Karena Penyakit Ini, Wajahku Membeku!

karena-penyakit-ini-wajahku-membeku

Oleh Joey Choo, Malaysia

Beberapa waktu setelah Natal tahun lalu, wajahku membeku. Beneran. Aku tidak bisa mengendalikan gerakan otot wajahku. Aku kehilangan kemampuan berkedip dan mengerutkan kening. Tersenyum juga menjadi sebuah hal yang tak dapat kulakukan.

Saat aku memeriksakan diriku ke dokter, dokter mendiagnosis aku menderita Sindrom Ramsay Hunt, sebuah gangguan saraf yang langka yang disebabkan oleh infeksi, yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh sedang lemah. Hal ini melumpuhkan saraf yang berhubungan dengan otot wajah, yang menyebabkan wajahku menjadi lumpuh.

Pada saat itu, aku bisa merasakan sisi kanan otot wajahku telah menegang. Aku hampir tidak bisa menggerakkan setengah wajahku. Bicaraku menjadi terganggu dan air akan tumpah melalui sisi mulutku ketika aku minum. Hal yang paling menakutkan adalah aku tidak dapat menutup mataku dengan rapat, dan itu menyebabkan mataku menjadi sangat kering dan pandanganku menjadi kabur. Dokter memberitahuku untuk menutup mataku dengan plester ketika aku tidur sehingga mataku bisa menutup. Jika mataku menjadi terlampau kering, itu mungkin dapat menyebabkan peradangan selaput mata, katanya. Dalam kasus-kasus yang parah, itu bahkan dapat merusak kornea dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.

Hasil yang Tidak Pasti

Aku bertanya kepada dokter apakah aku dapat sembuh total dari kelumpuhan wajah yang aku derita jika virus yang menyerangku berhasil dibasmi dari dalam tubuhku. Dengan wajah yang bersimpati, sang dokter menjawab bahwa dia sulit untuk mengatakannya, karena itu tergantung dari kemampuan pemulihan masing-masing orang. Tidak ada satu dokter pun dapat menjanjikan hasil yang pasti ketika itu berhubungan dengan sistem saraf. Beberapa pasien mungkin hanya akan menjadi sedikit lebih baik, di saat beberapa pasien lainnya mungkin dapat pulih 80%—itu sudah dianggap sebagai sebuah kemajuan yang sangat baik. Dengan kata lain, ada kemungkinan yang besar bahwa aku tidak bisa menggerakkan wajahku dengan sempurna lagi dan wajahku akan tetap kaku dan terlihat aneh. Sang dokter bahkan berkata: “Pulang dan berdoalah; Allah adalah dokter yang terbaik.”

Sejujurnya, aku tidak merasa terlalu khawatir di saat-saat awal setelah aku menerima diagnosis tersebut, karena aku percaya Allah dapat menyembuhkanku dari “masalah kecilku” ini, mengingat kemampuan-Nya untuk mencelikkan orang buta, menyembuhkan orang lumpuh, dan bahkan membangkitkan orang mati. Namun, seiring kondisiku yang semakin parah dan ketika aku menyadari betapa wajahku menjadi terlihat sangat aneh, aku menjadi semakin takut. “Bagaimana jika wajahku akan terlihat buruk seperti ini selamanya? Bagaimana jika kehendak Allah bagiku adalah untukku menjalani hidup dengan wajah ini secara permanen? Bagaimana aku dapat berhadapan dengan orang lain?”

Pikiran-pikiran itu membuatku mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang Sindrom Ramsay Hunt. Aku memutuskan untuk mencoba segala pengobatan—selama ada kemungkinan bagiku untuk sembuh. Itu termasuk mengunyah permen karet, menggunakan pemijat wajah untuk “menstimulasi” otot-otot wajahku, dan lain-lain. Namun, banyak jurnal riset yang aku temukan tidak memberikan harapan yang baik untuk kondisiku ini. Banyak pasien yang tidak berhasil sembuh total. Aku berseru kepada Allah untuk mengambil segala kelumpuhan wajah yang aku alami dan menyembuhkanku sepenuhnya, dan aku akan memuliakan Dia.

Sebuah Masa yang Menjengkelkan

Selain dari ketidaknyamanan secara fisik, aku juga mengalami siksaan psikologis dan kepercayaanku kepada Allah menjadi tergoncang. Apakah aku harus percaya pada kuasa Allah atau percaya kepada jurnal-jurnal yang kutemukan? Namun di balik itu, aku bersyukur karena melalui kondisiku itu, aku mengalami kasih Allah dan kehadiran-Nya. Dalam momen terlemahku, firman Tuhan memberikanku penghiburan dan kekuatan. Dalam masa tergelapku, Allah memberikan ayat ini kepadaku: “Sebab Aku akan membuat segar orang yang lelah, dan setiap orang yang merana akan Kubuat puas” (Yeremia 31:25).

Namun bahkan setelah mengonsumsi obat dengan dosis tinggi, kondisiku tidak kunjung membaik. Dalam masa-masa ini, seseorang memberitahuku jika aku tidak mendengarkan nasihatnya dan pergi menjalani sebuah pengobatan khusus ini, aku takkan pernah sembuh total. Hatiku langsung ciut. Tapi Allah menuntunku menemukan ayat lain dari Matius 9:22 yang berkata, “Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: ‘Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.’ Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.” Ini mengingatkanku bahwa aku harus hidup karena percaya, bukan karena melihat. Aku tidak seharusnya terlalu terganggu oleh apa yang orang lain katakan—hanya firman Tuhan yang dapat dipercaya.

Seperti yang mungkin kamu sudah duga, aku akhirnya sembuh total setelah satu setengah bulan. Puji Tuhan! Aku sangat berterima kasih karena banyak teman-teman Kristen dan rekan-rekan kerjaku yang mendoakanku dengan setia selama masa-masa sulitku. Tuhan mendengarkan doa-doa kita; Dia peduli akan apa yang kita butuhkan. Dia berbelas kasihan akan kondisi yang aku alami, dan melenyapkan setiap bekas-bekas penyakitku, begitu luar biasanya sampai-sampai tidak seorang pun mengira aku pernah menderita Sindrom Ramsay Hunt jika aku tidak mengatakannya.

Sebuah Pelajaran yang Kupelajari

Sekarang ketika aku melihat kembali kepada pengalamanku itu, aku bertanya kepada diriku: “Apa yang Tuhan sedang ajarkan kepadaku melalui pengalamanku itu?”

Setiap kali aku melihat foto-foto yang aku ambil ketika aku sakit parah, rasa takut masih membayangiku. Aku menyadari bahwa sebagian penyakit itu juga disebabkan karena kesalahanku. Aku tidak menjaga kesehatanku, dan membuat tubuhku bekerja terlalu keras sampai aku menjadi terlalu lelah. Setengah tahun sebelum aku diserang oleh infeksi ini, aku menderita flu beberapa kali dan aku masih saja bersikeras untuk pergi bekerja. Aku tidak tahu bagaimana berisitirahat dan mengizinkan tubuhku untuk memulihkan diri. Roh Kudus mengingatkanku bahwa tubuhku adalah bait Allah (1 Korintus 6:19). Tidak menjaga diriku adalah sebuah bentuk dosa terhadap Dia dan mendukakan Dia.

Selain itu, aku belajar bahwa aku harus menyerahkan segala hal kepada Tuhan karena Dia berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Keadaan emosi kita mempengaruhi kesehatan kita secara langsung. Jika kita terus-menerus depresi, tubuh kita akan lebih sulit menjadi pulih. Ketika aku sakit, Tuhan mengajarkanku untuk menyerahkan segala kekhawatiran dan bebanku kepada-Nya. Melalui firman-Nya yang menguatkanku, aku dapat bertahan dan tidak kehilangan harapan.

Terakhir, aku belajar untuk percaya sepenuhnya kepada Tuhan, percaya bahwa dalam segala hal Allah bekerja untuk membawa kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yang terpanggil sesuai dengan rencana-Nya (Roma 8:28). Dalam dunia ini, akan ada banyak suara di sekitar kita yang mencoba untuk mempengaruhi kita dan meyakinkan kita tentang kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah kita. Namun Tuhan adalah satu-satunya yang berkuasa. Dia adalah penguasa segala sesuatu dan Dialah satu-satunya yang layak kita percayai. Aku belajar bahwa apa pun keadaan yang kualami, Dia selalu memegang kendali dalam hidupku. Yang harus kulakukan hanyalah memperbaiki pandanganku kepada-Nya.

Kiranya segala pujian dan ucapan syukur diberikan kepada Sang Penyembuh kita!

“Sembuhkanlah aku, ya TUHAN, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku!” (Yeremia 17:14).

Baca Juga:

Ketika Kita Kehilangan, Satu Hal Inilah yang Membuat Kita Bertahan

Kehilangan tidak perlu melumpuhkan hidup kita. Karena ada satu hal ini yang membuat Yusuf bertahan, dan juga membuat kita bertahan!

Ketika Kita Kehilangan, Satu Hal Inilah yang Membuat Kita Bertahan

ketika-kita-kehilangan

Oleh Novi Kurniadi

Hidup itu seperti uap, yang sebentar ada kemudian tiada. Gambaran yang diberikan firman Tuhan tentang hidup manusia yang singkat ini sangat tepat (lihat Yakobus 4:14). Beberapa orang menjadi tua, mereka akan segera tiada. Entah beberapa bulan lagi atau beberapa tahun lagi. Beberapa orang masih muda, namun siapa yang tahu sampai kapan mereka hidup? Suatu hari nanti, cepat atau lambat, kita akan kehilangan mereka satu per satu. Sebaliknya, sangat mungkin juga merekalah yang nantinya kehilangan kita, entah kapan.

Alkitab mencatat kesedihan yang sangat dalam dari seorang ayah yang kehilangan anaknya. Yakub, berduka sedemikian dalamnya ketika Yusuf, putra yang dikasihinya diduga telah meninggal dunia. Ia bahkan tidak mau dihibur dan berkata, “Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!” (Kejadian 37:35).

Meski tidak ada keterangan tentang bagaimana perasaan Yusuf, anak yang diduga sudah meninggal itu, saya pikir Yusuf pun tak kalah terpukul dan sedih. Ia dijual oleh saudara-saudaranya sendiri kepada orang yang tidak ia kenal. Ia dibawa pergi ke negeri asing, sendirian tanpa pengalaman, dan diperlakukan sebagai budak. Mungkin setiap hari ia merindukan keluarganya, terutama sang ayah yang sangat mengasihinya, dan hanya bisa menangis diam-diam. Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti perasaannya, seorang teman pun tidak ada di sampingnya.

Di tengah situasi yang menyedihkan itu, Alkitab mencatat: Tetapi TUHAN menyertai Yusuf (Kejadian 39:2). Dan, itu cukup.

Penyertaan Tuhan membuat Yusuf selalu berhasil dalam pekerjaannya. Ia mendapat kasih tuannya dan diberi kuasa atas rumah dan segala milik tuannya itu. Sekalipun Yusuf telah kehilangan segalanya, ia tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkannya. Saya pikir itulah sebabnya Yusuf bekerja dengan penuh tanggung jawab, dan berani berkata tidak ketika datang godaan untuk berbuat jahat (Kejadian 39:8-9). Ketika kemudian Yusuf harus menghadapi masalah dan kembali kehilangan segala yang baik, lagi-lagi, Alkitab mencatat: Tetapi TUHAN menyertai Yusuf (Kejadian 39:21).

Mungkin sekali semangat Yusuf sempat pasang surut berkali-kali. Dari anak keluarga berada menjadi budak. Dari manajer kepercayaan menjadi narapidana. Namun penyertaan Tuhan menjadi sumber kekuatannya. Yusuf tidak membiarkan rasa kehilangan (orang terkasih, posisi, pekerjaan) melumpuhkan hidupnya. Ia tetap menjadi orang yang dapat dipercaya di mana pun ia berada (Kejadian 39:22). Ia mengandalkan Tuhan sebagai sumber hikmatnya dalam bekerja.

Tetapi Tuhan menyertai _____________ (isi dengan nama kita masing-masing).

Apakah kita menyadari kehadiran-Nya?

Apakah kehadiran-Nya membuat kita menjalani hidup dengan cara yang berbeda?

Masing-masing kita mungkin punya kisah kehilangan yang berbeda. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf. Tetapi TUHAN menyertai saya. Tetapi TUHAN menyertai kamu. Sebab itu, kehilangan tidak perlu melumpuhkan hidup kita. Seperti Yusuf, kita bisa terus melangkah maju, mengerjakan apa yang dipercayakan ke tangan kita dengan giat dan penuh tanggung jawab. Pada waktu yang ditentukan Tuhan, Yusuf diangkat sebagai penguasa Mesir dan menyelamatkan keluarga dan bangsanya dari kelaparan (Kejadian 41-42). Pada waktu yang ditentukan-Nya pula, kita akan menyaksikan bagaimana Tuhan menyatakan karya-Nya yang mulia melalui kehilangan yang kita alami.

Baca Juga:

Penjara Bukan Penghalang

Kesaksian Putra mengenai bagaimana dia menemukan rencana Tuhan ketika dia tidak berhasil masuk ke sekolah yang dia inginkan.

Sharing: Pertolongan Tuhan Apa yang Berkesan dalam Hidupmu?

WarungSaTeKaMu-Sharing-201607

Pertolongan Tuhan apa yang berkesan dalam hidupmu? Yuk sharingkan dalam kolom komentar berikut ini…

Penjara Bukan Penghalang

penjara-bukan-penghalang

oleh Putra Arliandy, Depok

Setiap orang pasti tidak mau punya hidup yang terkurung di dalam penjara. Jeruji besi seakan memutuskan harapan seseorang terhadap masa depannya. Dia terisolasi dan keadaan menjadi semakin parah dengan label negatif yang diberikan masyarakat kepada orang-orang yang ada di dalam penjara.

Jika orang jahat saja tidak ingin berada di penjara, apalagi orang yang tak bersalah? Sungguh malang jika ada orang yang tak berbuat salah, namun harus tinggal di balik jeruji besi. Namun, itulah yang dialami Yusuf.

“Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.” (Kejadian 39:20)

Setelah Yusuf dituduh mempermainkan istri Potifar, Potifar dengan rasa geram dan kecewa menjebloskannya ke dalam penjara. Yusuf pun akhirnya menanggung hukuman atas apa yang tidak diperbuatnya.

Betapa malang nasib Yusuf, dia harus menghabiskan waktu hidupnya di balik jeruji besi. Ini seakan mematahkan harapannya terhadap mimpinya yang ada di Kejadian 37 bahwa dia akan menjadi seseorang yang “disembah” oleh saudara laki-lakinya, yang tergambar dalam penggambaran 11 ikat gandum dan 11 bintang pada kedua mimpinya. Kalau dipikir dengan akal manusia, mana mungkin ini tergenapi. Yusuf sudah terlanjur dipandang negatif, mana ada lagi yang dapat mempercayai seseorang yang tidak tahu diri seperti Yusuf, seorang budak yang dituduh mempermainkan istri dari kepala pengawal raja Mesir.

Namun, keadaan yang menimpa Yusuf ini tidak membuatnya mempersalahkan Tuhan. Dia tidak bertanya, “Mengapa aku, seseorang yang tidak bersalah, harus mengalami semua ini?” Dia justru tetap menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang benar dengan menunjukkan integritasnya di dalam penjara. Dia menjadi seorang yang dipercayai dan disayangi oleh kepala penjara, tempat di mana seharusnya mimpi Yusuf menjadi pupus (Kej. 39:21-23).

Penjara pun tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya mimpi yang telah Allah berikan bagi Yusuf. Dalam segala kasih setia Allah, Allah membuka jalan sampai akhirnya dia menjadi seseorang yang diberi kuasa oleh Firaun untuk mengelola tanah Mesir, karena dalam pimpinan Allah ia dapat menafsirkan mimpi Firaun (Kej. 41). Bahkan, jauh daripada itu, Allah sedang mempersiapkan pemeliharaan-Nya bagi keturunan Israel, bangsa pilihan-Nya, di tengah kelaparan yang melanda seluruh Mesir melalui Yusuf (Kej. 45:5). Allah mempersiapkan semua itu dengan cara dan waktu-Nya sendiri.

Terkadang, kita pun diperhadapkan dengan situasi seperti Yusuf. Berentetan situasi yang membuat kita terpuruk akhirnya menjadikan kita hilang harapan dengan segala mimpi-mimpi kita, apalagi jika situasi itu jauh bertolak-belakang dari apa yang kita harapkan. Sehingga tak jarang, dalam situasi seperti itu, banyak dari kita mulai mempersalahkan Tuhan. “Mengapa harus aku?” Sikap kita yang perhitungan pun mulai keluar: “Setiap hari aku saat teduh kok”, “Setiap hari aku pelayanan buat Tuhan”. Kondisi itu seakan menggelapkan mata kita dan akhirnya membuat kita meragukan kuasa Allah.

Di tengah serentetan pengumuman SNMPTN dan SBMPTN yang mungkin membuat beberapa dari kita putus asa, di tengah pengumuman PPDB SMP/SMA yang mungkin membuat kita khawatir dengan jalan hidup kita ke depan, kisah Yusuf ini menunjukkan pada kita, kuasa Allah tak terhalang oleh tembok penjara. Di dalam apa yang Ia rencanakan bagi hidup kita, Ia punya berbagai cara untuk membuka pintu yang tertutup. Allah akan memproses diri kita terlebih dahulu menurut cara dan kehendak-Nya. Bahkan juga tak jarang Ia mengobrak-abrik hidup kita terlebih dahulu sebelum akhirnya Ia menyusunnya kembali menjadi sesuatu yang jauh lebih indah. Bagian kita adalah untuk taat dan mempercayakan hidup dan harapan kita kepada Allah. Mempercayakan artinya juga menyerahkan hidupmu untuk dibentuk oleh Tuhan (meskipun kadang mungkin terasa menyakitkan).

Kisahku: Ketika Tuhan Berkata Lain

2 tahun yang lalu, aku pun merasakan hal ini. Sedari SD, aku bercita-cita untuk masuk SMAN 2 Depok, mungkin karena “cerita bagus” dari orang-orang saat itu ditambah lagi jaraknya yang dekat dari lingkungan rumah. Tetapi Ujian Nasional saat itu membuat aku sedikit pesimis. Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sistemnya acak-acakan saat itu, ditambah lagi keluarnya sekitar 2-3 soal “model internasional” di seluruh mata pelajaran yang ada membuatku ragu bisa mencapai target nilaiku. Ketika akhirnya tiba saatnya pengumuman dan pendaftaran sekolah, nilai UN-ku menunjukkan hal yang aku khawatirkan. Aku tidak dapat masuk sekolah yang aku harapkan dari kecil.

Mulailah aku mencari sekolah lain. Pilihanku berikutnya adalah SMAN 4 Depok, karena di sekolah itu banyak teman yang aku kenal dari SMP almamaterku. Tetapi karena orang tua sedikit khawatir dengan jarak yang agak jauh, maka aku direkomendasikan mereka untuk mencoba mendaftar di SMAN 3 terlebih dahulu. Aku sebenarnya tidak ingin mendaftar di SMAN 3, karena ketika aku SMP aku pernah mengikuti lomba di sana dan merasa kurang cocok dengan lingkungan di sana. Namun, karena keluarga memintanya, aku akhirnya mendaftar juga untuk “formalitas”, dengan berharap aku tidak diterima di sekolah itu. Aku tidak ingin bersekolah di sana. Namun, Tuhan berkata lain. Aku masuk di bagian 5 terbawah dan diterima di SMAN 3 Depok.

Dengan terpaksa, aku masuk di sekolah ini. Tidak ada perasaan yang bergairah sama sekali yang kurasakan. Bahkan ketika aku ditanya alasan masuk sekolah ini, aku menjadi bingung, meskipun banyak teman yang mengatakan bahwa di sekolah ini, ada lebih banyak potensi untuk mendapatkan tempat di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur undangan. Intinya, aku masuk di tempat yang aku tidak “sreg”.

Namun, kemudian aku melihat bagaimana Allah bekerja dalam hidupku. Allah menganugerahkan persekutuan yang begitu menguatkan di dalam sekolah ini. Aku menikmati pertumbuhan, lebih mengenal Allah lewat persekutuan tersebut. Ternyata, ada maksud baik yang Allah rencanakan dengan menempatkanku di sekolah yang awalnya tidak menjadi pilihanku ini.

Ketika aku mengingat kembali kisahku di atas, aku semakin percaya dengan apa yang dikatakan Tuhan di dalam Yesaya 55:9, “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” Ia menyusun hidup kita menurut rancangan-Nya. Ia membawa kita berjalan menggapai yang terbaik melalui jalan-Nya. Bukan rancangan dan jalan kita sendiri.

Jalan boleh terlihat tertutup di mata kita, tetapi itu terbuka luas di mata Allah. Ia hanya sedang memproses kita untuk mempercayakan hidup kita kepada Ia yang merancangkan damai sejahtera bagi kita (Yer. 29:11). Sekali lagi, bagian kita hanyalah taat dan percaya.

Mungkin hari ini kita merasakan bahwa mimpi kita sepertinya telah hancur dan semua jalan telah tertutup. Namun percayalah, Ia akan membuka jalan lain bagi kita untuk mendapatkan hal terbaik yang Allah telah persiapkan bagi kita, supaya hidup kita sesuai dengan panggilan dan tujuan Allah menempatkan kita di dunia ini. Tembok sebesar apapun dapat Allah hancurkan apabila Ia berkenan menghancurkannya. Kita mungkin berpikir apa yang menjadi mimpi kita adalah yang terbaik bagi kita, tetapi sesungguhnya Tuhan tahu yang lebih baik bagi kita.

Percayalah dan taat kepada-Nya ke manapun Tuhan membawamu, niscaya kamu akan melihat pelangi di balik awan gelap hidupmu.

God is too wise to be mistaken.
God is too good to be unkind.
So when you don’t undertstand,
when you don’t see His plan,
when you can’t trace His hand,
Trust His heart.

Baca Juga:

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Film “Finding Dory”?

Finding Dory tercatat menghasilkan $136,2 juta di hari penayangan pertamanya, mengalahkan semua film animasi lain di AS. Apa yang dapat kita pelajari dari film ini? Yuk temukan dan bagikan dalam artikel ini.

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Film “Finding Dory”?

Finding-Dory

Oleh Joanna Hor
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Finding Dory: A Fishy Tale of Getting Lost and Found

Tentunya kita masih mengingat seekor ikan biru yang menawan itu: Dory. Meskipun 13 tahun telah berlalu sejak ikan biru yang pelupa dan sering meminta maaf itu diperkenalkan oleh Pixar, masih banyak orang yang memenuhi bioskop untuk menonton Finding Dory—sekuel dari film Finding Nemo, film Disney-Pixar di tahun 2003 yang memenangkan penghargaan Academy Award. Hasilnya? Finding Dory tercatat menghasilkan $136,2 juta di hari penayangan pertamanya, mengalahkan semua film animasi lain di AS. Rekor sebelumnya dipegang oleh film Shrek the Third yang menghasilkan $121,6 juta di hari penayangan pertamanya di tahun 2007.

Ini adalah pencapaian yang sangat besar, mengingat tidak ada hal yang baru tentang petualangan bahari ini. Kita mungkin sudah pernah mengarungi samudera di dalam Finding Nemo, tertawa dan menangis bersama dengan trio Marlin, Nemo, dan Dory, dan belajar tentang pentingnya keluarga dan persahabatan sepanjang menonton film tersebut. Jadi, mengapa sebuah sekuel yang mengulang tema yang sama bisa begitu suksesnya sampai memecahkan rekor dunia animasi?

Jawabannya mungkin karena kita terpana dengan Dory yang amnesia, salah satu karakter pembantu terbaik sepanjang masa yang pernah dibuat oleh Pixar. Dalam petualangan ini—yang terjadi setahun setelah Nemo ditemukan—ikan biru yang begitu menggemaskan ini menjadi karakter utamanya. Setelah dia terseret oleh kumpulan besar ikan pari yang sedang bermigrasi, secuplik ingatannya tiba-tiba terbuka dan itu membuatnya memulai sebuah petualangan untuk mencari orangtuanya. Masalahnya, dia tidak dapat mengingat apa-apa tentang mereka, selain daripada mereka tinggal di “the Jewel of Morro Bay, California”. Yang terjadi selanjutnya adalah sebuah petualangan bahari yang menggetarkan hati bersama dengan sahabatnya, Marlin dan Nemo.

Dalam film ini, kita akan jatuh cinta dengan Dory kecil dengan mata yang besar (yang sering kita lihat dalam ingatan-ingatan masa lalu Dory) dan kita juga akan mengenal karakter-karakter baru seperti Hank, seekor gurita berkaki tujuh yang tangkas, seekor hiu-paus yang lamur dan baik hati bernama Destiny, dan seekor paus labil bernama Bailey. Ketiga karakter ini akan dengan begitu rupa membantu Dory yang menderita ingatan-jangka-pendek untuk menemukan orangtuanya, dan akan membuat kita begitu terpukau.

Namun seperti film-film bagus Pixar lainnya, film Finding Dory bukan hanya tentang humor dan dialog yang jenaka—film itu juga akan menyentuh hati kita. Tema-tema tentang kasih yang tak bersyarat, persahabatan, dan penerimaan akan kelemahan (yang paling jelas, ingatan-jangka-pendek yang diderita Dory) akan memenuhi film yang berdurasi 1 jam dan 45 menit ini, dan akan meninggalkan kesan yang hangat di dalam hati kita.

Apa yang mungkin berhubungan dengan iman kita dari film Finding Dory adalah pesannya yang sederhana namun sangat penting, tentang menemukan jalan pulang. Sebagai orang percaya, kita mengetahui betapa tidak berdayanya kita karena terpisah dari Allah—juga betapa sukacitanya kita ketika ditemukan dan diperdamaikan dengan Allah. Ini membuat kita dapat memahami perasaan Dory ketika dia berpetualang dan berharap untuk dipersatukan kembali dengan mereka yang dia kasihi. Ini juga membuat kita turut bersukacita ketika menyaksikan bagaimana akhirnya dia dipersatukan kembali dengan orangtuanya. Itu adalah sebuah gambaran yang indah tentang kasih yang tak bersyarat—di dalam lautan yang lepas dan juga di dalam hidup kita.

Untuk direnungkan lebih lanjut

1. Pelajaran apa saja yang kamu dapatkan dari film Finding Dory yang membuat hubunganmu dengan Tuhan menjadi lebih erat?

2. Seperti Dory yang begitu rindu untuk bertemu orangtuanya, seberapa besar kerinduan kita untuk bertemu dengan Bapa kita yang di sorga?

3. Seperti Dory yang menderita ingatan-jangka-pendek, apakah kita juga mengalaminya ketika kita melupakan kasih dan kebaikan Tuhan di dalam hidup kita? Apa yang dapat kita lakukan untuk senantiasa mengingat kasih dan kebaikan Tuhan bagi kita?

Yuk bagikan pengalamanmu di dalam kolom komentar di bawah ini!

Bolehkah Orang Kristen Menjadi Fans K-Pop?

fans-k-pop

Oleh Lee Soo Yi, Malaysia
Artikel Asli dalam Bahasa Simplified Chinese: 终于,爱上帝多过爱Big Bang

Pada tahun 2007, temanku memperkenalkanku pada dunia K-Pop (Musik Pop Korea) dan itu mengubah hidupku. Saat itu aku duduk di bangku SMA kelas 3. Aku begitu menyukai segala yang berhubungan dengan K-Pop: wajah tampan dari para bintangnya, cara berpakaian mereka yang trendi, suara mereka yang begitu merdu, dan gerakan tubuh mereka yang begitu lentur. Aku menjadi seorang fans K-Pop.

Aku terobsesi dengan boyband hip-hop “Big Bang”. Selain menghabiskan banyak uang untuk membeli album, merchandise, dan tiket konser mereka, aku juga bisa mengobrol lama sekali dengan teman-temanku, membicarakan tentang betapa tampannya personil boyband tersebut. Saat kuliah, aku bahkan membelanjakan hampir Rp 3.000.000 untuk menonton penampilan mereka. Aku masih ingat dengan jelas malam itu: mood-ku begitu riang, semangat berkobar-kobar dan semua orang bernyanyi dan berteriak sepuasnya. Itu seakan kita tidak mempedulikan hal lain di dunia ini. Sejak saat itu, aku semakin terobsesi dengan K-Pop, atau Big Bang, khususnya.

Aku tidak bisa melewatkan satu hari tanpa memeriksa ponselku untuk mencari kabar terbaru tentang Big Bang. Aku terus-menerus mendengarkan lagu-lagu mereka dan secara rutin menelusuri forum-forum penggemar untuk mencari hal-hal terbaru tentang hidup mereka. Aku bahkan disebut “Ensiklopedia K-Pop” karena aku mengetahui segala detail dan hal-hal kecil tentang K-Pop. Dan itu berlangsung sampai tahun keduaku saat kuliah, ketika aku mengambil sebuah komitmen untuk mendedikasikan lagi hidupku kepada Tuhan.

Awalnya, aku sangat bergairah dengan imanku. Aku memutus hubungan dengan apapun yang berhubungan dengan K-Pop karena aku ingin memfokuskan diriku dengan sepenuh hati kepada Tuhan. Tapi itu tidak bertahan lama. Pelan-pelan, semangatku mulai pudar dan sebelum aku menyadarinya, K-Pop kembali mengambil alih hidupku.

Namun, kali ini aku bergumul. Dalam sebuah usaha tawar-menawar untuk menyatukan imanku dengan minatku, aku memutuskan untuk menanyakan pertanyaan ini kepada pemimpin gerejaku, “Apakah orang Kristen bisa menjadi seorang fans K-Pop?” Mereka menjelaskan kepadaku bahwa itu baik-baik saja untuk mengapresiasi keindahan dari budaya Korea. Namun, kita perlu berhati-hati untuk tidak menjadi buta dalam mengidolakan bintang-bintang Korea tersebut, sedemikian jauh hingga mereka menggantikan tempat Tuhan di dalam hati kita. Meskipun jawaban mereka masuk akal, aku tidak terpikir bagaimana cara mengaplikasikannya. Sampai sejauh apa aku dapat mengagumi mereka? Apakah aku masih boleh membeli album-album mereka, menonton konser-konser mereka atau jumpa fans mereka? Jika hidup dan tindakan mereka berlawanan dengan firman Tuhan, apakah aku masih boleh menyukai lagu-lagu mereka?

Jadi, aku terus bergumul kapanpun dihadapkan pada pilihan antara Tuhan dan Big Bang, seperti misalnya, apakah aku harus pergi ke gereja atau ke konser mereka yang diadakan di hari Minggu. Aku juga bergumul untuk menyisihkan waktu untuk membaca firman Tuhan dan berdoa, ketika apa yang aku inginkan adalah menonton video musik terbaru mereka.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa Big Bang pelan-pelan menggantikan tempat Tuhan di dalam hatiku dan ini tidak boleh dibiarkan lebih lanjut. Meskipun aku tahu apa yang benar yang harus aku lakukan, aku bergumul dengan sangat. Ketika masa itulah aku memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Berdoa kepada Tuhan.

Aku terjebak dalam kecanduanku akan K-Pop dan sekuat apapun aku mencoba, aku tidak dapat mengontrol diriku dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa lepas dari K-Pop. Itulah saat di mana aku memutuskan untuk kembali kepada Tuhan di dalam doa dan mempercayakan semua masalah dan pergumulanku kepada-Nya. Aku meminta-Nya untuk melepaskanku dari kecanduanku akan K-Pop dan menolongku untuk menemukan kepuasan sejati di dalam Dia. Aku juga berdoa memohon hikmat untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai seorang fans K-Pop.

2. Menyadari bahwa bintang-bintang K-Pop juga seperti setiap kita.

Boleh-boleh saja bagi orang-orang Kristen untuk memiliki hobi, kesukaan, dan ketidaksukaan. Kita cenderung mengagumi, menyukai, dan memperhatikan mereka yang lebih baik daripada kita atau mereka yang memiliki talenta yang luar biasa. Namun Alkitab memberitahu kita dalam Kejadian 1:26-27 bahwa Tuhan menciptakan manusia serupa dengan gambar-Nya—ini berlaku untuk bintang-bintang K-Pop juga. Mereka diciptakan serupa dengan gambar-Nya dan seperti kita, mereka adalah manusia normal dan mempunyai kelemahan. Ketika aku menyadari kebenaran ini, aku dapat melihat mereka dari perspektif yang benar dan tidak mengagungkan mereka secara berlebihan. Tidaklah benar untuk meninggikan siapapun atau apapun menjadi seperti Tuhan, baik kita sadari ataupun tidak. Seperti Keluaran 20:3 yang mengatakan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Allah adalah satu-satunya yang layak mendapatkan tempat tertinggi di dalam hati kita. Dialah satu-satunya yang layak kita sembah dengan segenap hati kita dan satu-satunya yang dapat memberikan kepuasan sejati di dalam hati kita.

3. Menggunakan minatku untuk Tuhan.

Awalnya, aku mencoba untuk mengabaikan semua hal yang berhubungan dengan K-Pop. Aku memperlakukan itu seakan itu adalah sebuah dosa yang mengerikan. Namun, melakukan itu hanya membawaku pada penderitaan dan keputusasaan. Suatu hari, tiba-tiba aku terpikir untuk berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk memberikanku kebijaksanaan untuk menggunakan minatku ini sebagai sebuah alat untuk melayani Dia. Aku bukanlah seorang yang pandai bergaul, aku bukanlah seseorang yang akan menghampiri seorang asing untuk memberitakan Injil kepada mereka. Namun aku ditugaskan oleh pemimpin-pemimpin gerejaku untuk terlibat di dalam pelayanan pemuda dan itu mengharuskanku untuk keluar dari zona nyamanku.

Awalnya, aku tidak tahu bagaimana harus memulainya. Namun aku menyadari bahwa banyak anak muda yang menyukai K-Pop, minatku ini beralih menjadi sebuah pembuka percakapan yang sangat baik dan menjadi jembatan bagiku untuk membangun keakraban, dan akhirnya dapat memberitakan Injil kepada mereka. Hal ini membuatku menyadari bahwa apapun dapat digunakan untuk pekerjaan Tuhan—bahkan K-Pop. Tapi ingat: aku tidak mengatakan bahwa semua hal tentang K-Pop diperbolehkan oleh firman Tuhan. Kita masih harus mengingat apa yang dikatakan dalam 1 Korintus 10:23, “‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” Hanya ketika aku bergantung kepada Tuhan, aku akhirnya dapat melihat minatku akan K-Pop dari sudut pandang Tuhan.

4. Menyisihkan waktu untuk Tuhan.

Selain meminta pertolongan Tuhan untuk mengekang obsesi kita, kita juga dapat mengambil langkah-langkah praktis lain untuk menjaga hati kita. Salah satunya adalah dengan membatasi penggunaan ponsel kita, dan sebagai gantinya, pergi ke alam terbuka untuk mengagumi ciptaan-Nya, merefleksikan firman-Nya di dalam hidup kita. Ikutilah panggilan yang diberikan Tuhan dalam Yakobus 4:8, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Aku menyadari bahwa mendekat kepada Allah membawa sukacita dan damai ke dalam hatiku, yang tidak pernah aku alami sebelumnya—tidak peduli berapa banyak konser yang aku hadiri. Hanya ketika kita bertumbuh di dalam hubungan kita dengan Allah, kita akan belajar untuk bisa mengurangi rasa khawatir kita dan membuat kita lebih tahan terhadap godaan yang ditawarkan dunia.

5. Berdoa untuk bintang K-Pop favoritmu.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, bintang-bintang K-Pop adalah manusia juga. Mereka lemah dan mereka membutuhkan Tuhan sama seperti kita membutuhkan Tuhan. Jadi, berdoalah bagi mereka dengan sungguh-sungguh agar mereka dapat mengenal Tuhan kita yang besar sehingga mereka dapat menjadi cahaya yang bersinar bagi Dia. Dulu, aku ingat bagaimana aku dikuatkan oleh salah satu anggota Big Bang, Tae Yang, yang mengakui iman Kristennya di dalam pertunjukan-pertunjukannya kepada publik. Dan aku yakin aku bukanlah satu-satunya fans yang merasakan hal itu. Jadi, marilah kita mendoakan para bintang yang kita sukai, agar mereka dapat mengenal Tuhan, menunjukkan keindahan dan kebaikan-Nya di dalam dan melalui hidup mereka sehingga orang-orang lain dapat melihatnya dan mengenal Tuhan secara pribadi.

* * *

Aku bersyukur kepada Tuhan karena Dia memahami kesulitan-kesulitan dan pergumulan-pergumulanku dan melepaskanku dari obsesiku akan K-Pop. Meskipun sekarang aku masih menjadi fans K-Pop, khususnya Big Bang, aku tidak lagi terobsesi kepada mereka seperti dulu atau merasa ada yang kurang jika tidak menonton video musik mereka setiap hari. Sebaliknya, yang membuatku merasa ada yang kurang sekarang adalah ketika aku tidak membaca firman Tuhan atau berelasi dengan-Nya.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di dalam hidupku dan tidak ada apapun yang dapat mengambil tempat-Nya di dalam hatiku.

Baca Juga:

Inspirasi yang Aku Dapatkan dari Dalam Penjara

Aku mempersiapkan diriku untuk pertemuan itu, sembari memikirkan bagaimana aku harus berkata-kata dan bersikap di tengah mereka. Hatiku berdebar-debar, tidak sabar menantikan pertemuan itu, namun aku juga menjadi gugup karena aku belum pernah berinteraksi dengan para tahanan sebelumnya. Dan aku begitu terkejut ketika akhirnya aku bertemu mereka.

Inspirasi yang Aku Dapatkan dari Dalam Penjara

inspirasi-yang-aku-dapatkan-dari-dalam-penjara

Oleh Jes Nuylan, Filipina
Artikel asli dalam bahasa Inggris: The Day I Spent In Prison

Aku mempersiapkan diriku untuk pertemuan itu, sembari memikirkan bagaimana aku harus berkata-kata dan bersikap di tengah mereka. Hatiku berdebar-debar, tidak sabar menantikan pertemuan itu, namun aku juga menjadi gugup karena aku belum pernah berinteraksi dengan para tahanan sebelumnya. Dan aku begitu terkejut ketika akhirnya aku bertemu mereka.

Penjara New Bilibid. Sebelum aku mengunjungi penjara itu, aku hanya pernah mendengar namanya saja. Beberapa temanku pernah mengunjungi para tahanan itu dan mengenal mereka ketika mengerjakan disertasi mereka. Mereka mengajakku untuk pergi dengan mereka di kunjungan mereka yang kedua. Mereka berencana untuk melayani para tahanan tersebut—memberikan mereka kado Natal, dan kata-kata penghiburan.

Mendengar bahwa mereka adalah pria-pria berusia paruh baya dan dipenjara karena kasus narkoba dan pencopetan, awalnya aku merasa gelisah. Namun, aku terkejut ketika bertemu mereka. Mereka begitu senang melihat kami dan memperlakukan kami bagaikan kawan-kawan lama. Kemudian aku baru tahu bahwa mereka merindukan interaksi dengan “orang-orang luar”, karena mereka terpisah dari keluarga mereka.

Kami memberikan mereka hadiah-hadiah sederhana, yang mereka rasakan seperti hadiah-hadiah terbaik yang pernah mereka terima. Mereka mendengarkan dengan saksama kesaksian-kesaksian yang telah kami siapkan dan renungan singkat yang dibagikan oleh temanku. Mereka memberitahu kami bahwa mereka begitu dikuatkan. Respons mereka menggetarkan hati kami.

Sebagai balasannya, mereka memberikan kami barang-barang kerajinan tangan seperti karangan bunga dan lentera Natal berbentuk bintang. Mereka juga membuat pertunjukan untuk kami, menunjukkan talenta mereka dalam bernyanyi, menari, bermain drama, dan sebagainya. Aku sungguh bersukacita menontonnya! Namun lebih daripada perasaan senang yang kami rasakan dari interaksi dengan mereka, ada satu hal yang begitu mengena bagiku. Aku diingatkan bahwa aku kurang mengucap syukur dengan apa yang aku miliki saat ini.

1. Kita adalah orang merdeka, namun seringkali kita berlaku seperti kita dipenjara—oleh keegoisan kita, kemarahan kita, pergumulan kita, stres kita, dan lain-lain.

2. Seringkali kita tidak mensyukuri keberadaan orang-orang yang ada di sekeliling kita. Kunjungan itu menyadarkanku betapa Tuhan telah memberkatiku dengan memberikanku keluarga dan teman-teman.

3. Kita mempunyai begitu banyak hal material, tapi begitu sulit bagi kita untuk menjadi puas dengan apa yang kita miliki. Aku terus-menerus mengeluh tentang barang-barang yang aku tidak miliki dan yang aku ingin miliki.

4. Kita sulit melihat hal-hal yang menginspirasi yang ada di sekeliling kita. Kunjunganku ke penjara adalah sebuah pengalaman yang merendahkan hatiku, membuatku merefleksikan bukan hanya berkat-berkat Tuhan, tapi juga anugerah-Nya.

* * *

Meskipun para tahanan itu tidak memiliki banyak hal yang dapat dinikmati orang-orang yang bebas, namun, dalam beberapa aspek, mereka memiliki begitu banyak hal yang dapat kita pelajari, khususnya tentang mengucap syukur.

Aku mengunjungi mereka dengan tujuan untuk melayani mereka, namun justru akulah yang merasa diberkati dan terinspirasi. Dan meskipun 5 tahun telah berlalu sejak kunjunganku itu, pengalaman itu masih terus mengingatkanku untuk mengucap syukur. Aku berdoa agar kiranya refleksiku ini dapat menginspirasi kamu untuk mengucap syukur juga.

Photo credit: Gowiththe Flo via Scandinavian / CC BY-NC-ND

Baca Juga:

5 Hal yang Menolongku Lepas dari Kecanduan Bermain Game

Beberapa tahun yang lalu, aku sempat kecanduan bermain sebuah game ponsel yang bernama “Temple Run”. Berikut adalah 5 hal yang menolongku lepas dari kecanduan tersebut.

5 Hal yang Menolongku Lepas dari Kecanduan Bermain Game

lepas-dari-kecanduan-bermain-game

Oleh Charles Christian

Beberapa tahun yang lalu, aku mengenal sebuah game ponsel yang bernama “Temple Run”. Cara bermain game itu begitu sederhana: Larilah sejauh yang kamu bisa (jangan sampai jatuh ke jurang, menabrak penghalang, atau diterkam oleh monster) sambil menyelesaikan berbagai misi yang ada. Setiap hari, aku menghabiskan berjam-jam bermain dengan ponselku, mencoba untuk menyelesaikan beberapa misi dan mengumpulkan “koin-koin” sehingga aku bisa mendapatkan power-up dan berbagai karakter yang baru. Singkatnya, aku jadi kecanduan.

Setelah sebulan, aku menyadari ada sesuatu yang salah. Aku tidak menjawab ibuku yang meminta pertolonganku secepat biasanya. Aku tidak berdoa dan berelasi dengan orang-orang sebanyak biasanya. Aku juga jadi kurang tidur dan mataku seringkali menjadi lelah karena terus-menerus menatap layar ponselku—setelah 8 jam aku menatap layar komputer di kantor. Meskipun aku harus mengakui bahwa game ini sangat menyenangkan, aku tahu aku tidak boleh terus-menerus seperti ini. Game ini telah menyita terlalu banyak waktu-waktuku yang berharga.

Jadi aku memutuskan untuk berhenti bermain game itu sama sekali. Aku mempertimbangkan untuk membuang game tersebut dari ponselku, tapi memikirkan bahwa aku akan kehilangan dalam sekejap semua pencapaian yang telah susah-payah aku raih membuatku membatalkan niat itu. Tapi akhirnya, dua alasan yang meyakinkanku untuk membuang game itu: Itu adalah cara yang pasti untuk menghilangkan godaan secara total dan itu membantu menambah memori ponselku.

Sejak saat itu, aku mulai menggunakan waktu-waktu yang ada untuk membaca Alkitab dan belajar membuat aplikasi web. Ketika aku melihat lagi ke masa-masa itu, aku menemukan beberapa hal yang menolong melepaskanku dari kecanduan bermain game ini.

1. Pahami akar masalahnya

Masalah di balik kecanduan bermain game bukanlah game itu sendiri. Masalahnya adalah diriku—kekeliruanku dalam menentukan apa yang menjadi prioritasku. Mencari kesenangan telah menjadi prioritasku di atas hal-hal lain yang lebih penting seperti hubunganku dengan Tuhan dan keluargaku.

Yesus berkata, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Matius 6:24). Meskipun Yesus sedang berbicara tentang uang di dalam ayat tersebut, aku percaya prinsip ini berlaku untuk untuk apapun yang mengambil alih tempat Tuhan di dalam hidup kita.

Aku tahu aku perlu mengatur ulang prioritasku, menempatkan Tuhan sebagai yang pertama di atas segala hal lain dalam hidupku. Namun itu adalah sesuatu yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, dan kita membutuhkan pertolongan Tuhan dan butuh diingatkan secara rutin untuk membuat prioritas yang benar di dalam hidup kita.

2. Timbang keuntungan dan risiko jangka panjangnya

Secara alami kita akan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan dan risiko-risiko jangka pendek, dan berpikir bahwa kita baik-baik saja. Jika kita melihat jangka pendek, keuntungan-keuntungan yang ada akan selalu lebih besar daripada risiko-risiko yang ada. Pada awalnya, aku tidak melihat ada risiko yang signifikan dari bermain “Temple Run”—bagaimanapun juga, game ini begitu menyenangkan.

Tapi ketika aku mulai melihat risiko-risiko jangka panjang yang ada dan membandingkannya dengan keuntungan-keuntungan jangka panjangnya, aku menyadari betapa banyak hal yang aku korbankan. Dalam jangka panjang, aku akan membuang banyak waktu, melewatkan banyak kesempatan, memperburuk banyak hubungan, dan bahkan, merusak kesehatanku. Adakah keuntungannya? Yah, mendapatkan kesenangan. Tapi itu tidak sebanding dengan apa yang harus aku korbankan.

Kita perlu untuk secara sengaja mempertimbangkan dampak-dampak jangka panjang yang mungkin muncul dari tindakan kita. Inilah yang Yesus katakan tentang diri-Nya ketika Dia tahu bahwa Dia harus mati di atas kayu salib. Ibrani 12:2 memberitahu kita, “Yesus … dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Meskipun memikul salib adalah sebuah penderitaan bagi-Nya, Dia melihat keuntungan jangka panjang yang ada—sukacita yang dihasilkan dari pengorbanan-Nya—dan dengan setia dan taat memikul salib tersebut.

3. Berhenti sepenuhnya

Beberapa orang percaya bahwa menghilangkan kebiasaan buruk adalah sebuah proses sedikit demi sedikit. Contohnya, jika kamu ingin menghilangkan kebiasaan bermain game di ponselmu, mulailah dengan mengurangi jumlah jam bermain setiap minggu: 5 jam minggu ini, lalu kurangi jadi 4 jam pada minggu berikutnya, dan seterusnya. Pada akhirnya, kamu akan berhenti bermain sepenuhnya. Meskipun beberapa orang berhasil menggunakan cara ini, cara ini tidak berhasil untukku. Cara ini hanya membuatku mencari alasan untuk tetap bermain “satu kali lagi”.

Berhenti sama sekali adalah cara yang paling efektif bagiku. Itu menghindariku dari lingkaran “bermain-satu-kali-lagi-saja” yang membuatku jauh lebih sulit untuk berhenti. Selain itu, aku juga mendapatkan keuntungan instan. Tiba-tiba, aku mempunyai begitu banyak waktu kosong!

Untukku, pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria yang berdosa telah menolongku untuk mengambil keputusan ini. Ingat apa yang Yesus katakan di akhir kisah tersebut? Yesus berkata kepada perempuan itu, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yohanes 8:11). Itu adalah sebuah perintah untuk berubah 180 derajat. Tuhan ingin kita meninggalkan dosa-dosa kita sepenuhnya.

4. Ganti kebiasaan lama dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik

Dengan waktu kosong yang kini kamu peroleh, penting untuk menemukan sebuah hobi baru atau kebiasaan baru yang memungkinkanmu menggunakan waktumu dengan bijak dan tidak tergoda untuk kembali kepada cara hidupmu yang lama. Dalam pengalamanku, aku memutuskan untuk menggunakan waktuku untuk membaca Alkitab dan mempelajari keahlian baru, yaitu membuat aplikasi web.

5. Cari orang yang kamu percaya untuk membantumu

Alkitab memberitahu kita bahwa kita menjadi lebih kuat ketika kita berjalan bersama-sama. Pengkhotbah 4:9-10 berkata, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!” Aku percaya ada banyak manfaat yang kita dapatkan dari mempunyai seseorang yang dapat kita percayai untuk membantu kita, seseorang yang dapat kita ajak berbagi pergumulan-pergumulan kita dan menolong kita mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Kita juga dapat menjadi bagian dari sebuah kelompok yang saling mendukung satu sama lain.

Sebagai seorang introvert, tidak mudah bagiku untuk menceritakan masalahku dengan orang lain. Jadi awalnya, aku belajar untuk menceritakan pergumulanku dengan Tuhan di dalam doa. Dan oleh karena anugerah-Nya, Dia memberikanku beberapa teman yang dapat dipercaya. Mereka telah menjadi bagian penting dalam menolongku untuk tetap setia dalam komitmen yang telah aku buat.

Apakah kamu ingin lepas dari kecanduanmu juga? Satu hal penting yang perlu kita ingat adalah ini: tindakan-tindakan kita tidak hanya mempengaruhi diri kita sendiri. Pikirkanlah orang-orang yang kita kasihi dan pikirkanlah bagaimana tindakan-tindakan kita mempengaruhi mereka jika kita tidak berubah. Namun di atas segalanya, pikirkanlah segala hal yang telah Tuhan berikan bagi kita dan harga yang telah Yesus bayar di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita.

Karena Dia, hidup kita diubahkan. Dan kiranya kita dapat terus diubahkan oleh-Nya menjadi pribadi yang lebih baik.

Baca Juga:

Sebuah Pesan Berharga dari Christina Grimmie

Berita pembunuhan Christina Grimmie, penyanyi Amerika berusia 22 tahun yang begitu terkenal di YouTube dan finalis The Voice USA (Musim ke-6), begitu mengejutkan. Dunia berduka mendengarnya. Namun, ada satu pesan berharga yang ditinggalkan oleh Christina.

Sebuah Pesan Berharga dari Christina Grimmie

christina-grimmie

Oleh Joanna Hor
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why Christina Grimmie’s Death Matters

Akhir minggu lalu adalah akhir minggu yang suram bagi dunia musik.

Seperti banyak orang di seluruh dunia, aku masih terkejut karena mendengar berita pembunuhan Christina Grimmie, penyanyi Amerika berusia 22 tahun yang begitu terkenal di YouTube dan finalis The Voice USA (Musim ke-6). Pada Jumat malam, Grimmie ditembak tiga kali oleh seorang pria (yang diidentifikasikan oleh polisi sebagai Kevin James Loibl, 27 tahun, yang mungkin adalah seorang penggemarnya yang gila) saat sedang diadakan sesi tanda tangan setelah penampilannya dengan band pop rock, Before You Exit, di Orlando, Florida, AS. Dia kemudian meninggal karena luka-lukanya.

Meskipun aku tidak menganggap diriku sebagai penggemar beratnya, kabar tentang kematiannya mengagetkan dan menyedihkanku. Mungkin itu karena aku merasa pernah mengetahui tentang dia, pernah menonton dan mendengar video-video awalnya di YouTube, ketika dia menyanyi dengan segenap jiwanya sembari memainkan keyboard-nya dan kemudian, melihatnya bertumbuh dan bersinar di acara The Voice USA (Musim ke-6). Aku ingat bagaimana aku kagum dengan dirinya yang begitu muda (saat itu dia berusia 19 tahun) dan begitu bertalenta. Dan setelah selesai menonton acara tersebut, aku akan memutar berulang kali penampilannya menyanyikan lagu Jason Mraz “I Won’t Give Up on Us” dan Drake “Hold On, We’re Going Home” karena penampilannya begitu bagus.

Meskipun aku tidak mengikuti kabar-kabar terbarunya, Grimmie adalah salah satu dari penyanyi-penyanyi yang aku takkan pernah lupakan—bagiku, suaranya adalah salah satu suara terbaik yang pernah kudengar di The Voice USA (dan aku telah menonton 9 musim acara itu). Jadi seperti banyak orang lainnya, aku marah, bingung, dan hancur setelah mengetahui apa yang terjadi padanya, di usianya yang masih begitu belia.

Dan seperti banyak orang lainnya, aku menghabiskan dua hari terakhir menonton video-video lamanya di Youtube dan membaca berita-berita terbaru tentang penyerangan yang mengerikan itu, berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menggangguku. Mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi padanya, terutama pada seseorang yang begitu muda? Apa yang menjadi motif pembunuhnya? Mengapa keamanan pertunjukan itu tidak diperketat?

Sayangnya, aku tidak menemukan jawaban yang aku cari. Aku malah menemukan hal-hal lainnya, seperti fakta bahwa dia “berteman dengan semua orang”, dia mengasihi Tuhan dan keluarganya, dan pada tahun 2013, dia mem-posting sebuah tweet (yang penggemar-penggemarnya banyak membagikannya lagi):

“Kadang Tuhan mengizinkan hal-hal buruk terjadi dalam hidupmu dan kamu tidak tahu mengapa. Tapi itu tidak seharusnya membuatmu berhenti mempercayai Dia.”

Wow.

Meskipun aku yakin dia tidak tahu bahwa apa yang telah dituliskannya tiga tahun yang lalu akan menjadi sesuatu yang sangat berarti hari ini, tweet itu begitu menghibur dan begitu perlu untuk didengarkan terutama di saat-saat seperti ini—karena itu benar sekali.

Pada akhirnya, kita mungkin tidak pernah mengetahui alasan mengapa Tuhan mengizinkan hal-hal yang buruk dan tragis terjadi di dalam hidup kita atau di dalam hidup orang-orang lain. Tapi kita dapat mempercayai Dia, karena Dia telah melalui penderitaan yang begitu memilukan dengan kehilangan Anak-Nya yang Dia kasihi, Yesus Kristus, ketika Dia secara tidak adil disalibkan di atas kayu salib bagi kita. Kita dapat mempercayai Dia, karena meskipun hal-hal buruk terjadi dan kematian memisahkan kita, kita akan dikumpulkan kembali bersama-sama dengan Dia, karena kebangkitan Yesus dari antara orang mati (1 Tesalonika 4:14). Kita dapat mempercayai Dia, karena suatu hari nanti, Dia akan membuat segala sesuatu menjadi baik (Mazmur 135:14; Wahyu 21:4).

Terima kasih, Christina, karena telah mengingatkan kami. Meskipun kami akan begitu merindukanmu dan suaramu yang begitu merdu, kami begitu dihiburkan karena mengetahui bahwa kamu kini ada di tempat yang lebih baik. Dan ketika kami menggunakan beberapa hari ke depan untuk merayakan hidup yang telah kamu jalani dan berduka atas kematianmu, kiranya kami diingatkan lebih dari segalanya, untuk kembali kepada Tuhan dan senantiasa percaya kepada-Nya.

Photo credit: Disney | ABC Television Group via DesignHunt / CC BY-ND

Baca Juga:

Ibu, Terima Kasih untuk Teladanmu yang Luar Biasa

“Ibuku adalah salah satu wanita paling luar biasa yang pernah aku tahu. Setelah ayahku meninggal pada tahun 2011, ia tetap berjuang demi ketiga anaknya.” Baca kesaksian Charlotte selengkapnya di dalam artikel ini.