Kering, Namun Perlahan Disuburkan Kembali
Oleh Jesica Rundupadang, Toraja
Menjelang Natal tahun kemarin, aku ditunjuk menjadi salah satu tim kerja di persekutuan pemuda di gereja. Namun, pada saat yang sama aku kurang melibatkan diri dalam pelayanan, rasanya seperti ada sekat karena sebuah masalah yang pernah terjadi. Semakin hari aku semakin menjauh dari gereja. Saat diminta hadir dalam sebuah pertemuan atau ibadah, aku selalu mangkir dengan banyak alasan. Hal ini terjadi selama beberapa bulan dan tanpa kusadari mempengaruhi juga kehidupan rohaniku. Aku jadi jarang berdoa, atau hanya seperlunya saja.
Hingga tibalah saat menjelang Paskah. Aku kembali diberi tanggung jawab. Aku mengatur siapa-siapa saja yang akan menjadi petugas ibadah. Ingin rasanya kutolak, tapi karena satu dan lain hal aku tidak bisa. Jadi, kuhubungi teman-teman yang kurasa bisa ambil bagian (liturgis, pemain musik, kantoria, dsb) di ibadah Paskah nanti. Ketika aku mulai mengajak teman-temanku, rupanya di sinilah Tuhan menegurku.
“Sebenernya kan kalian bisa latihan tanpa saya. Lagipula kalian yang ambil bagian, masalah liturgi sudah beres. Jadi, untuk apa saya datang?” kalimat ini kuucapkan setelah dua hari para pelayan berlatih.
“Cika,” jawab Chinjo, salah satu dari pelayan ibadah. “Tidak begitu. Ini tugasmu untuk terus pantau kami yang latihan. Ini seperti tugas Kak Ci di tahun-tahun yang lalu. Bukan sekadar mengingatkan, tapi kalau ada yang miss bisa diperhatikan. Jadi bukan karena liturginya beres, kamu menghilang. Btw, bisakah tiap latihan kita mulai dengan doa?” Teguran ini disampaikan Chinjo dengan muka bercanda, tetapi dia serius dengan pesannya.
Terus terang saja aku pun bergumul tentang doa. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku sangat jarang berdoa belakangan ini. Hari-hariku tak kuawali dan kuakhiri dengan doa. Aku terus berjalan dengan menganggap remeh doa itu, karena pikirku “aku doa dan tidak doa pun, Tuhan tetap kok nggak bakalan jawab doa sesuai keinginanku bahkan malah aku seperti ini karena Tuhan sendiri.”
Jika Paskah di gereja kemarin sempat ditegur dengan doa. Kembali lagi, saat akan dirayakan Paskah tingkat Klasis, yang kebetulan pemuda jemaat kami yang mengambil bagian lagi, beda lagi tegurannya. Di sini kami selalu pergi ke jemaat lain untuk latihan. Hari ganti hari kami semakin saling terbuka, apalagi setiba di lokasi di mana kami menginap serumah. Aku merasa terharu, ketika saat itu salah satu temanku memanggil “Cika, ayo saat teduh”. Hal yang tidak disangka-sangka keluar dari mulut orang yang sama sekali juga tidak kusangka-sangka. Dia adalah temanku, yang dulunya bahkan menyepelekan kegiatan ibadah pemuda. Lalu kenapa Tuhan memakainya menegurku? Ada pertanyaan yang menggelitik pikiranku, “Tuhan, kok Engkau pakai orang ini?”
Kehadiran teman-temanku rupaya menjadi cara Tuhan untuk menegurku. Ketika aku mulai tidak peduli dengan kehidupan spiritualitasku seperti sebelumnya, Tuhan menegurku melalui mereka. Ketika aku tidak peduli dengan kondisi di sekitarku, Tuhan tetap memakai temanku untuk mengingatkanku pentingnya saling berbagi, sharing.
Ada begitu banyak cara Tuhan untuk membawa anaknya kembali dalam dekapannya. Pengalamanku ini salah satunya. Bagaimana aku yang jadi malas berdoa atau berdoa seperlunya saja, tidak lagi ikut komunitas, dan berhenti saat teduh, bisa ditegur perlahan melalui orang di persekutuan gerejaku. Jujur saja, menyepelekan hal seperti ini kadang mengganggu perasaanku. Selalu ada kata, “Kapan aku bisa kembali seperti dulu? Kapan aku mau kembali lagi?” Tapi seketika itu pun kadang kujawab “Ah bisalah nanti, bisalah besok, kapan-kapan aja”.
Tapi, sejak aku dapat teguran dari kedua temanku itu aku kembali berpikir. “Kamu diberi waktu 24 jam. Ini 24 jam lho. Terbuangkah waktumu percuma hanya untuk bicara sama Tuhanmu? Tuhan bahkan tidak meminta kamu harus tiap bangun doa paling kurang sejam. Tuhan hanya mau mendengar doamu secara langsung lebih intim.”
Kusadari bahwa ketika aku meremehkan hubunganku dengan Tuhan, aku akan tiba pada satu titik di mana aku merasa hampa meskipun semua yang kita butuhkan tersedia. Bisa saja, mungkin ada di antara kita yang saat ini merasa kering dan tidak diperhatikan Tuhan. Bisa saja, kita juga mulai surut untuk mengikuti kegiatan rohani di gereja. Namun, satu hal yang dapat kupercaya yaitu Tuhan mampu. Tuhan punya kuasa untuk menarik kita kembali bahkan melalui orang-orang yang tidak kita sangka.
Sejenak aku berpikir, “Kok Tuhan tidak marah? Kenapa malah semakin membuatku untuk mendekat?” Jawabannya baru kudapatkan saat ibadah bersama rekan-rekan di tempat kerjaku.
Jawabannya, Tuhan adalah kasih. Seberapa jauh pun kita melangkah menghindari hadirat Tuhan, kasih-Nya tetap besar. Tuhan masih ingin kita menikmati waktu bersama-Nya. Akan ada suatu waktu, Tuhan membuatmu tertegur, tertegun, dan terbentuk. Kita bisa menikmati hadirat Tuhan salah satunya dengan persekutuan. Tak sedikit ada bentrokan dalam persekutuan, namun bukan artinya kita meninggalkan. Tetap taat hingga kita semua berbuah.
Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu
Terberkati dengan tulisannya Eci.
Amin
😇
amin..
amin
Sungguh terberkati. Terimakasih tegurannya
Amin. Makin Terberkati dan Diberkati 😇😇
Ahh terharu baca ini.
Semangatt selalu eci untuk terus berbuah didalam Tuhan. Andalkan Tuhan selalu dalam kehidupannya ♡
Amin. Yukss jadi berkat.
Amin
amin