Sisi Lain Film Jesus Revolution
Oleh Dhimas Anugrah, Jakarta
Bayangkanlah ini: pada suatu ibadah, ribuan orang tersentuh hatinya dan secara serentak menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka secara pribadi. Mungkin momen ini akan jadi momen yang mengharukan, penuh semangat, dan memorable!
Pertobatan ribuan orang secara serentak pernah terjadi juga pada masa gereja perdana seperti tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul. Namun, pertanyaan yang mungkin menggantung buat kita yang hidup di zaman sekarang: apakah peristiwa seperti ini akan dan bisa terulang lagi?
Kejadian semacam ini pernah terjadi pada awal 1970-an di California, Amerika Serikat dan inilah yang menjadi inspirasi dari film yang beberapa waktu lalu sempat hits di kalangan orang Kristen di Indonesia. Film “Jesus Revolution” menceritakan kisah nyata ini dengan baik. Alkisah sekelompok anak muda yang dikenal sebagai kaum Hippies mencari makna serta tujuan hidup, dan mereka menemukannya di dalam Yesus Kristus.
Hippies adalah budaya yang muncul di Amerika Serikat pada medio 1960-an. Mereka berpenampilan nyentrik. Umumnya pria dan wanita Hippie berambut panjang dan dibiarkan kusut. Penampilan ini hendak menunjukkan akan konsep kesederhanaan hidup. Mereka juga biasanya hidup nomaden dan tinggal di dalam mobil.
Singkat cerita, film “Jesus Revolution” menceritakan tentang gerakan yang menjangkau para pemuda Hippies. Tapi, sebagian umat di gereja merasa tidak nyaman terhadap kehadiran kaum Hippies yang datang ke rumah ibadah mereka. Tampaknya ini pula yang menjadi salah satu kekuatan film yang disutradarai oleh Jon Erwin dan Brent McCorkle itu. Duet sutradara mempertontonkan realitas yang ada dalam gereja waktu itu dalam menyikapi kebangunan rohani di antara kaum muda yang “dipandang sebelah mata.”
Meski fokus film ini pada kekuatan transformasi rohani secara masif di California, tetapi kedua sutradara tidak menyembunyikan karakter-karakter tertentu dalam jemaat yang tidak “welcome” atau tidak bisa menerima kehadiran saudara-saudari mereka yang baru dalam Kristus. Mereka yang merasa tertarik mengenal Yesus sebagai Tuhan dan nilai-nilai Kristiani justru “ditolak” oleh sebagian anggota jemaat yang sudah “mapan.” Tentu, sikap semacam ini tidak elok.
Favoritisme dalam Gereja
Yakobus pernah mengatakan, “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.” (2:1). Ayat ini mengingatkan kita bahwa sebagai pengikut Kristus untuk memperlakukan semua orang dengan adil dan tanpa diskriminasi. Sayangnya, praktik “memandang muka” atau yang biasa disebut sebagai “favoritisme” tampak menjadi dosa yang dengan mudah merasuk ke dalam kehidupan kita sebagai umat Kristiani.
Favoritisme merupakan kecenderungan memperlakuan khusus atau keberpihakan kepada kelompok atau orang tertentu karena kekayaan atau status mereka, dan tidak melihat semua orang secara setara sebagai anak-anak Allah. Sepertinya realitas ini yang ingin ditunjukkan oleh duet sutradara film “Jesus Revolution” ketika sebagian umat “tidak suka” pada kehadiran kaum Hippies yang Tuhan kirim ke gereja mereka.
Tentu, praktik favoritisme tidak selaras dengan sabda Tuhan yang mengajak kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Matius 22:39). Pada saat yang sama, favoritisme merupakan bentuk diskriminasi yang merusak citra umat Allah, yang adalah satu tubuh di dalam Kristus (1 Korintus 12:12). Ketika kita menunjukkan sikap favoritisme, kita tidak mencerminkan karakter Allah sebagai Tuhan adil dan menerima semua orang. Dalam film “Jesus Revolution,” konsekuensi dari sikap favoritisme menyebabkan diskriminasi di antara anak Tuhan. Namun, sang pendeta menunjukkan keberaniannya membela kaum Hippies yang “ditolak” sebagian umat, meski mereka ada yang sering menyumbang dana di gereja tersebut.
Mengatasi Sikap Favoritisme
Dalam ancaman virus favoritisme yang bisa menginfeksi umat Kristiani, kita diajak menyadari kembali bahwa semua orang diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:26), dan berharga di mata-Nya (Yesaya 43:4). Kita diundang untuk memperlakukan semua orang dengan hormat dan kebaikan, tanpa memandang latar belakang atau penampilan mereka, tidak menilai orang berdasarkan faktor eksternal, seperti kekayaan atau status.
Hidup menggereja adalah kesempatan bagi kita untuk berusaha melihat orang lain dari sudut pandang Tuhan. Seperti lirik sebuah tembang, “B’rikanku hati s’perti hati-Mu yang penuh dengan belas kasihan.” Mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri dapat terwujud dalam sikap melayani dan terbuka pada orang lain tanpa diskriminasi.
“Jesus Revolution” adalah film yang kuat dan secara efektif menceritakan ulang gerakan transformasi secara masif yang pernah terjadi di California. Allah sanggup melawat banyak orang lewat kuasa Roh-Nya yang ajaib. Mari kita berdoa, agar pada masa sekarang ini Allah berkenan kembali melawat banyak orang. Kiranya Dia menggunakan kita untuk mewartakan Kabar Baik kepada insan-insan yang kehilangan arah dan tujuan. Mari kita doakan, agar semakin banyak orang dari segala bangsa mengalami persekutuan pribadi dengan Kristus, bertumbuh semakin menyerupai Dia, dan melayani di jemaat lokal yang merupakan anggota keluarga-Nya.
Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu
Tks Tuhan,..kiranya kami semakin tergerak utk menyampaikan kbr baik bagi orang yg belum mengenal Engkau sesungguhnya dengan Roh Kudus Tuhan mampukan kami 😇ðŸ™
😇😇
Amin ðŸ™
Amin amin amin amin