Memaknai Ulang Pergumulan Hidup yang Beruntun

Oleh Elvira Sihotang, Balikpapan

Waktu kuliah dahulu, aku pernah berpikir bahwa hidup itu mirip dengan sekolah. Setelah ujian dilewati, maka hanya akan ada hari-hari penuh pelajaran yang normal. Analogi itu aku bawa ke dalam kehidupan. Aku mengira bahwa kesulitan atau persoalan berat dalam hidup laksana ujian yang diadakan setelah beberapa bulan; UTS setelah 2.5 bulan dan UAS setelah 5-6 bulan.

Sebenarnya analogi tersebut tidak sepenuhnya salah, namun saat berkuliah dulu, aku tidak memandang analogi itu secara penuh. Sehingga saat aku mendapati masalah kedua tanpa jeda yang cukup dari masalah pertama, hatiku meronta-ronta berteriak. Bertanya mengapa Tuhan tidak memberikan sedikit waktu untuk bernafas. Lebih parahnya, dulu aku pernah memandang jika masalah yang terlampau berat itu telah diberikan, maka sesudahnya akan muncul pelangi tak berkesudahan sebagai reward atas perjuangan kita menghadapi masalah yang sebelumnya.

Semua pandangan itu akhirnya harus kurombak ulang ketika aku mulai menghadapi berbagai pergumulan yang tidak ada jedanya. Waktu itu aku baru saja terkena dampak pengurangan karyawan dan harus meninggalkan lingkungan kerja yang cukup suportif, setelahnya aku dibuat bimbang dengan keputusan untuk pivot (berganti) bidang pekerjaan atau linear dengan pekerjaan sebelumnya. Setelah akhirnya memutuskan ke tempat yang baru, ada saja kerikil-kerikil di depan kaki. Entah perkara dengan budaya lingkungan kerja yang sepenuhnya baru sampai pada mengatur pendekatan dengan atasan dan rekan kerja. 

Saat hari-hari itu terjadi, pagi dan sore kulalui dengan selipan omelan-omelan yang berisi keluhanku akan hidup. Aku merasa tak mendapat waktu untuk tenang sejenak, untuk menikmati hari-hari pasca layoff. Sering aku berpikir, waktu yang tenang adalah semacam reward dari Tuhan untuk kita yang telah berhasil melewati pergumulan tersebut. Persis seperti liburan panjang di mana kita bebas melakukan yang kita suka setelah berbagai macam ujian harian, PR, ujian tengah semester, atau ujian akhir semester. 

Pergumulan ini aku bawa selama berbulan-bulan, atau mungkin sudah hampir setahun. Lewat beberapa renungan, khotbah pendeta yang menyinggung hal ini, dan bahkan percakapan dengan teman, aku sampai pada beberapa poin yang bisa menjawab pergumulan ini.

1. Pergumulan sehari-hari sejatinya adalah salib kita

Sejauh ini, memikul salib dalam Lukas 9:23 kumaknai hanya sebagai suatu penderitaan besar yang dialami orang-orang tertentu, seperti mereka yang sedang berjuang beradaptasi ketika berpindah keyakinan menjadi Kristen. Ternyata, makna memikul salib tidak melulu harus seberat itu. Memikul salib bisa kita temui dalam hal sepele yang mungkin sering terjadi, seperti menahan diri agar tidak resign demi tercukupinya kebutuhan dahulu, menahan amarah ketika jalanan macet padahal kamu harus tiba di waktu tertentu, memaafkan kesalahan orang-orang yang terlampau menyakiti hati, tidak iri dengan teman dan hal-hal lain yang mungkin membutuhkan kebesaran hatimu. Pergumulan kita sehari-hari adalah salib yang ternyata harus kita tanggung dengan sabar dan penuh pengharapan. Kenyataannya, memikul salib menjadi sebuah kewajiban dasar saat kita mengaku sebagai umat Kristen. Jelas dalam Lukas 9:23 dikatakan bahwa jika kita ingin mengikut Tuhan, maka ia harus memikul salibnya setiap hari. Ibaratnya, memikul salib itu sudah satu paket dengan menjadi Kristen. 

2. Pergumulan adalah cara agar kita berserah terus menerus pada Tuhan

Apa sih yang kita lakukan ketika menemukan masalah saat hidup lagi tenang-tenangnya? 

Jika sebelumnya kita rajin berdoa dan saat teduh, aku yakin maka kemungkinan besar kita akan memperkuat doa dan persekutuan kita dengan Tuhan. Namun jika sebelum masalah itu datang kita berada dalam keadaan yang on-off atau cenderung off dalam menjalin relasi dengan Tuhan, maka aku juga yakin lama kelamaan kita akan datang kepada Tuhan untuk meminta pertolongan-Nya. Kadangkala, pergumulan bisa ‘diciptakan’ Tuhan untuk menguji iman kita, seberapa gigih kita mengesampingkan pengertian kita dan akhirnya berserah kepada Tuhan. Mari kita ambil satu contoh pergumulan yang kita semua pernah alami: Pandemi.

Waktu pandemi terjadi, kita semua kelimpungan. Pedagang mengeluhkan omset yang menurun, pelajar yang bosan setengah mati karena pembelajaran online, guru yang menguras otak untuk menciptakan cara baru dalam mengajar online, teman-teman yang bosan akan anjuran di rumah selama berbulan-bulan walau sudah ada Zoom untuk bertemu ria dengan teman-teman lain, dan pergumulan-pergumulan lain.

Kita jenuh dan bertanya-tanya sampai kapan pandemi ini berlangsung, namun sayangnya tidak ada yang tahu dan bahkan beberapa prediksi pun melenceng. Saat itu, aku mengingat seorang sanak keluarga yang mengatakan bahwa tugas kita hanya mengusahakan yang telah dianjurkan dan menunggu harap pada Tuhan. Jelas teringat bahwa ia menganalogikan kita dan pandemi ini seperti bangsa Israel di padang gurun. Mereka mengembara 40 tahun di tanah asing. Menyedihkan, namun kita, umat Tuhan yang sekarang membaca kisah itu, tahu persis bahwa Tuhan bersama mereka selama 40 tahun itu lewat roti manna yang turun dan mukjizat-mukjizat lain. Jika Dia mengizinkan pandemi ini terjadi, maka Tuhan pulalah yang membantu kita melewati pandemi ini dalam segala pengalaman pribadi kita yang terjadi.

Sama seperti contoh pandemi ini, lewat pergumulan apapun yang terjadi, Tuhan siap sedia mendampingi dan menuntun kita, asalkan kita pun mau datang meminta kepada-Nya.

3. Pergumulan adalah natur selama kita hidup dan proses pembentukan diri

Sering kudengar nasihat yang mengatakan bahwa jika tak ada lagi masalah, berarti kita sudah tidak lagi hidup di dunia alias mati. Sehingga menemui masalah semasa hidup adalah sebuah kepastian. Pergumulan-pergumulan tersebut adalah hal yang membuat kita bertumbuh. 

Pernahkah kamu mendengar cerita klasik tentang ikan yang ketika diberi predatornya dalam akuarium ia menjadi lebih gesit dalam berenang? Hal itu mirip dengan kehidupan kita. Kadangkala, pembentukan diri menjadi lebih baik terjadi lewat pergumulan-pergumulan dalam hidup kita. Lewat kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan, aku menemukan insight tentang menghadapi karakteristik orang-orang tertentu yang akhirnya bisa kugunakan di pengalaman selanjutnya. Lewat kesulitanku tinggal dalam ruang kamar kos yang tidak cukup luas, aku belajar skill baru untuk menata barang-barangku. Jika tampaknya pergumulan itu terlalu merepotkan dan menyusahkanmu, maukah kamu mengambil waktu sejenak dan mencoba menemukan 1 hal saja dari pergumulan ini yang bisa menjadi manfaat bagimu kelak?

Ada masa di mana aku rutin bersaat teduh dan berdoa dan ada saat di mana aku enggan untuk membuka Alkitab. Aku menyadari bahwa ada perbandingan yang khas dalam dua masa itu. Biasanya saat dalam pergumulan, aku akan lebih banyak merasa overthinking ketika aku sedang tidak rutin berdoa. Tentu ada pergumulan yang datang dalam masa-masa rutin berdoa, namun ketika pikiran-pikiran tersebut datang menghampiri, aku bisa lebih baik mengobservasinya dan memilah-milah mana yang benar-benar perlu dipikirkan, mana yang tidak. Istilah kerennya, aku bisa lebih mindful ketika sedang dekat dengan Tuhan dan itu lebih baik dalam membantuku menavigasi pergumulan.

Satu hal yang perlu kita terima, bahwa perasaan sedih kita saat pergumulan datang adalah hal yang valid, tapi aku yakin, Tuhan yang mengawasi kita selalu berharap bahwa dalam pergumulan itu kita akan selalu mengingat-Nya dan meyakini, Tuhan jugalah yang membantu kita untuk menghadapi pergumulan itu. Mengutip Roma 5 : 4-5: 

“Dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
11 replies
  1. Arnasya Wr
    Arnasya Wr says:

    Haleluya… Bersama Yesus Kita pasti kuat melewati setiap masa sulit dan pergumulan yang tengah kita hadapi saat ini🙏

  2. Piter Raja
    Piter Raja says:

    Ujian beruntun, bukan membuat aku berbalik atau menyalahkan diri. Tapi aku yakin Tuhan mempercayai aku dapat menyelesaikan masalah ini. stay strong and stay to God. God bless you all.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *