Ketika Pengetahuan Menyakitkan

Rabu, 31 Agustus 2022

Baca: Pengkhotbah 1:12-18

1:12 Aku, Pengkhotbah, adalah raja atas Israel di Yerusalem.

1:13 Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri.

1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.

1:15 Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung.

1:16 Aku berkata dalam hati: “Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan.”

1:17 Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal inipun adalah usaha menjaring angin,

1:18 karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.

Sebab semakin banyak hikmat kita, semakin banyak pula kecemasan kita. Semakin banyak pengetahuan kita, semakin banyak pula kesusahan kita. —Pengkhotbah 1:18 BIS

Zach Elder dan kawan-kawannya tiba di darat setelah berarung jeram selama dua puluh lima hari melintasi Grand Canyon, Amerika Serikat. Orang yang bertugas mengumpulkan perahu memberikan informasi tentang merebaknya virus COVID-19. Mereka mengira orang itu hanya bercanda. Namun, selepas mereka dari Grand Canyon, telepon mereka menerima pesan-pesan mendesak dari orangtua mereka. Zach dan kawan-kawan tertegun. Mereka berpikir, andai saja mereka dapat kembali ke sungai tadi dan melarikan diri dari apa yang mereka ketahui sekarang.

Dalam dunia yang telah rusak oleh dosa, pengetahuan sering menimbulkan penderitaan. Pengkhotbah yang bijak menyatakan, “Sebab semakin banyak hikmat kita, semakin banyak pula kecemasan kita. Semakin banyak pengetahuan kita, semakin banyak pula kesusahan kita” (1:18 BIS). Siapa yang tidak iri melihat kepolosan seorang anak yang riang gembira? Ia belum tahu mengenai rasialisme, kekerasan, dan kanker. Bukankah dahulu kita lebih bahagia, sebelum kita bertumbuh dewasa dan menyadari kelemahan dan kejahatan kita sendiri? Atau sebelum kita mengetahui rahasia kelam keluarga kita, seperti alasan paman kita suka mabuk atau penyebab orangtua kita bercerai?

Derita karena mengetahui sesuatu memang tidak dapat dibuang begitu saja. Sekali kita mengetahuinya, tidak ada gunanya berpura-pura tidak tahu. Namun, ada pengetahuan yang lebih tinggi, yang memberi kita kekuatan untuk sanggup bertahan, bahkan bertumbuh. Yesus adalah Firman Allah, terang yang bersinar dalam kegelapan kita (Yoh. 1:1-5). Dia “telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1Kor. 1:30). Penderitaan memberi kamu alasan untuk berlari kepada Tuhan Yesus. Ingatlah, Dia mengenal dan mempedulikan kamu. —Mike Wittmer

WAWASAN
Kitab Pengkhotbah mungkin terasa asing jika dibandingkan dengan Kitab Amsal yang sudah kita kenal. Penulis Ray Pritchard mencatat bahwa “perbandingan orang yang membaca Kitab Amsal dengan Kitab Pengkhotbah mungkin 1000:1.” Meski kurang populer, arti penting kitab itu tidak boleh diabaikan. Membaca Kitab Pengkhotbah seperti membaca catatan harian seorang penulis (yang dipercaya banyak orang adalah Salomo), yang mencatat pengejarannya akan kepuasan, hasil pengejaran itu, dan beberapa anjuran. Pernyataan utama kitab itu tercantum di Pengkhotbah 1:2, “Kesia-siaan belaka, . . . kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” Bagaimana seseorang hidup di tengah realitas bahwa keberadaan duniawi kita adalah suatu karunia Allah Mahakasih? Meski pokok permasalahan itu disorot berulang kali dalam kitab ini, yakni segalanya adalah “kesia-siaan belaka”, penulis juga menekankan fakta bahwa hidup yang rapuh ini sepatutnya dijalani dengan sikap “takut akan Allah” (lihat 12:13-14). —Arthur Jackson

Ketika Pengetahuan Menyakitkan

Adakah sesuatu yang kamu harap tidak pernah kamu ketahui? Ceritakan dan serahkanlah hal itu kepada Yesus. Setiap kali hal tersebut menyusahkan kamu, serahkan kembali kepada-Nya.

Tuhan Yesus, aku tidak menikmati penderitaan, tetapi jika derita itu justru membawaku kepada-Mu, aku rela menanggungnya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 132-134; 1 Korintus 11:17-34

Bagikan Konten Ini
51 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *