Garis Besar Kitab Filipi 4:10-23

Sobat muda, tidak terasa perjalanan kita bersaat teduh bersama-sama telah tiba di akhir. Filipi 4:10-23 mengajak kita untuk selalu merasa cukup, karena Allah menyediakan. Dan, hendaknya kita pula saling mendukung sama lain sebagai saudara seiman di dalam Kristus.

Adakah bagian dari saat teduh Kitab Filipi selama lima hari ke belakang yang menginspirasi atau menegurmu?

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Kita Semua Keluarga

Hari ke-30 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:20-23

4:20 Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selama-lamanya! Amin.

4:21 Sampaikanlah salamku kepada tiap-tiap orang kudus dalam Kristus Yesus. Salam kepadamu dari saudara-saudara, yang bersama-sama dengan aku.

4:22 Salam kepadamu dari segala orang kudus, khususnya dari mereka yang di istana Kaisar.

4:23 Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus menyertai rohmu!

Ketika seorang gadis di gerejaku didiagnosis menderita kanker dan harus menjalani serangkaian operasi, ibunya berdiri di depan jemaat dengan menangis tersedu-sedu sembari tangannya memegang erat Alkitab.

Sebelum ia menceritakan tentang operasi yang dijalani putrinya dan memberi kesaksian atas kasih Allah yang tak pernah berkesudahan, ia mengucapkan terima kasih kepada tiap orang yang mengingat keluarganya dan berdoa untuk mereka.

Tiap kali aku mendengar orang memberikan kesaksian tentang bagaimana Allah menolong mereka melewati masa-masa sulit, aku menyadari satu hal: mereka selalu berterima kasih pada orang-orang yang ikut mendoakan mereka. Tapi, aku sering tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang penting.

Ketika akhirnya aku mengalami sendiri kesusahan dalam hidupku, aku baru bisa mengerti bagaimana rasanya ada saudara-saudara dalam Kristus yang mendoakan kita. Pada saat itu, kelompok remajaku menuliskan kalimat-kalimat penyemangat bagiku untuk meyakinkanku bahwa mereka membawaku dalam doa mereka.

Ada satu tulisan yang benar-benar menyentuhku, ditulis dengan tangan oleh temanku yang ada di luar negeri. Ia mengingatkanku untuk menaruh hatiku dan bersandar pada kasih dan kesetiaan Allah.

Saat itu aku menyadari bahwa tidak ada hal yang lebih menenangkan hati daripada mengetahui bahwa teman-temanku bersatu dalam hati dan pikiran denganmu, mendukungmu dan menyayangimu, dan bergumul dengan masalahmu bersamamu.

Itulah yang Paulus lakukan dalam kata-kata penutupnya pada jemaat Filipi. Ia memberanikan mereka untuk “menyampaikan salam pada tiap orang-orang kudus dalam Kristus” (ayat 21) dan menyampaikan salam pada umat lain. Selain Paulus, ada “saudara-saudara” lain yang bersamanya di Roma (ayat 22), termasuk didalamnya mereka yang di istana Kaisar, dan mungkin juga penjaga-penjaga yang mengawal Paulus di penjara yang sudah mempercayai Kristus.

Di sini, ia mengingatkan mereka bahwa mereka memiliki saudara-saudara “dalam Kristus” (ayat 20) bukan hanya di mana mereka berada, tetapi juga di belahan bumi lain—sebuah persekutuan yang orang-orangnya memiliki keterikatan yang sama, memiliki satu misi dalam penyebaran Injil, dan berdoa untuk mereka.

Meskipun jemaat Filipi secara geografis terpisah dari saudara seiman mereka, Paulus mengawali dan mengakhiri dengan mengingatkan akan adanya sekumpulan orang percaya lain, menunjukkan pada kita gambaran akan arti dari menjadi anggota tubuh Kristus. Ia memulai dengan mengucap syukur pada Allah karena mereka (Filipi 1:3-4), dan melanjutkannya dengan memberi nasihat tentang kesatuan (2:1-4), dan berterima kasih atas kepedulian mereka mengenai kondisi Paulus di penjara, juga kesehatan Epafroditus (2:25-30).

Semangat yang sama yang kita lihat dalam kitab Filipi adalah motivasi untuk kehidupan kita sekarang ini—bukan hanya tentang menyemangati orang lain dengan serentetan kata-kata indah, namun menuntun mereka pada kasih dan pekerjaan baik (2:1-4), berjalan dengan satu sama lain dalam tiap pencobaan yang mungkin kita alami (1:27-30), dan mengingatkan satu sama lain untuk memfokuskan diri pada hadiah utama (3:12-14).

Melalui kitab Filipi, kita juga melihat Paulus menyadarkan kita akan fakta bahwa kita dapat melewati semua ini bukan karena kekuatan kita sendiri, melainkan karena Tuhan sendiri yang memampukan kita untuk berdiri teguh di hadapan lawan dan masalah-masalah kita (4:1).

Pikirkan semua yang telah kamu baca di Filipi dan pertimbangkanlah hal-hal yang Paulus katakan pada jemaat Filipi yang sangat menyemangatimu. Bagaimana kamu dapat “menyampaikan salam” dan mendukung mereka yang telah memiliki ikatan persekutuan denganmu—baik dalam gerejamu, komunitas, maupun saudara-saudara seimanmu yang ada di belahan bumi yang lain?—Carol Lerh, Singapura

Handlettering oleh Febronia

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Bagaimana teman-teman Kristenmu menyemangati dan mendukungmu? Cobalah menulis surat, e-mail atau chat untuk berterima kasih atas dorongan dan persahabatan mereka.

2. Pikirkanlah sesuatu yang dapat kamu lakukan untuk menyemangati saudara seimanmu dalam Kristus minggu ini.

3. Renungkanlah apa yang telah kamu pelajari tentang persekutuan dan berdiri teguh dalam Kristus dari kitab Filipi. Pelajaran apa saja yang dapat kamu elaborasikan dalam kehidupan sehar-hari?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Carol Lerh, Singapura | Carol suka berpikir, salah satu hal yang selalu dia pikirkan adalah betapa lebar, dalam, dan luasnya kasih Allah yang tak terukur. Hal lain yang Carol suka lakukan adalah menulis.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Seberapa Ikhlas Kamu Memberi?

Hari ke-29 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:18-19

4:18 Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.

4:19 Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.

Ketika aku mengajukan permohonan tinggal permanen di Amerika Serikat, aku merasa Tuhan mengutusku untuk pergi ke Tiongkok, untuk sebuah misi jangka pendek. Melalui peneguhan dari peristiwa dan ayat-ayat Alkitab, semakin jelas bagiku untuk mengiyakan panggilan itu.

Keputusanku untuk pergi sebenarnya cukup berisiko karena pengajuan izin tinggalku akan tertunda. Pergi ke Tiongkok juga membutuhkan usaha lebih karena aku harus mendapatkan visa berkunjungnya dari negara tetangga, Kanada. Aku tidak ingin melakukan penggalangan dana untuk membiayai perjalananku, aku tidak ingin merepotkan orang lain. Tapi, aku tak punya cukup uang untuk pergi sampai ke Tiongkok. Situasinya menjadi sulit, tapi satu yang kutahu adalah aku harus pergi.

Aku pun pergi ke Kanada menggunakan hampir seluruh tabunganku. Ketika aku kembali ke Amerika, aku menerima telepon dari temanku, setelah 20 tahun tidak bekerja, sekarang ia mendapatkan pekerjaan. Ia ingin memberikan seluruh gaji pertamanya buatku.

Aku menangis terharu. Allah menunjukkan kasih-Nya kepadaku lewat kebaikan hati temanku. Betapa baiknya pemeliharaan Allah atasku! Tak lama kemudian, suami dari temanku yang ia doakan bertahun-taun akhirnya menerima Yesus. Kebaikan Allah atas temanku itu sungguh tak terkira dan tak bisa dibeli dengan uang.

Setelah dua tahun melayani di Tiongkok, aku pergi ke Thailand untuk mengerjakan misi-misi lainnya. Selama delapan tahun setelanya, kami tetap berada di Thailand dan tidak pernah sekalipun kami kekurangan.

Dalam surat Paulus kepada jemaat Filipi, kita dapat melihat Paulus meninggalkan Makedonia dan kemudian dipenjara karena imannya (Filipi 1:13), Allah menyediakan kebutuhannya melalui jemaat Filipi, satu-satunya jemaat yang melakukannya secara konsisten (4:14-18).

Meskipun Alkitab tidak menceritakan kondisi keuangan jemaat Filipi, kita bisa menduga bahwa tidaklah mudah buat mereka untuk menolong Paulus. Tapi, bagi mereka, adalah suatu keistimewaan untuk bisa tetap bersekutu dengan Paulus, hingga dalam suratnya, Paulus menuliskan bahwa kebaikan mereka harum wanginya, suatu korban yang disukai dan berkenan kepada Allah (ayat 18).

Dalam ayat 19, Paulus meyakinkan mereka, “…Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya”. Sebagai anak Allah, jemaat Filipi dan juga temanku bersandar pada keyakinan bahwa Tuhan akan memenuhi segala keperluan mereka dan memampukan mereka untuk memberi sedikit dari apa yang mereka miliki.

Seperti Paulus meyakinkan jemaat Filipi akan janji pemeliharaan Tuhan, aku juga mendorongmu untuk berani berpegang kepada janji yang sama. Tuhan akan memenuhi “segala keperluanmu” (ayat 19) menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya yang telah diberikan pada kita melalui Yesus Kristus. Allah mengetahui apa yang aku dan kamu benar-benar perlukan. Allah tahu kita membutuhkan damai sejahtera dalam kekacauan, kepastian dalam kebimbangan, atau apapun yang kita butuhkan untuk hidup seturut kehendak-Nya (2 Petrus 1:3). Kekayaan Tuhan tidak pernah habis untuk memenuhi kita.

Ketika Allah menuntunmu untuk taat, entah itu kamu diminta-Nya memberi untuk orang lain atau keluar dari zona nyamanmu, aku mendorongmu untuk mematuhi-Nya. Ketaatanmu menyenangkan hati-Nya dan Allah akan memenuhi segala yang kamu butuhkan.—Kezia Lewis, Filipina

Handlettering oleh Ferren Manuela

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apa yang membuatmu mempercayai janji bahwa Allah akan “memenuhi segala kebutuhanmu”? Minta Allah membantumu untuk memercayaiNya dalam hal ini.

2. Apakah kamu kesusahan dalam memberi? Jika tidak, berterimakasihlah pada Allah atas keberanian itu. Jika ya, renungkanlah mengapa? Dan mintalah Ia untuk memberikanmu keberanian untuk membuka hati dan tanganmu untuk menjadi dermawan.

3. Bagaimana kamu bermitra dengan seorang misionaris atau pelayanan untuk Injil?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Kezia Lewis, Filipina | Tiada hal yang lebih menyenangkan bagi Kezia selain naik mobil selama dua jam bersama suaminya, sembari mendengarkan rekaman khotbah. Tapi, menikmati hujan ditemani secangkir kopi juga merupakan waktu yang berkualitas buatnya.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Karunia Kemurahan Hati

Hari ke-28 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:14-17

4:14 Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.

4:15 Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.

4:16 Karena di Tesalonikapun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.

4:17 Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.

Bingkisan makanan yang keluarga kami terima 17 tahun lalu masih menjadi sesuatu yang begitu berkesan di rumah kami.

Saat itu, aku baru saja pulang setelah menjalani operasi tulang belakang di rumah sakit di Selandia Baru. Selama hampir seminggu, orang tuaku menghabiskan waktu mereka untuk menemaniku di rumah sakit. Ketika kami pulang, tak ada bahan makanan di rumah kami. Betapa terkejut dan senangnya kami ketika pendeta Daniel Yi dan keluarganya mengunjungi kami sambil membawa bingkisan makanan.

Keluargaku baru saja pindah ke Selandia Baru. Kami masih jemaat baru di gereja dan tidak punya banyak kenalan dekat. Ketika Pendeta Yi datang membawa bingkisan makanan, kami terharu. Ada seseorang di luar sana yang rela meluangkan waktu, tenaga, dan uangnya untuk memberikan berkat buat kami, meskipun sejatinya ia belum benar-benar mengenal kami. Peristiwa ini menunjukkan pada kami bagaimana rasanya menjadi tubuh Kristus—komunitas dari orang-orang percaya yang saling mendukung dan peduli. Kehadiran orang-orang seperti itu mendatangkan penghiburan besar buat kami di masa-masa sulit.

Rasa haru yang kami rasakan terhadap Pendeta Yi mungkin mirip dengan apa yang Paulus juga rasakan ketika ia menulis ungkapan terima kasihnya kepada jemaat di Filipi atas bantuan mereka di saat ia kesusahan (ayat 14).

Pada saat itu, Paulus melakukan pekerjaan yang sulit namun berguna untuk menyebarluaskan firman Allah. Akan tetapi, Paulus hanyalah manusia biasa. Paulus punya kebutuhan yang harus ia penuhi, seperti pakaian dan makanan. Ketika berita penderitaan Paulus tersebar, jemaat Filipi adalah satu-satunya jemaat yang mengirimkan bantuan kasih kepada Paulus. Aku yakin Paulus tentu merasa senang ketika mengetahui bahwa pekerjaan yang ia lakukan dalam hidup mereka tidaklah sia-sia—dan bahwa ada orang yang memedulikannya.

Tidak hanya satu kali, jemaat Filipi mengirimkan bantuan berulang kali. Alasannya sederhana: mereka telah menerima berkat dari pekerjaan Paulus dan ingin membantunya untuk menyebarkan Injil lebih lagi (Filipi 1:5).

Aku yakin, ini bukanlah hal mudah bagi jemaat Filipi. Mereka harus mengorbankan sesuatu untuk bisa menolong Paulus. Namun, teladan mereka, juga Pendeta Yi telah mengingatkanku bahwa pengorbanan yang berasal dari hati itu adalah salah satu cara untuk kita memperhatikan anggota tubuh Kristus yang lain (Filipi 2:3-4).

Selain terharu akan kebaikan jemaat Filipi, Paulus berharap agar mereka memperoleh hasil panen yang melimpah atas apa yang telah mereka perbuat. Paulus pun berdoa agar mereka “makin diperbesar keuntungannya” (ayat 17). Mungkin berkat atau keuntungan itu bukan berupa materi, namun Paulus ingin mereka tahu bahwa apapun yang mereka tabur di dunia ini merupakan suatu pekerjaan yang memiliki nilai di surga—dan mereka akan menerima hadiah surgawi kelak.

Aku pernah bergumul dalam mengelola keuanganku, namun kebaikan Pendeta Yi telah menginspirasiku untuk membagikan kasih kepada orang lain, meskipun aku merasa kurang. Ketika aku mendapatkan pekerjaan paruh waktu, aku menyisihkan sedikit gajiku untuk membeli hadiah Natal kepada organisasi Bala Keselamatan. Sampai sekarang aku masih rutin melakukannya.

Mungkin apa yang kulakukan bukanlah hal besar, tapi aku berharap usaha untuk memberi berkat buat orang lain ini dapat menolong meringankan beban mereka.—Michele Ong, Selandia Baru

Handlettering oleh Ferren Manuela

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkan suatu waktu ketika kamu terberkati karena seseorang. Tulislah surat, email, atau chat mereka sebagai bentuk terima kasihmu akan berkat yang mereka berikan!

2. Apakah ada seseorang di sekitarmu yang membutuhkan bantuan dan dapat kamu bantu, entah itu secara finansial atau lainnya?

3. Bagaimana fakta bahwa kita akan mendapat hadiah surgawi atas kebaikan yang kita lakukan memotivasimu untuk menjadi berkat bagi orang lain?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Michele Ong, Selandia Baru | Michele pernah bercita-cita jadi perenang handal. Michele senang mendengar cerita-cerita tentang kehidupan yang Tuhan ubahkan ketika seseorang berada di titik nadir.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Apa Sumber Kekuatanmu?

Hari ke-27 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:13

4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.

Kelihatannya, Filipi 4:13 adalah ayat terpopuler di negara asalku, Fiji. Ayat ini dipopulerkan oleh salah satu pahlawan olahraga terbaik di Fiji, Waisale Serevi, yang secara luas dikenal sebagai salah satu dari tujuh pemain rugby terbaik yang pernah ada.

Pernah dianggap terlalu kecil untuk bermain rugby, nyatanya Serevi malah mendatangkan popularitas internasional bagi tim rugby Fiji. Serevi memenangkan dua pertandingan di Rugby World Cup Sevens dan beberapa turnamen internasional. Ia terkenal akan sepatu boots atau gelang tangannya yang selalu ia tulisi “Phil 4:13” setiap kali ia bermain. Ketika diwawancara oleh media, Serevi mengaitkan kesuksesannya dengan Tuhan dan mengutip ayat favoritnya: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.”

Ketika kariernya sebagai pemain rugby berakhir, Serevi mengalami masa-masa yang sulit. Bersamaan dengan permasalahan ekonomi, ia juga bergumul dengan depresi dan kecanduan alkohol. Sebuah buku yang mengisahkan hidup Serevi menceritakan apa yang ia lewati selama masa-masa kelam itu. Serevi mengatakan ia merasakan kesendirian, “berjalan dalam lembah kematian,” dengan hanya Allah yang ada disisinya.

Pada masa-masa ini, aku penasaran apa yang Serevi rasakan mengenai ayat Alkitab yang selama ini ia agung-agungkan selama masa kejayaannya. Apakah ia tetap merasa bahwa ia dapat menanggung segala perkara “di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku”?

Banyak orang, terutama atlet-atlet, menyukai ayat ini. Seringkali, ayat ini dipakai sebagai sugesti untuk meyakinkan tim tersebut akan kemenangan, atau bahwa kita bisa meraih apapun, dengan kekuatan Allah. Cara berpikir ini sangatlah mudah dipercaya dan diikuti saat kita sedang sukses di mata dunia. Namun bagaimana ceritanya ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita?

Seperti yang telah kita baca pada renungan kemarin, Paulus mengatakan pada jemaat Filipi bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan dan kelimpahan (ayat 12). Ia tahu bagaimana rasanya “menang” dalam hidup, dan juga “kalah”. Lalu, Paulus mengisahkan cerita yang berbeda di Makedonia dan Tesalonika saat hidup tidaklah mudah, namun Allah datang dan memberikan padanya apa yang ia butuhkan (Filipi 4:15-16). Melalui pengalaman-pengalamannya itu, Paulus menyadari semuanya ini dapat ia lakukan karena Yesus yang menopangnya.

Sangatlah penting untuk menyadari Kristus sebagai sumber kekuatan kita, saat kita merasa diberkati dengan berlimpah. Namun, penting juga untuk bersandar pada Yesus ketika kita mengalami hal-hal sulit agar Ia menuntun dan memperkuat kita dalam kondisi sulit yang kita hadapi.

Bagi Severi, ia secara terbuka berterima kasih pada Allah karena memberikannya kekuatan untuk keluar dari depresi dan kecanduan alkohol yang dialaminya. Sejak saat itu, ia berkesempatan untuk membuka sekolah pelatihan rugby di Amerika, di mana ia mengajari orang-orang mengenai olahraga yang ia cintai bersamaan dengan nilai-nilai yang menopangnya.

Filipi 4:13 tidak menjanjikan kita kehidupan bahagia di dunia. Paulus dan rekan-rekan dalam Kristusnya, pada akhirnya hidup tersiksa. Sejarah gereja mengatakan pada kita bahwa Paulus dipenggal di Roma sekitar tahun 64M. Walaupun kita tidak mengetahui secara pasti, aku percaya bahwa Paulus berpegang pada keyakinannya bahwa ia dapat menanggung segala perkara dalam Kristus, meminta kekuatan pada Juruselamatnya dalam momen-momen terakhirnya.

Jadi entah kita merasa sedang berada pada puncak kesuksesan, atau dalam titik terendah dalam hidup, kita dapat dengan percaya diri mengatakan bahwa kita dapat melewati segala perkara dengan kekuatan yang diberikan oleh Juruselamat yang Mahakasih dan Mahakuasa. Hal ini tidak berarti kita akan selalu merasa “menang” setiap saat, tetapi kita dapat meyakini bahwa Yesus akan selalu ada bersama kita di setiap langkah kita, dan Ia akan memberikan kita kekuatan agar dapat menjalankan kehidupan dengan iman sampai pada akhirnya.—Caleb Young, Selandia Baru

Handlettering oleh Febronia

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Renungkanlah suatu waktu di mana kamu merasa sangat dikuatkan oleh Allah. Apa yang terjadi dan bagaimana hal ini membantumu menghadapi perkaramu?

2. Apakah kamu sedang merasa kesulitan saat ini? Bagaimana renungan hari ini menguatkanmu untuk meminta kekuatan pada Yesus?

3. Apakah kamu merasa tertantang untuk mempercayai bahwa kamu dapat menanggung “segala perkara” di dalam Allah yang memberikan kekuatan padamu? Bawalah segala kekhawatiranmu pada Allah dan mintalah pada-Nya untuk menguatkanmu.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Caleb Young, Selandia Baru | Caleb adalah penyuka film, makanan, hiburan, dan juga keluarga. Dia ingin semakin menjadi serupa dengan Kristus, dan bersyukur memiliki Juruselamat yang mengasihinya meskipun dia punya banyak kekurangan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Sudahkah Kamu Merasa Cukup?

Hari ke-26 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:10-12

4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.

4:11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.

4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

Ketika anakku mulai belajar berkomunikasi, aku mengajarinya bahasa isyarat untuk menolongnya menyampaikan kebutuhannya. Ada satu isyarat yang berarti “minta lagi”. Kalau ia menggunakan isyarat ini, artinya ia mau makan lebih banyak, dan aku pun memberinya.

Suatu ketika, ia tidak mendapatkan apa yang ia mau. Jika makanannya telah habis, aku akan membalasnya dengan isyarat, “tidak ada.” Awalnya, ia tidak mengerti mengapa aku melakukan hal itu. Ia menangis dan minta, “Lagi! Lagi! Lagi!” Dan aku harus menunjukkan piring kosong sebagai buktinya.

Sebagai orang dewasa, kita suka berpikir kalau kita adalah orang yang rasional. Tapi, seringkali kita cenderung menyikapi masalah kehidupan seperti apa yang anakku lakukan. Kita merasa kurang secara finansial, atau merasa tak sanggup menghadapi tantangan seperti kehilangan pekerjaan, atau sulit mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokok kita. Atau, bahkan ketika segalanya baik: kita punya pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman, mobil bagus, tabungan yang memadai, kita masih saja merasa itu semua tidak cukup. Kita berpikir semua akan baik-baik saja ketika kita bisa memiliki lebih, lebih, dan lebih lagi.

Ketika Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat Filipi, ia sedang berada dalam penjara. Orang-orang Filipi terus mendukung dan peduli pada Paulus, dan ia bersyukur atas bantuan mereka. Namun, Paulus juga mengatakan bahwa entah bantuan tersebut datang atau tidak, ia telah belajar untuk berpuas diri, apapun kondisinya (ayat 11).

Paulus dapat mengatakan hal ini dengan yakin karena apa yang telah ia alami. Ia ditangkap, dipenjara, disiksa, terombang-ambing dan diadili. Tetapi ada juga saat-saat di mana ia lebih tenteram—aman, terpelihara, dan dikelilingi oleh orang-orang percaya. Mengalami hal-hal baik dan buruk, Paulus belajar bahwa ia dapat berpuas diri bagaimanapun kondisinya.

Apa rahasianya?

Akhir-akhir ini, anakku mengerti dan menerima ‘penolakan’ dariku. Ia menerimanya karena ia mengenal dan memercayaiku. Ia tahu bahwa sebagai ibunya, aku mengutamakan kebaikannya dan tidak akan menjauhkannya dari apa yang benar-benar ia butuhkan.

Begitupun dengan Paulus, Ia mengenal Allah dan percaya Allah memiliki rencana yang dahsyat untuknya. Ia tahu, apapun yang ia miliki, banyak atau sedikit, merupakan pemberian Allah—bahkan bantuan dari orang-orang Filipi sekalipun. Jadi, meskipun keadaan sekitarnya mungkin terlihat sebaliknya, Paulus tahu bahwa Allah Bapa memeliharanya, dan ia akan berkecukupan.

Yesus sendiri menunjukkan pada kita kebaikan Allah Bapa dalam Matius 7:11, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”

Melalui Alkitab, kita dapat melihat para penulis menegaskan kepercayaan mereka dalam pemeliharaan Allah. Ayat favoritku adalah: “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yakobus 1:17).

Sesungguhnya, rahasia Paulus tertulis dalam Filipi 4:13, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.” Hidup Paulus yang berkecukupan bukan berdasarkan keadaan materinya—melainkan daripada hubungannya dengan Allah, Allah yang “tidak berubah seperti bayangan”, namun yang kebaikannya terhadap anak-Nya dapat selalu dipercaya dan dipegang teguh.

Betapa besar iman yang dimiliki Paulus! Marilah kita menjalankan hubungan dengan Allah seperti yang Paulus lakukan, percaya kepada karakter-Nya dan kebaikan-Nya. Marilah kita berpuas diri, mengakui bahwa Allah akan menyediakan semua keperluan kita, bahkan jika apa yang Ia sediakan mungkin terlihat kecil di mata kita.

Karena sebenarnya Allah telah memberikan diri-Nya. Dan itu sudah lebih dari cukup.—Charmain Sim, Malaysia

Handlettering oleh Naomi Prajogo Djuanda

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Adakah suatu hal dalam hidupmu yang kamu rasa kurang memuaskan? Bagaimana renungan hari ini menberanikanmu untuk melihatnya dengan kacamata yang berbeda?

2. Bagaimana orang lain menunjukkan kepeduliannya padamu pada saat kamu membutuhkannya?

3. Apakah ada orang yang membutuhkan yang dapat kamu pedulikan saat ini?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Charmain Sim, Malaysia | Charmain menyukai coklat, kue-kue, dan cerita-cerita luar biasa dari orang biasa. Charmain juga menyukai kejutan-kejutan kecil namun berarti yang Tuhan berikan untuknya setiap hari.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Garis Besar Kitab Filipi 4:4-9

Sobat muda, tantangan dalam hidup sering membuat kita khawatir, tetapi Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mengajak kita untuk selalu bersukacita di dalam Tuhan. Kita tidak perlu khawatir akan apapun, kita dapat mendoakan kekhawatiran tersebut kepada Tuhan dan Dia akan mengaruniakan kita damai sejahtera yang melampaui segala akal.

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Apa yang Mengendalikan Pikiranmu?

Hari ke-25 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:8-9

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Semua berawal dari hal yang sepele. Aku melihat deretan jadwal pekerjaan paruh waktuku untuk seminggu ke depan dan aku merasa lelah. Lalu untuk yang keseribu kalinya aku berharap untuk memperoleh pekerjaan tetap seperti kebanyakan teman-temanku. Aku mengkhawatirkan kondisi keuanganku yang berada di ujung tanduk. Bagaimana jika suatu saat aku kehilangan pekerjaanku? Bagaimana aku bisa membayar biaya sewa dan membeli keperluan sehari-hari?

Aku semakin menderita karena merasa belum bekerja keras sehingga aku mulai memikirkan cara untuk mendapatkan pekerjaan tambahan. TIdak berhenti sampai di situ, aku pun iri melihat teman-temanku yang memiliki jenjang karier bagus, yang memberikan mereka penghargaan dan kesempatan untuk naik jabatan setiap mereka menunjukkan performa yang baik di tempat kerjanya.

Sebelum aku menyadarinya, pola pikirku yang buruk ini membuatku terjebak dalam pemahaman bahwa aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Pada akhirnya, aku jadi kepahitan dan menganggap bahwa Allah tidak bersedia menolongku, yang kemudian memengaruhi bagaimana aku bersikap pada-Nya.

Yang awalnya hanya sekadar pemikiran, ketika diimani dan diladeni dalam cara yang negatif dapat berlanjut menjadi tindakan nyata. Pada akhirnya, pikiran tersebut berkuasa untuk menentukan tindakanku. Jika kebiasaan berpikir negatif ini terus kupelihara seperti yang pernah kualami sebelumnya, karakterku dapat berubah secara total dan hubunganku dengan Allah pun memburuk.

Paulus menyadari pentingnya menjaga pikiran. Ia mengetahui bahwa setiap pikiran yang kita hasilkan dapat menjadi faktor penentu, apakah kita ‘berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus’ (Filipi 3:14). Pikiran kita memiliki peran yang besar dalam membentuk realitas kita.

Dalam pasal terakhir kitab Filipi, Paulus memberikan nasihat tentang bagaimana kita dapat mengembangkan suatu cara berpikir yang dapat menuntun kita pada hidup yang berkemenangan. Daripada berlarut-larut dalam ketakutan dan frustrasi, Paulus mendorong kita untuk memikirkan “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Filipi 4:8). Hal-hal yang disebutkan di atas berakar pada kebaikan Tuhan yang tidak terelakkan.

Sederhananya, selama kita mengembangkan pola pikir yang berdasar pada karakter Allah, kita mampu membedakan mana yang kehendak Allah, dan mana yang tidak! Kita akan mengetahui jalur yang mengarahkan kita pada kehidupan, dan kita akan memilih untuk berjalan di dalamnya.

Bahkan hal-hal terkecil sekalipun—jikalau memang nyata, mulia, dan benar—dapat menjadi sumber anugerah Tuhan yang melimpah. Apakah seseorang pernah membuat harimu menjadi lebih baik hanya dengan melakukan sesuatu yang sederhana? Apakah kita pernah melakukan sesuatu untuk seseorang dan mendatangkan sukacita bagi kita? Ketika kita pernah mengalami hal-hal ini, maka perlu kita sadari bahwa Tuhan bekerja di balik hal-hal tersebut.

Paulus kemudian menasihati kita untuk melatih diri agar menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang telah kita “pelajari, terima, atau dengar” dari orang lain (Filipi 4:9). Kita tidak hanya memikirkan kebaikan-kebaikan yang telah Allah lakukan, tetapi juga meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari kita. Setiap kita menghidupi firman-Nya, kita akan selalu teringat bagaimana Ia benar-benar hadir dalam hidup kita. Hal ini menyelaraskan realita hidup kita dengan firman-Nya dan membantu kita untuk senantiasa menyadari sebuah fakta bahwa Ia selalu bekerja.

Dengan berfokus pada kebaikan Tuhan, pandanganku terhadap hidup kini berubah. Hal ini memberanikanku untuk tetap memfokuskan diri pada kebenaran sejati kala kecemasan dan kekhawatiran melingkupiku: Aku tidak dilupakan. Aku tetap tenang.

Lewat kepercayaan dan keyakinan ini, kita dapat hidup dalam cara yang mencerminkan kebaikan Allah. Melalui cara ini kita juga dapat mengungkapkan kebaikan Allah pada orang-orang di sekitar kita.—Nelle Lim, Singapura

Handlettering oleh Novia Jonatan

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikiran apa yang meliputi benakmu? Apakah pikiran-pikiran itu sejalan dengan kebenaran firman Tuhan? Tuliskan dan doakanlah pada Allah dalam doamu!

2. Bagian hidup manakah yang kamu rasa belum terjamah damai sejahtera Allah? Mintalah Allah untuk membantumu menyerahkannya kepada Dia.

3. Apa sajakah pemikiran-pemikiran yang benar, mulia, dan manis yang dapat menggantikan pikiran-pikiran negatif?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Nelle Lim, Singapura | Nelle suka menonton siaran klasik di TV. Dia percaya cerita yang baik dapat menolong kita menemukan kepercayaan diri kita. Nelle mungkin saja jadi orang yang terhilang jika tidak ada Yesus, sang Pengarang Cerita Hidup.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Berserah dalam Damai Sejahtera Allah

Hari ke-24 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:7

4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

Baru-baru ini di gereja kami, seorang wanita memberikan kesaksian tentang pekerjaan Allah dalam kehidupan keluarganya. Ia bercerita mengenai suaminya yang baru saja kehilangan pekerjaannya setelah 11 tahun bekerja di sana. Tentu saja, berita ini sama sekali tidak disangka-sangka oleh keluarganya.

Ia kemudian membacakan Ulangan 2:1-3, yang sempat ia baca pada buku renungannya saat pagi hari sebelum menerima berita tersebut. Dalam bacaan ini, bangsa Israel telah berkelana cukup lama di padang gurun pada saat Allah memerintahkan mereka untuk “berbelok ke utara” (ayat 3). Meskipun ayat ini secara khusus mengisahkan situasi bangsa Israel pada saat itu, ayat ini juga meyakinkan keluarganya bahwa Allah akan menuntun mereka, sebagaimana Ia menuntun bangsa Israel. Mungkin ini adalah saat bagi suaminya untuk “berbelok ke utara”, atau memulai lembaran baru dalam hidupnya setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan yang sama. Dalam situasi yang membuat kebanyakan orang merasa panik, stres, dan khawatir, mereka justru dapat merasakan damai sejahtera.

Kesaksian dari keluarga ini sangat menegur aku. Banyak di antara kita yang percaya bahwa Allah memegang kendali atas hidup kita. Namun kali ini, aku melihat bukti nyata dari sebuah keluarga yang benar-benar menunjukkan aksi nyata akan iman percaya mereka. Berita tersebut seharusnya dapat membuat kepercayaan diri, iman, dan kesabaran mereka goyah. Sebaliknya, hal itu malah membawa mereka pada janji penyertaan Allah! Aku sangat terinspirasi oleh mereka yang tidak larut dalam kekhawatiran dan kecemasan. Mereka memilih untuk tetap tenang dengan bersandar pada Allah yang Maha Menyediakan.

Paulus menuliskan tentang damai sejahtera dalam suratnya kepada Filipi. Ia berkata bahwa damai sejahtera Allah melampaui segala akal (Filipi 4:7). Kita dapat merasakan damai sejahtera bahkan saat terasa mustahil.

Damai sejahtera yang dibicarakan oleh dunia sifatnya bergantung pada situasi yang dihadapi seseorang. Keadaan terbebas dari konflik dan kekerasan, itulah yang disebut dunia sebagai damai sejahtera.

Akan tetapi, damai sejahtera Allah menopang kita dalam segala keadaan. Bahasa Yunani yang digunakan untuk “damai sejahtera” dalam Filipi 4:7, “Eirene”, dapat diartikan sebagai ketenangan pikiran yang muncul dari perdamaian kita dengan Allah. Hal ini membuat aku berpikir bagaimana aku, sebagai anak Allah, diperdamaikan dengan Allah Bapa. Karena hal itulah, aku dapat berdoa dan meminta kepada-Nya. Saat aku melakukannya dengan penuh ucapan syukur, damai sejahtera Allah menuntun hati dan pikiranku (ayat 6-7). Kedekatan dengan Allah inilah yang memperbolehkan aku mengalami damai sejahtera yang sejati dan mendalam, baik dalam keadaan nyaman maupun tidak.

Inilah kebenaran yang aku pegang. Setelah sekian dekade mengalami masalah keluarga yang menguras emosiku, dengan pelayanan gerejaku yang berfokus pada kesatuan dalam Kristus, dan dengan suasana politik di negaraku yang kian hari kian memanas, aku mengingatkan diriku untuk senantiasa berfokus pada Tuhan dan kesetiaan-Nya, bukan pada kondisi di sekitarku.

Sebab aku tahu bahwa satu-satunya cara untuk menghadapi dan melewati rintangan-rintangan hidup adalah dengan bersandar pada damai sejahtera Allah yang akan menuntun hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus (ayat 7). Damai sejahtera Allah meghindarkan kita dari kelumpuhan karena rintangan-rintangan hidup. Bukan berarti kita tidak lagi mengalami kesulitan, akan tetapi damai sejahtera Allah akan membantu kita untuk memfokuskan pandangan kita pada Allah. Ia akan memberikan kita pengharapan dan kesanggupan.

Allah tahu sedari awal kesulitan-kesulitan yang akan kita hadapi, dan Ia telah mempersiapkan kita untuk itu semua. Allah memelihara kita. Ia melindungi dan menjaga kita. Ia mencintai kita. Bahkan di saat kita tergoda untuk meragukan-Nya, kita dapat melihat kesetiaan-Nya pada umat-Nya melalui firman-Nya. Dari sanalah kita dapat mengetahui bahwa Ia sedang bekerja di balik layar. Kita dapat menantikan Tuhan dengan percaya diri dan dalam damai, karena waktu Tuhan selalu yang terbaik.—Quinlyn Jackson, Amerika Serikat

Handlettering oleh Agnes Paulina

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkanlah saat di mana kamu merasa kewalahan dengan perkara hidup akhir-akhir ini. Apakah kamu dapat mereka ulang bagaimana Allah menuntunmu dalam hal itu? Bagaimana hal ini dapat memberanikanmu saat menghadapi kemungkinan pencobaan di masa mendatang?

2. Apakah arti damai sejahtera yang “menuntun hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”?

3. Pikirkanlah temanmu atau kerabatmu yang sedang mengalami kesusahan. Bagaimana caramu mengenalkan kepadanya kesempurnaan damai sejahtera yang Allah berikan?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Quinlyn Jackson, Amerika Serikat | Waktu-waktu Quinlyn dipenuhi oleh makanan enak, teman-teman terkasih, dan suami yang amat dicintainya. Dia menulis untuk menjadikan firman Tuhan lebih mudah dibaca; terkadang dia menemukan jawaban, terkadang dia malah jadi belajar untuk mempercayai Tuhan lewat tulisan-tulisannya.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi