Tentang Keinginan Kita dan Jawaban Tunggu

Oleh Hilary Charletsip
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why Won’t God Give Me What I Want?

Lima menit.

Hanya dalam lima menit, aku bisa memesan segelas kopi, mendapatkannya, lalu mencium aromanya yang harum, dan menyeruput macchiato caramel yang enak itu.

Dalam lima menit juga, aku dapat mencari sebuah barang secara online, menambahkannya ke keranjang, membayarnya, dan menerimanya esok hari.

Kalau aku ingin menonton acara favoritku? Tinggal buka Netflix.

Kita tentunya punya banyak keinginan, tak cuma tentang barang fisik yang dapat dibeli. Keinginan kita juga berkaitan pada hal-hal yang tak berwujud yang kita capai dalam hidup— harapan, impian, dan permohonan doa kita kepada Bapa yang baik

Aku ingin menikah.
Aku ingin liburan.
Aku ingin…. Ini itu banyak sekali.

Kalau aku sendiri, sejujurnya aku hanya ingin satu hal karena ini yang terus menerus dikatakan orang buatku. Apakah aku siap duduk di belakang meja selama 40 jam seminggu sampai 30 tahun ke depan? Sama sekali tidak. Tapi, itulah yang akan dilakukan oleh seorang mahasiswa yang baru lulus.

Di tahun terakhir kuliahku, aku magang di sebuah perusahaan yang menawariku pekerjaan full-time, lengkap dengan fasilitas tunjangan. Aku bahkan tidak perlu wawancara. Tapi, lewat obrolan dengan orang-orang dewasa, doa, dan sedikit rasa ragu, aku tahu aku tidak akan cocok bekerja di situ seterusnya. Kutolak tawaran itu tanpa punya rencana cadangan, tapi aku percaya Tuhan akan menolongku.

Namun, berbulan-bulan setelah aku menolak tawaran kerja itu, hatiku merasa aku salah ambil keputusan. Semakin aku berdoa supaya dapat pekerjaan tetap, semakin aku tahu kalau usahaku belum akan membuahkan hasil dalam waktu dekat. Satu lamaran mengarahkanku ke lamaran lainnya tanpa proses wawancara, sementara perusahaan yang aku dambakan malah tidak pernah meresponsku.

Pergumulanku mencari pekerjaan tetap pun berlangsung selama empat setengah tahun. Ada banyak wawancara dan penolakan, air mata, dan saat-saat di mana aku menjadi sangat frustasi dengan setiap prosesnya. Terkadang aku mencoba bertindak sendiri, lelah mempercayai Tuhan. Setiap hari aku gelisah, kurang tidur, terburu-buru, dan cemas.

Melalui empat setengah tahun yang berat itu aku sadar bahwa terkadang Tuhan memakai tiap masa untuk menguatkan kita… untuk mempersiapkan kita menghadapi apa yang akan terjadi nantinya.

Kita ingin pekerjaan itu, tapi kita tidak punya keterampilan yang sesuai untuk mencapai apa yang Tuhan ingin kita lakukan di posisi itu. Jika memang posisi itu yang Tuhan kehendaki, Tuhan pasti akan mengizinkan kita diproses lebih dulu supaya kita memiliki kualitas dan keterampilan yang sesuai. Inilah yang terjadi selama empat setengah tahun bekerja secara kontrak. Tuhan membentukku, memperlengkapiku, dan mengenalkanku kepada orang-orang yang membawa pengaruh baik di hidupku, yang akhirnya membawaku pada posisiku sekarang ini. Tuhan tidak sedang meninggalkanku, tapi Dia sedang membawaku keluar dari zona nyaman untuk menjadikanku kompeten sesuai dengan rencana-Nya.

Masa-masa bekerja selama berjam-jam sembari dituntut juga untuk multi-tasking mengajariku tentang prioritas dan ketekunan—tetap melakukan apa yang jadi tugasku sampai selesai. Tugas untuk melakukan presentasi di grup networking—yang meskipun mengintimidasi—membantuku mengembangkan keterampilan berbicara di depan umum yang sekarang kulakukan setiap minggu dalam pekerjaanku.

Jika Tuhan seketika saja memberikan apa yang kita inginkan, mungkin kita tidak pernah menikmati proses yang menjadikan kita lebih unggul. Atau, mungkin juga kita tidak siap melaksanakan apa yang jadi kehendak-Nya.

Selama menjalani pekerjaan kontrak, Kolose 3:23 menjadi ayat yang kupegang teguh:

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”

Tidak masalah di mana aku berada atau apa yang kulakukan—entah aku menikmatinya atau tidak—aku tidak menganggap pekerjaanku hanya sebagai bekerja untuk orang-orang di sekitarku. Aku menganggapnya bekerja untuk Tuhan dan bersinar untuk-Nya. Pola pikir ini membantuku menumbuhkan kesabaran.

Ketika aku frustasi, aku ingat bahwa Tuhan selalu punya alasan tentang mengapa Dia mengizinkanku berada pada suatu waktu dan tempat. Entah apa yang kulakukan adalah untuk waktu singkat, atau waktu lama, aku akan berusaha bekerja dengan baik dan membayangkan Tuhan berada tepat di tempat kerja bersamaku. Kita mungkin tidak mengerti alasannya sekarang, tapi Mazmur 37:7-9 berkata: “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia;… jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri.”

Jika kamu sedang berdoa dan menanti, janganlah patah semangat. Tuhan akan mengubah masa gersang menjadi musim yang berbuah. Itu mungkin bukan masa depan yang kita impikan atau bayangkan, tetapi marilah kita beriman dan percaya pada waktu Tuhan dan rencana-Nya.

Jika kita belum mendapat kerja, belum menemukan pasangan, atau tidak bisa pergi liburan—apa pun itu, itu karena Tuhan sangat mengasihi kita. Dia terlalu mengasihi kita untuk memberikan sesuatu yang belum siap kita terima. Dia terlalu mencintai kita untuk memberikan sesuatu yang belum bisa kita tangani. Dia terlalu mengasihi kita untuk mengizinkan kita menetap, atau menyimpang dari jalan yang telah Dia tetapkan untuk kita masing-masing. Mungkin rasanya berbeda, mungkin tidak nyaman, tetapi bagaimana pun, apa yang Tuhan sediakan bagi kita itu adalah baik.

Menunggu akan yang terbaik dari Tuhan mungkin tidak sesingkat dan senyaman menunggu pesanan kopi kita disajikan dalam lima menit. Tapi, bukankah menunggu akan tetap jadi menyenangkan jika kita bisa sembari menghirup aromanya, dan mengamat-amati barista memproses kopinya sampai tersaji sempurna?

Bagikan Konten Ini
21 replies
  1. Hotnita Simamora
    Hotnita Simamora says:

    Terima kasih kak, ini sangat memberkati saya dalam hal menunggu akan waktu terbaik Tuhan

  2. Yuli Hartani Damanik
    Yuli Hartani Damanik says:

    terimkasih ka.. ini benar2 menegur saya dan membuka hati dan pikiran saya.. bahwasanya.. segala sesuatu yg ku pikirkan belum tentu yg terbaik.. Tuhan buat aku menunggu krna dia terlalu menyayangi ku.. shalom

  3. Marianne Scipio
    Marianne Scipio says:

    Sharing yang sangat memberkati., terima kasih Kak.
    Waktu Tuhan adalah yang terbaik bagi kita, karena DIA mengetahui segala sesuatu, Ia yang merancang segala sesuatu, Ia tidak pernah gagal, DIA adalah Alfa dan Omega. Ya dan Amin. Haleluya..

  4. Ribka Migrace Cerlin
    Ribka Migrace Cerlin says:

    kak, terimakasih banyak untuk artikel ini. satu tahun ini aku gap year nolak snmptn demi tes polwan. banyak bgt yg aku lalui satu tahun belakangan ini dan emang prosesnya ga mudah wkwk. doain yaa teman-teman tahun ini ada rezekiku lulus terpilih pendidikan di sepolwan🙏🏾💗

  5. ika
    ika says:

    aminn. terima kasih utk sharingnya. Ini persis dengan apa yg saya alami. Berusaha menggapai mimpi dan harapan itu tdk gampang apalagi harus berjuang sendiri, lingkungan yg kurang mendukung, tapi aku percaya janjiNya ya dan amin. apakah komunitas ini ada grupnya? jika ada saya tertarik bergabung😇

  6. Frida Yanti Br Lumban Batu
    Frida Yanti Br Lumban Batu says:

    Amin. Hal yang paling kuinginkan saat ini yaitu lulus atau diwisuda/mendapat gelar sarjana dari kampusku. Saat ini aku sedang mengerjakan Bab 4, dan seperti kesaksian ini, aku mau belajar melakukan sepenuhnya seperti untuk Tuhan, amin🙏🏻

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *