Bahan renungan yang bisa menemani saat teduhmu dan menolongmu dalam membaca firman Tuhan.

Harapan Bagi Yang Ragu

Rabu, 11 Desember 2013

Harapan Bagi Yang Ragu

Baca: Yesaya 55:6-13

Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. —Yesaya 55:11

Sebagai seorang pembina rohani di dunia kerja, saya punya kesempatan istimewa untuk berbincang-bincang dengan banyak orang. Beberapa dari mereka memandang iman Kristen dengan skeptis. Saya menemukan tiga kendala utama yang menghambat mereka untuk percaya kepada Kristus.

Yang mengherankan, kendala pertama mereka bukanlah ketidakmauan untuk percaya pada keberadaan Allah; mereka justru ragu apakah diri mereka cukup penting untuk mendapat perhatian Allah. Kedua, ada yang percaya bahwa mereka tidak layak menerima pengampunan Allah. Mereka sering menilai diri mereka sendiri terlalu buruk. Kendala yang ketiga? Mereka heran mengapa Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka jika memang Dia ada di luar sana.

Mari kita membahas kendala tersebut dimulai dari yang paling akhir untuk melihat apa yang dikatakan firman Allah. Pertama, Allah tak pernah mempermainkan kita. Dia berjanji jika kita membaca firman-Nya, Dia menjamin firman-Nya akan berhasil menggenapi maksud-Nya (Yes. 55:11). Dengan kata lain, jika kita membaca firman-Nya, kita akan tahu bahwa Allah memang menyatakan diri- Nya kepada kita. Inilah mengapa Alkitab sering berbicara mengenai belas kasihan dan pengampunan-Nya kepada semua orang (ay.7). Kesediaan-Nya untuk mengampuni jauh melebihi kesediaan kita sendiri. Ketika mengetahui bahwa kita mendengar Allah berbicara lewat Alkitab dan Dia melimpahkan rahmat-Nya, kita akan semakin yakin bahwa Dia memperhatikan pada saat kita berseru kepada-Nya.

Kisah kasih Allah memang luar biasa, karena hal itu dapat memberikan harapan bagi kita semua. —RKK

Ada kalanya pikiran kita dipenuhi keraguan,
Saat kita mempertanyakan apakah iman itu;
Namun kita dapat percaya pada-Nya, dan tahu Dia peduli—
Allah kita hidup, seperti dinyatakan oleh Alkitab. —Fitzhugh

Keraguan yang murni dapat menjadi langkah awal untuk mempunyai iman yang kuat.

Persaingan Memberi

Selasa, 10 Desember 2013

Persaingan Memberi

Baca: 2 Korintus 9:6-15

Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!—2 Korintus 9:15

Sebuah iklan televisi di masa Natal yang saya sukai menampilkan dua orang tetangga yang saling bersaing secara baik-baik untuk melihat siapa yang paling banyak bisa menyebarkan sukacita Natal. Mereka berdua mengamati satu sama lain ketika menghias rumah mereka dan pohon-pohon dengan lampu yang berkelap-kelip. Kemudian mereka memperbaiki rumah masing-masing supaya yang satu lebih baik daripada yang lain. Selanjutnya, mereka mulai bersaing untuk melihat siapa yang bisa memberi paling banyak kepada tetangga-tetangga yang lain, dan mereka pun berlarian dengan riang gembira sambil membagi-bagikan hadiah.

Umat Allah tidaklah berada dalam suatu persaingan untuk melihat siapa yang bisa memberi paling banyak, tetapi kita dipanggil untuk “suka memberi dan membagi” (1Tim. 6:18). Rasul Paulus memerintahkan jemaat di Korintus: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor. 9:7).

Di masa Natal, ketika kita memberikan hadiah kepada orang lain, kita mengingat kemurahan Allah kepada kita—Dia telah memberikan Anak-Nya bagi kita. Ray Stedman berkata, “Yesus meninggalkan kekayaan-Nya dan masuk ke dunia ciptaan-Nya dalam kemiskinan untuk memperkaya kita semua dengan anugerah-Nya.”

Seberapa pun banyaknya hadiah yang kita bagikan, semua itu tidak akan bisa menandingi kemurahan Tuhan yang berlimpah ruah. Kita mengucap syukur kepada Allah untuk Yesus, karunia-Nya yang tak terkatakan itu! (ay.15). —AMC

Naikkan pujian pada Bapa, Pencipta dan Raja,
Yang rahmat-Nya memberi kita nyanyian baru;
Yang ciptakan kita, dan mengasihi kita yang berdosa,
Dan merancang penebusan kita dengan harga mulia. —Clarkson

Tiada pemberian yang lebih besar daripada Kristus itu sendiri.

Yang Baik Dan Yang Buruk

Senin, 9 Desember 2013

Yang Baik Dan Yang Buruk

Baca: Yunus 4

Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya . . .[lalu] datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. —Yunus 4:6-7

Kisah Nabi Yunus yang memberontak menunjukkan kepada kita bagaimana Allah rindu menggunakan baik berkat maupun ujian untuk menantang kita dan mengubah kita agar menjadi lebih baik. Lima kali dalam kitab Yunus disebutkan bahwa Tuhanlah yang merencanakan keadaan yang dialami Yunus—keadaan yang baik maupun yang buruk.

Dalam Yunus 1:4 dituliskan bahwa Tuhan mengirimkan badai. Dikatakan bahwa Dia “menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar.” Setelah awak kapal mengetahui bahwa Yunus menjadi penyebab dari badai tersebut, mereka membuangnya ke laut (1:15). Kemudian “atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus” supaya ia tidak tenggelam (1:17).

Kitab tersebut selanjutnya menceritakan bahwa “atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak” untuk menaungi Yunus (4:6). Kemudian kita melihat Allah mengirim seekor ulat untuk menghabiskan pohon tersebut, dan meniup angin yang panas, serta membiarkan sinar matahari yang seakan-akan menyakiti kepala Yunus (4:7-8). Serangkaian keadaan tersebut digunakan Allah untuk menyingkapkan sikap Yunus yang memberontak terhadap-Nya. Baru setelah penyingkapan itulah, Allah dapat menegur langsung masalah dalam hati Yunus.

Ketika kita menghadapi keadaan yang berbeda-beda, kita perlu mengingat bahwa Allah berdaulat atas berkat maupun masalah yang datang dalam hidup kita. Dia rindu menggunakan segala sesuatunya untuk membangun watak kita (Yak. 1:1-5). Dia menggunakan yang baik maupun yang buruk untuk mengubah diri kita dan membimbing kita dalam perjalanan hidup ini. —HDF

Sang Pencipta alam semesta
Tahu setiap kebutuhan manusia,
Dan memenuhi kebutuhan itu
Sesuai dengan rencana-Nya. —Crane

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.

Ketakutan Yang Besar

Minggu, 8 Desember 2013

Ketakutan Yang Besar

Baca: Lukas 2:8-20

Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa.—Lukas 2:10

Setelah menjalani persiapan selama berminggu-minggu, akhirnya malam pertunjukan musikal tahunan oleh paduan suara anak untuk Natal tahun 1983 itu pun tiba. Anak-anak yang sudah memakai kostum mereka mulai memasuki auditorium ketika tiba-tiba kami mendengar bunyi gaduh di pintu belakang. Saya dan istri menengok dan melihat anak kami, Matt. Ia menangis dengan keras dan tampak sangat ketakutan. Ia memegang kencang-kencang pegangan pintu dan menolak untuk masuk ke dalam auditorium. Setelah berunding cukup lama, sang sutradara akhirnya memberi tahu Matt bahwa ia tidak harus tampil di panggung. Sebagai gantinya, Matt duduk bersama kami, dan ketakutannya pun segera berkurang.

Meskipun biasanya kita tidak memandang Natal sebagai saat-saat yang menakutkan, sebenarnya ada ketakutan besar yang dialami pada malam Kristus lahir. Lukas berkata, “Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan” (Luk. 2:9). Penampakan malaikat pembawa kabar itu tidak segera bisa dimengerti oleh para gembala. Namun sang malaikat menenangkan mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (ay.10).

Di tengah dunia yang dipenuhi ketakutan, kita perlu mengingat bahwa Yesus datang sebagai Raja Damai (Yes. 9:5). Kita sangat membutuhkan damai dari-Nya. Ketika kita memandang kepada-Nya, Dia akan meredakan ketakutan kita dan menenangkan hati kita. —WEC

Raja Damai yang besar,
Surya Hidup yang benar,
Menyembuhkan dunia
Di naungan sayap-Nya. —Wesley
(Kidung Jemaat, No. 99)

Ketika Allah datang dalam rupa manusia, lenyaplah ketakutan. —F. B. Meyer

Lampu-Lampu Natal

Sabtu, 7 Desember 2013

Lampu-Lampu Natal

Baca: Matius 5:13-16

Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.—Matius 4:16

Setiap bulan Desember tiba, ada 13 keluarga yang tinggal di dekat tempat tinggal kami yang akan memasang 300.000 lampu Natal untuk menampilkan suatu pertunjukan cahaya yang memukau. Orang-orang yang tinggal di tempat yang jauh rela datang dan mengantri berjam-jam untuk menyaksikan pertunjukan dari serangkaian lampu berwarna-warni dan mendengar musik yang telah diatur sesuai dengan kelap-kelip lampu-lampu tersebut. Paduan sinar dan musik tersebut begitu rumit sampai-sampai dibutuhkan 64 unit komputer untuk mengatur seluruh pertunjukan tersebut.

Ketika saya memikirkan tentang lampu-lampu Natal tersebut, saya teringat pada Sang Terang yang membuat Natal menjadi hari raya bagi banyak orang—satu-satunya Terang yang bersinar sedemikian cemerlang sehingga seluruh dunia disinari-Nya dengan kebenaran, keadilan, dan kasih. Terang ini—Yesus—adalah Pribadi yang selama ini telah dinanti dan dicari oleh dunia (Yes. 9:2,6-7). Dan Dia telah memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk memancarkan terang- Nya supaya orang lain melihatnya dan memuliakan Allah (Mat. 5:16).

Bayangkan seandainya orang Kristen berusaha dengan sungguh-sungguh memancarkan dan menunjukkan terang kasih Allah seperti halnya keluarga-keluarga tadi berusaha menerangi lingkungan mereka dengan pertunjukan lampu-lampu Natal. Mungkin usaha kita dapat mendorong jiwa-jiwa yang masih hidup dalam kegelapan untuk mau melihat Yesus, Terang yang besar itu. Ketika orang percaya bekerja bersama untuk memancarkan kasih Allah, kabar baik akan bersinar lebih terang dan menarik lebih banyak orang untuk datang kepada Yesus, Sang Terang dunia. —JAL

Kiranya aku dipenuhi dengan hidup ilahi-Nya;
Kiranya aku mengenakan kuasa dan kemuliaan-Nya;
Kiranya aku mencerminkan keagungan Juruselamatku—
Dengan senantiasa bersinar sebagai terang dunia! —NN.

Kesaksian kita tentang Kristus adalah terang di tengah dunia yang gelap.

Lebih Dari Cukup

Jumat, 6 Desember 2013

Lebih Dari Cukup

Baca: Mazmur 103:1-11

[TUHAN] yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat.—Mazmur 103:4

Ketika menjamu sekelompok besar tamu di rumah saya, saya mengkhawatirkan kalau-kalau makanan yang saya siapkan tidak akan cukup untuk dinikmati oleh seluruh tamu. Namun seharusnya saya tidak perlu khawatir. Tanpa saya duga, beberapa orang teman membawa makanan tambahan dan kami semua dapat menikmati makanan yang tiba-tiba berlimpah itu. Kami punya makanan yang lebih dari cukup dan saling berbagi dari kelimpahan itu.

Kita melayani Allah sumber kelimpahan yang selalu memberi kita “lebih dari cukup”. Kita dapat melihat kemurahan hati Allah melalui cara Dia mengasihi anak-anak-Nya.

Dalam Mazmur 103, Daud menuliskan daftar yang berisi banyaknya berkat yang dianugerahkan Bapa kepada kita. Ayat 4 menyebutkan bahwa Dia menebus hidup kita dari lubang kubur dan memahkotai kita dengan kasih setia dan rahmat. Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa Allah “telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani” dan “dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan” (Ef. 1:3; 3:20).

Karena kasih-Nya yang besar, kita disebut anak-anak Allah (1Yoh. 3:1), dan kasih karunia-Nya membuat kita “senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu” supaya kita “berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2Kor. 9:8).

Kasih dan anugerah Allah yang melimpah atas hidup kita akan memampukan kita untuk membagikannya kepada sesama. Allah yang berkuasa dan memelihara hidup kita adalah Allah yang selalu memberi kita “lebih dari cukup”! —CHK

Mari, puji Raja sorga,
Persembahan bawalah!
Ditebus-Nya jiwa raga,
Maka puji nama-Nya. —Lyte
(Kidung Jemaat, No. 288)

Kita akan selalu berkecukupan
jika Allah menjadi sumber hidup kita.

Perbaiki Nafsu Anda

Kamis, 5 Desember 2013

Perbaiki Nafsu Anda

Baca: Filipi 4:4-13

Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. —Filipi 4:11

Semasa istri saya masih muda dan tinggal di Austin, Texas, keluarganya bertetangga dan bersahabat dengan Carlyle Marney, gembala dari gereja yang mereka hadiri. Salah satu ujaran Dr. Marney tentang kecukupan diri telah menjadi semacam semboyan bagi keluarga istri saya. Beliau berkata, “Kita hanya perlu memperbaiki nafsu kita.”

Alangkah mudahnya bagi kita untuk mengingini sesuatu lebih dari yang sebenarnya kita butuhkan dan lebih memusatkan perhatian kita untuk meraih sesuatu daripada memberi kepada sesama. Jika terus demikian, tidak heran apabila nafsu kitalah yang akhirnya menentukan keputusan-keputusan yang kita ambil.

Ketika Rasul Paulus menulis suratnya kepada para pengikut Yesus di kota Filipi, ia berkata, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan . . . baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam kelimpahan maupun dalam hal kekurangan” (Flp. 4:11-12). Dengan kata lain, Paulus hendak mengatakan, “Aku sudah memperbaiki nafsu saya.” Perhatikan bahwa rasa cukup itu tidak begitu saja hadir dalam diri Paulus. Ia “belajar mencukupkan diri” melalui berbagai kesulitan yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam masa-masa menjelang Natal ini, ketika kegiatan berbelanja hadiah menjadi pusat perhatian banyak orang di mana-mana, mengapa tidak kita menetapkan hati untuk memusatkan perhatian kita pada belajar mencukupkan diri dalam keadaan yang kita alami sekarang? Kedengarannya mungkin sulit, tetapi ketika berbicara tentang belajar mencukupkan diri, Paulus berkata, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (ay.13). —DCM

Tolonglah kami, Tuhan, untuk belajar merasa cukup saat hidup terasa
sulit dijalani. Jagalah kami agar tak mempercayai dusta yang
mengatakan bahwa harta yang banyak akan membuat kami semakin
bahagia. Kiranya kami mencukupkan diri dengan pemberian-Mu.

Rasa cukup diawali dengan lebih sedikit mengingini.

Batu Eureka

Rabu, 4 Desember 2013

Batu Eureka

Baca: Matius 13:44-50

Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang,yang ditemukan orang,lalu dipendamkannya lagi.Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.—Matius 13:44

Pada tahun 1867, di sebuah ladang di Afrika Selatan, seorang anak 15 tahun bernama Erasmus Jacobs melihat sebuah batu yang memantulkan cahaya berkilauan di bawah sinar matahari. Ia bercerita tentang batu yang berkilau itu kepada seorang tetangga yang kemudian ingin membelinya dari keluarga Erasmus. Karena tidak mengetahui nilai dari batu itu, ibu Erasmus berkata kepada tetangganya, “Ambil saja batunya kalau engkau mau.”

Ternyata di kemudian hari, seorang ahli mineral menemukan bahwa batu tersebut adalah sebongkah intan dengan kadar 21,25 karat dan bernilai sangat tinggi. Batu itu kemudian dikenal sebagai “Intan Eureka”. (Dalam bahasa Yunani, eureka berarti “Aku menemukannya!”) Segera setelah itu, harga tanah di sekitar ladang Jacobs pun membubung naik, dan di bawah tanah tersebut ditemukan salah satu tambang intan terbesar yang pernah ada.

Yesus berkata bahwa menjadi anggota dari Kerajaan Allah mempunyai nilai layaknya harta karun: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu” (Mat. 13:44).

Ketika kita percaya pada Yesus, “momen eureka” rohani pun kita alami. Allah memberi kita pengampunan lewat Anak-Nya. Itulah harta terbesar yang bisa ditemukan manusia. Hidup kita kini bernilai mulia karena kita telah diangkat menjadi anggota kerajaan kekal Allah yang sungguh berbahagia. Alangkah sukacitanya kita dapat membagikan harta yang berharga tersebut kepada orang lain. —HDF

Betapa kita perlu menyadari betul
Sukacita yang ingin Allah berikan!
Harta tak ternilai di dalam Yesus—
Membuat kita kaya tiada tara! —D. DeHaan

Kerajaan Allah adalah harta karun yang harus dibagi dengan orang lain.

Satu Regangan

Selasa, 3 Desember 2013

Satu Regangan

Baca: 1 Yohanes 2:24-3:3

Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita,sehingga kita disebut anak-anak Allah,dan memang kita adalah anak-anak Allah.—1 Yohanes 3:1

Selama bertahun-tahun, Sarah telah menderita sakit punggung bagian bawah yang makin memburuk. Dokter mendorongnya untuk menjalani terapi fisik, dan ia diminta untuk melakukan 25 kali peregangan setiap hari. Sakitnya memang berkurang tetapi tidak hilang sepenuhnya. Jadi dokter mengadakan pemeriksaan dengan sinar-X dan memintanya
untuk ke terapis yang lain. Sarah diminta berhenti melakukan peregangan seperti yang dianjurkan terapis sebelumnya dan cukup
melakukan satu kali peregangan saja dalam satu hari. Ajaibnya, justru satu kali peregangan sederhana itulah yang berhasil menolongnya.

Terkadang, kebenaran yang paling sederhana itulah yang terbaik. Ketika Karl Barth diminta untuk meringkas seluruh karya
hidupnya dalam bidang teologi ke dalam satu kalimat, ia menjawab singkat, “Yesus sayang padaku!” Ada yang berkata bahwa ia menambahkan, “Alkitab mengajarku.”

Kasih Allah bagi kita telah nyata. Dia memberikan Anak-Nya untuk menyelamatkan kita dari dosa kita sendiri. Kristus mati di kayu salib dengan menanggung dosa kita. Kemudian Dia bangkit dan memberi kita hidup baru di dalam diri-Nya. Ajaib benar kasih-Nya! Inilah yang dikatakan Yohanes, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh. 3:1)

Tentu kasih Yesus bagi kita bukanlah semacam plester atau obat serbabisa yang manjur menyembuhkan segala masalah hidup. Namun kasih itu menjadi satu kebenaran yang selalu bisa kita andalkan untuk memberi makna pada hidup kita dan damai dengan Allah. —AMC

Pada-Mu ya Bapa ‘ku bersyukur,
Kar’na bagi dunia Hu nyatakan
Pelbagai ajaib satu terbesar
Yang terindah yakni kasih-Mulah. —Bliss
(Nyanyian Kemenangan Iman, No. 287)

Alangkah luar biasanya menyadari bahwa Yesus mengasihi saya.