Kehilangannya, tapi Menemukan-Mu
Sebuah cerpen oleh Desy Dina Vianney, Medan
Rintik hujan sore itu mengingatkanku akan kejadian tepat satu minggu lalu. Rasanya seakan baru kemarin kejadian itu berlangsung. Sangat cepat, dan tanpa basa-basi. Aku duduk di bingkai jendela kamar kosku. Titik-titik hujan di kaca jendela terasa menenangkan. Di luar hujan deras dan orang-orang tampak berlarian di jalanan meskipun mereka memegang payung di tangan.
Aku menghembuskan napas. Menyisakan kabut tipis di kaca jendela.
Seminggu lalu, aku berhenti bekerja. Maksudku, aku diberhentikan dari pekerjaanku. Yahh, aku sekarang pengangguran.
Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta yang cukup besar di kota ini. Aku belum terlalu lama bekerja di tempat ini namun aku bersyukur mendapat posisi yang cukup baik di tim audit perusahaan ini. Aku mendapat rekan kerja yang ramah dan dapat diandalkan, serta gaji yang cukup besar. Namun setelah beberapa waktu, aku kemudian mulai mengerti banyak hal yang seharusnya tidak begitu.
Kali pertama—setelah beberapa waktu, aku bertugas menyusun laporan keuangan. Aku menyadari terdapat perbedaan nominal pada laporan keuangan yang aku susun dengan laporan keuangan yang kami bahas dalam rapat akhir bulan, tapi aku mengira aku yang mungkin salah dalam membuatnya dan Kepala Tim berbaik hati memperbaikinya.
Kali berikutnya kami diminta menambahkan sesuatu ke dalam daftar uang keluar, yang sebenarnya kami semua tahu kami tidak pernah mengeluarkan dana untuk sesuatu itu.
Hal itu terjadi berulang kali hingga suatu waktu aku merasa perlu untuk mengonfirmasinya pada ketua tim.
Dan, tebak apa yang dikatakan padaku?
“Andini, kinerja kamu selama ini saya perhatikan cukup bagus, kamu tidak begitu banyak bicara tapi laporan yang kamu buat teliti dan akurat. Jadi tugas kamu adalah tetap melakukan apa yang sudah kamu lakukan selama ini. Setiap laporan yang telah saya terima adalah tanggung jawab saya untuk mengelolanya. Saya senang memiliki kamu di tim ini, mungkin tahun depan kamu sudah bisa mendapat promosi.” Katanya dengan lembut dan senyuman yang manis. Hatiku mencelos, lalu dengan kikuk keluar dari ruangannya.
Itu bukan kali pertama aku melakukannya. Beberapa waktu kemudian aku melakukannya lagi dan mulutku langsung ditutup dengan beberapa kalimat yang menyuruhku untuk segera keluar.
Suatu waktu ketika makan siang bersama dengan rekan kerja yang lain, aku menyampaikan hal itu kepada mereka. Dan apa yang kudengar dari mereka tidak begitu berbeda.
“Itu hal yang lumrahlah di lingkungan kerja seperti kita ini, Din! Kita tahu sama tahu saja. Yang penting kan tidak merugikan kita, gaji kita lancar, kerjaan kelar, bonus besar. Simple kan?”
Aku terdiam mendengarnya. Sementara yang lain mengangguk-angguk setuju.
Aku menghembuskan napas berat. Tampaknya aku sendirian.
Beberapa waktu aku membiarkan hal itu terus terjadi dan aku mulai mengikuti arus yang ada. Aku lelah berkoar-koar tentang hal itu sementara yang lain tampak tidak terusik sama sekali. Aku berusaha menjalani hari-hari kerja dengan menutup mata dan telingaku akan hal-hal seperti itu. Aku hampir nyaman menjalaninya dan memang menyenangkan ketika hidup ini berjalan dengan mulus.
Malam hari di hari Rabu minggu lalu, aku pulang dengan perasaan tidak nyaman. Aku benar-benar gelisah. Aku tahu sesuatu sedang tidak beres dalam caraku menjalani pekerjaanku dalam beberapa waktu terakhir ini tapi aku berpura-pura dan mengabaikannya. Aku tahu Tuhan memerintahkan aku menyatakan kebenaran tapi aku terlalu takut. Besok akan ada rapat akhir bulan seperti biasa dan harusnya ini kesempatan yang baik untukku mencoba menyampaikannya. Aku mulai menyusun skenario-skenario di kepalaku, beserta kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.
Aku menghembuskan napas, lalu mengambil suatu keputusan.
Keesokan paginya, aku pun mengangkat tangan dan mengutarakan semuanya. Dan, cepat saja. Tidak perlu waktu lama dan basa-basi semuanya terjadi.
Aku pulang siang itu dan aku terduduk di ujung tempat tidur, tertegun, dan aku mulai menangis.
Mengapa aku harus berada di lingkungan kerja yang seperti ini? Megapa aku harus menyatakan kebenaran sementara orang lain tampak menikmatinya? Selama ini aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan pekerjaan ini dan aku memang takut kehilangannya. Aku takut tidak akan mendapatkan pekerjaan seperti ini lagi. Aku ragu untuk menjalani hidup tanpa kepastian akan pekerjaan dan penghasilan yang baik. Aku menginginkan hidup aman dan mulus. Sekarang bagaimana aku akan menjalani hidup? Aku.. tampaknya aku ragu akan pemeliharaan-Mu.
Tapi malam itu aku mulai tersadar.
Kalau hidup selalu berjalan mulus, kapan aku belajar bergantung pada-Mu?
Kalau aku selalu berada di lingkungan yang baik-baik saja, kapan aku punya kesempatan untuk menyaksikan-Mu?
Kapan aku punya kesempatan untuk mengakui eksistensi-Mu dalam setiap musim hidupku?
Kapan lagi aku belajar untuk tetap berpengharapan sekalipun rasanya tidak ada lagi harapan?
Aku akhirnya tersenyum dan merasa lega. Kehilangan pekerjaan memang menyakitkan, tapi tidak sebanding dengan sukacita karena menemukan wajah-Nya yang penuh kasih.
Dan, di sinilah aku. Yahh satu minggu ini di cukup menyenangkan juga, satu minggu untuk melakukan hal-hal yang disukai, mencoba hal-hal baru, beristirahat. Sebelum esok harus mulai berburu lowongan pekerjaan lagi.
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatila dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2 Timotius 4:2).
♡♡♡♡
Semangat Ka Desi..
You deserve more than that!
God bless
🥰🥰
Amin
Suka banget sama cerpen rohaninya,
Semangat selalu kak Desy 🥰🥰
terimakasih kak
relate ðŸ˜
Teruslah berjalan dalam kebenaran akan Tuhan
Selamat ya karena kamu telah menang dalam satu permasalahan… tetap semangat didalam kebenaran, terimakasih sudah memberi kesaksian yang menguatkan utk kami bisa meneladani bahwa didalam kebenaran yg berasal dari Tuhan, kita tdk perlu takutðŸ™
Semoga saya & kita semua selalu bisa berjalan dalam jalan kebenaran TUHAN. amen
Amin 😇ðŸ™
sama dengan yang sedang aku rasakan sudah ingin resign tp tidak kunjung ku lakukan karena khawatir sulitnya mencari pekerjaan.