Jawaban Atas Pencarian Tentang Makna Hidupku

Oleh Jenni, Bandung

Sebenarnya, untuk apa aku di dunia? Bekerja? Berkarya? Membangun hubungan? Bukannya saat aku mati nanti itu semua akan sia-sia?

Pertanyaan itu membayangiku selama beberapa tahun. Aku mencari jawaban dengan usahaku, tapi sepertinya tak ada jawaban lain selain kesia-siaan. Sampai pada suatu waktu, aku membawa pertanyaan ini pada Tuhan. Kukira Dia diam, akan tetapi Tuhan memberikan firman-Nya untuk menerangi pertanyaanku mengenai makna kehidupan.

Seiring aku menjalani waktu-waktuku, jawaban-jawaban itu pun kutemukan.

1. Aku menemukan makna bekerja

Saat SMP, aku pernah mendapat tugas menjahit dengan mempraktikkan beberapa teknik dasar. Itu adalah tugas paling ampun deh seumur sekolahku. Aku harus bolak-balik bertanya pada teman, dan tak lupa diomeli guru karena tugasku tidak kunjung selesai. Akan tetapi, begitu selesai, aku sangat bangga dengan hasilnya. Meskipun belum sempurna, tapi aku menikmati dan bangga akan proses juga jerih payah dalam mengerjakan tugas itu.

Pada Pengkotbah 2:24-25 tertulis, “Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa inipun dari tangan Allah. Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?

Rutinitas bekerja membuatku bertanya, apakah aku sekedar hidup untuk bekerja? Ternyata, selain menerima dan menjadi berkat, proses berjerih payah demi hasil yang terbaik adalah kesempatan dari Tuhan. Kesempatan untuk mengelola dan menikmati hasilnya dengan wajar juga sebuah anugerah. Hal tersebut tidak bisa direbut ataupun diambil dari kita, dan itulah yang membuatnya bermakna.

2. Aku menemukan makna dalam berelasi

Perpisahan adalah hal yang membuatku bertanya, untuk apa kita berelasi? Sahabat, kekasih, dan keluarga suatu hari nanti pasti akan berpisah. Lalu, munculah pertanyaan, untuk apa berelasi? Toh, pada akhirnya akan berpisah, dan apa artinya hal yang sudah kita lalui bersama?

Baru-baru ini aku dikejutkan oleh kabar duka. Seorang dari keluarga iparku berpulang ke rumah Bapa. Kejadiannya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba saja beliau telah tiada. Saat aku teringat beliau, yang kuingat adalah kasihnya yang besar. Beliau menganggap dan memperlakukan orang-orang lain seperti anak-anaknya sendiri. Kasihnya tulus dan tidak menuntut balas.

Dalam 1 Korintus 13:13 tertulis: “Demikanlah tinggal ketiga hal ini; yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” Seperti karya kasih Tuhan yang menyelamatkan jiwa, kasih juga menyentuh hati dan mengubahkan sebuah pribadi menjadi lebih baik. Meski telah berpulang, orang tua iparku telah meninggalkan warisan untuk orang-orang sekelilingnya, yaitu kasih. Sebagai penerima warisan itu, aku ingin meneruskannya bagi orang sekelilingku.

3. Aku menemukan makna hidup sekarang untuk masa kekal

Kata orang, hidup harus bahagia, sukses dan kalau bisa kaya raya. Aku percaya, kita harus bekerja dan menjadi berkat untuk orang sekitar. Tapi kalau sudah mati, lalu apa?

Dalam Yohanes 14:1-3 tertulis Tuhan Yesus menguatkan murid-murid-Nya dengan berkata bahwa Dia menyiapkan tempat bagi mereka di sorga. Aku percaya janji ini juga dibagikan untuk setiap kita. Dari pertama kali manusia jatuh dalam dosa, Tuhan segera menjalankan rencana penyelamatan-Nya. Tuhan Yesus menebus jiwa kita supaya tidak binasa dan bisa tinggal bersama dengan-Nya.

Aku percaya bahwa hidup kita tidak dibatasi oleh masa-masa fana di dunia. Setelah meninggal nanti, ada kehidupan baru yang menanti. Kolose 3:2 berbunyi, “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Ayat ini memberikanku harapan sekaligus keinginan untuk hidup sebagai terang di dunia dan pulang ke rumah yang Tuhan sediakan.

4. Aku menemukan makna dalam mengenal Tuhan

“Ayo, jangan lupa digantung di motor, nanti ketinggalan, loh,” ucap mamaku yang sudah hafal kebiasaanku meninggalkan tas bekal saat mau bekerja. Aku mengenal mama paling banyak baru separuh hidupnya, tetapi mama mengenalku sejak kecil. Dia tahu kepribadian dan kebiasaanku yang tidak kusadari. Dekat dengan mama membuatku mengenal sebagian diriku yang tidak kuketahui sebelumnya. Aku merasakan hal yang sama dalam proses mengenal Tuhan.

Dalam Keluaran 2-4:17 tertulis bahwa Tuhan mengutus Musa untuk memimpin orang Israel keluar dari Mesir. Inilah momen Tuhan melanjutkan rencana-Nya untuk menjadikan orang Israel umat yang menjadi asal kelahiran Sang Juruselamat, Yesus Kristus. Musa tidak percaya diri akan kemampuannya, tetapi Tuhan menyatakan bahwa Dialah sang pencipta yang mengenal kemampuan Musa. Tuhan percaya Musa sanggup dan berjanji akan menyertainya. Akhirnya dengan iman dan ketaatan, Musa menjadi bagian dalam perjalanan lahirnya Tuhan Yesus.

Tuhan mengenal kita jauh sebelum kita lahir. Dia sudah merencanakan karya penebusan bagi setiap kita. Aku percaya Dia memiliki rencana dan maksud yang unik untuk setiap musim kehidupan kita. Dalam Dia ada identitas, makna, kekuatan dan tujuan hidup kita.

Pencarian makna hidup tidaklah mudah. Kita bisa tersesat dan merasa hampa. Akan tetapi, ada firman Tuhan yang setia memberikan arah dan jawaban. Dalam Mazmur 119:105 tertulis,Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Saat mulai goyah, arahkan pikiran pada-Nya, sang Pencipta, pemegang hidup dan pemilik masa depan setiap kita.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
7 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *