Menemukan Berkat Terselubung

Oleh Yulinar Bangun, Manado

Keluargaku adalah keluarga petani sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil di daerah yang disebut Tanah Karo, Sumatera Utara. Meski sederhana, sampai tahun lalu aku selalu punya alasan untuk bersyukur.

Bapakku berusia 61 tahun dan mamak 53 tahun. Di usia yang melampaui setengah abad itu mereka sangat sehat. Tidak pernah ke rumah sakit. Inilah hal pertama yang kusyukuri. Melihat mereka yang sehat dan bersukacita membuatku merasa jadi orang yang paling diberkati. 

Namun, aku tiba di hari ketika aku mulai meragukan berkat itu. Di awal bulan Oktober tahun lalu aku mendapat kabar kalau Bapak masuk rumah sakit di Berastagi. Setelah beberapa hari, dia dirujuk ke rumah sakit di Medan. Berawal dari alergi kulit, kemudian salah obat, dan berujung komplikasi, begitu kata dokternya.

Masa-masa bapak sakit terasa seperti masa tersuram dalam hidupku. Bapak dan mamak kadang menahan informasi karena tak ingin anaknya khawatir di tanah rantau. Maksud baik mereka itu malah membuatku frustrasi tak bisa melakukan apa-apa dari jauh.

Di masa-masa itu aku sesekali berpikir, apakah aku masih bisa menemukan alasan untuk bersyukur? Kesehatan yang selama ini aku banggakan, Tuhan tarik begitu saja dalam sekejap. Tampaknya, seperti tidak ada hal baik yang bisa aku syukuri.

Aku kecewa dan marah, tapi bukan berarti aku langsung meninggalkan Tuhan. Di malam-malam yang sunyi di kamar kos yang sempit aku masih berdoa. Bedanya, dulu aku berdoa dengan ucapan syukur, kali ini aku mempertanyakan banyak hal. 

Suatu malam aku teringat lagu Blessings oleh Laura Story. Aku sudah mendengar lagu ini beberapa kali sebelumnya, tapi malam itu rasanya berbeda, seakan-akan lagu itu diciptakan untukku. Berikut penggalan liriknya,

Cause what if Your blessings come through raindrops
What if Your healing comes through tears
What if a thousand sleepless nights are what it takes to know You’re near
What if trials of this life are Your mercies in disguise

Perlahan aku menyadari, di malam-malam yang tampaknya suram itu, malam di mana aku mempertanyakan banyak hal, justru di situlah aku merasa paling intim dengan Tuhan. I felt God. Aku seperti anak kecil yang mengadu dan menangis di pelukan ayahnya.

Aku tidak serta merta langsung menemukan hal untuk disyukuri, namun aku masih punya keyakinan kalau Tuhan tidak akan lepas tangan. 

Hampir sebulan Bapak di rumah sakit, dan setiap hari kami berdoa bersama di malam dan pagi sebelum aku berangkat kerja. Dan kadang, bukannya mendoakan diri sendiri, Bapak justru mendoakanku agar tidak khawatir dan bisa bekerja dengan baik. Ah, dasar orang tua, kenapa mereka tidak bisa bersikap egois sesekali.

Karena hampir setiap hari menelepon, aku jadi tahu perkembangan mereka. Bapak cerita kalau Mamak tidak pernah marah atau mengeluh, seperti kebiasaannya kalau di rumah. Mamak cerita kalau orang-orang di kampung bergotong-royong mengurusi ladang mereka, bahkan tidak mau dibayar. Kadang mereka juga pamer mendapat kiriman makanan yang tak habis-habis. Aku juga cerita kalau beberapa rekan kerjaku menyadari kegalauanku dan mereka berdoa untukku.

Namun, di antara semua cerita itu, ada satu cerita yang paling menghangatkan hatiku. Mamak akhirnya berdamai dengan lukanya di masa lalu. Ia bercerita dengan berseri-seri, bagaimana tanteku menjaga adik-adikku di kampung dan sering kali mencoba menghibur Mamak. Mamak di usianya yang 53 tahun akhirnya bisa mengampuni saudara perempuannya, dan ia menemukan bahwa mereka sebenarnya saling mengasihi, namun dengan cara yang berbeda.

**

Setelah melewati waktu yang cukup panjang untuk merenung, aku akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaanku. Apakah aku masih tetap bersyukur untuk kesehatan? Tentu, aku masih dan akan terus bersyukur untuk itu. Aku bersyukur karena Tuhan masih memberi kesempatan untuk menikmati kesehatan di waktu ini dan waktu yang akan datang.

Tapi selain itu, aku menemukan alasan lain yang akan selalu aku syukuri. Aku bersyukur Tuhan menempatkan orang-orang baik di sekitarku, yang mengasihi diriku dan keluargaku. Sungguh, sepertinya tidak ada alasan lagi untukku meragukan kasih-Nya.

Saat ini Bapak sudah sembuh, walau belum total. Ia masih harus mengonsumsi obat dan perlu istirahat. 

Aku bersyukur, aku dan keluargaku bisa melewati masa itu. Terlebih aku bersyukur, Tuhan memberikan kepekaan untuk melihat berkat-berkat terselubung di masa sulit itu.

Seperti penutup dari lagu Blessings milik Laura Story, 

What if the rain, the storms, the hardest nights,
Are Your mercies in disguise?

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Vivii
    Vivii says:

    Terimakasih atas renungannya..sangat terberkati sekali
    Sungguh pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat😇

  2. Imel
    Imel says:

    Terimakasih tuk sharingnya, mengingatkanku apada orang tua saat ni dan betapa Allah yg begitu mengasihi kita . Keika kita masih bisa merasakan berkatNya dimasa sptnya kita sdg berjalan melwati kekelaman .sndri

  3. Danil
    Danil says:

    Terima kasih utk sharing nya yg sanget menguatkan saya. Tuhan maha besar dan penyayang, dan tak pernah meninggalkan kita. Amien.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *