Bahan renungan yang bisa menemani saat teduhmu dan menolongmu dalam membaca firman Tuhan.

Enam Tingkat Keterpisahan

Sabtu, 4 Februari 2012

Baca: Yesaya 55:8-11

Demikianlah firman-Ku . . . tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia. —Yesaya 55:11

Sekitar 80 tahun yang lalu, seorang penulis asal Hongaria, Frigyes Karinthy, menulis sebuah cerita pendek yang diberi judul Chain-Links (Hubungan Berantai). Di dalamnya, ia mengemukakan suatu ide bahwa dua individu mana pun di dunia ini saling terhubung melalui sebanyak-banyaknya lima orang kenalan. Kini teori tersebut dimunculkan lagi dan biasanya disebut sebagai “Six Degrees of Separation” (Enam Tingkat Keterpisahan). Tentu saja teori ini belum terbukti kebenarannya. Namun, memang ada suatu dinamika yang dapat menghubungkan kita dengan berbagai orang di seluruh penjuru dunia, yaitu hikmat dan pemeliharaan Allah yang bekerja melalui firman-Nya untuk menggenapi kehendak-Nya.

Beberapa tahun yang lalu, saya menerima sepucuk surat dari seorang pria yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya. Ia menceritakan bahwa sebuah pesan yang saya kirim untuk seorang teman yang tinggal di dekat saya telah sampai kepadanya. Pesan tersebut telah menguatkannya di tengah kecemasan dan keputusasaan mendalam yang dialaminya. Teman yang saya kirimi pesan itu ternyata mengirimkannya kepada seorang temannya, yang kemudian mengirimkannya lagi kepada temannya yang lain, demikian seterusnya, hingga pesan itu sampai kepada pria yang mengirimkan surat kepada saya.

Mungkin saja kata-kata sederhana yang kita sampaikan dengan penuh kasih, dituntun oleh hikmat Allah, dan diteruskan oleh Roh Kudus akan memiliki pengaruh yang abadi dalam hidup seseorang.

Bukankah kita patut memenuhi diri dengan firman Allah dan meneruskannya kepada orang lain dengan harapan Allah akan memakainya untuk mencapai maksud yang dikehendaki-Nya? (Yes. 55:11). —DHR

Lakukan suatu kebaikan yang sederhana,
Walau engkau mungkin tak melihat hasil akhirnya;
Hal itu akan berdampak, bak riak air yang melebar,
Jauh sampai pada kekekalan. —Norris

Ibarat bunga tak tahu ke mana wanginya akan merebak, kita takkan pernah tahu apa dampak dari hidup kita.

Perjuangkan Tujuan Tuhan

Jumat, 3 Februari 2012

Baca: Filipi 1:12-18

Aku ada di sini untuk membela Injil. —Filipi 1:16

Charles Finney, seorang pengacara berusia 29 tahun, merasa cemas akan keselamatan jiwanya. Pada tanggal 10 Oktober 1821, ia pergi menyepi ke daerah hutan di dekat rumahnya untuk berdoa. Selama di sana, ia mengalami suatu pertobatan yang mendalam. Ia menulis: “Roh Kudus . . . seperti mengalir di dalam diriku, tubuh dan jiwaku . . . Rasanya seperti benar-benar dialiri gelombang kasih begitu limpahnya.”

Pada hari berikutnya, Finney bertemu dengan seorang klien yang memintanya untuk menjadi perwakilan hukumnya. Finney berkata kepadanya: “Saya menerima panggilan dari Tuhan Yesus Kristus untuk memperjuangkan tujuan-Nya dan saya tak dapat memperjuangkan kasus Anda.” Ia kemudian meninggalkan praktek hukumnya untuk masuk ke dalam pelayanan sepenuh waktu. Di kemudian hari, ia pun dipakai dengan dahsyat oleh Allah untuk membawa orang lain kepada Kristus.

Rasul Paulus juga dipanggil untuk memperjuangkan tujuan Tuhan. Ia menulis, “Aku ada di sini untuk membela Injil” (Flp. 1:16). Dalam bahasa aslinya, kata “memperjuangkan” dipakai di masa itu untuk merujuk kepada seorang pengacara yang memperjuangkan kasusnya di suatu pengadilan hukum. Semua orang percaya dipanggil untuk membagikan kabar baik tentang anugerah Allah yang menyelamatkan. ”Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepada-Mu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Kor. 5:20).

Sungguh merupakan suatu kehormatan ketika kita dipakai Allah untuk membawa orang lain kepada Kristus! —HDF

Apakah kita benar-benar peduli kepada mereka
Yang hidup di bawah murka Allah?
Injil harus diberitakan kepada mereka,
Untuk membuat mereka berbalik dari jalan kebinasaan. —Sper

Kabar baik tentang Kristus terlalu indah untuk disimpan sendiri.

Rencana Allah, Bukan Rencana Kita

Kamis, 2 Februari 2012

Baca: 1 Samuel 4:1-11

[Aku] akan berkata kepada Tuhan: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” —Mazmur 91:2

Kedua belak pihak mempunyai sikap yang salah terhadap tabut perjanjian Tuhan (sebuah benda di dalam tabernakel yang mewakili takhta Allah). Setelah kalah dalam suatu peperangan melawan bangsa Filistin, orang Israel mengirimkan utusan ke Silo untuk meminta supaya tabut itu diangkut ke Eben-Haezer, tempat tentara Israel berkemah.

Ketika tabut tersebut tiba, orang Israel merayakannya dengan sorak-sorai yang begitu nyaring sampai-sampai musuh di Afek dapat mendengarnya. Kedatangan tabut tersebut menyebabkan orang Filistin ketakutan dan orang Israel memperoleh kembali keberaniannya.

Kedua pihak itu sama-sama salah. Orang Israel membawa tabut ke medan perang dan dikalahkan lagi oleh orang Filistin yang lalu merampas tabut itu. Sebuah kesalahan lagi. Bangsa Filistin pun ditimpa penyakit dan dewa-dewa palsu mereka dihancurkan.

Kita dapat memahami kesalahan orang Filistin, lagipula mereka adalah penyembah berhala. Namun, orang Israel seharusnya tahu apa yang benar. Mereka tidak meminta nasihat Allah untuk penggunaan tabut tersebut. Meski mereka mengetahui bahwa tabut tersebut sebelumnya pernah dibawa ke medan perang (Yos. 6), mereka tidak menyadari bahwa hanya karena rencana Allah, dan bukan karena adanya tabut itu, Israel dapat menaklukkan Yerikho.

Apa pun sumber daya yang kita miliki, kita akan gagal—kecuali kita menggunakannya sesuai dengan rencana Allah. Marilah mempelajari firman Tuhan, berdoa memohon petunjuk-Nya, dan mempercayai pimpinan-Nya (Mzm. 91:2) sebelum kita melangkah dalam apa pun petualangan iman yang ada di hadapan kita. —JDB

Waktu hidupku ada di tangan Bapa;
Bagaimana aku bisa berharap atau meminta lebih?
Karena Dia yang telah merencanakan jalanku
Akan memanduku hingga akhir perjalananku. —Fraser

Kita hanya tahu sebagian; Allah mengetahui seluruhnya.

Sharing: Bagaimana kamu akan mengasihi sekitarmu minggu ini?

Ayo bagikan jawabanmu melalui kolom komentar di bawah ini

1 Yohanes 4:7-8 berbunyi “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”

Mari bagikan kisahmu tentang bagaimana kamu akan mengasihi lingkungan sekitarmu minggu ini?

Kasih tahu juga ayat/kisah Alkitab apa yang mendorongmu untuk menjadi seorang pribadi yang lebih mengasihi.

Ayo bagikan melalui kolom komentar di bawah ini! 😀

Semangat Natal

Rabu, 1 Februari 2012

Baca: Lukas 1:31-41

Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau. —Lukas 1:35

Sikap dermawan dan niat baik yang tumbuh subur di bulan Desember sering kali lenyap dengan cepat, sehingga membuat banyak orang berkata, “Andai saja kita dapat mempertahankan semangat Natal itu untuk sepanjang tahun.” Mengapa kebaikan dan belas kasihan sepertinya harus terikat kepada penanggalan? Apakah ada sikap belas kasihan yang terus mengalir dan lebih mendalam daripada perasaan gembira yang berlalu seiring dengan berakhirnya kemeriahan Natal?

Menarik sekali, dalam dua pasal pertama dari Injil Lukas, nama Roh Kudus disebutkan sebanyak 7 kali. Karya-Nya disebutkan dalam kehidupan Yohanes Pembaptis sebelum ia dilahirkan (1:15), Maria (1:35), Elisabet (1:41), Zakharia (1:67), dan Simeon (2:25-27). Di bagian ini, yang sering kita sebut sebagai “kisah seputar Natal,” tidak disebutkan tentang orang-orang yang tiba-tiba saja terpikir atau merasa tergerak untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, Roh Kudus dikenal sebagai Pribadi yang memandu Simeon, memenuhi diri Zakharia dan Elisabet, dan menciptakan bayi dalam kandungan Maria.

Apakah kita, seperti mereka, mengenali suara Roh Kudus di antara suara-suara lainnya di sekitar kita? Apakah kita benar-benar peka terhadap dorongan-Nya dan rindu untuk menaati-Nya? Maukah kita mengizinkan kehangatan dan kasih-Nya memenuhi hati kita dan tampak nyata melalui perbuatan kita?

Kini kehadiran dan kuasa Kristus tetap tinggal bersama kita melalui Roh Kudus. Dialah Roh abadi dan sejati yang memampukan kita menghidupi semangat Natal itu untuk sepanjang tahun. —DCM

Kiranya kepenuhan Roh-Mu
Menaungi kami pada saat ini.
Betapa kami memerlukan urapan baru
Dari Roh Kudus dan kuasa-Mu. —Jarvis

Yesus pergi supaya Roh Kudus dapat datang dan tinggal.

Raja Damai

Selasa, 31 Januari 2012

Baca: Yohanes 14:25-31

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu. —Yohanes 14:27

Bertahun-tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pemuda yang ikut dalam sebuah geng sepeda motor. Tadinya ia besar di lingkungan tempat orangtuanya melayani di luar negeri. Ketika keluarganya kembali ke Amerika Serikat, tampaknya ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang baru. Pemuda ini menjalani kehidupan yang bermasalah dan akhirnya terbunuh dalam perkelahian jalanan dengan geng saingannya.

Saya telah melayani di banyak ibadah pemakaman, tetapi yang kali ini meninggalkan kesan yang paling mendalam. Ibadah diadakan di sebuah taman di mana terdapat danau kecil dengan rumput yang tumbuh alami di sekitarnya. Teman-temannya memarkir sepeda motor mereka membentuk lingkaran dan duduk di rumput mengelilingi saya dan seorang teman ketika kami memimpin ibadah. Secara sederhana dan singkat, kami memberitakan arti damai di tengah perselisihan dan kedamaian batin yang dapat diberikan oleh kasih Yesus.

Setelah itu, seorang anggota geng motor berterima kasih kepada kami. Ia mulai beranjak pergi, tetapi ia berbalik lagi. Saya tidak pernah melupakan ucapannya. Ia berkata bahwa ia punya motor, apartemen, dan pacar, lalu ia menambahkan, “Tetapi aku tak merasakan damai.” Lalu kami berbicara tentang Yesus yang menjadi kedamaian kami.

Apakah kita memiliki helikopter atau mobil, rumah besar atau apartemen kecil, seorang kekasih atau masih sendiri, tidak ada bedanya. Tanpa Yesus, tidak akan ada damai. Dia berkata, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” (Yoh. 14:27). Anugerah ini diberikan kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Pernahkah Anda meminta damai-Nya? —DHR

Tuhan, aku ingin memiliki damai dalam hidupku.
Untuk berdamai dengan-Mu, dengan sesama, dan diriku sendiri.
Firman-Mu menyatakan bahwa damai berasal dari-Mu.
Tolong beri aku anugerah damai-Mu. Amin.

Yesus mati menggantikan kita untuk memberi kita damai sejahtera-Nya.

Ketika Angin Bertiup

Senin, 30 Januari 2012

Baca: Roma 8:26-30

Terpujilah Allah . . . sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami. —2 Korintus 1:3-4

Harold, Cathy dan dua putra mereka sedang berada di wilayah yang penuh pepohonan di Minnesota ketika tornado melanda. Cathy menuturkan pengalamannya kepada saya beberapa tahun kemudian:

“Suami dan putra sulung saya sedang berada di tempat yang agak jauh, tetapi saya dan si bungsu berlindung di dalam sebuah pondok. Kami mendengar suara seperti ratusan gerbong kereta api melintas dan seketika itu juga kami meringkuk untuk menjatuhkan diri di lantai. Pondok kami mulai hancur, dan saya menutup mata karena banyak puing yang berterbangan. Saya merasa seperti dalam lift yang terdorong naik dan saya pun tertolak ke udara. Lalu saya terhempas di danau dan harus berpegang erat pada puing-puing untuk tetap mengapung.”

Namun tragisnya, putra bungsu mereka tidak terselamatkan. Harold menggambarkan kehilangan mereka: “Kami menangis setiap hari selama 6 minggu. Namun, kami percaya pada kedaulatan dan kasih Allah yang mengizinkan tornado melanda tempat kami berada. Dan kami juga terhibur ketika mengingat bahwa putra kami telah mengenal Tuhan.”

Ketika seseorang yang kita kasihi meninggal dunia dan kita ditinggalkan, hati kita dapat diliputi beragam pertanyaan. Pada saatsaat seperti itulah, Roma 8:28 dapat menjadi penghiburan yang kuat: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Kepercayaan Harold dan Cathy terhadap kedaulatan Allah yang penuh kasih telah memberi mereka penghiburan di tengah duka yang mereka rasakan (2 Kor. 1:3-4). —HDF

Ketika kita merasakan kehilangan yang menyayat hati,
Ketika rasa duka menguasai jiwa kita,
Juruselamat yang memberikan diri-Nya di kayu salib
Mengingatkan kita bahwa Dia yang memegang kendali. —D. De Haan

Penghiburan terbesar kita di masa duka adalah mengetahui bahwa Allah terus memegang kendali.

Sahabat Sejati

Minggu, 29 Januari 2012

Baca: Yohanes 15:9-17

Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, . . . Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa- Ku. —Yohanes 15:15

Para ahli yang melacak perkembangan kosa kata dalam bahasa Inggris memilih kata unfriend (memutuskan pertemanan) sebagai Kata Terpilih untuk tahun 2009 menurut New Oxford American Dictionary. Mereka mendefinisikannya sebagai kata kerja yang berarti “menghapus seseorang sebagai teman dalam suatu situs jejaring sosial,” seperti Facebook. Dalam situs tersebut, seseorang dapat mengizinkan informasi pribadi pada halaman Facebook-nya diakses oleh “temannya”. Padahal mereka mungkin tidak pernah bertatap muka secara langsung atau bahkan bertukar salam secara online. Di tengah ramainya pergaulan semu di dunia maya, kita mulai menyadari betapa berartinya memiliki seorang sahabat sejati.

Ketika Yesus menyebut murid-murid-Nya sebagai “sahabat” (Yoh. 15:15), Dia berbicara tentang suatu hubungan yang unik yang menuntut komitmen bersama. Sebelum Dia menyerahkan nyawa-Nya beberapa jam kemudian (ay.13), Dia meminta mereka untuk menunjukkan persahabatan itu dengan menaati perintahperintah- Nya (ay.14). Mungkin yang paling menakjubkan dari semuanya adalah pernyataan Yesus: “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (ay.15).

Dalam persahabatan sejati, kesetiaan seseorang dapat menopang sahabatnya itu dalam masa-masa penuh keputusasaan atau ketakutan. Demikianlah Yesus bagi kita, sebagai Sahabat kita yang selalu setia selamanya. —DCM

Haleluya Jurus’lamat!
Yesus Sobat yang benar!
Serta kawal hingga tamat,
Kasih tolong-Nya besar. —Chapman

(Buku Lagu Perkantas, No.138)

Yesus lebih karib daripada sahabat terbaik kita di dunia.

Ajang Pemangsaan

Sabtu, 28 Januari 2012

Baca: Matius 5:1-12

Berbahagialah orang yang murah hati, karena mereka akan beroleh kemurahan. —Matius 5:7

Orang yang mempelajari kehidupan ikan hiu memberitahu kita bahwa serangan hiu paling mungkin terjadi ketika hiu mencium bau darah di dalam air. Darah menjadi pemicu bagi mekanisme makan mereka dan mereka pun menyerang, biasanya dalam kelompok, menciptakan ajang pemangsaan. Darah di air menandakan rentannya si target.

Sayangnya, terkadang seperti itulah tanggapan orang-orang di gereja terhadap mereka yang terluka. Alih-alih menjadi suatu komunitas di mana orang-orang saling mengasihi, memperhatikan, dan membangun, gereja dapat menjadi suatu lingkungan yang berbahaya tempat para pemangsa mencaricari “darah di dalam air” dalam bentuk kegagalan atau kesalahan seseorang. Dari situ, ajang pemangsaan pun terjadi.

Alih-alih semakin menjatuhkan orang di saat mereka sudah terpuruk, kita seharusnya memberikan dorongan dari Kristus dengan cara menolong untuk memulihkan mereka yang gagal,. Tentu saja, kita tidak boleh membenarkan perbuatan berdosa, tetapi Tuhan memanggil kita untuk menunjukkan belas kasihan. Dia berkata, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat. 5:7). Menerima belas kasihan berarti tidak mendapatkan apa yang sepantasnya kita terima, dan kita semua pantas menerima hukuman kekal. Allah yang sama, yang telah menunjukkan belas kasihan-Nya kepada kita di dalam Kristus, memanggil kita untuk menunjukkan belas kasihan kepada satu sama lain.

Jadi ketika kita melihat “darah di dalam air,” marilah kita menunjukkan belas kasihan. Suatu hari kelak, mungkin kita yang menghendaki orang lain berbelaskasihan kepada kita! —WEC

Tuhan, tolonglah kami untuk berbelas kasihan
Kepada mereka yang jatuh dalam dosa,
Mengingat bahwa Engkau telah menyelamatkan kami
Dan membersihkan hati kami. —Sper

Kita baru dapat berhenti berbelas kasih kepada sesama jika Kristus berhenti berbelas kasih kepada kita.