkan sajalah pada Tuhanmu, segala duka yang menimpamu.
Allah setia, tak mengecewakan. —von Schlegel
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 166)

Di tengah setiap pencobaan, Allah di pihak kita.

Karunia Terang

Jumat, 23 Agustus 2013

Karunia Terang

Baca: Yohanes 8:12-20

Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. —Yohanes 8:12

Sir Christopher Wren merancang dan membangun lebih dari 50 gedung gereja di London pada akhir tahun 1600-an. Gaya rancangannya memiliki dua ciri yang khas—yang pertama adalah menara gereja yang tinggi dan kokoh. Ciri yang kedua punya makna yang lebih mendalam. Wren meyakini bahwa semua jendela pada gereja-gereja yang dibangunnya haruslah menggunakan kaca bening, dan tidak menggunakan kaca patri berwarna yang sangat populer di gereja-gereja umumnya pada zaman itu. Sebagian alasannya untuk menggunakan kaca bening itu antara lain terungkap dalam ucapan yang dipercaya pernah ia ucapkan: “Pemberian terbesar Allah bagi manusia adalah terang.” Bagi Wren, membuat orang beribadah dengan siraman cahaya yang bersinar adalah suatu cara mensyukuri pemberian tersebut.

Kitab Kejadian mencatat bahwa pada hari pertama penciptaan, Allah menciptakan terang (1:3). Terang yang Allah ciptakan ini lebih dari sekadar suatu sarana yang memampukan penglihatan. Terang ini merupakan gambaran dari apa yang dibawa oleh Kristus ketika Dia memasuki dunia yang dikuasai kegelapan ini. Dalam Yohanes 8:12, Tuhan kita berfirman, “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Bagi pengikut Kristus, terang merupakan salah satu pengingat yang kuat akan sifat Juruselamat kita dan kualitas dari hidup yang diberikan-Nya kepada kita melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Wren memang benar. Pemberian terbesar Allah bagi manusia adalah terang—dan pemberian itu adalah Yesus Kristus, Sang Terang dunia! —WEC

Allah Pencipta, aku bersyukur karena Engkau menciptakan
terang di tengah kegelapan alam semesta, dan aku bersyukur
karena Engkau membawa terang ke dalam kegelapan hatiku
melalui Anak-Mu, Yesus Kristus.

Yesus datang untuk memberikan terang pada dunia yang gelap.

Tanda Jempol Ke Atas

Kamis, 22 Agustus 2013

Tanda Jempol Ke Atas

Baca: Matius 5:17-20

Semua sabda-Mu benar, segala hukum-Mu yang adil tetap selama-lamanya. —Mazmur 119:160 BIS

Pandora adalah salah satu keajaiban musik di era Internet ini. Pandora menolong Anda untuk membuat stasiun radio Anda sendiri di mana Anda bisa “menyusun” daftar musik sesuai selera Anda. Ketika lagu dimainkan, Anda dapat menekan tombol jempol ke atas sebagai tanda Anda menyukai lagu tersebut, atau tanda jempol ke bawah jika tidak. Pada akhirnya, Anda akan mempunyai satu koleksi musik berisi lagu-lagu yang Anda sukai saja.

Sayangnya, terkadang kita memperlakukan Alkitab dengan cara yang sama. Ada orang yang memilah-milah bagian Kitab Suci yang mereka sangat sukai, dan mengabaikan sisanya, sehingga akhirnya mereka dapat “menyusunnya” sesuai dengan selera mereka. Pemazmur memandang firman Allah demikian, “Semua sabda-Mu benar” (Mzm. 119:160 BIS). Demikian nasihat Rasul Paulus kepada Timotius, seorang gembala jemaat yang masih muda, “Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna” (2Tim. 3:16 BIS).

Kitab Suci sangat penting bagi Yesus (Mat. 5:17-18), tetapi Dia memandangnya dari sudut pandang yang berbeda dengan yang dimiliki para pemuka agama di zaman-Nya. Bagi Dia, perintah “Jangan membunuh” memiliki bobot yang setara dengan “marah [tanpa sebab] terhadap saudaranya” (ay.21-22). Yesus tidak bermaksud memilah-milah isi Kitab Suci, sebaliknya Dia menghendaki orang untuk mempunyai motivasi guna menerapkan seluruh isi Kitab Suci.

Ketika kita menerima seluruh firman Allah, kita akan mengenal-Nya lebih dalam dan semakin rindu untuk menghormati Dia. —MLW

Tuhan, aku tak ingin memperlakukan firman-Mu
dengan sambil lalu atau mengabaikan hal yang kurasa terlalu sulit.
Tunjukkan motivasiku yang sebenarnya, dan tolong aku agar rela
menaati apa pun yang Engkau firmankan. Dalam nama Yesus, Amin.

Ketika Anda membuka Alkitab, mintalah kepada Penulisnya untuk membuka hati Anda.

Hidup Melampaui Kemungkinan

Rabu, 21 Agustus 2013

Hidup Melampaui Kemungkinan

Baca: Kisah Para Rasul 12:1-11

Jemaat dengan tekun mendoakan [Petrus] kepada Allah. —Kisah Para Rasul 12:5

Banyak di antara kita mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan. Jika kemungkinan hujan itu hanya 20 persen, kita cenderung akan mengabaikannya. Jika kemungkinan hujan itu mencapai 90 persen, kita akan membawa payung. Semakin besar kemungkinannya, semakin besar pengaruhnya terhadap sikap kita karena kita ingin mengambil keputusan dengan bijaksana dan menjadi berhasil.

Kisah Para Rasul 12:1-6 menggambarkan suatu keadaan di mana kemungkinan Petrus untuk tetap hidup sangatlah kecil. Ia ada dipenjara, “tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai,” sementara prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal di muka pintu (ay.6). Herodes telah membunuh Yakobus, salah seorang murid yang dekat dengan Yesus, dan ia merencanakan hal yang serupa terhadap Petrus (ay.1-3). Tidak ada seorang pun yang berani bertaruh bahwa Petrus akan dapat keluar dengan selamat.

Namun Allah telah merencanakan suatu pembebasan yang ajaib bagi Petrus, sehingga bahkan orang-orang yang berdoa untuknya pun sulit mempercayainya (ay.13-16). Mereka sangat tercengang ketika Petrus muncul dalam pertemuan doa mereka.

Allah dapat bekerja melampaui kemungkinan yang ada karena Dia itu Mahakuasa. Tak ada hal yang terlalu sulit bagi Allah. Pribadi yang mengasihi kita dan yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita itu juga memegang kendali atas hidup kita. Dalam keadaan yang biasa maupun dalam situasi yang mustahil, Allah dapat menyatakan kuasa-Nya. Baik pada saat kita berlimpah dengan kesuksesan atau pun ketika kita terpuruk dalam kesedihan, Dia selalu beserta kita. —DCM

Ya Allah, kami sangat bersyukur bahwa tak ada hal yang terlalu sulit
bagi-Mu. Engkau sanggup melakukan perkara yang luar biasa!
Tolong kami untuk percaya bahwa Engkau selalu menyertai kami
dan selalu memegang kendali. Kami mengasihimu, Tuhan.

Allah selalu memegang kendali di balik layar.

Sadar Diri

Selasa, 20 Agustus 2013

Sadar Diri

Baca: 2 Korintus 3:1-3,17-18

Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. —2 Korintus 3:18

Ketika saya dan sepupu-sepupu saya melihat-lihat foto keluarga kami dari masa lalu, kami bercanda tentang ciri-ciri fisik yang kami warisi. Yang terutama kami perhatikan adalah ciri yang buruk: kaki yang pendek, gigi yang tidak rata, sebagian rambut yang tidak mudah disisir. Kita semua dapat dengan mudah mengenali bagian tubuh mana dari para pendahulu kita yang sama seperti bagian tubuh kita sendiri yang paling tidak kita sukai. Selain ciri-ciri fisik, kita juga mewarisi ciri-ciri watak—ada yang baik, ada juga tidak begitu baik. Namun kita tidak selalu memberi perhatian pada segi watak ini sebesar perhatian kita pada segi fisik.

Menurut pengamatan saya sebagai seorang awam, orang mencoba berbagai cara untuk mengatasi ketidaksempurnaan fisik mereka. Mereka menjalani latihan olahraga secara rutin, mengikuti program penurunan berat badan, merias wajah, memakai pewarna rambut, dan menjalani operasi plastik. Namun bukannya berusaha memperbaiki kelemahan watak kita, kita cenderung menggunakannya sebagai alasan atas sikap kita yang buruk. Saya kira ini disebabkan karena mengubah penampilan kita lebih mudah daripada mengubah watak kita. Namun bayangkan betapa kita akan jauh lebih baik jika kita mencurahkan energi untuk mengembangkan watak kita.

Sebagai anak-anak Allah, kita tidak dibatasi oleh ciri-ciri genetik kita. Kita dapat menyerahkan kelemahan kita kepada-Nya dan mengizinkan-Nya untuk mencapai potensi yang dikehendaki-Nya pada saat Dia menciptakan kita sebagai karya kasih-Nya yang unik. Kuasa Roh Allah dan hidup Anak Allah yang sedang bekerja di dalam kita terus menjadikan kita serupa dengan gambar-Nya (2Kor. 3:18). —JAL

Tuhan, aku tahu bahwa Engkau lebih tertarik
pada keadaan hatiku daripada penampilan fisikku.
Bentuklah aku menjadi seperti yang Engkau mau—
pribadi yang sabar, berintegritas, penuh kasih, dan baik.

Roh Allah membentuk gambar Kristus yang paling murni di dalam diri kita.

Diingat Senantiasa

Senin, 19 Agustus 2013

Diingat Senantiasa

Baca: Kejadian 40:1-14,23

Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya. —Kejadian 40:23

Selama berkuliah di seminari, saya mengambil waktu untuk bekerja di suatu panti wreda. Ketika mengobrol dengan para pria dan wanita lanjut usia ini, hampir setiap pasien cepat atau lambat akan menguraikan perasaan kesepian yang mereka rasakan saat ini dalam hidup mereka dan kesadaran bahwa mereka hidup lebih lama daripada teman-teman sebaya mereka. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya apakah ada orang yang akan mengingat mereka ketika mereka tutup usia kelak.

Bukan hanya orang tua saja yang dapat merasa kesepian dan dilupakan. Pada kenyataannya, banyak dari antara kita yang merasa terjebak dan sendirian, sebagai akibat diasingkan oleh keadaan, baik itu adil maupun tidak. Terkadang kita bahkan mengalami apa yang dialami Yusuf, seorang tokoh dalam Perjanjian Lama, ketika orang lain melupakan kita sama sekali, padahal sudah sepatutnya mereka mengingat kita.

Kejadian 40 menggambarkan pengalaman Yusuf ketika ia terjebak di dalam penjara. Kepala juru minuman telah dibebaskan dan kembali melayani Firaun, tepat seperti yang Yusuf katakan akan terjadi (ay.9-13). Yusuf meminta agar persoalan yang menimpa dirinya diceritakan kepada Firaun, tetapi kepala juru minuman melupakannya (ay.14,23).

Kita mungkin merasa dilupakan. Namun, seperti Yusuf, tidaklah demikian kenyataannya (42:9-13). Yesus sedang duduk di sebelah kanan Allah, dan doa-doa kita berhasil sampai ke takhta sang Raja karena Juruselamat kita itulah Perantara kita. Ketika kita merasa sendirian, ingatlah untuk bersandar pada keyakinan akan janji Yesus yang menyertai kita senantiasa sampai selamanya (Mat. 28:20). —RKK

Tuhan, tolong aku untuk giat melayani sesama, seperti
yang dilakukan Yusuf, di saat aku merasa telah dilupakan.
Kiranya aku tak menjadi seperti “kepala juru minuman” yang gagal
membawa mereka yang kesepian dan terluka dalam doa kepada-Mu.

Yesus tidak pernah meninggalkan atau melupakan mereka yang merupakan milik-Nya.

Selalu Membawa Perbaikan

Minggu, 18 Agustus 2013

Selalu Membawa Perbaikan

Baca: Kolose 3:12-17

Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. . . . Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih. —Kolose 3:12,14

Ketika saya hendak meninggalkan rumah, ada kalanya istri saya, Martie, menghentikan saya dan berkata, “Kau tak bisa pergi ke kantor dengan berpakaian seperti itu!” Biasanya hal itu terjadi ketika dasi yang saya pakai tidak cocok dengan jaket atau ketika warna celana panjang yang saya kenakan tidak sesuai dengan jas saya. Walaupun mempertanyakan penampilan bisa terasa seperti menghina selera saya, saya menyadari bahwa koreksi yang diberikan Martie selalu membawa perbaikan bagi saya.

Alkitab sering mendorong kita untuk “mengenakan” perilaku dan tindakan yang sesuai dengan identitas kita di dalam Kristus. Terkadang kita dikenal dari cara kita berpakaian, tetapi kita dapat membuat Yesus dikenal orang lain dengan cara mengenakan perilaku dan tindakan yang menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk memiliki standar penampilan dengan cara menunjukkan perilaku dan tindakan Yesus, yaitu belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan pengampunan (Kol. 3:12-13). Lalu, ia menambahkan, “di atas semuanya itu: kenakanlah kasih . . . . Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (ay.14-15).

Mengenakan keserupaan dengan Yesus diawali dengan cara meluangkan waktu bersama-Nya. Jika Anda mendengar-Nya berkata, “Kau tak bisa keluar berpakaian seperti itu!”, izinkan Dia dengan kasih-Nya menuntun Anda kembali ke perbendaharaan pakaian-Nya agar Dia dapat menghiasi Anda dalam keserupaan dengan-Nya. Itu akan selalu membawa perbaikan bagi Anda! —JMS

Tuhan, tolong kami untuk melihat diri kami sebagaimana Engkau
melihatnya. Oleh Roh-Mu, ajar kami untuk menghiasi hidup dengan
perilaku dan tindakan yang Engkau kehendaki dari kami sebagai
pernyataan kepada orang lain tentang identitas kami di dalam-Mu.

Mengenakan perilaku dan tindakan Yesus pada diri kita menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita.