Jangan Ada Dosa di Balik Obrolan Serumu!

Oleh Jovita Hutanto, Jakarta

Kalau dulu ada ungkapan yang bilang, suka ngomongin orang, kayak perempuan aja sih!” Sekarang agaknya itu tidak lagi berlaku. Gosip alias ngomongin orang sejatinya tidak melekat hanya kepada kaum perempuan saja. Manusia dengan natur kedagingannya mudah tergoda pada gosip.

Secara sederhana gosip bisa kudefinisikan sebagai kita membicarakan orang yang sama-sama kita kenal, tapi orangnya tidak di situ dan tidak tahu juga kalau sedang diomongin. Ketika menuliskan artikel ini aku pun bukan orang yang telah merdeka sempurna dari bergosip karena jelas-jelas ada salah satu grup WA-ku yang judulnya “Gossip Girls”. Parahnya, akulah yang memberi nama grup itu! Memang itu cuma sekadar nama karena intensi utama grup itu bukanlah menggosip, melainkan untuk mempererat relasi kami. Grup itu pun tidak terlalu aktif karena kami lebih sering bertemu langsung.

Para sosiolog mengakui bahwa gosip menjadi mekanisme terbentuknya kontrol sosial dalam bermasyarakat. Tentunya kita sering mendengar kalimat seperti ini, “Hati-hati lu, nanti malah digosipin!” Dengan adanya konsep “gosip”, kita diingatkan adanya konsekuensi sosial untuk setiap perbuatan kita, sehingga secara tidak langsung konsep “gosip menggosip” ini mendorong manusia agar bermoral baik, atau jaim (jaga image) supaya tidak dijadikan bahan pembicaraan orang lain. Pada sisi negatifnya, gosip dapat menimbulkan perpecahan dan ketegangan sosial. Alkitab sendiri menentang gosip (Roma 1:29), namun memuji diskusi yang sifatnya membangun. 

Nah, jadi pertanyaannya: apakah mungkin kita sharing tanpa harus ngejulid? Bagaimana agar pembicaraan kita tidak menjadi dosa dalam keseharian kita?

Gosip atau diskusi?

Gosip atau diskusi? Rumitnya di sini. 

Namanya mengobrol, pasti ada kalanya membicarakan orang-orang yang kita kenal. Karena standar gosip itu bervariasi, mari kita sepakati dahulu konsep gosip yang kumaksud di sini, yaitu membicarakan orang lain di mana aku dan lawan bicaraku sama-sama kenal namun orang yang kita bicarakan tidak hadir dalam pembicaraan. Dan, umumnya isu-isu yang dibahas bersifat negatif. 

Pada kebanyakan kasusnya, gosip sering diawali dengan kongko bareng tapi malah akhirnya menambahkan asumsi-asumsi kosong yang belum benar faktanya. Supaya terhindar dari jeratan ini, saat kita masuk ke dalam circle yang agendanya sedang membedah perilaku buruk orang lain, kita bisa tanyakan ke diri sendiri dulu: apa motivasiku ikut pembicaraan ini? Apa tujuanku? Apakah karena aku peduli terhadap orang lain? Atau hanya karena kepo?

Dari sini kita dapat melihat perbedaan yang jelas. Jika tujuan pembicaraannya didasari oleh kepedulian dan kasih kita terhadap si orang yang kita bicarakan, kita pasti berusaha untuk mengerti alasan di balik perilakunya, dan yang terpenting adalah kita mau menjangkau mereka, bukan malah mengucilkan mereka dengan asumsi-asumsi yang negatif. Yang diutamakan oleh tim yang menjunjung sharing atau diskusi produktif adalah mencari solusi untuk membantu si dia yang jadi topik pembicaraan.

Saat kita ikut-ikutan bergosip, ada kalanya kita jadi pendengar pasif, bukan si sumber berita ataupun pembawa acara. Namun, Alkitab tetap menyatakan bahwa kita juga sama berdosanya karena ikut mendengar walau tidak berpartisipasi (Amsal 17:4). Jika ini situasi yang kita hadapi, maka mungkin yang kita dapat lakukan adalah mengalihkan arah pembicaraan menjadi lebih positif dan konstruktif. Misalnya dengan bertanya, “Apakah kamu sudah berdiskusi dengan dia mengenai masalah ini?” Kita juga bisa memberikan rasa simpati terhadap mereka yang sedang dibicarakan. Anggaplah kita sedang membela teman baik atau saudara kita sendiri, kita pasti akan berusaha mendorong orang lain untuk berpikir objektif. 

Rasul Paulus mendefinisikan gosip sebagai dosa yang serius, dan mengaitkannya sebagai perbuatan dosa yang dilakukan dengan maksud jahat, rasa dengki/iri hati, berbohong (Roma 1:29; 2 Korintus 12:19). Tapi… ada tapinya nih man-teman… Tapi di sisi lain, Alkitab sendiri mendorong adanya diskusi yang terbuka (Kis 4: 14-15) atau community openness (1 Yoh 1:7 ; Gal 6:2). 

Apa itu community openness? Community openness depart diartikan sebagai komunitas yang saling terbuka. Terbuka di sini mengartikan sebuah kejujuran ya, bukan kebocoran. Menjaga kerahasiaan di antara anggota sebuah komunitas itu sangat penting, karena di situlah kita sebagai satu tubuh Kristus membangun kepercayaan dan keterbukaan. Sebagai orang Kristen, kita diajarkan untuk terbuka terhadap sesama kita, dan membudidayakan kepercayaaan terhadap saudara kita dalam Kristus. Di dalam komunitas inilah, kita dan anggota kita seharusnya merasa aman bercerita dan saling memberikan masukan yang positif tanpa menghakimi. Kalau gosip menciptakan lingkungan yang membuat anggotanya khawatir akan menjadi topik gosip berikutnya, community openness sebaliknya mewadahi kita sebuah komunitas yang anggotanya nyaman dan aman membagikan bebannya dan mendapatkan input yang membangun serta saling membantu. Kalau dipikir-pikir penerapan community openness ini memang jauh lebih sehat, karena meminimalisir yang namanya asumsi kosong atau negatif karena kita dapat mendengar dari berbagai belah pihak dan mungkin dari orangnya langsung.

Nah! Jadi good news-nya, buat kita yang super kepo ini, kita boleh lanjut kepo guys, asalkan penerapannya adalah community openness yang Alkitab sudah ajarkan ya gengs. Keponya tahu batas juga ya, dan harus didasari ketulusan hati. Mantap kan?!

Mungkin, nantinya akan ada kasus khusus di mana kita perlu menentukan seberapa besar anggota yang perlu mengetahui permasalahannya dan apa perlu mengikutsertakan seorang yang lebih senior dan bijak, itu semua tergantung pada isu dan permasalahanya. Apa yang aku sampaikan hanyalah ajaran secara garis besar dari para tokoh Alkitab.

Nah, sudah jelas dong bedanya gosip dan diskusi. Kalau sudah tahu, tinggal pilihannya di tangan kita; apakah kita mau membudidayakan komunikasi yang sifatnya membangun atau malah menjatuhkan orang lain? 

Sebagai orang Kristen, perbuatan yang paling benar jika kita masuk ke dalam aktivitas menggosip, kita membawa pembicaraan yang hawanya gosip menjadi obrolan yang membuahkan solusi bagaimana kita dapat merangkul sesama kita. Dan tentunya, seluruh pertanyaan dan pernyataan yang telah kutuliskan di atas juga berlaku untukku sendiri, si kepo yang juga member dari grup WA berjudul gossip girls, hahaha!

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Evan
    Evan says:

    Wah sharingnya bgus Jov.

    Ya kalau saya pribadi ya, apapun yg diceritakan ke teman,saudara, atau orang lain pasti cepat atau lama tersebar. Mau itu baik/buruk. Jdi kalau gamau tersebar, tulis di diary saja lebih aman.

  2. Paulus Lawrenzo
    Paulus Lawrenzo says:

    Artikel dengan sharing yang sangat bagus
    Membuka akal pikiran sehat
    Tuhan Yesus memberkati

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *