Selamat Datang Juruselamatku

Oleh: Abyasat Tandirura

selamat-datang-juruselamat

gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: ‘Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.’ Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan.” (Lukas 2:15-16)

Natal kembali tiba. Hiasan lonceng dan kelap-kelip lampu Natal mulai terlihat meramaikan rumah dan pusat perbelanjaan. Luar biasa rasanya melihat sebuah peristiwa di desa kecil Betlehem lebih dari dua ribu tahun silam, kini dirayakan di seluruh belahan dunia. Meski banyak unsur perayaan bercampur dengan tradisi populer Barat yang tidak ada hubungannya dengan Alkitab, tetapi Natal tetap identik dengan kelahiran Kristus. Popularitas Natal memberi ruang yang besar bagi kita untuk menceritakan keajaiban kasih Allah yang menghampiri dan menyelamatkan manusia.

Tahun ini aku pribadi banyak merenungkan tentang sekelompok orang sederhana yang dicatat Alkitab telah bertemu langsung dengan sang bayi kudus. Para gembala. Aku terkesan dengan sikap antusias mereka ketika mendengar kabar kesukaan besar untuk seluruh bangsa yang diberitakan malaikat. Hari sudah malam. Mereka mungkin sudah lelah dan hendak beristirahat. Tetapi mereka tidak menunggu hingga pagi menjelang. Tanpa menunda-nunda waktu, mereka “cepat-cepat berangkat” (ayat 16). Mungkin mereka memang percaya penuh dan ingin segera berjumpa dengan Sang Juruselamat. Atau, mungkin mereka bergegas karena ingin membuktikan kebenaran perkataan malaikat itu. Tetapi pastinya, mereka sangat antusias menanggapi pesan Tuhan bagi mereka, sebab itu mereka segera bertindak! Betapa kontras sikap orang-orang sederhana ini dengan sikap para ahli Taurat yang tinggal di Yerusalem. Mereka mengerti Kitab Suci dan tahu jelas bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem (lihat Matius 2:4-6). Tetapi mereka tidak berusaha sedikit pun mencari-Nya.

Para gembala pulang dengan penuh sukacita karena mereka telah membuktikan sendiri kebenaran yang dinyatakan Allah kepada mereka (ayat 20). Juruselamat telah lahir! Allah menepati janji-Nya!

Pesan yang sama kini diteruskan kepada kita. Juruselamat telah lahir! Seberapa antusias kita dengan pesan ini? Bisa saja perayaan-perayaan yang meriah dan berkesan mewah membuat kita kehilangan rasa takjub akan Allah yang berbaring dalam palungan. Dia yang tak terbatas rela membatasi diri agar kita dapat mengenal-Nya. Apakah kita memiliki semangat para gembala yang tak hanya puas mendengarkan berita malaikat, tetapi rindu mengalami sendiri perjumpaan dengan Sang Mesias?

Refleksi Natal tahun ini mengingatkan aku betapa perlunya selalu memeriksa diri, seberapa aku antusias dalam hubunganku dengan Tuhan. Adakah tempat terutama dalam hati ini menjadi milik Yesus setiap waktu? Apakah setiap pesan Firman Tuhan membuatku ingin “cepat-cepat” menaati-Nya, atau aku justru berlambat-lambat, bahkan pura-pura tidak pernah mendengar-Nya? Siapa pun bisa saja mengaku sebagai pengikut Yesus, atau merayakan Natal dengan gempita. Namun, Tuhan mengetahui mana hati yang benar-benar haus akan Dia, dan mana hati yang tertutup bagi-Nya.

Kiranya kita tidak hanya merayakan Natal karena tradisi, tetapi karena keyakinan yang makin kuat akan kebenaran tentang Sang Juruselamat yang telah lahir bagi segala suku bangsa. Kiranya hati kita tak hanya diliputi kerinduan akan suasana Natal yang damai dan menyenangkan, tetapi juga kerinduan untuk makin mengenal Sang Pembawa Damai Sejati secara pribadi, untuk bertumbuh makin serupa Dia, dan untuk membagikan karya keselamatan-Nya kepada dunia.

Selamat datang Juruselamatku. Selamat Natal untuk kita semua.

Tulisan Yang Berharga

Oleh: Ovit Samuel Purba

tulisan-berharga
 
Sudah berapa banyak bagian Alkitab yang selesai kamu baca? Berapa banyak yang kamu mengerti, dan berapa banyak yang sudah kamu bagikan? Kalau kamu sama seperti aku, mungkin ada banyak bagian Alkitab yang tidak benar-benar aku pahami. Terang saja. Alkitab ditulis pada zaman, bahasa, dan budaya yang berbeda dengan kita. Kadang aku berpikir bahwa tulisan yang begitu berharga ini akan tetap tertutup ketika aku berusaha menelitinya dengan pemahamanku sendiri yang terbatas. Namun, bersyukur bahwa Tuhan menempatkan orang-orang yang dengan kasih bersedia membimbingku. Sedikit demi sedikit pikiranku mulai dibukakan dan pengertianku mulai ditambahkan.

Seiring dengan itu Alkitab menjadi makin berharga bagiku. Tadinya aku menganggapnya sama saja seperti buku-buku lainnya. Kumpulan tulisan dari orang-orang pada zaman silam. Namun, ternyata Alkitab bukan buku biasa. Bayangkan saja, apa yang ditulis dalam rentang waktu lebih dari 1500 tahun dan ditulis lebih dari 40 penulis bisa merangkai satu kisah yang utuh. Sehebat apa pun logikamu, sebanyak apa pun pengetahuanmu, bagaimana kamu bisa menjelaskan semua itu? Sungguh tulisan-tulisan ini adalah wahyu Allah yang luar biasa, penyataan dari Allah sendiri agar manusia ciptaan-Nya bisa mengenal siapa Dia dan apa rencana-Nya bagi dunia ini.

Yang lebih mengagumkan lagi, tulisan-tulisan ini juga berkuasa mengubahkan hidup orang. Jika kamu sungguh-sungguh punya hati yang rindu mengenal Allah, Dia akan memberimu pengertian saat kamu membacanya. Tentang rencana-Nya yang indah saat menciptakanmu. Tentang karya-Nya yang indah untuk menyelamatkan dan memulihkanmu. Tentang keabadian dalam kota mulia yang kelak akan kamu nikmati bersama-Nya. Hidupmu takkan pernah sama lagi. Kamu akan menjalani hidupmu dengan penuh gairah, karena tahu tak ada yang sia-sia ketika kamu hidup di dalam Sang Penulis kitab ini.

Dunia ini sarat dengan berbagai konsep hidup yang berusaha mengaburkan pesan Alkitab. Dunia bahkan berusaha menarik hati kita dengan banyak hal agar kita merasa tulisan-tulisan yang diinspirasikan Allah ini tak cukup berharga untuk mendapatkan waktu dan perhatian kita. Namun, orang yang sudah mencicipi kekayaan yang tersimpan di dalamnya pasti akan haus untuk kembali. Mereka yang sudah mengalami sendiri kebenaran-kebenaran yang ada di dalamnya pasti ingin membacanya lagi dan lagi. Bahkan, Tuhan menggerakkan mereka untuk membagikan harta berharga yang mereka temukan itu kepada orang lain. Kita melihat kenyataan ini dengan jelas dalam kehidupan para rasul dan martir abad pertama. Berkali-kali dalam sejarah tulisan ini hendak dimusnahkan bersama orang-orang yang memercayainya, namun tulisan ini justru makin luas diberitakan dengan penuh kuasa di seluruh dunia.

Seberapa berharga Alkitab dalam hidupmu? Hari ini mungkin ada banyak orang yang mendengar khotbah setiap hari minggu atau membaca buku renungan tiap hari, namun tak pernah merasa tulisan-tulisan itu cukup berharga untuk mereka gali sendiri. Ada yang menyimpan apa yang mereka dengar atau baca, tapi banyak pula yang dengan cepat melupakannya begitu saja. Jika Alkitab telah mengubahkan hidupmu, maukah kamu membagikan juga tulisan-tulisan yang berharga ini kepada orang lain? Bawalah mereka untuk mengenal Sang Penulis yang luar biasa itu. Bagikanlah bagaimana kata-kata yang diinspirasikan Allah ini telah menolongmu, mengajarmu, dan menguatkanmu dalam perjalanan hidupmu. Jika kamu selama ini merasa Alkitab tak ada bedanya dengan buku biasa, carilah saudara seiman yang dapat membimbingmu dalam belajar Alkitab. Mintalah Allah sendiri menerangi hatimu agar tulisan-tulisan yang berharga ini tak lagi tertutup bagimu.

Apakah Kamu Peduli dengan Tuhan?

Oleh: Sandra Cory Clarisa Tarigan

tidak-peduli

Bener gak sih orang yang rajin pergi ke gereja, semangat merayakan Natal, nangis saat nonton The Passion of the Christ, itu sungguh peduli dengan Tuhan? Ketika gue memikirkan tentang hal ini, gue menemukan bahwa ternyata tidak selalu demikian. Seringkali orang baru benar-benar mencari Tuhan ketika dirundung masalah. Ketika masalah itu beres, kehidupan pun berjalan seperti biasa dan Tuhan kembali dilupakan.

Setidaknya ada beberapa alasan yang gue pikir bisa membuat orang gak peduli dengan Tuhan:

1. Tidak tahu betapa berharganya hidup bersama Tuhan
Gak deh, San, gue masih muda dan mau seneng-seneng dulu,” kata seorang teman ketika gue ajak ikut sebuah retret rohani. Jawabannya menunjukkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan itu kurang bernilai dan bukanlah sesuatu yang menyenangkan baginya. Mungkin ia tidak pernah tahu kalau hidup dalam Tuhan justru berkebalikan dari yang ia kira. Kita perlu berhati-hati saat punya pikiran semacam ini. Iblis akan berusaha menyakinkan kita bahwa ada banyak hal lain yang lebih berharga dan menyenangkan untuk dilakukan dalam hidup ini, daripada tinggal dekat dengan Tuhan. Padahal, bisa dekat dengan Pribadi yang begitu kreatif dalam menciptakan jutaan spesies makhluk hidup di alam ini jelas adalah sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya menjadikan hidup kita di dunia ini penuh warna dan bermakna, Tuhan juga senantiasa menjamin hidup kita, karena sebagai Bapa yang mengasihi anak-anak-Nya, Dia menginginkan yang terbaik bagi hidup kita.

2. Terlalu sibuk dengan diri sendiri
Duh, gue udah sibuk, gak ada waktu buat yang begituan,” begitu kira-kira komentar lain yang pernah gue dengar ketika orang diajak berbicara tentang Tuhan. Kalau kita mulai merasakan hal yang sama, kita juga perlu berhati-hati. Iblis juga akan berusaha membuat kita merasa selalu ada hal yang lebih penting dilakukan daripada melewatkan waktu bersama Tuhan. Kita sama-sama punya 24 jam setiap hari dan apa yang kita pilih untuk kerjakan menunjukkan apa yang menjadi prioritas hidup kita.

3. Dikelilingi dengan orang-orang yang tidak peduli dengan Tuhan
Ada yang bilang kalau karakter kita diwarnai oleh lima orang yang paling dekat dengan kita. Gue perhatikan itu benar banget. Ketika yang ada di sekeliling kita hanyalah orang-orang yang tidak peduli tentang Tuhan, sangat mungkin kita juga terpengaruh. Iblis akan berusaha meyakinkan kita bahwa hidup tanpa Tuhan itu baik-baik saja. Lihat saja sekitarmu, semua orang juga begitu dan hidup mereka baik-baik saja ‘kan? Alkitab memperingatkan kita, “Janganlah kamu sesat: pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1 Korintus 15:33). Alkitab juga memperingatkan bahwa kelak, masing-masing kita harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan Tuhan.

4. Kecewa dengan Tuhan
Gue pernah juga melihat orang yang menjauh dari Tuhan karena merasa pernah dikecewakan Tuhan. Mungkin doanya tidak dijawab, mungkin kesusahan datang bertubi-tubi dan Tuhan seolah tidak peduli. Well, kalau dalam mindset kita Tuhan yang baik itu harus selalu mengikuti keinginan kita, dijamin kita akan banyak kecewa. Ini juga sebuah kebohongan yang ditiupkan iblis ke dalam pikiran kita. Ia berusaha membuat kita meragukan kebaikan Tuhan dan membuat standar kita sendiri tentang apa yang disebut “baik”. Kita berusaha mengatur Tuhan dan tidak mau hidup diatur oleh-Nya.

5. Tidak tahu bagaimana caranya hidup dekat dengan Tuhan
Sebagian orang mungkin sudah punya kerinduan untuk mengenal dan hidup dekat dengan Tuhan, tetapi kemudian punya banyak kebingungan harus mulai dari mana. Mulailah bisikan iblis menyela, “Ngapain bikin hidup jadi susah?” Akhirnya setelah beberapa saat berusaha dan tidak melihat perubahan, mereka menyerah dan kembali tidak peduli dengan Tuhan. Well, itu seperti mengharapkan benih yang baru ditanam beberapa hari jadi pohon besar dalam seminggu. Padahal, benih itu jelas harus dipelihara dengan tekun, disirami dan diberi pupuk tiap hari.

Friends, betapa kita membutuhkan kasih karunia Tuhan untuk terus hidup dekat dengan Dia. Sekalipun status kita Kristen, namun seringkali ada banyak hal yang menghalangi kita untuk datang kepada Tuhan setiap hari. Ada banyak kebohongan yang coba diselipkan iblis ke dalam pikiran kita, karena iblis ingin kita tetap jadi budak dosa dan hidup jauh dari kasih karunia Tuhan. Akibatnya, sekalipun kita mengakui bahwa Tuhan itu ada, kita tidak benar-benar menempatkan Dia sebagai Tuhan atas kehidupan kita. Sekalipun kita rajin ke gereja, kita tidak sungguh-sungguh peduli dengan apa yang Tuhan sukai dan apa yang tidak Tuhan sukai. Kita membaca Firman-Nya, tetapi masih saja melakukan hal-hal yang dibenci-Nya. Kita asyik dengan diri sendiri dan berharap Tuhan meladeni semua keinginan kita.

Gimana dengan hidupmu? Sungguhkah kamu peduli dengan Tuhan? Perenungan ini kiranya mendorong kita bersama untuk kembali mencari Tuhan dengan segenap hati kita, karena Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6).

Harapan dari Sebuah Kubur Kosong

oleh: Melody Tjan

harapan-dari-kubur-kosong

Mungkinkah ada sebuah negeri idaman
tanpa kejahatan dan korupsi
tanpa kerusakan barang dan pencurian
tanpa kemacetan dan kecelakaan lalu lintas
tanpa banjir dan gempa bumi
tanpa tumpukan sampah yang bau
tanpa cacat atau kanker
tanpa ratap tangis dan dukacita
tanpa kesenjangan sosial
tanpa pertengkaran
tanpa kebencian
tanpa kepura-puraan
tanpa kebosanan
tanpa kelelahan
tanpa kutu dan kecoak
tanpa semua yang membuat frustrasi
dan putus harap

Mungkinkah ada sebuah negeri idaman
yang atmosfirnya adalah sukacita
udaranya kedamaian dan kebaikan
penuh kreasi tiada henti
selalu ada tawa gembira
ada nada dan pelangi
persahabatan
penemuan-penemuan baru
pekerjaan yang menyenangkan
kesegaran
semangat
kemurahan
keadilan
kebenaran
keindahan
kebersihan
rasa aman
dan segala sesuatu yang membuat
gairah hidupmu tak pernah redup?

Mungkin katamu?
ada harapan dari sebuah kubur kosong
bahkan sebuah kepastian

Kristus telah mengalahkan maut
menggenggam kunci negeri idaman
Dia yang telah menaklukkan derita
membuka setapak menuju kota mulia

Dengarkan Dia
Ikuti jejak-Nya
Lepaskan istana pasirmu
karena ada istana sejati menantimu

Sekarang
ya, sekarang!

Ada harapan dari sebuah kubur kosong
bahkan sebuah kepastian
bahwa semua yang merantai hidupmu
telah hilang kuasanya
kemalasan
kelesuan
kekhawatiran
keserakahan
kesombongan
kebencian
kepahitan
kebengisan
ketakutan
kecanduan
kemesuman
kelicikan
kebohongan
keputusasaan

bahkan maut kehilangan sengatnya

engkau bebas
engkau merdeka
engkau bisa mengikuti jejak Sang Pembebas
berkata tidak pada bujukan dosa
tersenyum menang pada gertakan maut
dan mulai hidup seperti layaknya
warga negeri idaman itu

Mempersiapkan Hati Menyongsong Paskah

Oleh William Lukman

Ketika menonton film, apakah kamu memperhatikan bagian akhir filmnya? Kalau saya iya. Ketika menonton film dengan akhir yang tidak begitu bagus, saya sering frustrasi dan bertanya kenapa saya rela membuang waktu satu-setengah-jam untuk menonton film itu!

Bagaimana dengan kehidupan Yesus? Apakah kamu memperhatikan bagian akhir dari hidup-Nya di bumi ini?

Mari kita mulai dari awal. Yesus lahir dari perawan Maria, yang kala itu tunangan dengan seorang pria bernama Yusuf, yang adalah keturunan Daud (Lukas 2:4). Sejak lahir, Dia dinubuatkan sebagai Mesias.

“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” (Lukas 2:11)

“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:21)

Injil Yohanes mencatat beberapa mukjizat-Nya:

  • Mengubah air menjadi anggur (Yohanes 2)
  • Menyembuhkan yang sakit (Yohanes 4-5, 9)
  • Memberi makan 5000 orang (Yohanes 6)
  • Berjalan di atas air (Yohanes 6)
  • Membangkitkan Lazarus dari kematian (Yohanes 11)

Tindakan-tindakan ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan dan memiliki tujuan yang harus digenapi di bumi. Dua Injil menangkap keindahan kata-kata Yesus tentang misinya di bumi:

“Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:28, juga di Markus 10:45)

Pada Jumat Agung yang pertama, Yesus melakukan tindakan yang menyelamatkan manusia. Dia dikhianati, ditahan, dipukul, dicambuk, dicemooh, dimahkotai duri, diludahi, dilucuti, dipaku, ditikam, dan disalibkan. Dan yang paling parah, Dia terlihat tertekan dan seakan Bapa-Nya di surga telah mengabaikan-Nya (Matius 27:46). Namun, itu bukanlah akhir dari cerita ini. Tiga hari kemudian, Yesus bangkit dari kubur (Matius 28:1-7)! Dia menaklukkan dosa dan maut.

Dengan mengingat akhir dari kisah ini, berikut beberapa tips untuk menyiapkan hati kita menyongsong Paskah:

1. Menghayati setiap rincian kisah kesengsaraan dan kematian Yesus
Pemahaman yang detail mengenai kisah ini akan membuat kita dapat lebih menghargai betapa dalamnya arti dari pengorbanan Yesus untuk kita.

2. Mengingat bahwa KITA juga bagian penting dari kisah ini
Kita bukan hanya penonton. Kita adalah alasan Yesus disalibkan. Dia mati untuk dapat secara langsung menyelamatkan kita dari belenggu dosa.

3. Menyerahkan kembali hidup kita kepada Yesus
Jika kita telah menjauh dari iman kita, maka gunakan waktu ini untuk menyerahkan kembali hidup kita kepada Yesus. Atau jika kita diingatkan akan kasih Allah kepada kita pada Paskah ini, maka gunakan kesempatan ini untuk menegaskan kembali komitmenmu kepada Yesus.

Selamat Paskah.

Dijamin Masuk Surga

Oleh Rudy Phiong

Apakah teman-teman masih ingat dengan seorang penjahat yang ikut disalibkan dengan Yesus?

Ia berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Yesus menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:39-40).

Siapa sebenarnya penjahat itu? Rasanya ia tidak pernah dibaptis, tidak pernah ikut kelas pemuridan, tidak pernah ikut pelayanan, tidak ikut persekutuan dan mungkin juga tidak pernah ikut kegiatan sosial. Namun ia ikut bersama Yesus tinggal di sorga.

Mungkin ada orang yang berpikir begini: “Wah, enak betul ya? Ia berbuat jahat, dihukum salib, sebentar lagi mati, eh… begitu percaya pada Yesus, masuk sorga! Luar biasa!”

Teman, coba perhatikan lagi perkataannya: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Lukas 23:39). Penjahat yang bertobat itu percaya bahwa Yesuslah Juruselamat, Raja, dan Tuhannya. Mata imannya melihat siapa diri Yesus yang sebenarnya, dan oleh kasih-Nya, Yesus memberikan anugerah keselamatan yang terindah kepada dirinya. Di situlah si penjahat dibenarkan, dan ia pun dijamin masuk surga.

Kesimpulannya, manusia dijamin masuk surga karena percaya kepada Yesus saja, bukan karena perbuatan baiknya. Mereka yang telah diselamatkan memang bisa berdoa puasa 40 hari penuh, rajin melayani, berhati dermawan, beribadah setiap Minggu, memberitakan Injil, tekun membaca Alkitab, dan lain sebagainya; tetapi semua perbuatan baik itu dilakukannya bukan supaya ia layak masuk pintu surga, melainkan sebagai ungkapan syukur karena Allah telah memberikan anugerah keselamatan yang cuma-cuma itu kepadanya.

Teman, sudahkah kamu menerima jaminan itu?

Giants in the Promised Land

By Charles Christian

The story told in Numbers 13-14 is not unfamiliar to us. Twelve spies were sent to check out the land of Canaan—the land that God promised to the Israelites (Numbers 13:17-20).

After 40 days, they returned with both good and bad news—the land was fertile but the inhabitants were strong and the city impenetrable. Caleb, one of the twelve spies, assured the Israelites by saying, “Let’s go at once to take the land . . .we can certainly conquer it! ” (Numbers 13:30).

Unfortunately, not all the spies had Caleb’s courage and optimism. The other spies began to paint a bleak picture of the Promised Land, fueling the Israelites’ doubt and fear, causing them to rise up against Moses and Aaron (Numbers 14: 1-4). They completely forgot what the Lord had done for them. In fact, once they heard about the giants in their path, they opted to surrender and return to being slaves in Egypt. They abandoned the promise of God, along with His assurance that He will always be with them.

Thankfully, Joshua and Caleb saw the folly of the Israelites’ ways and exclaimed in exasperation, “The land we traveled through and explored is a wonderful land! And if the LORD is pleased with us, He will bring us safely into that land and give it to us. It is a rich land flowing with milk and honey. Do not rebel against the LORD, and don’t be afraid of the people of the land. They are only helpless prey to us! They have no protection, but the LORD is with us! Don’t be afraid of them!” (Numbers 14:7-9 NLT)

However, their words fell on deaf ears and the story ends with the Lord appearing to all the people of Israel expressing His disappointment and rage (Numbers 14:10-11).

What was it that distinguished Joshua and Caleb from the other ten spies? Well, the answer is their focus.

Joshua and Caleb focused on God’s promise—that He will accompany them into the land of Canaan because He promised it to the Israelites. On the other hand, the other ten spies focused on the giants in the land, and the giants took precedence over God in their hearts. Joshua and Caleb focused on the promise. The other ten spies focused on the problem.

When we focus on a problem, it is hard to see the blessings that come with it, or the grace that He gives to solve the problem.

From this biblical account, we see a startling fact. Where are the giants located in? They were in the Promised Land! They were in Canaan, the land that God had promised to the Israelites. He intended that they faced these giants and seized the land of Canaan as their own.

It may sound strange that He presents both blessing and problem together. But honestly, it’s the wisdom of God. For it is through these problems that God prepares us to receive the blessings that He intends for us. We are thus enabled to enjoy God’s blessings more fully.

Let us remember: It’s better to walk into the storm with the Lord, than to stay in the prairie alone. Why? Because God is the only One who knows the right path. We’ll never go wrong with Him by our side. The Lord says to us, “For I know the plans I have for you . . . plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future” (Jeremiah 29:11). Fixed your eyes on Him.

Inspirasi Natal: Pilihan Natal

Hari 6

Baca: Matius 2:1-12

Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. —Matius 2:10

Gemerlapnya dekorasi yang terang benderang, suara puji-pujian Natal yang penuh sukacita, anak-anak yang gembira, dan ucapan “Selamat Natal” yang ceria kadang memberi kesan bahwa semua orang senang dengan kedatangan Yesus ke dunia. Namun, itu adalah kesan yang salah di masa sekarang, dan selamanya salah.

Berita tentang kelahiran Yesus menimbulkan reaksi yang beragam. Orang-orang Majus dengan sukacita menyambut dan menyembah sang Juruselamat (Mat. 2:10-11). Namun, Raja Herodes sangatlah tidak tenang ketika mendengar hal ini sehingga ia berusaha mencari dan membunuh bayi Yesus (ay.3-4,16).

Namun, kebanyakan orang tidak menyadari makna dari apa yang telah terjadi. Pada masa kini, banyak orang menghormati Yesus dan bersukacita dalam keselamatan yang mereka terima. Namun, banyak juga yang membenci-Nya. Mereka mengeluhkan puji-pujian Natal yang diperdengarkan di mal-mal dan dekorasi peristiwa kelahiran Yesus di tempat-tempat umum. Ada juga yang tidak peduli. Mereka ikut saja dalam keriuhan perayaan Natal. Mereka mungkin ikut menyanyikan pujian Natal, tetapi mereka tidak mempertanyakan kepada diri sendiri tentang siapakah Yesus atau mengapa Dia datang. Mereka tidak merasa perlu untuk percaya kepada-Nya dan menerima-Nya sebagai Juruselamat mereka.

Apakah Anda juga demikian? Mengabaikan Yesus dan semua pernyataan-Nya sama dengan menolak-Nya. Natal menuntut satu keputusan tentang Kristus. Keputusan ada di tangan Anda. —HVL

Apa yang akan Anda lakukan terhadap Yesus?
Anda tak dapat bersikap netral;
Suatu hari hati Anda akan bertanya,
“Apa yang akan Dia lakukan terhadap saya?” —Simpson

Sediakan tempat bagi Yesus di dalam hati Anda, dan Dia akan menyediakan tempat bagi Anda di surga.