Melalui Depresi, Aku Mengalami Anugerah Tuhan

Oleh Prillia Setiarini, Jakarta

Kira-kira sudah sepuluh tahun aku menjalani hari-hariku sebagai penyintas gangguan emosi manik-depresif. Aku ingat beberapa bulan sebelum psikiater mengeluarkan vonis tersebut, aku seringkali tercetus pemikiran untuk mengakhiri hidup. Saat itu aku masih menjalani rutinitasku sebagai mahasiswa. Namun, pemikiran-pemikiran yang negatif terus menghantuiku. Aku berpikir seakan tidak ada harapan buat masa depanku, dan aku juga kehilangan semua minat terhadap hobi-hobiku. Bahkan pada saat itu, aku merasa untuk bangun dari tempat tidur merupakan hal yang sangat berat.

Aku banyak berdiskusi dengan psikiaterku. Tentu saja aku ingin mengetahui mengapa aku mengalami hal seperti ini—mengapa pikiranku cenderung negatif dan aku seolah-olah tidak memiliki energi untuk bangun dari tidur. Psikiaterku menjelaskan dengan sabar. Gejala yang kualami mengindikasikan aku mengalami Bipolar, yang terdiri dari dua kata: “bi” yang berarti dua; dan “polar” yang berarti kutub. Ini bukan berarti penyintas bipolar memiliki dua kepribadian. Penyintas bipolar memiliki dua ‘kutub’ emosi yang berpindah sangat cepat atau bahkan mungkin mengalami dua ‘kutub’ emosi tersebut di saat yang bersamaan.

Secara sains apa yang aku alami disebabkan oleh genetik yang berarti keturunan, lingkungan yang mungkin membuat ada pencetusnya, atau lain sebagainya. Pada kasusku, penyebabnya merupakan kombinasi dari semuanya. Hanya saja, aku teringat satu hal yang benar-benar membuatku menjadi orang yang perfeksionis. Secara tidak langsung, sikap itu memengaruhiku dan menjadi alasan yang kuat mengapa aku begitu hilang harapan saat aku mengalami kegagalan.

Dari aku kecil, aku termasuk orang yang berprestasi. Aku dapat membuat daftar apa-apa saja yang sudah aku capai semenjak aku menginjak pra-sekolah. Hal ini terus memberi ‘makan’ ego yang aku miliki. Hingga suatu ketika, aku belajar Biologi di salah satu institut terbaik di Indonesia. Aku benar-benar merasa seperti ‘orang biasa’ tanpa prestasi saat bersekolah di sana. Aku mengalami yang aku maksud sebagai kegagalan. Aku dibawa ke psikiater pada saat pergantian semester dari semester 6 ke semester 7. Pada saat itu keluarga, teman-teman, dan rekan-rekan semuanya tidak mengerti mengapa aku bisa sampai divonis mengalami bipolar. Memang dari luar aku terlihat tidak apa-apa. Namun, di dalam hati aku merasa aku adalah orang gagal.

Psikiater memberikanku terapi, yang salah satunya menggunakan metode medisinal alias pemberian obat. Aku diberikan beberapa obat seperti anti-depresan, anti-cemas, obat tidur, dan obat-obat lainnya yang mendukung aku agar bisa beraktifitas seperti semula. Aku juga pergi ke konselor di gereja untuk meminta bantuan. Dukungan doa sangat membantuku untuk pulih. Selain itu aku juga melakukan terapi mindfulness, meditasi Firman Tuhan, memperbaiki pola tidurku dan pola makanku. Semenjak itu aku menjalani pola hidup sehat baik secara fisik maupun rohani.

Perjalananku untuk pulih tidak seratus persen mulus. Ada satu hal yang membuatku sakit hati saat itu, yaitu ketika aku diharuskan untuk mengambil cuti kuliah. Tidak pernah terbayang olehku sebelumnya untuk mengundur kelulusanku hanya karena riwayat kesehatanku ini. Namun, aku benar-benar diingatkan melalui renungan akan Firman bahwa Tuhan tidak membiarkanku jauh dari-Nya dan bahwa aku tidak boleh memprioritaskan pencapaian-pencapaianku di atas segalanya. Ayat yang terus aku ingat pada saat aku menyadari akan hal ini diambil dari Keluaran 20:3: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.”

Setelah apa yang aku alami, aku sadar bahwa aku dulu orang yang begitu sombong. Dulu aku menjadikan pencapaian-pencapaianku sebagai pijakan; tempat di mana aku dapat menyandarkan identitas, latar belakang aku, dan harga diri, sehingga saat aku merasa gagal, aku merasa harga diriku sangat rendah. Padahal Tuhan tidak menginginkan hal-hal tersebut dialami oleh aku dan oleh kamu. Aku yakin Tuhan ingin kita menjadikan Dia sebagai batu penjuru dan prioritas utama di hidup kita.

Sampai sekarang aku masih belajar untuk menyerahkan hidupku sepenuhnya untuk Tuhan. Aku menyerahkan identitasku, pencapaian-pencapaian, masa lalu, masa kini, masa depan, harga diri, semuanya aku serahkan kepada Allah Bapa.

Aku yakin Ia akan menjamin semuanya. Aku juga yakin Ia akan menjamin hidup teman-teman juga. Apakah kamu juga mau menyerahkan hidupmu seutuhnya kepada Allah Bapa, sang Juruselamat?

Bagikan Konten Ini
19 replies
  1. Jessica
    Jessica says:

    Hai kamu,
    Thank you sudah berbagi hal ini. Aku pun sedang berjuang dengan sakit mentalku. Tidak mudah tetapi aku percaya dan yakin semuanya sudah dalam tangan Tuhan. Hari demi hari aku merasakan penjagaan dan kasihNya. Tetap semangat ya kamu 🥰🥰

  2. jons
    jons says:

    Amin thanks ya buat sharing nya yang begitu memberkati tetap semangat ya Prillia Setiarini salam kenal

  3. Michelle
    Michelle says:

    terima kasih banyak atas sharing nya, aku juga sedang berada di fase depresi saat ini, aku memikirkan segala hal yang negatif dan sempat hilang harapan. Puji Tuhan, sharing yang kk berikan sangat bermanfaat untuk aku sekarang ini, Tuhan Yesus memang baik sekali. Terima kasih banyak kak Tuhan Yesus memberkati selalu <3

  4. Michelle
    Michelle says:

    terima kasih banyak atas sharing nya, aku juga sedang berada di fase depresi saat ini, aku memikirkan segala hal yang negatif dan sempat hilang harapan. Puji Tuhan, sharing yang kk berikan sangat bermanfaat untuk aku sekarang ini, Tuhan Yesus memang baik sekali. Terima kasih banyak kak Tuhan Yesus memberkati selalu <3

  5. Christine
    Christine says:

    Hai 👋
    Terima kasih untuk sharingnya..
    Aku juga sama, lg berjuang untuk keluar dr Gua Depresi yang Kelam sehingga menghilangkan Pengharapan ku dalam TY, tapi saat saat kelam seperti ini hanya bisa di lalui dengan Melekat pada Tuhan dan Dukungan DOA dari saudara saudari seiman

  6. Erda Resita Sihombing
    Erda Resita Sihombing says:

    Puji Tuhan, saya merasa begitu diberkati setelah membaca ini karena sepertinya saya juga memiliki pergumulan yang sama. Semoga Tuhan selalu bersama kita dalam tiap proses kehidupan kita. Amin. Tuhan Yesus Memberkati

  7. uneecunew
    uneecunew says:

    ya saya sedang di fase itu skrang , dan saya selalu melampiaskan amarah saya ke anak2 saya . tolong doa kan saya agar jdi ibu yg bijaksana dan buang jauh2 roh jahat yg ada ddlam diri saya , dan sembuhkan kepahitan ku sehingga aku mengalami depresi . agar aku bsa merawat ketiga anak ku yg masih pda kecil2 . trimakasih tyb

  8. miss03january
    miss03january says:

    keep going kak! tulisan memberkati buat aku! yang juga mengalami hal yang sama! jadi merasa tidak sendiri 🤍

  9. dheasyana rismalasari
    dheasyana rismalasari says:

    terimakasih untuk brbagi ceritanya kak, ak pun juga divonis sebagai penderita bipolar.
    dn skrg ak jg sedang di fase depresi, apalagi mngenai rumh tnggaku.
    mari kita saling mndoakan satu sm lain kak.
    Tuhan mmberkati

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *