3 Perenungan Saat Aku Merasa Minder Karena Berbeda

Oleh Vika Vernanda, Jakarta

Aku bukan penonton drama Korea. Mungkin ketika membaca bagian ini saja, kalian berniat untuk skip tulisanku. Tapi coba tahan dulu hingga akhir.

Aku bukan penonton drama Korea, sedangkan hampir semua orang terdekatku menontonnya. Ketika dalam kelompok, tak jarang mereka membahas bias (artis) A atau drakor (drama Korea) B yang sepertinya seru, sedangkan aku cuma mengangguk atau ikut tertawa tanda upaya melibatkan diri. Kalau sekali dua kali, mungkin biasa saja. Namun hal ini seringkali terjadi di berbagai kelompok pertemananku.

Aku pernah berusaha memahami perbincangan mereka, namun aku tak memiliki ketertarikan yang sama dengan mereka dalam hal K-Pop. Aku juga merasa sangat tertinggal untuk hal tersebut melihat bagaimana up to date-nya teman-temanku yang K-Popers. Bahkan, tak sedikit dari mereka bisa berbahasa Korea.

Karena perbedaan tersebut, beberapa kali aku sedih dan minder. Aku yang bukan penonton drama Korea terkadang merasa sendiri dan terasingkan dari teman-temanku yang lain. Aku merasa berbeda dan don’t belong dalam kelompok pertemananku.

Memang kita hidup dalam masyarakat yang heterogen. Perbedaan suku, agama, budaya, bahkan selera seni seperti hal di atas, ataupun hal lainnya adalah hal yang acap kali kita temui dan bahkan rasakan. Tak jarang perasaan berbeda ini membuat kita minder dan merasa tidak cocok dengan pertemanan yang ada. Mungkin wajar untuk merasakan hal itu, apalagi jika kita adalah sebagian kecil, atau bahkan satu-satunya dalam kelompok yang berbeda dari anggota yang lain.

Namun, ketika merasa minder karena berbeda, aku belajar untuk mengingat beberapa hal ini:

1. Kalau aku berada di tempat yang tepat, perbedaanku semestinya tidak menjauhkanku

Suatu ketika aku pernah sangat sedih karena merasa berbeda. Kali ini bukan karena drama Korea, tapi tentang latar belakang keluarga. Kondisi yang tidak ideal membuatku merasa berbeda dengan teman-teman yang keluarganya terlihat sempurna, sehingga aku merasa takut ditinggalkan oleh teman-temanku ini. Kemudian aku bercerita dengan salah seorang teman yang kebetulan keluarganya juga terlihat sempurna. Dia berkata seperti ini, “Orang-orang yang mau pergi karena tahu latar belakangmu, bukannya memang seharusnya tidak ada di hidupmu?”.

Aku menyetujui kalimat itu karena menyadari bahwa perbedaan yang ada seharusnya tidak menjauhkan ketika kita berada dalam kelompok pertemanan yang tepat. Lingkungan pertemanan yang tepat dan benar justru menerima suatu perbedaan dan mampu menghargainya, bahkan mau saling terbuka dan berbagi mengenai perbedaan tersebut. Hal ini membawaku kepada poin 2.

2. Dengan menjadi berbeda, aku dikasihi dan dimiliki

Hal paling indah yang bisa dirasakan setiap orang adalah tetap dikasihi meski banyak perbedaan.

Jika kembali melihat dua belas murid Yesus, semuanya memiliki latar belakang yang berbeda. Ada yang sebelumnya berprofesi sebagai pelayan, misionaris, bahkan seorang pemungut cukai. Namun mereka sama-sama dipanggil Yesus untuk menjadi murid-Nya tanpa memedulikan latar belakang para murid. Bahkan kita mengenal kisah Tomas, yang seringkali disebut sang peragu, seakan menjadi sangat berbeda dari kehidupan murid Yesus yang harusnya percaya. Namun lagi-lagi, Yesus tidak pergi. Ia justru menunjukkan kehadiran-Nya kepada Tomas secara langsung (Yohanes 20:24-29).

Setiap pribadi dari dua belas murid itu berbeda, namun masing-masing menikmati kasih Kristus dan kasih dari sesamanya. Begitupun dengan kita. Ketika kita diterima walaupun kita berbeda, atau bahkan kita diterima karena perbedaan tersebut, di situlah kita menemukan kepemilikan sejati.

3. Allah mengasihiku tanpa syarat

Kasih Allah yang tanpa syarat sungguh nyata dalam hidup kita. Kasih tersebut adalah kasih yang telah menyelamatkan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib (Yohanes 3:16). Bukankah itu membuktikan bahwa kita sangat berharga di mata-Nya? Dia mengenal kita masing-masing secara pribadi dan mengasihi kita secara pribadi. Mengapa Tuhan mengasihi kita? Itu karena siapa Dia: “Tuhan adalah kasih.” (Yohanes 4 : 8, 16)

Pemahaman tentang hal ini menolongku ketika sedang berada dalam perasaan minder yang berlebihan. Tuhan mengasihiku tanpa syarat. Meski aku berbeda dari teman-temanku, Tuhan tetap mengasihiku. Jika teman-temanku juga adalah murid Kristus, aku juga percaya bahwa mereka tetap mengasihiku meski aku berbeda dari mereka.

Mengetahui hal itu tidak secara instan membuatku merasa aman dan tenang. Perasaan berbeda dan minder masih menghantuiku. Meski begitu, aku akan mengingat ketiga hal di atas yang mampu menguatkanku, dan aku akan berkata pada diri sendiri, “Tidak apa kok, Vik. Itu tidak membuatmu ditinggalkan oleh teman-temanmu yang sesungguhnya.”

Untukmu yang juga merasa berbeda sepertiku, entah karena tidak menonton drama Korea atau hal lainnya, kiranya ketiga hal tersebut juga bisa menolongmu untuk bisa berkata pada diri sendiri, bahwa berbeda itu tidak apa, karena aku dikasihi apa adanya.

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Risdelima Marbun
    Risdelima Marbun says:

    aku juga akhir-akhir ini lagi ngerasain itu kak,aku sedang berkuliah di lingkungan mayoritas muslim dan mungkin terhitung mahasiswa yang nonis sepertiku,kenapa aku mengambil kuliah di univ itu?? aku kuliah sambil bekerja dan dlu semua full online,aku masih oke saja karna jarang bertemu secara langsung dengan tmn” ku dan dosen.skrg aku udah mau masuk semester 7 dan kegiatan kuliah lebh sering offline dan banyak juga yang di urus ke kekampus langsung,aku berasa minder dan merasa aneh dengan tatapan mereka kepadaku apakah krna aku tidak memakai jilbab atau bagaimana,pdhal aku berpakaian sopan dan rapi.dan kemarin tepat nya aku bimbingan laporan PKL rasanya aku diperlakukan berbeda dengan yg lain.sebelum nya teman” ku di sambut ramah dan begitu di jelaskan dimana perbaikan nya dan selsai mereka bimbingan mereka berfoto bersama” dan pas giliran ku laporan di cek di bagian depan saja dan tidak sampai halaman terakhir dan dospem ku langsung menyudahinya dan hanya memberikan koreksi satu aja seakan tidak peduli dan jika sudah selsai revisi ini langsung mnta ttd saya saja aku tidak yakin untuk maju ke sidang PKL karna laporan ku saja tidak di cek sepenuhnya tidak seperti tmn” ku yg lain .skrg aku masih uring”an ,sedih ambil memikirkan kesalahan apa yg ku perbuat sehingga aku di beda-bedakan dengan mereka.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *