Arti Cukupmu = Cara Pandang Kepada Tuhan
Sebuah cerpen oleh Cristal Pagit Tarigan, NTT
“Del, kamu punya uang kecil gak, itu ojek onlineku sudah nunggu didepan, bapaknya gak punya uang kembalian…”
Terdengar suara dari luar kamar kosku yang bukan lain adalah suara Ningsi, sahabatku yang paling sosialita. Sambil membukakan pintu, aku menjawabnya, “Itu dompetku, di atas meja. Kamu cek aja, lihat yang tulisannya uang jajan,” lalu kembali fokus dengan laporan di laptopku.
Setelah membayarkan uang ojol-nya, dia masuk dengan mata dan wajahnya yang menatapku keheranan.
“Del, aku baru tau dompetmu sampai ada rincian penggunaan uangnya, udah kayak ibu-ibu yang mau mikirin kredit KPR aja deh. Heran, masih ada ya zaman sekarang orang sedetail itu. Sejak kapan?”
Aku hanya tersenyum kecil, menatap kembali laporan yang belum selesai. Tapi wajahnya yang masih menatapku dengan penuh keheranan itu, membuatku berhenti sejenak.
“Nit, memangnya hanya ibu-ibu saja yang mesti memikirkan pentingnya penggunaan uang? Kita juga kali. Aku masih baru memulai sih, tapi aku rasa itu work di aku. Pengeluaranku bulan lalu benar-benar terkendali, sampai aku bisa nabung lebih dari bulan biasanya,” jawabku.
Kulihat wajahnya mulai menyiratkan sesuatu, pasti kali ini dia mau curhat kalo sudah begitu.
“Aku kalau udah bahas soal keuangan, kamu tau lah, aku pasti akan berujung dengan penyesalan saja. Pengen banget sih aku berubah, tapi kok sulit banget ya rasanya…” Suaranya mulai mengecil.
Ningsi adalah sahabatku selama aku menjadi mahasiswa. Dia baik, loyal, enak diajak cerita, setia dan juga stylish banget. Secara strata ekonomi dia berasal dari keluarga menengah. Selama kuliah, orang tuanya tidak pernah memberikan uang bulanannya lewat dari batas seharusnya. Tapi dulu dia sering mengeluh merasa itu kurang, dan rupanya setelah bekerja dan mendapat upah yang menurutku lumayan, dia masih juga mengeluhkan hal yang sama.
“Kan yang mahal sebenarnya bukan biaya hidup, bestie. Tapi gaya hidup” kataku sambil duduk di sebelahnya. “Belum ada yang terlambat kok, justru kalo kamu sadar dan masih merasa menyesal, artinya kamu masih aware sama kondisimu, apalagi dengan berbagi begini. Aku rasa kita bisa belajar sama-sama lagi menata keuangan kita, kan masih banyak mimpi yang belum kita raih, ya gak?” Sambil memperkatakan itu, aku sadar betul itu kuperkatakan kepada diriku sendiri juga.
Bercerita begini, memang sering kali membuat kami nangis bareng-bareng, rangkul-rangkulan. Benar saja, wajahnya mulai seperti ingin meneteskan air mata.
“Kenapa ya Del, aku susah banget buat belajar taat dan berkomitmen sama apa yang udah aku janjikan ke diriku sendiri? Setiap bulan, aku pengen banget menabung, tapi aku selalu kalap dengan discount di aplikasi orange itu, apalagi kalo udah ketemu sama temen-temenku di tongkrongan, aku sering lupa diri udah menghabiskan uangku untuk makan-makan, atau sekedar melihat mode baru apa yang mereka gunakan agar bisa aku ikuti.”
Sambil merangkulnya, kukatakan, “Kamu tau kan Ning, pergaulan buruk merusak kebiasaan baik. Kita gak salah kok nongkrong dan punya banyak teman, tapi perlu juga lho sesekali mengevaluasi diri kita sendiri, bagaimana kualitas pertumbuhan diri kita dalam circle itu. Atau mungkin begini, kita akan selalu merasa tidak puas, kalau kita sendiri belum menetapkan standar puas dan cukup untuk diri kita sendiri.”
Kali ini dia bertanya sangat serius. “Kamu sendiri, apa standar puasmu menghadapi dunia zaman sekarang ini?”
“Hmm, sebenarnya aku benar-benar masih belajar sih ya, aku juga bukan tidak pernah seperti kamu, tapi sekarang aku benar-benar mulai mem-push diriku untuk selalu mau mencukupkan diri dengan apa yang ada dan itu sangat erat kaitannya dengan bagaimana hubunganku sama Tuhan, caraku memandang Tuhanlah yang mempengaruhi cara berpikirku, termasuk soal uang dan rasa cukup,” jawabku.
Ya, dulu juga aku pernah di posisi Ningsi, tapi aku bersyukur aku cepat ditangkap Tuhan untuk sadar. Awalnya mulai untuk menaati firman yang aku dengar, itu susah sekali. Keinginan daging untuk selalu ingin tampil sama dengan dunia ini sangat menarik, sampai sampai perihal mengelola keuangan ketika masih muda itu kurang penting. Perasaan “YOLO”, You Only Live Once itu sangat mempengaruhiku. Tapi rupanya itu salah, dan kita hanya akan tahu itu salah ketika mulai belajar mendengar dan merenungkan firman Tuhan dengan taat. Karena saat mengetahui Firman, kita kembali ke landasan kebenaran. Arti cukup yang sesungguhnya itu bukan soal kepuasaan kita terpenuhi ketika memiliki materi atau fisik yang sesuai standar dunia. Identitas diri kita ditentukan hanya oleh Tuhan saja.
“Gimana kalau kita buat plan mengelola keuangan kita bareng-bareng aja?” balasku lagi kemudian.
Yap, sambil sharing- sharing kami mulai mau saling mengingatkan, dan beberapa yang kami mau kerjakan adalah:
1. Mulai buat rincian pengeluaran setiap bulan
2. Mengurangi belanja dan nongkrong yang berlebihan
3. Belajar konsisten menabung walau sedikit
4. Bergaya sesuai keadaan
5. SALING MENGINGATKAN SATU SAMA LAIN
“Del, kayaknya selain aku belajar taat, yang kelima tugas berat kamu deh,” katanya sambil tertawa, menunjukkan kelegaan yang juga aku rasakan setelah sharing kami hari ini.
“Aku sih yes, kamu juga ya ke aku, jangan pikir aku selalu bisa konsisten dan udah pasti gak jatuh di area ini…” Begitulah percakapan dua orang generasi Z yang sering jatuh ini.
Hari ini aku sendiri sadar, Tuhan tidak pernah kehilangan cara mengingatkan kita melalui siapa saja. Sadar juga punya teman yang bisa diajak mau belajar itu penting. Jadi penting banget mengevaluasi circle pertemanan kita, dan yang paling utama HUBUNGAN DENGAN TUHAN YANG MEMBUAT KITA MENGERTI ARTI CUKUP YANG SEBENARNYA.
IBRANI 13:5: “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman : “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”
terima kasih, GBU Kak Cristal😊
terima kasih ðŸ™
terima kasih kaka, Tuhan berkati kaka selalu dan sukses selalu buat penulisannya kaka 💙🤗🙏😇
Amin sangat menginspirasi 😇
Tuhan memberkati
Terima kasih kak, untuk sharingnya Puji Tuhan dari cerita kak, kami biaa mengevaluasi kembali keuangan kami🙏😇
Susah diterapkan untuk jaman sekarang. apalagi jika pasangan hidup kita tidak bisa mendukungnya. Semoga saja saya dengan pasangan hidup saya bisa mengambil kata sepakat untuk mengolah berkat Tuhan yg sudah kami Terima.
Benar sekali. Bukan Tuhan tidak memberkati saya. Namun sayalah yg kurang pintar menggunakan uang lebih bijaksana.
Tuhan Yesus Memberkati