Pengharapan yang Tulus

Jumat, 7 Januari 2022

Baca: 1 Petrus 1:3-9

1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,

1:4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.

1:5 Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.

1:6 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.

1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu–yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api–sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.

1:8 Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,

1:9 karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.

[Allah] telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan. —1 Petrus 1:3

Di awal tahun 1960-an, Amerika Serikat dipenuhi harapan akan masa depan yang cerah. Presiden John F. Kennedy yang berjiwa muda memperkenalkan inisiatif penjelajahan luar angkasa, Korps Perdamaian, dan target menjejakkan kaki di bulan. Perekonomian yang berkembang pesat membuat banyak orang yakin masa depan cerah itu sudah di depan mata. Namun, kemudian Perang Vietnam berkecamuk, terjadi kerusuhan berskala nasional, Kennedy dibunuh, dan optimisme yang sebelumnya dirasakan mulai memudar. Optimisme saja ternyata tidak cukup, sehingga akhirnya tinggallah kekecewaan.

Pada tahun 1967, A Theology of Hope (Teologi Pengharapan) karya teolog Jürgen Moltmann menunjukkan visi yang lebih jelas. Ini bukanlah jalan optimisme, melainkan jalan pengharapan. Keduanya tidak sama. Moltmann menegaskan bahwa optimisme didasarkan pada keadaan saat ini, tetapi pengharapan berakar pada kesetiaan Allah—bagaimana pun situasinya.

Apa sumber pengharapan itu? Petrus menulis, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (1Ptr. 1:3). Allah kita yang setia telah mengalahkan maut melalui Yesus, Anak-Nya! Realitas kemenangan teragung ini mengangkat kita melampaui optimisme belaka kepada pengharapan yang kuat dan teguh—setiap hari dalam setiap situasi. —Bill Crowder

WAWASAN
Dalam bahasa Yunani, 1 Petrus 1:3-12 ditulis dalam satu kalimat panjang. Menurut ahli Alkitab Scot McKnight, dalam The NIV Application Commentary: 1 Peter, meski kalimatnya panjang, “Tata bahasa Petrus luar biasa elegan” dan caranya mengungkapkan keindahan keselamatan kita begitu dalam. McKnight lalu menjelaskan bahwa setiap elemen dalam deklarasi puji-pujian Petrus yang luar biasa itu terbangun secara bertahap: Ungkapan pujian (ay.3-5) menuntun kepada pernyataan sukacita yang dirasakan meski dalam penderitaan (ay.6-7). Sukacita tersebut berfokus pada pengharapan kita akan keselamatan akhir (ay.8-9) yang telah diberitakan dan dinanti-nantikan oleh para nabi (ay.10-12). Pujian kepada Allah yang disampaikan Rasul Petrus di awal suratnya mencakup seluruh hidup orang percaya. Sejak awal hingga akhir, segala sesuatu mengarah kepada keselamatan kita dan puncak pernyataan Kerajaan Allah. —J.R. Hudberg

Pengharapan yang Tulus

Terlepas dari apakah kamu seorang yang optimis atau pesimis, situasi apa yang membuat kamu cemas? Mengapa pengharapan lebih baik daripada optimisme atau pesimisme?

Ya Bapa, dunia ini begitu menyedihkan dan membingungkan, dan banyak suara mengajakku mengikuti sudut pandang yang tak berpengharapan. Tolonglah agar hatiku kuat berakar pada janji dan kuasa kebangkitan Yesus, yang mengendalikan masa depan.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 18-19; Matius 6:1-18

Bagikan Konten Ini
35 replies
  1. rico art
    rico art says:

    Terima kasih Tuhan atas banyak berkat yang selalu Engkau limpahkan kepada kami hari lepas hari, pimpin dan kuatkanlah kami dimanapun kami berada ya Tuhan, serta tolong kami, sembuhkan juga orang – orang disekitar kami dari segala macam penyakit akibat pandemi ini ya Tuhan, serta beri kekuatan kepada yang terkena bencana, kami menyerahkan segala rencana kehidupan kami kedalam TanganMu saja ya Tuhan, biarlah kehendakMu yang terjadi, terpuji lah namaMu kekal selamanya, amin

  2. Surti Sihombing
    Surti Sihombing says:

    terimakasih buat bapa/ibu yg selalu memberikan santapan rohani ini setiap hari
    Tuhan selalu memberkati bapa/ ibu
    syalom

  3. salsaa
    salsaa says:

    Amin, senantiasa pengharapan itu ada yakinlah bahwa hari ini besok dan seterusnya kekecewaan2 yg ada akan di gantikan dengan pengharapan yg luar biasa dari Tuhan Yesus Kristus. God Bless

  4. ika
    ika says:

    Amin..Tuhan Yesus yg berdaulat atas hidupku, mengendalikan masa depanku. Terpujilah Tuhan kekal selamanya. amin

  5. Ucup Joe
    Ucup Joe says:

    Yang membuat sy cemas akan dunia ini, tentang masa depan, walau sy masih ragu akan hal itu. tapi yg membuat kuat dalam menjalani tiap hari ini adalah Tuhan Yesus. Karena berharap mempunyai Tuhan untuk bersandar bukan optimesme/pesimisme kpd diri sendiri/orang lain/ tujuan didunia ini

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *