Perhatian Yang Tulus

Rabu, 20 November 2013

Perhatian Yang Tulus

Baca: Filipi 2:1-5

Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. —Filipi 2:4

Pada malam pertama dari suatu acara retret bagi keluarga, pemimpin acara menginformasikan jadwal sepanjang minggu yang akan diikuti para peserta. Setelah selesai, ia bertanya apakah ada yang ingin menambahkan sesuatu. Seorang gadis muda lalu berdiri untuk memohon pertolongan. Gadis ini bercerita tentang saudara laki-lakinya—seorang anak berkebutuhan khusus—dan tentang keadaan saudaranya yang membutuhkan pengawasan ketat itu. Ia berbicara tentang kelelahan yang dialami keluarganya, lalu memohon kepada setiap orang yang berada di situ untuk membantunya dalam mengawasi saudara laki-lakinya sepanjang minggu itu. Permohonan gadis itu keluar dari perhatiannya yang tulus kepada orangtua dan saudara laki-lakinya. Sungguh indah untuk kemudian melihat orang-orang di situ menyingsingkan lengan untuk membantu keluarga ini sepanjang berlalunya minggu itu.

Permohonan gadis itu mengingatkan kita akan betapa mudahnya kita terkungkung dalam dunia, kehidupan, dan masalah kita sendiri, sehingga kita gagal melihat kebutuhan orang lain. Paulus menjelaskan tanggung jawab kita: “Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Flp. 2:4). Ayat berikutnya mengingatkan kita bahwa inilah bagian dari teladan Kristus: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.”

Perhatian kita menunjukkan kepedulian seperti yang Kristus berikan bagi mereka yang terluka. Kiranya kita terus bersandar pada kasih karunia Allah, dengan terus mempercayai-Nya untuk memampukan kita melayani sesama pada saat mereka membutuhkannya. —WEC

Tuhan, bukalah mataku untuk melihat jiwa-jiwa yang terluka,
yang berkekurangan, dan yang bergumul di tengah dunia
yang sangat membutuhkan kasih-Mu. Jadikanlah aku alat-Mu
untuk menyalurkan kasih-Mu kepada hidup mereka yang terluka.

Kepedulian menuntut pengorbanan yang sangat besar; tetapi ketidakpedulian akan membuat kita rugi besar.

Kawan Seperjalanan

Selasa, 19 November 2013

Kawan Seperjalanan

Baca: Mazmur 39

Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku. —Mazmur 39:13

Baru-baru ini saya mencari tahu kabar tentang teman-teman seangkatan dari seminari tempat saya belajar dahulu. Saya mendapati banyak kawan saya yang telah meninggal dunia, dan ini mengingatkan saya akan singkatnya hidup. Masa hidup manusia mencapai 70 tahun, bisa kurang atau lebih, setelah itu kita pun lenyap (Mzm. 90:10). Pemazmur asal Israel itu memang benar: Kita tak lain adalah orang yang menumpang dan pendatang di bumi (39:13).

Singkatnya hidup membuat kita berpikir tentang “akhir hidup” kita—batas umur kita dan betapa fananya hari-hari itu (ay.5), suatu perasaan yang tumbuh semakin jelas ketika kita semakin mendekati akhir hidup kita. Dunia ini bukanlah rumah kita; kita hanya menumpang dan menjadi pendatang.

Namun kita tidak sendirian dalam perjalanan ini. Kita adalah orang asing dan pendatang bersama Allah (39:13), dan pemikiran inilah yang membuat perjalanan hidup kita terasa lebih ringan, lebih melegakan, dan lebih menenangkan hati. Kita melintasi dunia ini dan menuju ke alam baka yang akan datang bersama Bapa penuh kasih sebagai teman seperjalanan dan penuntun yang selalu menyertai kita. Kita hanyalah orang asing di dunia ini, tetapi kita tak pernah sendirian dalam perjalanan ini (73:23-24). Kita memiliki satu Pribadi yang bersabda, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Mat. 28:20).

Mungkin kita pernah kehilangan ayah, ibu, pasangan serta teman-teman kita, tetapi kita senantiasa tahu bahwa Allah terus berjalan menyertai kita. Satu pepatah lama menyatakannya demikian: “Teman seperjalanan yang baik akan membuat perjalanan kita terasa lebih ringan.” —DHR

Waktuku ada di tangan Bapaku;
Adakah yang kuragukan lagi?
Dia yang merancang jalannya
Menuntunku sampai akhirnya. —Fraser

Di tengah pergulatan Anda dalam hidup ini, biarlah Yesus mengangkat beban berat Anda.

Selamat Datang Kembali

Senin, 18 November 2013

Selamat Datang Kembali

Baca: Nehemia 9:7-21

Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang. —Nehemia 9:17

Jim pernah memutuskan untuk mengikut Kristus pada usia 10 tahun. Lima belas tahun kemudian komitmennya telah memudar. Ia hanya mementingkan kesenangan hidupnya sekarang dan terjerumus dalam sejumlah kebiasaan buruk. Kemudian hidupnya semakin porak-poranda. Ia mengalami masalah dalam pekerjaannya. Tiga orang anggota keluarganya meninggal pada waktu yang hampir bersamaan. Ketakutan dan keraguan mulai mengusik Jim, dan tampaknya tak ada satu hal pun yang dapat menolongnya—sampai suatu hari ia membaca Mazmur 121:2, “Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.” Ayat ini menerobos ketakutan dan kebingungan dalam hatinya. Ia datang kembali kepada Allah untuk memohon pertolongan, dan Allah pun menyambutnya kembali.

Perjalanan rohani Jim mengingatkan saya pada sejarah Israel kuno. Umat Israel memiliki hubungan yang khusus dengan Allah—mereka adalah umat pilihan-Nya (Neh. 9:1-15). Hanya, begitu banyak tahun yang mereka habiskan dengan memberontak dan tidak mengindahkan kebaikan Allah, sambil menyimpang untuk mengambil jalan mereka sendiri (ay.16-21). Namun ketika mereka kembali kepada-Nya dan bertobat, Allah “sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya” (ay.17).

Sifat-sifat Allah ini mendorong kita untuk mau mendekat kepada-Nya—bahkan setelah kita menjauh dari-Nya. Ketika kita rela meninggalkan sikap kita yang memberontak dan bertekad kembali ke jalan Allah, Dia akan memperlihatkan kasih sayang dan menyambut kita kembali untuk mengalami kedekatan dengan-Nya. —JBS

Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil,
Memanggil aku dan kau.
Lihatlah Dia prihatin menunggu,
Menunggu aku dan kau. —Thompson
(Kidung Jemaat, No. 353)

Tangan Allah senantiasa terbuka untuk menyambut kita.

Pahlawan Yang Mengalahkan Dosa

Minggu, 17 November 2013

Pahlawan Yang Mengalahkan Dosa

Baca: 1 Yohanes 1

Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah. —Mazmur 51:12

Beberapa waktu yang lalu, seseorang mengajukan suatu pertanyaan yang sangat sulit kepada saya: “Berapa lama Anda bisa bertahan tanpa berbuat dosa? Seminggu, sehari, atau satu jam?” Bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan semacam itu? Jika mau jujur, kita mungkin berkata, “Tak ada hari tanpa aku berbuat dosa.” Atau ketika kita mengingat kembali sepanjang minggu yang baru saja berlalu, mungkin kita menyadari bahwa kita belum mengakui dosa-dosa kita kepada Allah. Tentulah kita sedang membodohi diri sendiri apabila kita berkata bahwa kita tidak pernah berbuat dosa dalam pikiran maupun tindakan kita selama seminggu ini.

Allah mengetahui isi hati kita dan tahu apakah kita memang peka terhadap teguran dari Roh Kudus. Jika kita benar-benar mengenal diri sendiri, kita akan menghayati 1 Yohanes 1:8, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada dalam kita.” Tentulah kita tidak ingin mengalami apa yang dikatakan oleh ayat 10, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, . . . firman-Nya tidak ada di dalam kita.”

Mungkin inilah pertanyaan yang lebih menguatkan iman kita: “Bagaimanakah Allah menanggapi pengakuan dosa kita dan kebutuhan kita untuk diampuni?” Jawabannya: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita” (ay.9). Yesus telah menuntaskan masalah dosa itu bagi kita dengan mati menggantikan kita dan bangkit kembali. Itulah sebabnya Dia dapat membuat hati kita menjadi tahir (Mzm. 51:12). Perkataan seorang teman saya yang masih muda ini sungguh benar, “Yesus adalah pahlawan yang mengalahkan dosa kita.” —AMC

Tak seorang pun dapat berkata
Ia tak perlu diampuni dosanya,
Karena semua harus menghadap Kristus
Dengan iman untuk hidup baru. —Branon

Pengampunan Kristus membuka lembaran hidup baru.

Kepada Yang Berhak

Sabtu, 16 November 2013

Kepada Yang Berhak

Baca: Roma 13:1-10

Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, . . . dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat. —Roma 13:7

Saya dan suami tinggal di suatu daerah pedesaan yang dikelilingi oleh tanah pertanian yang terkenal dengan slogan berikut: “Jika engkau menyantap makananmu hari ini, ucapkanlah terima kasihmu kepada para petani.” Para petani memang berhak menerima ucapan terima kasih kita. Merekalah yang bekerja keras dengan berpanas-panasan dalam mengolah tanah, menanam benih, dan memanen hasil pertanian supaya kita dapat makan dan tidak mati kelaparan.

Namun setiap kali saya berterima kasih kepada seorang petani, saya juga berusaha mengingat untuk memuji Allah, karena Dialah yang bertanggung jawab atas hasil pertanian yang menjadi bahan makanan kita. Dialah yang memberikan sinar mentari, mengirimkan hujan, dan menciptakan daya di dalam benih yang memampukannya untuk menembus tanah dan menghasilkan buah.

Walaupun bumi dan segala isinya adalah kepunyaan Allah (Mzm. 24:1), Dia telah memilih manusia sebagai pemeliharanya. Kita bertanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya alam ini sebagaimana yang dikehendaki-Nya, yakni untuk melakukan karya-Nya di tengah dunia ini (115:16). Sebagaimana kita adalah penanggung jawab atas ciptaan Allah, kita juga bertanggung jawab atas rencana-Nya dalam kehidupan bermasyarakat. Kita melakukan hal ini dengan cara menghormati orang-orang yang ditempatkan Allah sebagai pihak yang berwenang, membayar pajak, menghormati mereka yang berhak menerimanya, dan terus-menerus membayar utang kasih kita (Rm. 13:7-8). Namun satu hal yang hanya layak kita berikan untuk Allah: Segala pujian dan kemuliaan bagi-Nya, karena Dialah yang menjadikan segalanya (Mzm. 96:8). —JAL

Pujilah Allah yang bertakhta di surga,
Allah atas segala ciptaan,
Allah Mahakuasa, Allah Maha Pengasih,
Allah yang menyelamatkan kita. —Schütz

Jalan Allah yang tak terselami layak mendapat pujian kita yang tiada hentinya.

Pahlawan Kita Yang Tak Kenal Rasa Takut

Jumat, 15 November 2013

Pahlawan Kita Yang Tak Kenal Rasa Takut

Baca: Matius 8:23-34

Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? —Matius 8:26

Sewaktu saya masih kanak-kanak, saya pernah merasa sangat takut untuk tidur di malam hari. Segera setelah orangtua saya mematikan lampu kamar tidur, saya membayangkan tumpukan baju kotor di atas kursi akan berubah bentuk menjadi seekor naga yang ganas. Saya juga membayangkan ada sesosok makhluk mengerikan di bawah tempat tidur, dan itu membuat saya panik dan tidak berani memejamkan mata.

Saya telah menyadari bahwa rasa takut yang melumpuhkan itu tidak hanya terjadi pada waktu saya kecil. Sekarang, rasa takut juga menghalangi kita untuk mau mengampuni, untuk mempunyai sikap yang benar di tengah pekerjaan, untuk menyerahkan harta bagi Kerajaan Allah, atau untuk berani menolak dosa dan tidak terbawa oleh arus yang menyesatkan. Jika kita menghadapi semua itu seorang diri, kita akan berhadapan dengan banyak “naga yang ganas” dalam hidup ini.

Dalam kisah tentang para murid yang berada dalam perahu yang diombang-ambingkan badai, saya tertegun saat menyadari bahwa satu-satunya pribadi yang tidak diliputi ketakutan hanyalah Yesus. Dia tidak takut terhadap angin ribut, terhadap orang gila di pekuburan, ataupun kepada sepasukan setan yang merasuki orang tersebut (Mat. 8:23-34).

Ketika dihadapkan dengan rasa takut, kita perlu mendengar pertanyaan Yesus, “Mengapa kamu takut?” (ay.26). Kita diingatkan kembali bahwa Dia tidak akan pernah membiarkan ataupun meninggalkan kita (Ibr. 13:5-6). Tak ada satu hal pun yang tak dapat diatasi-Nya, sehingga tak ada satu hal pun yang ditakuti-Nya. Jadi, ketika kelak Anda dicekam rasa takut, ingatlah bahwa Anda dapat mengandalkan Yesus, Pahlawan kita yang tak kenal rasa takut! —JMS

Tuhan, terima kasih karena Engkau mengingatkanku bahwa Engkau
takkan membiarkan atau meninggalkanku. Saat aku takut, aku tahu
aku dapat mengandalkan penyertaan-Mu dan kuasa-Mu
untuk menenangkan hatiku dan mengatasi ketakutanku.

Ketika rasa takut mencekam, berserulah kepada Yesus, Pahlawan kita yang tak kenal rasa takut.

Menolong Orang Lain

Kamis, 14 November 2013

Menolong Orang Lain

Baca: Imamat 19:9-15

Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. —Imamat 19:9

Ketika badai salju mengubur lahan rerumputan, para peternak harus memberi makan ternak mereka dengan tangan. Ketika jerami diturunkan dari gerobak dan truk, dengan segera binatang yang kuat menyeruak ke depan. Binatang yang lemah atau sakit-sakitan hanya mendapat sedikit makanan atau tidak sama sekali kecuali peternak turun tangan.

Para pekerja dalam kamp pengungsian dan dapur umum melaporkan terjadinya pola yang sama. Ketika mereka membuka toko-toko mereka bagi orang yang membutuhkan, mereka yang lemah dan sakit-sakitan biasanya kesulitan mencapai bagian depan antrian. Sama seperti para peternak, para pekerja kemanusiaan ini harus memastikan bahwa pelayanan mereka dapat diterima oleh mereka yang lemah, sakit, dan terabaikan masyarakat.

Mereka menerapkan prinsip yang telah ditetapkan Allah dahulu kala. Di Imamat 19, Musa memerintahkan para petani dan penggarap kebun di Israel untuk meninggalkan sebagian panen mereka bagi orang miskin dan orang asing sehingga mereka dapat makan (ay.9-10).

Kita juga dapat berperan dengan memperhatikan orang yang lemah dan berbeban berat, entah sebagai seorang guru yang bisa dipercaya oleh para siswa, seorang pekerja yang mau menolong rekan yang sedang ada dalam masalah, seorang tahanan penjara yang mau menolong para tahanan baru, ataupun sebagai orangtua yang menunjukkan perhatian kepada anak-anak kita. Kita semua mempunyai kesempatan untuk menghormati Allah dengan cara menolong sesama.

Dalam upaya kita melayani mereka yang membutuhkan, kiranya anugerah Allah yang menjawab kebutuhan kita akan menggerakkan kita untuk melayani sesama yang membutuhkan anugerah itu. —RKK

Bapa, bukalah mataku untuk melihat mereka yang bergumul untuk
mendapatkan makanan, cinta, dan pengharapan; bukalah hatiku
untuk dapat menolong mereka menikmati kasih, menggunakan
tanganku melayani mereka—dan melalui mereka, aku melayani-Mu.

Kita melayani Allah dengan melayani sesama.

Sekeping Jigsaw

Rabu, 13 November 2013

Sekeping Jigsaw

Baca: 1 Korintus 12:12-27

Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. —1 Korintus 12:18

Pada perayaan hari ulang tahunnya, sang tuan rumah mengubah tradisi dengan cara memberikan bingkisan kepada setiap tamu yang datang ke pestanya. Kriste memberi suatu pesan pribadi kepada kami masing-masing untuk menyatakan betapa berartinya kami baginya. Pesan itu juga disertai kata-kata yang menguatkan tentang bagaimana Allah menjadikan kami sebagai pribadi yang dikehendaki-Nya. Di setiap pesan dilampiri sekeping jigsaw untuk mengingatkan bahwa masing-masing kami itu unik dan berarti dalam rencana Allah.

Pengalaman itu membuat saya membaca 1 Korintus 12 dengan pemahaman yang baru. Paulus membandingkan gereja yang adalah tubuh Kristus dengan tubuh manusia. Sebagaimana tubuh kita memiliki tangan, kaki, mata, dan telinga, semuanya merupakan bagian dari satu tubuh. Tidak ada pengikut Kristus dapat menyatakan dirinya terlepas dari tubuh itu, juga tidak ada satu bagian tubuh yang dapat mengatakan bahwa bagian tubuh lainnya tidak diperlukan (ay.12-17). “Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya” (ay.18).

Mudah bagi kita untuk merasa tidak sepenting orang lain yang berbeda karunia dan yang mungkin lebih menonjol daripada kita. Namun, Tuhan ingin supaya kita melihat diri sendiri sebagaimana Dia melihat kita—sebagai ciptaan yang unik dan sangat berharga bagi-Nya.

Anda adalah sekeping jigsaw dari sebuah gambar besar yang tidak akan lengkap tanpa kehadiran Anda. Allah telah memberi Anda karunia untuk menjadi suatu bagian yang penting dari tubuh Kristus demi kemuliaan-Nya. —DCM

Tuhan, tolong aku untuk tak membandingkan diriku dengan orang
lain dalam keluarga-Mu. Kiranya aku berusaha menjadi pribadi yang
Engkau kehendaki. Tolong aku untuk menggunakan segalanya yang
telah Engkau berikan bagiku untuk memberkati orang lain hari ini.

Hidup Anda adalah pemberian Allah bagi Anda; persembahkanlah kembali hidup Anda kepada Allah.

Momen Memalukan

Selasa, 12 November 2013

Momen Memalukan

Baca: Yohanes 8:1-11

Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” —Yohanes 8:11

Kilatan lampu dari mobil polisi menarik perhatian saya pada seorang pengendara mobil yang dipaksa menepi setelah melanggar lalu lintas. Ketika polisi yang memegang surat tilang berjalan kembali ke mobilnya, saya dapat melihat dengan jelas si pengendara mobil duduk tanpa daya di belakang setir sambil menahan malu. Dengan tangannya, wanita itu berusaha menutupi wajahnya dari pandangan orang-orang yang melintas untuk menyembunyikan siapa dirinya. Perbuatannya mengingatkan saya betapa memalukannya apabila pilihan kita yang buruk dan konsekuensinya diketahui oleh orang lain.

Ketika seorang perempuan yang bersalah dibawa kepada Yesus dan perbuatan asusilanya terungkap, orang banyak di situ tidak hanya sekadar menonton. Mereka menuntut perempuan ini dihukum, tetapi Yesus justru menunjukkan belas kasihan. Satu-satunya Pribadi yang berhak menghakimi dosa menanggapi kegagalannya dengan belas kasihan. Setelah membubarkan para penuduh perempuan itu, Yesus berkata, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh. 8:11). Belas kasihan-Nya mengingatkan kita akan anugerah-Nya yang mengampuni dosa. Perintah-Nya kepada perempuan itu menunjukkan kerinduan-Nya yang besar agar kita hidup dalam sukacita dari anugerah-Nya itu. Kedua elemen ini menunjukkan besarnya perhatian Kristus kepada kita pada saat kita tersandung dan jatuh dalam dosa.

Bahkan pada saat-saat yang paling memalukan dari kegagalan kita, kita dapat berseru kepada-Nya dan mengalami sendiri bahwa anugerah-Nya memang sungguh ajaib. —WEC

Ajaib benar anugerah
Pembaru hidupku!
Kuhilang, buta, bercela;
Oleh-Nya kusembuh. —Newton
(Kidung Jemaat, No. 40)

Hanya Yesus yang dapat memberikan anugerah yang kita perlukan untuk setiap pencobaan yang kita alami.