Kasih yang Dapat Dipercaya
Senin, 20 Juni 2022
Baca: Roma 12:9-21
12:9 Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
12:10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
12:11 Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
12:12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
12:13 Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!
12:14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
12:15 Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
12:16 Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!
12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
12:19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
12:20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
12:21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!
Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974
Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia. —Roma 13:10
Mengapa aku tidak bisa berhenti memikirkannya? Emosi saya bercampur aduk antara sedih, merasa bersalah, marah, dan bingung.
Bertahun-tahun lalu, saya mengambil keputusan pahit untuk memutuskan hubungan dengan seseorang yang sangat dekat. Sebelumnya, sudah berulang kali saya mencoba menegur sikapnya yang sangat menyakitkan, tetapi tidak digubris bahkan disangkal olehnya. Hari ini, ketika mendengar dirinya sedang berada di kota tempat tinggal saya, pikiran saya pun bolak-balik kembali ke masa lalu.
Saat berjuang untuk menenangkan pikiran, saya mendengar sebuah lagu di radio. Lagu tersebut bukan hanya menggambarkan pedihnya pengkhianatan, melainkan juga kerinduan agar pelaku pengkhianatan tersebut mengalami perubahan dan pemulihan. Air mata saya menggenang saat menyelami balada pilu yang menyuarakan kerinduan hati saya yang terdalam itu.
“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!” tulis Rasul Paulus di Roma 12:9, suatu pengingat bahwa tidak semua orang menunjukkan kasih yang tulus. Meski demikian, kerinduan kita yang terdalam adalah untuk mengalami kasih sejati—kasih yang tidak egois atau manipulatif, melainkan welas asih dan rela memberi diri. Kasih seperti itu tidak didorong oleh ketakutan dan dikuasai oleh nafsu ingin mengendalikan, melainkan oleh komitmen dan kesenangan untuk mendahulukan kesejahteraan satu sama lain (ay.10-13).
Itulah kabar baik, atau Injil. Berkat Tuhan Yesus, akhirnya kita dapat mengenal dan membagikan kasih yang dapat kita percayai—kasih yang tidak akan berbuat jahat (13:10). Hidup dalam kasih-Nya adalah kebebasan sejati. —Monica La Rose
WAWASAN
Agar dapat dipercaya, kasih haruslah tulus ikhlas. Kata yang diterjemahkan sebagai “jangan pura-pura” di Roma 12:9 (“ikhlas” dalam versi BIS) adalah anypokritos dalam bahasa Yunani, dengan imbuhan awal yang menegasikan akar katanya, hypokrisis, yang berarti “munafik.” Ketika dipadukan, kita mendapat istilah “tidak munafik” atau “ikhlas.” Ketika anypokritos menerangkan kata kasih, kita melihat kasih tanpa topeng, tanpa kepura-puraan atau maksud terselubung; kasih yang sesungguhnya. Di 2 Korintus 6:6, kata itu menerangkan suatu kasih yang terlihat di antara para pelayan sejati Kristus: “kasih yang tidak munafik.” Namun, kasih bukanlah satu-satunya kebajikan yang diterangkan oleh kata itu. Di 1 Timotius 1:5 dan 2 Timotius 1:5, kata tersebut menerangkan “iman”, yaitu iman yang menjadi ciri orang percaya yang setia kepada Yesus; “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu” (2 Timotius 1:5). —Arthur Jackson

Pernahkah kamu mengalami atau melihat perbedaan antara kasih yang tulus dan kasih yang egois? Bagaimana komunitas orang percaya membantu kita belajar mengasihi sesama sepenuh hati?
Allah Mahakasih, tolonglah aku belajar membedakan kasih yang tulus dengan yang palsu. Mampukan juga diriku membagikan kasih Kristus kepada sesamaku.
Bacaan Alkitab Setahun: Ester 1-2; Kisah Para Rasul 5:1-21
amin
Amin….
amin
Amin
Amin