2023-12-04-Melekat

Sulitnya Melepas Apa yang Sudah Terlanjur Melekat

Oleh Fandri Entiman Nae, Kotamobagu

Ketika melakukan suatu tindakan yang menurut kita berlebihan atau tidak sesuai, kita sering berpikir, “Kok bisa ya aku ngelakuin ini?” Kita merasa bukan kita sendirilah yang secara sengaja ingin berbuat demikian, tapi ada dorongan lain yang seolah memaksa kita. 

Namun, jika kita renungkan lebih dalam, kita yang ada di hari ini adalah “produk” yang dibentuk dan diproses dari masa lalu. Cara kita berpikir, berbicara, menghadapi persoalan, dibentuk dari ribuan hari-hari kemarin. Tanpa bermaksud merendahkan orang-orang di sekelilingku yang luar biasa, namun aku harus jujur bahwa aku dibesarkan di lingkungan yang jauh dari sempurna. Tidak menghormati orang tua dan menggunakan kata-kata kasar bukanlah sesuatu yang akan dicela oleh masyarakat di tempat tinggalku. Bahkan, ada sebagian orang yang menganggap itu sebagai tindakan yang membanggakan. 

Itu sebabnya, dulu ketika aku berhadapan dengan lingkungan yang cukup baik dan menjunjung tinggi sopan santun, aku akan berjuang mati-matian untuk menyembunyikan tabiatku agar aku diterima di komunitas itu, atau setidaknya tidak ada yang mengetahui siapa aku sebenarnya. Bertahun-tahun berlalu dalam kedaulatan Tuhan, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh siapapun, aku akhirnya menjadi seorang hamba Tuhan dan dipakai menjadi pemberita Firman-Nya.

Semua orang yang telah “ditangkap” oleh Kristus tahu betapa indahnya perasaan pada saat Tuhan Yesus menjamah dan menjadikan kita bagian dari keluarga Allah. Tetapi semua juga tahu persis bahwa ada perjuangan yang baru saja dimulai, yaitu perjuangan melawan diri sendiri. Adalah benar ketika kita mengalami kelahiran kembali oleh karya Roh Kudus, kita menjadi pribadi yang baru yang telah menerima jaminan keselamatan (Titus 3:5), namun itu bukan berarti kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang lama lantas lenyap dalam sekejap mata.

Kita memang mengalami sebuah “transformasi spiritual” pada saat Roh Kudus mulai berdiam di dalam kita. Tetapi satu fakta yang sangat jelas dikumandangkan oleh rasul Paulus bahwa selama kita masih hidup di dunia ini, kita hidup dalam “kemah” yang adalah tubuh kita yang lemah. Dunia menawarkan begitu banyak hal instan, menyenangkan, sekaligus berbahaya. Moralitas kita diuji habis-habisan dalam skala yang tidak main-main. Bahkan secara tidak langsung kita memaklumi prinsip yang berkata “tidak usah terlalu jujur” supaya berhasil dalam pekerjaan. Mungkin kamu adalah satu dari jutaan orang yang telah terpikat, masuk ke dalam “lembah kecurangan” itu, kemudian merasakan keuntungannya, lalu mulai merasa nyaman. Kamu mulai mencari pembenaran atas apa yang sebenarnya telah mendukakan Roh Kudus di dalam hatimu yang sebenarnya terus menegurmu tanpa henti. Pada akhirnya, secara perlahan kamu mulai terbiasa tinggal dalam lembah itu.

Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa melepaskan sesuatu yang telah begitu melekat dalam diri kita, apalagi jika hal itu telah berteman dengan kita selama puluhan tahun dan sedemikian “menguntungkan” kita?

Tidak ada fondasi bagi jawaban untuk pertanyaan ini, selain Salib Kristus. Di salib itu terpampang amat jelas hati Allah yang tersayat-sayat oleh dosa kita. Aku selalu mengatakan, dalam pengertian tertentu, bukan paku Romawi dan bukan strategi Yahudi yang akhirnya membunuh Sang Kristus di Kalvari, melainkan dosa kita.

Dengan kesadaran akan betapa serius dan mengerikannya dosa, kita pun harusnya terdorong sangat keras untuk meninggalkannya. Itu sebabnya rasul Paulus terus-menerus melatih dirinya (1 Kor. 9:27).  Tentu ini bukan sesuatu yang mudah. Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, secara khusus untuk yang telah dibesarkan cukup lama dengan masa lalu yang buruk, kita akan melawan apa yang selama ini telah memberikan kita kenyamanan.

Bukan perkara satu malam untuk mengubah seorang anak yang biasa disuapi agar menjadi pekerja keras. Namun kita tidak akan sampai pada titik yang kita inginkan, secara khusus, yang Allah inginkan, jika kita tidak membuat langkah pertama. Aku punya beberapa teman yang telah berjuang “mengalahkan” kecanduannya pada minuman keras. Beberapa temanku yang dulu sangat malas membaca, kini terus melatih diri membaca Alkitab dengan semangat setiap pagi. Bahkan seorang teman yang terkenal sangat pemalas, sekarang telah menjadi lebih ulet.

Kabar baiknya adalah kita tidak sendiri. Allah menemani kita. Itulah pentingnya mempelajari firman-Nya karena dari sanalah kita akan mendapatkan kekuatan, penghiburan, tuntunan, bahkan teguran yang akan membangun dan mendorong kita untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita. 

Melangkahlah bersama Allah, s’bab tangan berlubang paku itu yang akan memegang erat tanganmu.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
12 replies
  1. Martha PL
    Martha PL says:

    amin,share yg sgt menguatkn.menginspirasi.kirax Tuhan sll monolong kt dlm melwan daging yg lemah ini,amin

  2. Santoso Kurniawan
    Santoso Kurniawan says:

    sekarang malah males baca , sebelum pandemic Semangat banget bacanya …. ahhh …binung dah jadinya

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *