Memiliki Iman Juga Artinya Memelihara Tubuhmu
Oleh Jovita Hutanto, Jakarta
Duduk, pinggang lelah. Berdiri, lutut ga kuat…
Tidur telentang, ga enak. Tidur miring, pegel…
Makan daging, kolesterol. Ga makan daging, darah rendah…
Begini amat ya hidup gue kalau dipikir-pikir…
Umur sih boleh 25, tapi badan terasa seperti umur 65.
Enam bulan lalu aku sempat melakukan check up darah, dan cukup kaget dengan hasil rapor dari pak dokter. Ternyata nilai kolesterol aku merah, dan angkanya cukup jauh dari nilai standar kelulusan. Maklum… Waktu lagi korbeq-an, suka lupa diri hehe… Lalu, apa aku menyesal dengan hasil rapor yang merah ini? Sejujurnya tidak terlalu. Hahaha… Mungkin karena konsekuensi belum terasa sih ya. Bukan berarti kesehatanku saat ini kuat dan fit banget, tapi dikarenakan rasa sakitnya masih bisa ditolerir sehingga sering kuabaikan. Bisa kutebak, kalau kalian juga pasti sering mengabaikan penyakit-penyakit kecil yang sifatnya belum terlalu mengganggu, ya kan??
Kalau mengingat masa pas kita K.O, di mana kita sudah terkapar di kasur, barulah mulai ada rasa penyesalan akan pilihan kita yang kurang bijak, seperti tidak berolahraga, makan makanan yang tidak sehat, sering begadang, dan sebagainya. Contoh kasus yang sering terjadi padaku adalah kegalauan ketika mau makan cabe, suka banget makan cabe tapi perut selalu ga kuat. Walaupun aku tahu besoknya bakal mules-mules dan diare seharian, dengan jujur aku katakan, aku tetap memilih untuk bahagia di momen itu, alias makan cabe tanpa batas. Memang penderitaan di keesokan harinya masih sebanding dengan rasa enaknya si cabe, tapi apakah worth it untuk kesehatanku dalam jangka panjang? Kurasa jawaban logisnya adalah tidak. Mungkin kasus makan cabe ini hal sepele, namun cukup mencerminkan pilihan-pilihan kurang bijakku dalam hal lain. Karena aku manusia berdosa dan penuh kelemahan, tentunya artikel penulisan ini berlaku untukku juga.
Sebagai food lover and exercise hater, aku tahu beratnya memilih untuk memiliki gaya hidup yang sehat. Bosan juga kalau sering diingatkan kalau tubuh ini adalah bait Allah. Tahu sih, tapi kok rasanya hidup kurang pol ya kalau menjalankan apa yang baik untuk kesehatan jangka panjang tubuh ini di masa muda ini. Awal aku berpikir bahwa ini mungkin hanyalah sekadar kemalasanku dalam berolahraga atau kurangnya self control (pengendalian diri) saat sedang makan bersama teman-teman. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, mungkin ini menyangkut pada mindset yang kurang betul selama ini. Ternyata perilaku kita terhadap tubuh kita memiliki kaitan yang erat dengan iman kita.
Dalam ilmu eksakta, tubuh ini terdiri dari jiwa (rohani) dan raga (jasmani). Memang benar, tapi ada perbedaan unik dalam konsep ‘jiwa dan raga’ ini yang dimiliki pemikiran orang Kristen. Banyak orang non-Kristen menekankan bahwa tubuh jasmani ini adalah media perwujudan pemikiran (rohani) manusia. Adanya strata di mana pikiran (the mind) itu memiliki posisi lebih tinggi dari tubuh jasmaninya (the body), karena dari pikiran manusialah tubuh ini melakukan tugasnya. Sebagai orang Kristen, tubuh jasmani dan rohani kita merupakan satu kesatuan yang utuh tanpa menekankan mana yang lebih unggul, karena keduanya sudah diserahkan kepada Kristus. Sehingga, stratanya merupakan Kristus sebagai tuan atas tubuh jasmani dan rohani kita.
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1).
Di ayat ini, Paulus mengartikan ‘tubuhmu’ sebagai keseluruhan tubuh manusia, yang terdiri dari tubuh jasmani dan rohani (penjelasannya ada di ayat-ayat berikut). Dalam konteks Roma 12, ia ingin menyampaikan buah dari hidup yang sudah diperbaharui oleh dan dipersatukan dengan Kristus (Roma 6 & Roma 8), di mana tubuh jasmani dan rohani kita sudah menjadi instrumen kebenaran Kristus. Pikiran kita sudah ditundukkan oleh Roh dan tertuju pada kebenaran; sehingga posisinya bukan lagi sebagai penguasa yang selalu memenuhi kesenangan daging (kesenangan tubuh jasmani yang fana). Di sini, tubuh jasmani dan pikiran kita sudah ada dalam kuasa kendali Yesus. Jasmani dan rohani kita, sebagai kesatuan yang utuh, sudah dipersatukan dengan visi misi yang sama, yaitu untuk Yesus. Pada akhirnya, keduanya akan bekerja sama berusaha berpikir dan berbuat hal yang menyenangkan hati Tuhan, bukan keinginan daging yang dahulu sering kita puaskan demi kebahagiaan sesaat.
Dalam terjemahan bahasa Inggris, ‘persembahan yang hidup’ artinya ‘living sacrifice.’ Living artinya hidup; sacrifice merupakan sebuah tindakan yang melibatkan pembunuhan (sacrifice involves the act of killing). Dibunuh, tapi tetap hidup… Sungguh sebuah kalimat paradoks yang penuh makna! Di sini Paulus mau menekankan bahwa ‘persembahan yang hidup’ atau ‘living sacrifice’ merupakan sebuah proses penanggalan (pembunuhan) keinginan daging kita, agar dapat menghidupi apa yang menjadi kemauan Kristus. Lalu kalimatnya dilanjuti dengan ‘yang kudus.’ Di dalam bahasa Ibraninya, ‘Yang kudus’ adalah “Kodesh,” yang artinya ‘dipisahkan untuk sebuah tujuan.’ Sehingga, ‘yang kudus’ dengan kata lain merupakan mereka yang sudah dipisahkan, dipisahkan dari cara berpikir yang duniawi.
“Itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1b), yang melibatkan seluruh tubuh jasmani dan rohani kita sepenuhnya untuk pekerjaan Tuhan. Kita tidak bisa mengaku bahwa kita telah menyerahkan diri sepenuhnya pada Kristus jika kita tidak menundukkan tubuh jasmani kita pada kemauan Kristus. Kalau aku boleh simpulkan poin lainnya, pikiran yang tertuju pada Roh dan kebenaran (atau singkatnya ‘iman’) itu berbanding lurus dengan perlakuan kita terhadap tubuh (jasmani dan rohani) kita sendiri; karena kita tahu bahwa perbuatan dan pikiran yang dihasilkan tubuh jasmani dan rohani kita menjadi cermin, media, dan representasi dari Kristus dan pekerjaanNya (Roma 12:2-3).
Sekarang kita tahu bahwa tubuh jasmani dan rohani ini merupakan media yang dipercayakan oleh Tuhan agar kita dapat memenuhi tugas dan panggilan kita untuk memuliakan nama Tuhan. Sehingga, pemeliharaannya sangat penting jika kita menganggap serius iman kita. Empat tahun lalu, sejak aku bergabung dan bekerja dengan orang tuaku (membantu usaha keluarga), aku mengalami perubahan gaya hidup yang cukup drastis. Aku terpaksa mengikuti jadwal dan rutinitas orang tuaku, dimulai dari bangun pagi, karena harus berangkat bareng; lalu makan siang juga sudah ditentukan, tentunya makanan yang sehat dan pastinya kurang lezat, sampai mengikuti kedisiplinan waktu bekerja. Cukup berat, karena sebelumnya senang begadang dan bangun siang, lalu makan tidak teratur dan juga tidak sehat, dan tentunya sering mengerjakan tugas sampai benar-benar last minute. Walau diawali dengan berat hati dan dengan cara dipaksa, lama-lama aku terbiasa. Mungkin ada kalanya, memelihara tubuh yang sehat ini hanya memerlukan kedisiplinan and habit, karena setelah dijalankan dalam jangka waktu yang lama, tubuh kita juga mulai terbiasa dengan gaya hidup yang baik.
Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥
aku mau ikut
wow
Sangat memberkati
trimakasih, sangat memberkati sebagai pengingat untuk memelihara tubuh jasmani yg sering dianggap remeh oleh kaum muda seperti saya pribadi ðŸ™