5 Tips Makin Intim Bersahabat dengan Tuhan

Oleh YMI

Kita tidak asing dengan konsep menjadikan Tuhan Yesus sebagai tempat bercerita tentang apa pun. Tapi, seberapa sering kita berpikir bagaimana kita bisa berteman dengan-Nya? Alih-alih menjalin relasi yang cuma satu arah, bagaimana caranya membangun relasi yang intim dengan Tuhan Yesus?

Semua hubungan membutuhkan kerjasama dua pihak, layaknya dibutuhkan dua tangan agar dapat bertepuk tangan. Ada beberapa tips yang dapat menolong kita belajar untuk semakin bertumbuh dan bersukacita di dalam-Nya

1. Undang Tuhan masuk dalam setiap aspek hidup kita

Yohanes 15:15 mengatakan bahwa sebagai pengikut Yesus, kita tidak lagi disebut-Nya hamba, tetapi sahabat, yang bersama kita, Dia berbagi segala sesuatu yang telah Dia “pelajari dari Bapa”. Inilah keakraban yang Yesus rindukan. Dia ingin kita masuk dalam “inner-circle”-Nya. Betapa indahnya menjadi sahabat Kristus dan melibatkan Dia dalam setiap proses pembuatan keputusan dan rencana kita.

Memandang Tuhan sebagai sahabat tidak berarti hanya datang kepada-Nya ketika kita dalam masalah atau ketika kita sedang menjalankan rencana kita (dan meminta-Nya memberkati kita). Mintalah nasihat-Nya, libatkan Dia dalam tiap aspek hidup kita, dan serahkan pada-Nya “seluruh jalan kita”. (Amsal 3:5-6), dengan begitu kita akan berjalan semakin dekat dengan-Nya melalui tiap musim kehidupan dan tetap berada di jalan kebenaran.

2. Ambil waktu untuk mengikuti dan mengenal-Nya

Seperti kita yang senang berbagi cerita tentang keseharian kita pada seorang teman, kita juga bisa melakukan hal yang sama dengan Tuhan. Kapan pun kita bersukacita sepanjang hari, melihat karya tangan-Nya dalam ciptaan atau dalam ayat Alkitab yang kita renungkan, atau menyaksikan rencana yang Dia rajut datang terwujud, bagikanlah momen-momen tersebut dengan Tuhan. Melakukan semua ini akan memperdalam sukacita kita, seiring kita juga melihat berkat-berkat yang Dia sediakan bagi kita.

Namun, selain menikmati pemberian baik yang Dia berikan kepada kita, mari kita juga berikan waktu dan upaya untuk sungguh-sungguh mengenal Sang Pemberi, dengan menggemakan keinginan yang sama yang diungkapkan Musa dalam Keluaran 33:13 : “Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu…”

Mari minta Tuhan memberi tahu kita jalan-Nya agar kita dapat mengenal-Nya dan terus mendapatkan kasih karunia-Nya. Dan saat Dia melakukannya, mari kita simpan Firman-Nya dalam hati kita, dan biarkan firman-Nya mengarahkan jalan dan tindakan kita. Semakin banyak kita menghabiskan waktu bersama-Nya, semakin persahabatan dengan-Nya menggembirakan hati kita (Mazmur 37:4).

3. Ingatlah betapa Dia berbelas kasih kepada kita

Apa yang kamu lakukan ketika seorang teman baik mengecewakanmu atau membuat keputusan yang tidak kamu mengerti sama sekali?

Ada momen ketika kita kecewa pada Tuhan, ketika kita bimbang dan kita rasa Dia hanya diam saja. Atau, ketika kita bingung akan alasan mengapa Tuhan melakukan semua ini. Apakah kita memilih untuk meninggalkan-Nya atau memilih untuk tetap percaya?

Di masa-masa sulit, penting untuk mengingat dengan siapa kita membangun relasi sejak awal. Yesus adalah imam besar kita yang dicobai dalam segala hal sama seperti kita, dan Dia mampu berbelas kasih pada kelemahan kita, serta menunjukkan kepada kita jalan yang lebih baik ke depannya (Ibrani 4:15).

Saat kita berjalan bersama-Nya melalui pencobaan, penderitaan, dan rintangan dalam hidup ini, kita belajar bahwa hanya Dia satu-satu-Nya pribadi yang dapat kita percaya.

4. Terimalah rencana-Nya dengan rela dan terbuka

Pernahkah kamu cuma membaca chat dari temanmu karena menurutmu kata-katanya membuat perasaanmu hancur dan terluka? Kata-kata itu jadi begitu perih ketika kamu sedang mengalami ketidakadilan dan bergumul dengan masalah-masalahmu. Kadang, tanpa kita sadari kita pun suka ‘mengabaikan’ Tuhan seperti kita mengabaikan chat teman kita. Kita menganggap sabda-Nya itu terlalu keras dan kita lantas menyembunyikan luka dan dosa kita dari-Nya.

Teman sejati tetap bersama, bahkan saat kita sendiri merasa tidak layak dikasihi. Teman sejati ingin agar kita mampu melepaskan diri dari hal-hal yang membebani kita dan kita dapat berjalan dalam kebebasan (Ibrani 12:1).

Janganlah mengeraskan hati kita terhadap suara-Nya (Ibrani 3:12-14) atau mengabaikan Dia ketika kita merasa bahwa apa yang Dia minta dari kita terlalu sulit. Memahami isi hati Allah bagi kita—bahwa Dia ingin menyelamatkan kita dari cara-cara kita yang merusak diri sendiri—menolong kita melihat kebaikan yang menuntun pada pertobatan (Roma 2:4).

5. Bergabung dalam misi-Nya

Banyak dari kita yang berjuang menghidupi kata-kata Yesus dari Yohanes 15:14, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”, karena kita tahu Dia memanggil kita untuk ketaatan yang tidak terikat pada kenyamanan atau kesenangan, tetapi untuk relasi yang terikat perjanjian dengan-Nya (Mazmur 25:14).

Tetapi, bagaimana jika kita melihat ketaatan dan persahabatan ini sebagai hak istimewa—jalan bagi kita untuk memahami hati dan rencana Allah bagi kita (Yohanes 15:15)? Sama seperti menghabiskan waktu bersama seorang teman dengan melakukan kegiatan yang kamu sukai yang membawa sukacita dalam persahabatan, tidak ada cara yang lebih baik untuk menumbuhkan sukacita yang lebih dalam dari persahabatan kita dengan Tuhan selain berjalan bersama-Nya, bermitra dengan-Nya, dan menjalankan misi bersama-Nya.

Misi Yesus jelas: untuk menarik semua orang kepada terang Allah yang luar biasa dan mendamaikan kita dengan Bapa (2 Korintus 5:18-20). Menjadi bagian dari misi-Nya (Matius 25:40) bisa berarti melakukan hal-hal yang membuat kita tidak nyaman: seperti berteman dengan orang-orang yang paling dekat di hat Tuhan—yang patah hati (Mazmur 38:14), berbagi apa yang kita miliki dengan orang lemah (Amsal 19:17), atau membela mereka yang tertindas (Amsal 31:8-9).

Melakukan semua hal di atas membuat kita paham besarnya kasih karunia-Nya terhadap kita, juga mengingatkan kita betapa kudusnya Dia, betapa berdosa dan tak berdayanya kita, dan betapa hebatnya Raja segala raja yang mengulurkan kasih dan persahabatan-Nya kepada kitia. Dan saat kita membawa harapan Tuhan ke dalam hati orang-orang yang putus asa, harapan itu dapat menyalakan hati yang bersyukur atas kasih dan kemurahan-Nya.

Ketika kita melihat kasih Tuhan untuk kita di Alkitab dan melihat Dia sebagai sahabat, cara kita berhubungan dengan-Nya akan berubah—Dia akan menjadi seseorang yang kita kasihi, dan pribadi yang kita inginkan untuk berbagi berbagai pikiran dan rencana kita.

Tindakan-tindakan Sederhana yang (Bisa) Menyentuh Hati Seseorang

Tak perlu segudang emas atau segenggam berlian untuk menghangatkan hati seseorang.

Sedikit tindakan kasih yang dilakukan dengan tulus hati dapat Tuhan pakai untuk menyentuh hati seseorang.

Hari ini, siapakah nama seseorang yang Tuhan tanamkan di hatimu untuk kamu jangkau?

Artspace ini didesain oleh Yosi Octavia @yoctaviaa

5 Tips Mengelola Uang di Masa-masa Sulit

Uang kuliah naik, tapi uang jajan tetep
Dulu beli bensin 10 ribu udah full tank, sekarang tydack~

Inflasi tidak terhindarkan. Semua bertambah mahal. Tapi, di sinilah kita ditantang untuk hidup bijaksana. Mengelola uang dengan cermat sembari percaya teguh akan pemeliharaan Tuhan.

Yuk simak 5 tips dalam artspace ini.


Artspace ini diterjemahkan dari YMI @ymi_today

Hati-hati dengan Hal-hal yang Merusak Pertemanan

Teman itu bukan sekadar status. Bersama mereka, kita berbagi berbagai hal dan rasa. Kita butuh teman untuk curhat, makan bareng, bikin project, juga berbagi suka dan duka.

Namun, tak semua pertemanan berjalan mulus dan langgeng. Ada hal-hal yang jika tidak kita sadari dan atasi akan berpotensi merusak pertemanan kita.

Bagaimana relasimu dengan teman-temanmu? Hal-hal apa saja yang menurutmu penting dilakukan untuk menjadikan pertemananmu sehat dan bertumbuh?

Artspace ini dibuat oleh @clara_draws18 dan diterjemahkan dari @ymi_today

Indonesia Pasti Bisa Jadi Lebih Baik Kalau…..

Tujuh puluh tujuh tahun negara kita Indonesia berdiri dan bertumbuh.

Setiap kita yang menjadi bagian dari Indonesia punya tanggung jawab dan panggilan untuk menjadikan negeri tempat kita hidup ini lebih baik bagi kita di masa kini, juga bagi generasi penerus di masa depan.

Dirgahayu Indonesia!

Artspace ini didesain oleh Sinrica Celine @wabbiets

Kamu Gak Perlu Takut dengan Panggilan Tuhan

Apakah aku mampu menjawab panggilan Tuhan?

Jika panggilan Tuhan buatmu terasa tak masuk akal, tak menyenangkan, atau sungguhlah sulit—kuatkanlah hatimu!

Panggilan-Nya tak selalu tentang kita, tetapi itu adalah undangan untuk kita semakin mengenal-Nya. Tuhan sendirilah yang akan mencukupkanmu untuk melaluinya.

Maukah kamu percaya dan taat?

Artspace ini dibuat oleh @by.abigailsetiadi dan diterjemahkan dari @ymi_today

Bagaimana Aku Belajar untuk Mendengar Suara Tuhan

“Tuhan bilang sama aku,” begitu isi kesaksian teman-temanku. Tapi, aku sendiri rasanya tak pernah mendengar Tuhan sungguh bicara dengan suara yang bisa didengar telinga. Jadi, bagaimana Tuhan berbicara pada kita di masa sekarang?

Artspace ini diterjemahkan dari YMI @ymi_today
Baca juga artikelnya secara lengkap dengan klik di sini.

Nasihat-nasihat Klise yang Sebenarnya Berguna Buat Hidup

Makan, istirahat, tidur, adalah hal yang kita semua lakukan. Tapi, beratnya beban hidup dan kesibukan seringkali membuat kita mengabaikannya, padahal tak dipungkiri semua aktivitas sederhana ini diperlukan tubuh untuk menopang kita menjalani hari-hari.

Artspace: 4 Salah Paham Tentang Mengikut Yesus

Artikel asli dalam bahasa Inggris: 4 Misconceptions about Following Jesus

Apa sih artinya mengikut Yesus? Apakah itu cuma tugas dan kewajiban, tentang apa yang boleh dan tidak?

Kadang cara kita memandang kehidupan Kristen bisa jadi hambatan buat pertumbuhan iman kita. Ibaratnya kamu punya daftar panjang aktivitas yang harus dilakukan, tapi kamu tahu kamu tidak bisa maksimal melakukannya… jadi kamu pun berjuang susah payah untuk mencapai target. Kita tahu bahwa perbuatan baik kita bukanlah syarat untuk diselamatkan dan menerima kasih Allah, tapi kita juga tahu bahwa kita diselamatkan untuk melakukan perbuatan baik, dan kasih Allah yang memampukan kita untuk mengasihi dan berbuat baik.

Dalam upaya kita untuk menemukan titik terang dari pengajaran ini, mudah bagi kita untuk terlalu berfokus pada satu atau dua kebenaran dengan mengorbankan kebenaran lainnya. Akhirnya kita pun jatuh pada sudut pandang yang ekstrem, yang membuat perjalanan kita mengikut Yesus jauh dari sukacita.

Jika kamu sulit mengalami sukacita dalam relasimu dengan Tuhan, mungkin itu karena kamu memercayai beberapa miskonsepsi tentang kasih Allah.

Miskonsepsi #1: Hidup orang Kristen itu isinya cuma penderitaan dan gak ada kebahagiaan sama sekali

Kebenarannya: Allah ingin kita mengalami kebahagiaan sejati yang berasal dari kepuasan di dalam-Nya.

Kita sering diberitahu bahwa penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari hidup Kristen (1 Petrus 4:12; 1 Yohanes 3:13)… yang jika kita pahami dengan parsial akan membuat kita berpikir kalau yang Allah mau ialah kita hidup menderita dan tak boleh bahagia.

Alkitab tidak berkata bahwa mengikut Tuhan berarti menjalani hidup yang tidak bahagia. Faktanya, Alkitab memberi tahu sebaliknya—kebahagiaan dan kepuasan datang dari Allah (Pkh 3:12-13; Kis 14:17), dan Dia memanggil kita untuk bersukacita (Fil 4:4), berpuas di dalam-Nya (Maz 37:4). Perjanjian Lama mencatat banyak momen perayaan dan sukacita bagi umat Allah, dan ketika Yesus melayani di bumi, Dia bercengkrama dengan anak-anak, makan bersama, bahkan diundang ke pesta perkawinan.

Si Jahat mau kita berpikir bahwa penderitaan dan kebahagiaan tidak bisa berjalan berdampingan, dan jika Allah mengizinkan penderitaan, Dia jelas tidak suka dengan kebahagiaan. Kita pun mudah terjebak pada pemahaman bahwa bahagia itu selalu terkait dengan kenyamanan, memanjakan diri sendiri, dan hidup yang minim masalah. Semuanya tentang apa yang aku mau, apa pun kondisinya.

Allah ingin kita mengerti bahwa Dia peduli akan kebahagiaan kita dan Dia memberikannya melalui berbagai cara, entah itu dari menikmati ciptaan-Nya, merayakan hari-hari istimewa dengan orang terkasih, atau menemukan kepuasan dari pekerjaan kita. Yang terpenting, Allah ingin kita tahu bahwa kebahagiaan datang dari taat pada-Nya (Mazmur 68:3). Yesus memberi tahu kita untuk tinggal tetap di dalam kasih-Nya dengan menaati perintah-Nya supaya “sukacitamu menjadi penuh” (Yohanes 15:10-11).

Lebih dari sekadar perasaan atau khayalan, kebahagiaan yang sejati datang dari memercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Pribadi yang tahu betul siapa kita, yang memberi hidup-Nya bagi kita semua, dan yang hanya akan melakukan yang terbaik buat kita.

Miskonsepsi #2: Segala sesuatu dirancangkan Tuhan untuk “mendatangkan kebaikan”, jadi pada akhirnya semua harus berhasil!

Kebenarannya: Tidak semua hal pasti berhasil, tetapi Allah selalu bekerja di dalam segala sesuatu dan melalui kita untuk kemuliaan-Nya.

Beberapa dari kita mungkin punya pemahaman dari sisi ekstrem: bahwa jika kita sungguh percaya pada Yesus, Dia akan membantu dan menjadikan semuanya berhasil seturut pikiran kita.

Namun, gagasan tentang ‘kebaikan’ versi kita seringkali berbeda dari versinya Tuhan. Dalam ayat Roma 8:28, kita mungkin berpikir bahwa “…mendatangkan kebaikan” itu kebaikan yang sesuai dengan yang kita harapkan.

Hasilnya, ketika keadaan kita tidak membaik, kita menerka-nerka apakah Tuhan tidak peduli, atau mungkin iman kita kurang besar? Kita terbiasa dengan pemahaman “kerja keras pasti sukses”, dan kita pun akhirnya menciptakan pemikiran sendiri akan isi Alkitab bahwa ketika Yesus menjanjikan hidup yang ‘penuh’ itu berarti tentang menerima lebih dan lebih. Jika kerangka pikir ini kita pakai, alhasil kita akan bingung: apa arti ikut Tuhan kalau gak membuat hidup kita jadi lebih baik?

Roma 8:28 memang membahas soal ‘kebaikan’, tetapi konteks sebenarnya adalah Allah tidak hanya rindu untuk mengubah keadaan kita, tetapi Dia bekerja di dalam dan melalui kita untuk kebaikan kita dan kemuliaan-Nya, supaya kita menjadi serupa dengan Putra-Nya (Roma 8:29). Artinya, meskipun hasil baik yang kita harapkan tidak terwujud, Allah bekerja di dalamnya sehingga kita diubah menjadi semakin baik. Kita bertumbuh dewasa, lebih sabar, dan semakin serupa dengan Kristus melalui momen-momen sulit.

Karena itulah kita dapat tegar beriman meskipun keadaan ada di luar kendali kita. Seperti orang-orang kudus yang telah mendahului kita, menaati perintah-Nya, percaya pada pribadi dan waktu-Nya, Allah sendiri yang akan meneguhkan iman kita dengan Roh Kudus-Nya dan Dia berjanji menyertai kita setiap saat.

Miskonsepsi #3: Kamu gak boleh punya keinginan, semuanya hanya tentang maunya Tuhan, iya kan?

Kebenarannya: Allah memberi kita keinginan dan kehendak bebas. Ketika kita membawa semua ini kepada-Nya, Dia akan menolong kita tumbuh dewasa supaya keinginan kita selaras dengan kehendak-Nya.

Miskonsepsi ketiga adalah kita berpikir bahwa ketika Yesus memanggil kita untuk ‘menyangkal diri’ (Matius 16:24), seolah Dia berkata bahwa kita tidak boleh lagi punya keinginan karena itu dianggap tidak penting. Sederhananya: kita hanya boleh ingin apa yang Tuhan juga inginkan.

Namun, cara berpikir ini membuat kita melihat dunia dari sudut pandang yang salah. Kita secara tak sadar membagi dua, antara yang ‘rohani’ dan ‘duniawi’. Contoh: kita hanya boleh membaca Alkitab dan tidak menonton Neteflix; kita hanya boleh pergi ke gereja daripada nongkrong dengan teman yang bukan Kristen… Alhasil segala aktivitas yang kita nikmati kita anggap sebagai tidak saleh dan tidak berkenan bagi Tuhan.

Ketika Allah memanggil kita untuk menyangkal diri, yang Dia minta adalah kita menyerahkan hasrat keberdosaan kita—bukan keinginan dan kepribadian kita yang unik yang Dia berikan pada kita. Jika Allah tidak peduli akan keinginan dan siapa kita, Dia tidak akan memberi kita kehendak bebas agar kita membuat pilihan. Jika yang Allah inginkan hanyalah mematahkan setiap rencana kita agar kita seperti robot, rencana penebusan-Nya dengan menunjukkan kasih bagi kita tak akan mungkin.

Coba pikirkan ini: ketika kita muda, sulit untuk mengerti mengapa orang tua kita mengatakan “tidak”, atau ketika mereka memberi sesuatu yang bukan keinginan kita. Namun, saat kita dewasa dalam berpikir, lebih mudah untuk mengerti apa yang jadi kehendak dan isi hati para orang tua.

Dengan cara yang sama, Paulus berulang kali memanggil gereja untuk bertumbuh dewasa (Ef 4-5, Fil 3) agar mereka (juga kita) mencintai hal-hal yang menyenangkan Tuhan, dan mengerti bagaimana caranya menyelaraskan talenta dan keinginan kita dengan rencana-Nya bagi kita.

Miskonsepsi #4: Yang penting mengampuni, selebihnya ya udah terserah orang itu

Kebenarannya: pengampunan itu tidak bicara soal menoleransi dosa, tetapi memilih untuk tidak membenci atau tidak berdiam diri dalam rasa sakit.

Sebagai orang Kristen, kita diajar untuk mengampuni sebagaimana kita telah diampuni, dan pembalasan itu hak Tuhan (Roma 12:19)… jadi tugas kita cuma ‘ampuni’ lalu ‘biarkan’. Pemahaman ini sering berujung menjadi rasa cuek yang justru menunjukkan ‘penerimaan’ kita terhadap perilaku berdosa tanpa meminta orang tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya.

Kitab Mazmur menegaskan kita bahwa Alkitab tidak menganggap lalu begitu saja kejahatan dan ketidakadilan, tetapi semuanya akan dibawa pada Allah pada akhirnya. Pemazmur juga secara gamblang berseru agar Allah memberi hukuman, yang di zaman modern ini membuat kita berpikir “kok bisa Allah yang katanya penuh kasih malah begitu?”

Perjanjian Baru memberikan contoh yang tampak berkontradiksi. Orang-orang percaya dipanggil untuk saling menegur dan memperbaiki (Matius 18:15-17, Lukas 17:3), tapi di lain ayat malah dipanggil untuk jangan lagi bergaul dengan pendosa (1 Kor 5:9-12, 2 Tes 3:6, Titus 3:10).

Melalui ayat-ayat ini, kita melihat bahwa pengampunan bukanlah tentang dengan sengaja menoleransi atau mengabaikan untuk memperbaiki apa yang jelas-jelas salah, terutama di dalam tubuh Kristus, tetapi memilih untuk tidak menyimpan kebencian atau memikirkan luka yang kita alami.

Jangan biarkan pemikiran ekstrem ini mengurangi pemahamanmu tentang kasih Tuhan. Ketika keraguan dan kekecewaan muncul, larilah kepada-Nya dan mintalah pengertian. Mintalah Dia untuk membantumu merasakan dan melihat bahwa Dia baik.

Dan ketika kita belajar untuk menaati perintah-Nya bagi kita, kita juga perlu menerima ketentuan dan janji-Nya—bahwa Yesus yang hidup di dalam kita, Rohlah yang memberi kita pengertian dan kuasa, dan Allah Bapa yang akan menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Dia mulai di dalam kita.