Setia: Kualitas yang Langka?

Oleh Noni Elina Kristiani, Banyuwangi

Ketika tulisan ini ditulis, berita soal perselingkuhan Adam Levine dan Reza Arap sedang menjadi trending topic di Twitter dan juga sosial media lainnya. Orang-orang di dunia maya ramai membicarakannya dan muncul beragam respons. Ada yang mulai meragukan kesetiaan pasangannya, ada juga yang mempertanyakan apakah masih ada laki-laki yang setia di dunia ini?

Sebagai seorang wanita yang menjalani masa single selama 12 tahun, mungkin aku dirasa kurang tepat untuk membicarakan perihal kesetiaan. Namun, aku memiliki kisah yang meneguhkanku bahwa kesetiaan adalah sebuah keputusan dan komitmen luhur yang seharusnya dimiliki oleh semua orang. Kesetiaan adalah kualitas diri, dan untuk menjadi seorang yang “setia” tidak perlu menunggu untuk memiliki pasangan terlebih dulu.

Aku berteman dengan laki-laki yang sudah memiliki pacar, mereka sedang menjalani hubungan jarak jauh (LDR). Ketika kami bekerja di kota yang sama, beberapa kali dia menawarkan bantuan untuk mengantar-jemputku untuk mengikuti kelompok pendalaman Alkitab bersama yang ada di kota tersebut. Bagi seseorang yang tidak memiliki kendaraan pribadi, aku sangat bersyukur dengan tawaran itu. Namun, ada kegelisahan dalam diriku. Karena aku tahu dia sudah berpacaran, aku khawatir pacarnya keberatan jika aku diantar jemput untuk pendalaman Alkitab bersama.

“Pacarmu tahu nggak, kalau kamu jemput aku?” tanyaku pada suatu hari ketika aku sedang dibonceng olehnya.

“Tahu, kok.”

Namun aku tetap gelisah, meski aku hanya menganggapnya seorang teman. Aku tidak ingin jadi orang yang oportunis, yang diuntungkan dengan diberi tebengan tetapi tak peduli dengan dampak di baliknya. Pergi berdua dengan teman lelakiku ini membuatku bertanya-tanya, bagaimana perasaan pacarnya: apakah dia akan cemburu?

Sesampainya di kos, aku mengirim pesan kepada pacar teman lelakiku itu. Kebetulan aku juga mengenalnya. Aku memberi tahu bahwa beberapa kali aku keluar dengan pacarnya untuk PA bersama dan bertanya apakah dia tidak keberatan akan hal tersebut.

Benar saja, ternyata mereka sempat bertengkar perihal pacarnya mengantar-jemputku beberapa kali. Aku meminta maaf kepadanya, karena sudah merepotkan dan membuatnya khawatir. Kemudian aku meyakinkan hati pacar temanku ini untuk percaya bahwa aku akan menjaga relasi pertemanan di antara kami bertiga. Aku menghormati hubungan pacaran mereka berdua.

Pengalamanku ini mengajariku bahwa perlu ada batasan ketika kita berelasi dengan seseorang yang sudah berpasangan, entah itu sudah menikah atau mungkin baru di tahap berpacaran. Bukan berarti kita tidak bisa berteman dengan mereka yang telah berpasangan, tetapi dalam tiap aktivitas kita, kita dapat mengomunikasikan batasan kita dengan jelas sehingga terbangun pengertian. Bagi yang sudah berpasangan, bukan berarti kita harus selalu meng-update apa pun aktivitas kita, tetapi kepada hal-hal yang berisiko disalahpahami, kita dapat membangun pengertian dan meyakinkan sang pasangan bahwa kita adalah sosok yang berkomitmen untuk setia. Dan, selalu minta tuntunan Allah agar berhikmat dalam mengambil tindakan.

Setia dimulai dari diri sendiri

Karena sebuah relasi adalah kesepakatan dari dua belah pihak, perselingkuhan yang kerap dituding murni sebagai ketidaksetiaan satu pihak mungkin tidak sepenuhnya akurat. Masing-masing punya andil di balik perilaku curang ini. Salah satu penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Sex & Marital Therapy tahun 2021 menemukan bahwa ada delapan alasan utama mengapa seseorang selingkuh: kemarahan, menginginkan harga diri, kurangnya cinta, lemahnya komitmen, tidak adanya variasi, pengabaian, hasrat seksual, dan situasi-kondisi yang mendukung.

Alkitab pun menjunjung kesetiaan sebagai nilai yang luhur. Allah menunjukkan pada kita bahwa Dia setia (Ibrani 13:5), dan kita pun dipanggil untuk hidup di dalam-Nya agar hidup kita menghasilkan buah-buah roh yang salah satunya adalah kesetiaan (Galatia 5:22-23).

Buah roh berupa kesetiaan tidak muncul dengan tiba-tiba. Itu bisa muncul jika kita sebagai ranting terhubung pada pokok yang benar (Yohanes 15). Jika Kristus adalah pokok yang menjadi dasar kita, maka buah-buah roh dapat kita hasilkan. Artinya, kesetiaan adalah sebuah proses yang perlu diupayakan, dimulai dari hal-hal kecil dan tak selalu berkaitan dengan relasi romantis. Alkitab berkata barangsiapa setia dalam perkara kecil, ia juga akan setia dalam perkara besar (Lukas 16:10).

Bagiku yang sedang menjalani masa single, kesetiaan bisa kulatih dengan hidup jujur dan kudus di dalam Tuhan. Kesetiaan adalah komitmen luhur yang kita persembahkan bagi Allah, sang empunya hidup. Jadi, jika kepada Allah kita mampu bersikap setia, itu akan memudahkan kita untuk juga berlaku setia bagi sesama kita. Aku menghormati masa single-ku sebagai masa indah, yang kudus, dan berkenan bagi Allah, sehingga aku pun membangun batasan yang jelas dalam berelasi dengan orang-orang yang telah berpasangan. Firman Tuhan berkata bahwa kita perlu memiliki cara hidup yang baik, supaya pada akhirnya nama Tuhan dipermuliakan (1 Petrus 2:12). Kisah perselingkuhan Daud dan Batsyeba di Alkitab pun menunjukkan bahwa di hadapan Allah, perselingkuhan merupakan hal yang jahat dan perbuatan yang menghina Tuhan (2 Samuel 12:9).

Pada akhirnya, menjaga kekudusan dan kesetiaan bukan hanya karena kita mencintai pasangan hidup kita di dunia ini, tetapi karena kita mau menghormati Allah. Dia adalah Allah yang kudus dan setia, maka sebagai pribadi yang telah ditebus sudah sepatutnya kita menjalani hidup yang kudus dan setia serta tidak merusak hubungan yang dimiliki oleh pasangan lain dengan menjadi selingkuhan.

Di tengah dunia yang penuh dengan curiga, anak-anak Tuhan diundang untuk merayakan kesetiaan sehingga setiap orang dapat memuliakan Tuhan ketika melihat dan mengalaminya. Memelihara karakter yang setia dapat kita lakukan dengan terus melekat kepada Yesus, karena di luar Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Merenungkan dan menjadi pelaku firman, bersedia untuk melayani dan dilayani dalam komunitas, mewujud-nyatakan kasih dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kiranya Allah yang adalah kasih itu memampukan kita untuk memiliki kualitas pribadi yang setia pertama-tama kepada-Nya, Kekasih jiwa kita. Serta menjadi teladan di dalam relasi kita dan menunjukkan kepada dunia bahwa kesetiaan bukanlah hal yang langka.

Soli Deo Gloria!

Bagikan Konten Ini
16 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *