4 Cara Menjumpai Tuhan di Kehidupan Sehari-hari

Oleh Justin

Artikel asli dalam bahasa Inggris: 4 Ways We Can See God In Everyday Life

Aku sering mengalami momen-momen di siang hari ketika aku asyik sendiri dan lupa kalau Tuhan sebenarnya selalu ada bersamaku. “Lupa” ini sering terjadi saat aku melakukan kegiatan yang tampaknya “duniawi”—pekerjaan, tugas kuliah, hobi.

Salah satu hobiku adalah mendengarkan musik klasik, terutama ketika aku sedang bekerja, supaya aku lebih rileks. Dalam playlist yang biasanya kuputar acak, kadang ada lagu yang enak, yang tiba-tiba terputar seperti, “The Lark Ascending” dari Vaughan William—dan untuk sesaat, aku seperti  dibawa ke dunia yang berbeda, dunia yang penuh dengan keagungan dan keindahan. Musik yang indah mengingatkanku bahwa ada lebih banyak hal dalam hidup ini daripada apa yang terlihat oleh mata, dan aku pun mengingat Dia yang menciptakan segala keindahan.

Momen-momen seperti ini membuatku sadar, seperti yang Yakub alami di Betel, bahwa Tuhan ada di sini, bersama kita, meskipun kita tidak mengetahuinya (Kejadian 28:16). Aku mengakui bahwa Tuhan selalu menyertaiku, di mana pun aku berada dan apa pun yang aku lakukan (Yeremia 23:24; Mazmur 139:7-10).

Saat kita sadar bahwa Tuhan senantiasa hadir, kita dapat memiliki cara pandang surgawi dan kita pun mampu merenungkan kasih dan kesetiaan-Nya yang tak pernah berakhir. 

Jadi, bagaimana kita dapat “melihat” Allah dengan lebih baik dalam kehidupan kita sehari-hari? Kita dapat berdoa, memohon agar Tuhan menolong fokus dan perhatian kita kepada-Nya. 

Berikut adalah empat cara agar kita dapat melihat lebih banyak tentang Allah:

1. Lihatlah Allah dalam ciptaan-Nya

Setiap kali aku melihat seekor burung hinggap di ambang jendela, atau melihat matahari bersinar, atau merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajah, aku memandang semua itu sebagai pengingat akan Sang Pencipta dan betapa menakjubkannya Dia menciptakan semua ini untuk kesenangan-Nya dan kesenangan kita.

Alkitab berkata, “Langit memberitakan kemuliaan Allah” (Mazmur 19:1). Dia membuat rumput tumbuh (Mazmur 104:14), menurunkan hujan pada waktunya (Yeremia 5:24), dan menentukan batas-batas gelombang laut (Ayub 38:10-11).

Selain mengingatkan kita akan keberadaan dan kuasa Allah, ciptaan mengajarkan kita untuk memandang Allah sebagai pemelihara dan penolong kita. Yesus mengajak kita untuk merenungkan bagaimana Allah memberi makan burung-burung di udara dan memberi pakaian kepada bunga bakung di padang, sehingga kita tidak perlu khawatir dengan apa yang kita makan dan kenakan (Matius 6:25-33). Kita dapat melihat ke bukit-bukit dan mengingat bahwa Allah yang sama yang menciptakannya adalah Allah yang menolong kita (Mazmur 121:1-2).

Aku pun merasa beruntung karena aku kuliah di kampus yang banyak ruang terbuka hijaunya. Setiap kali aku stres ketika menghadapi ujian, aku akan pergi ke area yang dekat dengan alam untuk melihat burung-burung yang melompat-lompat di atas rumput atau memandangi pepohonan yang bergoyang tertiup angin. Atraksi sederhana dari alam menolongku untuk mengingat bahwa Pencipta alam semesta ada di sini bersamaku. Dialah yang menjadi sumber dari segala kebijaksanaan dan pengertian, dan apa pun hasil ujianku nanti, semuanya akan baik-baik saja.

2. Melihat Allah di dalam berkat-berkat-Nya

Dunia adalah anugerah dari Allah buat kita, tapi kadang kita tidak merasa dunia ini se-spesial itu karena kita membandingkannya dengan berkat-berkat khusus yang Tuhan berikan pada kita masing-masing, seperti makanan apa yang kita makan, pakaian apa  yang kita kenakan, di mana tempat tinggal kita, dan sebagainya. 

Setiap kali aku merenungkan berkat-berkat yang kuterima, entah itu secangkir kopi, atau sesendok besar es krim, kulatih diriku untuk meluap dalam rasa syukur. Makanan dan minuman bisa saja dikonsumsi dengan sikap hambar, seolah itu hanya ‘rutinitas’ supaya kita bertahan hidup, tapi pada kenyataannya, saat kita makan, kita menikmati berbagai macam rasa dan aroma. Tuhan memberi kita indera pengecap untuk menikmati semua ini! Tidaklah mengherankan jika pada pernikahan di Kanan, Yesus tidak membuat sembarang anggur, tetapi anggur yang baik (Yohanes 2:1-10). 

Jika kita menikmati manisnya madu dan mendapatkan energi darinya, terlebih lagi manisnya firman Tuhan (Mazmur 119:103) dan nutrisi rohani yang kita dapatkan dari tiap firman Allah. Janji-janji Allah menyenangkan jiwaku, sebab janji-janji itulah yang memberiku kekuatan dan keberanian untuk menghadapi masa depan. 

Jika kita menikmati kebersamaan dengan sahabat-sahabat kita, persahabatan dengan Yesus, sahabat kita yang sejati, tentulah memberi kita sukacita sejati. Aku telah diberkati dengan teman-teman yang baik hati, penuh kasih, dan penyayang, yang selalu bersamaku dalam suka dan duka. Aku bersyukur atas kehadiran mereka. Melalui mereka, Allah menunjukkan kasih setia-Nya padaku. Dan, aku semakin bersukacita karena Yesus yang melebihi segalanya yang dapat kubayangkan. 

Bapa kita tahu bagaimana memberi kita pemberian yang baik (Yakobus 1:17). Meskipun kita mungkin menganggap remeh sebagian besar berkat-berkat-Nya, sudah sepatutnya kita lebih menghargai tiap berkat-Nya dan berterima kasih kepada sang Pemberi yang memberkati kita setiap hari.

3. Melihat Allah di dalam pekerjaan

Allah telah menugaskan pekerjaan kepada manusia bahkan sebelum kejatuhan dalam dosa (Kejadian 2:15). Pekerjaan adalah bagian dari rancangan Allah, yang berarti pekerjaan bukanlah suatu beban. Masing-masing kita memiliki panggilan yang diberikan Tuhan untuk kita kerjakan di bumi ini. Sebagai contoh, ketika kita memesan makanan dari sebuah restoran, kita diberkati oleh pekerjaan petani, koki, dan semua orang yang terlibat dalam proses produksi makanan tersebut. Melalui pemeliharaan-Nya, Tuhan dapat menggunakan pekerjaan kita untuk memberkati orang lain.

Pekerjaanku terkait pengelolaan keuangan sebuah bisnis kecil dengan sekitar sepuluh karyawan. Sekilas pekerjaanku tampak sekadar memantau arus kas sepertinya tidak terlalu berdampak dibandingkan dengan pekerjaan lain yang lebih hebat, tetapi aku telah belajar bahwa Tuhan dalam hikmat-Nya yang tak terbatas memberikan pekerjaan yang berbeda kepada setiap orang sesuai dengan tujuan-Nya. Bahkan ketika aku menulis ini, aku sejatinya sedang mengkhotbahkan kebenaran ini kepada diriku sendiri, dan aku pun berdoa agar aku dapat lebih melihat Tuhan dalam pekerjaanku, dan memandang pekerjaanku lebih dari sekadar sarana untukku mendapatkan penghasilan.

Seperti yang dikatakan A.W. Tozer, “Bukan apa yang dilakukan seseorang yang menentukan apakah pekerjaannya itu sakral atau sekuler, melainkan mengapa ia melakukannya.” Aku tahu bahwa dalam pekerjaanku, pada akhirnya aku bertanggung jawab kepada Tuhan, dan setiap pekerjaan kecil yang dilakukan sepenuh hati, entah itu menulis cek belanja atau mengecek kembali arus kas keuangan, tidak akan luput dari perhatian-Nya. 

Meskipun pekerjaan kita seringkali tidak menyenangkan dan suram karena kita dan seisi dunia telah jatuh dalam dosa (Kejadian 3:17-19), kita dapat yakin bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati bagi Tuhan akan mendapatkan upahnya (Kolose 3:23-24). Apa pun pekerjaan yang kita lakukan, besar atau kecil, dibayar atau tidak dibayar, kita tahu bahwa jerih payah kita di dalam Tuhan tidak sia-sia (1 Korintus 15:58) dan kita dapat meminta kasih karunia untuk memperlengkapi kita dalam setiap pekerjaan baik (2 Korintus 9:8).

4. Melihat Allah dalam pencobaan

Pencobaan dan penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan Kristen (Kisah Para Rasul 14:22), entah itu penyakit ragawi, masalah keuangan, penganiayaan, atau bahkan hal-hal kecil yang membuat kita tidak nyaman. Momen-momen penderitaan ini berfungsi sebagai pengingat bahwa dunia ini bukanlah rumah kita yang kekal, rumah kita pada akhirnya adalah bersama Bapa.

Setiap kali aku merasa tidak enak badan, entah itu migrain, mual, atau asam lambungku kumat, aku merasa terhibur karena mengetahui bahwa di surga, tubuh kemuliaan kelak tidak akan mengenal sakit atau nyeri. Meskipun penyakit-penyakit yang sering terjadi ini terkadang membuat frustrasi, semua ini mengajariku untuk lebih rendah hati dan lebih bergantung hanya pada Tuhan saja. 

Setiap pencobaan adalah kesempatan untuk kembali mempercayai Allah dan bersandar pada kasih karunia-Nya yang amat mencukupi di dalam kelemahan kita (2 Korintus 12:9). Ketika kita mengalami banyak penderitaan, kita didorong untuk tidak berkecil hati, mengingat bahwa kemuliaan kekal sedang dipersiapkan bagi kita, dan hadiah surgawi yang tak terlihat itu bersifat kekal (2 Korintus 4:16-18).

Ketika kita mencari Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh dalam keseharian kita, kiranya kita dapat mengalami sukacita persekutuan dengan-Nya. Ketahuilah, Dia menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20).

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
4 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *